Anda di halaman 1dari 3

PRRI

Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia

Pemberontakan PRRI adalah singkatan dari Pemerintahan Revolusi Republik


Indonesia. Gerakan ini muncul setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia
sebagai negara kesatuan pada tahun 1957. PRRI yang sering disebut Permesta (Perjuangan
Rakyat Semesta) ini muncul dari kekecewaan masyarakat daerah kepada pemerintah pusat,
terutama di wilayah Sumatera dan Sulawesi. PRRI mengajukan tiga tuntutan kepada
pemerintah pusat, yaitu dengan pembubaran kabinet Djuanda, Mohammad Hatta dan Sultan
Hamengkubuwono IX membentuk pemerintahan sementara sampai pemilihan umum
berikutnya akan dilaksanakan pemilihan parlemen berikutnya, dan Sukarno kembali ke posisi
konstitusionalnya. Persyaratan PRRI lainnya juga terkait dengan otonomi daerah dan
perimbangan ekonomi atau keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Perseteruan antara
PRRI dengan pemerintah pusat awalnya hanya sebatas rasa kecewa atas minimnya
kesejahteraan dan ketidakadilan. Namun hal ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap
pemerintah pusat sehingga meluas menjadi tuntutan otonomi daerah yang berujung pada
represi yang merenggut puluhan ribu nyawa. 

Puncak pemberontakan PRRI/Permesta ditandai dengan disetujuinya Letnan Kolonel


Achmad Husein atas pembentukan PRRI dan pembentukan kabinet di bawah Sjafruddin
Prawiranegara sebagai Perdana Menteri. Pengumuman pembentukan PRRI disambut meriah
di Indonesia timur. Sementara itu, Letnan Kolonel D.J. Somba, Komandan Daerah Militer
Sulawesi Utara dan Tengah memutus hubungan dengan Pemerintah Pusat dan mendukung
PRRI. Dari ketidakpuasan tersebut, terjadi pembentukan dewan perjuangan yaitu; Dewan
Banteng dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Sumatera Barat, Dewan Gajah di
wilayah Sumatera Utara dipimpin oleh Letnal Kolonel Maludin Simbolon, Dewan Garuda di
Sumatera Selatan, dipimpin oleh Letnan Kolonel Barlian, Dewan Lambung Mangkurat di
Kalimantan Selatan dan Dewan Manguni yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual di
Sulawesi.

Gerakan tersebut terjadi pada Masa Demokrasi Liberal antara tahun 1950 dan
1959.Pada periode ini, undang-undang yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS). Nah, UUDS inilah yang menentukan arah politik saat itu. Jadi,
UUDS ini mengubah sistem pemerintahan Indonesia yang sebelumnya sistem presidensial
menjadi sistem parlementer. Dalam sistem ini, presiden menjadi kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan. Selain itu, masalah ekonomi terbesar pada masa pemberontakan PRRI
adalah pembangunan yang tidak merata. Pada tahun 1950-an, situasi ekonomi Indonesia
kurang menguntungkan. Hal ini karena adanya perbedaan antara pembangunan di pulau Jawa
dengan pembangunan di luar pulau Jawa. Padahal, menurut angka ekspor Indonesia saat itu,
71 persen ekspor Indonesia berasal dari Sumatera, sedangkan Jawa hanya menyumbang
sekitar 17 persen. Angka ini membuat orang Sumatera merasa dieksploitasi oleh pemerintah
pusat. Karena kesejahteraan mereka tidak diperhatikan oleh pemerintah pusat, padahal
wilayah mereka merupakan bagian besar dari total ekspor Indonesia. Selain masalah politik
dan ekonomi, ada juga masalah militer saat itu, yaitu pengurangan divisi brigade militer di
Sumatera. Nah, masalah ini telah mengecewakan beberapa pejuang dan pejabat militer
dengan pemerintah pusat. 

Adanya pemberontakan pimpinan PRRI tentu memancing reaksi dari pemerintah


pusat. Nah, ternyata pemerintah melakukan beberapa upaya untuk menumpas pemberontakan
ini. Rencana pengendalian PRRI dirancang oleh Ir. Djuanda dan A.H. Nasution, yang
kemudian didukung oleh Presiden Soekarno dengan melakukan gencatan senjata. Pada saat
yang sama, Wakil Presiden Mohammad Hatta percaya bahwa pemberontakan ini harus
diselesaikan secara damai melalui perundingan daripada tindakan militer. Sayangnya, upaya
perdamaian melalui negosiasi gagal. Akibat gagalnya upaya perdamaian melalui
perundingan, Presiden Soekarno kemudian melakukan operasi militer dengan dukungan
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (APRI).

Pada tanggal 12 Maret 1958, pemerintah melakukan operasi militer yang disebut
Operasi Tegas. Operasi Tegas adalah operasi militer di Riau yang dipimpin oleh Kolonel
Kaharudin Nasution. Selain itu, pada tanggal 17 April 1958 terjadi Operasi 17 Agustus yaitu
operasi militer untuk menumpas pemberontakan di Sumatera Barat. Pada tanggal 24 April
1958, Operasi Sapta Marga juga dilakukan di Sumatera Utara untuk menghancurkan pasukan
PRRI yang ditempatkan di Tapanul. Sementara itu, pada April 1959, Komando Operasi 17
Agustus diubah menjadi komando teritorial setingkat komando daerah militer yang disebut
Kodam 17 Agustus. Pada akhirnya pemberontakan PRRI berakhir karena kurangnya
kekuatan perlawanan dan perpecahan di dalam PRRI. Diketahui pasukan PRRI tidak sekuat
pasukan APRI, oleh karena itu Ahmad Husein dan pasukannya menyerah pada tanggal 29
Mei 1961. 

Pendapat saya mengenai kejadian tersebut adalah dengan ……


Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/
UndangUndang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945

Pemberontakan PRRI - Latar Belakang, Tujuan, dan Tokohnya (zenius.net) 20:29 9/3/2023

PRRI: Latar Belakang, Tuntutan, Anggota, Penumpasan, dan Dampaknya Halaman all -
Kompas.com 21:17

Pemberontakan PRRI/Permesta: Latar Belakang, Tujuan, Tokoh dan Dampaknya (detik.com)

Pemberontakan PRRI - Latar Belakang, Tujuan, dan Tokohnya (zenius.net)

Anda mungkin juga menyukai