Anda di halaman 1dari 3

Proses Kembalinya Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan

Posted on 06/08/2018
Oleh: Apipah
Pada 27 Desember 1949 secara resmi BeIanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia
Serikat (RIS). Indonesia menerima negara RIS dalam kesepakatan KMB hanya sebagai taktik
perjuangan. Hal ini disebabkan apabila tidak mau menerima negara RIS, diduga Belanda
akan memperlambat atau sama sekali tidak akan mengakui kedaulatan negara Indonesia.

Dalam perjalanannya, bentuk negara RIS tidak disukai sebagian besar rakyat negara-negara
bagian sehingga kembali ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

1. Negara Federasi RIS


Pada 14 Desember 1949 wakiI-wakil pemerintah RI, pemerintah Negara-negara bagian,
daerah-daerah yang kan menjadi bagian RIS, KNIP, dan DPR dari masing-masing
Negara/daerah melakukan pertemuan musyawarah federal di jalan pegangsaan Timur No.
56 Jakarta.
Pertemuan tersebut berhasil menyetujui naskah Undang-Undang Dasar RIS. Berdasarkan
konstitusi tersebut negara federasi RIS terdiri atas tujuh negara bagian, Sembilan satuan
kenegaraan, dan tiga daerah swapraja.

a. Negara-negara bagian, yaitu Republik Indonesia (RI) Negara Indonesia Timur (NIT),
Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Timur (NST), dan
Negara Sumatra Selatan.

b. Satuan-satuan kenegaraan, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar,


Banjar, Kalimantan Tenggara, Bangka, Biliton (Belitung), Riau Kepulauan, dan Jawa Tengah.

c. Daerah swapraja yang meliputi Kota Waringin, Sabang, dan Padang.

2. Gerakan Separatis yang Memengaruhi Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan


Sejak RIS berdiri, rakyat di negara-negara bagian dan satuan kenegaraan berbeda pandangan
mengenai prinsip-prinsip negara RIS. Sebagian masyarakat tidak mendukung terbentuknya
RIS yang kemudian dikenal sebagai kelompok unitaris dan sebagian lagi mendukung
terbentuknya negara federal RIS yang disebut kelompok federalis.
Kelompok unitaris banyak terdapat di Negara Pasundan dan Negara Jawa Timur yang
menginginkan terwujudnya Negara yang sesuai dengan UUD 1945 dan cita-cita Proklamasi
17 Agustus 1945. Oleh karena itu, di kedua negara bagian iniIah dipelopori perjuangan
kembali ke negara kesatuan.

Kelompok masyarakat federalis semula memiliki kedudukan yang kuat dalam


mempertahankan pandangannya. Akan tetapi, kekuatan federalis mulai memburuk sejak
beberapa tokohnya berkhianat terhadap RIS, seperti yang dilakukan Sultan Hamid Il, kepala
daerah Borneo Barat. la bersekongkol dengan Raymond Westerling membantai rakyat di
Sulawesi Selatan, membunuh tentara Republik di Bandung, dan merencanakan pembunuhan
terhadap sejumlah petinggi RIS di Jakarta. Kelompok ini menamakan diri Angkatan Perang
Ratu Adil (APRA), sebuah gerakan separatis yang ingin tetap mempertahankan keberadaan
negara Pasundan lepas dari RIS.

Di Sulawesi Selatan, Kapten Andi Azis membuat makar di Makassar. la dan pasukannya
menyerang markas TNI di kota itu. Tidak sedikit prajurit TNI menjadi korban. Setelah itu,
pada 5 April 1950 Andi Azis menyatakan Negara Indonesia Timur (NlT) tetap dipertahankan.
Di Maluku Selatan, muncul pula gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) di bawah
kepemimpinan Dr. Soumokil. Pada 25 April 1950, Soumokil memimpin pemberontakan
terhadap pemerintah RIS dengan cara melakukan praktik intimidasi, teror, dan serangkaian
pembunuhan di berbagai tempat. Gerakan-gerakan separatis seperti itu, tidak saja
menghambat perjuangan menuju ke negara kesatuan, bahkan berusaha menghancurkan
keberadaan RIS yang telah diaku dunia. Sejak saat itu, banyak masyarakat dan kelompok
federalis beralih ke unitaris.

3. Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan


Semenjak Belanda tidak berkuasa lagi di Indonesia, rakyat di Negara-negara bagian
menyadari bahwa negaranya adalah bentukan Belanda dan bukan keinginan dari rakyat
Negara-negara bagian. Rakyat merasakan negaranya hanya dijadikan sebagai alat bagi
kepentingan Belanda. Pada kenyataannya, negara bagian atau satuan kenegaraan tidak
memiliki tujuan yang jelas, tidak ada ikatan ideologi yang kuat, tidak memiliki kekuatan
militer, dan tidak memiliki kekuasaan serta keleluasaan untuk menentukan nasibnya sendiri.

Bertitik tolak dari kesadaran itu, maka rakyat di negara-negara bagian berusaha untuk
kembali ke negara kesatuan. Di berbagai daerah dilancarkan gerakan menuntut pembubaran
negara bagian. Pada awal Februari 1950 rakyat Jawa Barat berdemonstrasi di dalam
Parlemen Pasundan menuntut dibubarkannya Negara Pasundan. Di Jawa Timur rakyat
berdemonstrasi menuntut pembubaran Negara Jawa Timur. Demikian puIa di negara-negara
bagian dan satuan kenegaraan lain. Mereka menuntut penggabungan dengan Negara RI.

Menanggapi situasi politik demikian, pada 8 Maret 1950 Pemerintah RIS di Jakarta
mengeluarkan Undang-undang Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata cara Perubahan
Susunan Kenegaraan RIS. Dengan merujuk kepada undang-undang ini, berturut-turut
negara-negara bagian dan satuan kenegaraan menggabungkan diri dengan RI di Jogjakarta.
Sampai 5 April 1950 negara RIS hanya tinggal tiga Negara bagian, yaitu Republik Indonesia
(RI), Negara Sumatra Timur (NST), dan Negara Indonesia Timur (NIT).

Pada 19 Mei 1950 dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RIS yang diwakili Moh.
Hatta (dengan
mandat NST dan NIT) dan Pemerintah RI yang diwakili Wakil Perdana Menteri Abdul Halim.
Kedua pemerintahan mengeluarkan kesepakatan bersama yang tertuang dalam piagam
persetujuan yang berisi sebagai berikut.

a. RIS dan RI sepakat membentuk Negara kesatuan berdasarkan Proklamasi


Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

b. RIS dan RI membentuk panitia bersama yang bertugas menyusun undang-undang dasar
negara kesatuan.

Untuk menyusun konstitusi negara kesatuan yang baru, maka dibentuklah panitia gabungan
RIS-RI dengan ketua bersama, Menteri Kehakiman Prof. Dr. Mr. Soepomo dan Wakil Perdana
Menteri RI, Abdul Halim. Pada 21 Juli 1950, kedua pemerintahan berhasil menyepakati
sebuah rancangan naskah undang-undang dasar Negara kesatuan.

Pada 14 Agustus 1950 Parlemen RI dan Senat RIS mengesahkan Rancangan UUD Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terkenal dengan Undang -Undang Dasar
Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).UUDS 1950 merupakan konstitusi ketiga selama bangsa
Indonesia merdeka. Sehari kemudian, Presiden RIS, Ir. Soekarno, membacakan piagam
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan dinyatakan mulai berlaku
sejak 17 Agustus 1950. Pada hari itu juga Soekarno terbang ke Jogjakarta untuk menerima
kembali jabatan presiden Rl yang sebelumnya dipangku oleh Mr. Asaat. Dengan demikian,
sejak 17 Agustus 1950 negara RIS bubar dan terwujud kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).

Anda mungkin juga menyukai