Anda di halaman 1dari 2

Penegakan Kedaulatan NKRI

Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan pada akhir 1949 menandai pengakuan kedaulatan Indonesia
oleh Belanda. Meskipun dalam bentuk serikat, pengakuan kedaulatan tersebut menunjukkan perjuangan para
pemimpin dan segenap bangsa Indonesia membuahkan hasil positif.
1. Pembentukan Republik Indonesia Serikat
Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dilakukan berdasarkan hasil kesepakatan KMB.
Atas dasar kesepakatan tersebut, RI bersama negara-negara bagian yang tergabung dalam BFO membentuk
RIS. Adapun negara-negara bagian yang tergabung dalam BFO, yaitu Negara Pasundan (Jawa Barat),
Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Timur, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Indonesia
Timur. Dalam struktur pemerintahannya, RIS dipimpin oleh presiden yang dibantu oleh perdana menteri.
Sementara itu, lembaga perwakilan RIS terdiri atas senat dan DPR.
Pembentukan RIS menjadikan Soekarno menduduki
jabatan sebagai Presiden RIS. Pelantikan Soekarno
sebagai Presiden RIS dilakukan pada 17 Desember 1949.
Dengan dilantiknya Soekarno sebagai Presiden RIS,
RI yang merupakan bagian dari RIS mengalami
kekosongan kepemimpinan. Oleh karena itu, Presiden
Soekarno yang semula merupakan Presiden RI menunjuk
Mr. Assaat sebagai pejabat (acting) Presiden RI. Penyerahan
wewenang tersebut dilakukan agar eksistensi RI sebagai
sebuah negara tetap bertahan apabila sewaktu-waktu
RIS dibubarkan. Pelantikan Mr. Assaat sebagai pejabat Pelantikan Soekarno sebagai Presiden RIS
Presiden RI dilaksanakan pada 27 Desember 1949. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945–1949, Citra Lamtoro
Gung Persada, 1985
2. Penyerahan dan Pengakuan Kedaulatan
Penyerahan dan pengakuan kedaulatan Indonesia dalam bentuk RIS dilakukan pada
27 Desember 1949. Peristiwa tersebut terjadi di dua tempat, yaitu Indonesia dan Belanda. Di Indonesia
Sri Sultan Hamengku Buwono IX bertugas sebagai delegasi Indonesia, sedangkan pihak Belanda diwakili
oleh A.H.S. Lovink. Sementara itu, di Belanda, perwakilan pihak Indonesia dipimpin oleh Mohammad
Hatta, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees, dan Menteri
Seberang Lautan, Sasseu.
Dalam upacara pengakuan kedaulatan di Belanda, pihak Indonesia dan Belanda menandatangani
tiga dokumen pelengkap akta penyerahan kedaulatan. Ketiga dokumen tersebut sebagai berikut.
a. Dokumen Protokol. Dokumen tersebut berisi rencana yang dimunculkan dalam KMB. Dokumen ini
ditandatangani oleh Mohammad Hatta dan Willem Drees.
b. Dokumen piagam pengukuhan tertib hukum baru yang ditandatangani oleh Ratu Juliana dan sejumlah
menteri Belanda. Dokumen ini mengukuhkan tertib hukum baru di Indonesia.
c. Dokumen ”iagam Penyerahan Kedaulatan dan Pengakuan” yang memuat beberapa pernyataan, yaitu
penyerahan kedaulatan sesuai Piagam Penyerahan Kedaulatan dilaksanakan pada 27 Desember
1949; pembentukan Uni Indonesia–Belanda pada 27 Desember 1949; dan pemberlakuan semua hasil
tambahan dari KMB.
3. Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Setelah penyerahan dan pengakuan kedaulatan RIS pada 27 Desember 1949, muncul wacana untuk
kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemunculan wacana tersebut dilatarbelakangi
oleh ketidakpuasan negara-negara bagian yang tergabung dalam BFO. Negara-negara BFO merasa belum
merdeka sepenuhnya. Selain itu, pembentukan negara federal dianggap sebagai upaya Belanda untuk
mengawasi pergerakan Republik Indonesia.
Dalam konstitusi RIS, penggabungan negara atau daerah dapat dilakukan apabila rakyat menghendaki.
Selain itu, penyerahan dan pengakuan kedaulatan RIS pada dasarnya tidak bersyarat. Negara yang telah
berdaulat berhak mengatur atau mengubah undang-undang dasar apabila diperlukan. Atas dasar tersebut,
pemerintah RIS melakukan upaya untuk mengubah susunan ketatanegaraan. Upaya tersebut ditunjukkan
melalui penerbitan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan
Kenegaraan RIS. Penerbitan undang-undang tersebut disetujui oleh DPR dan Senat RIS pada 8 Maret 1950.
Dalam perkembangannya, banyak negara bagian RIS seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura
memilih bergabung dengan Republik Indonesia di Yogyakarta. Pada 22 April 1950 negara bagian RIS hanya
terdiri atas Republik Indonesia, Negara Sumatra Timur, dan Negara Indonesia Timur. Untuk merundingkan
pembentukan NKRI, Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta menggelar pertemuan dengan perwakilan
dari Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur. Dalam pertemuan tersebut, Negara Indonesia
Timur diwakili Sukawati, sedangkan Negara Sumatra Timur diwakili oleh Mansur. Pertemuan tersebut
menghasilkan kesepakatan untuk membentuk NKRI.
RIS bersama negara-negara bagian, termasuk Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur
menyelenggarakan konferensi. Melalui konferensi tersebut, pada 19 Mei 1950 tercipta kesepakatan dalam
bentuk Piagam Persetujuan yang isinya sebagai berikut.
a. Membentuk negara kesatuan sebagai perwujudan negara RI yang diproklamasikan pada
17 Agustus 1945.
b. Menyempurnakan Konstitusi RIS melalui pemasukan bagian-bagian yang dianggap penting dari
Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945.
Melalui kesepakatan tersebut, Rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) disusun. KNIP sebagai
lembaga yang berwenang menyetujui rancangan UUD tersebut menjadi UUD Sementara pada 12 Agustus
1950. Selanjutnya, pada 14 Agustus 1950 DPR dan Senat RIS mengesahkan UUD Sementara KNIP menjadi
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
Sebagai pemantapan atas langkah-langkah menuju NKRI, DPR dan Senat RIS menggelar rapat gabungan
pada 15 Agustus 1950. Dalam rapat tersebut, Presiden Soekarno membacakan Piagam Persetujuan
pembentukan NKRI. Pada hari yang sama Presiden Soekarno menuju Yogyakarta untuk menerima jabatan
Presiden NKRI. Akhirnya, pada 17 Agustus 1950 NKRI resmi terbentuk dan RIS dibubarkan.

Anda mungkin juga menyukai