masa kerja kabinet Sjahrir berlangsung dalam 3 babak Pemerintahan yaitu Kabinet Sjahrir
pertama (14 November 1945 – 12 Maret 1946), Kabinet Sjahrir kedua (13 Maret 1946 – 2
Oktober 1946) dan Kabinet Sjahrir ketiga (2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947). Kabinet ini
menjalankan pemerintahan indonesia di era revolusi.
Syahrir mengusung kabinet dan program kerja yang benar – benar bersih dari ke jepang
jepangan antara lain :
Kebijakan ekonomi dan politik yang dijalankan Sjahrir antara lain membentuk badan-badan
usaha untuk menangani masalah sektor ekonomi Indonesia, menerbitkan ORI, diplomasi
beras ke India, serta ratifikasi Perjanjian Linggarjati.
Kabinet Amir Sjarifuddin I adalah kabinet Indonesia pada masa era revolusi , periode kabinet
ini dari 3 Juli 1947 - 11 November 1947.
Nota Belanda pada tanggal 29 Juni yang dikirim oleh Van Mook belum mendapat
jawaban dari Presiden. Nota inilah yang harus dijawab oleh Kabinet Amir. Nota balasan
akhirnya dikirim oleh Kabinet amir pada tanggal 8 Juli. Isinya yang perlu mendapat perhatian
adalah Pemerintah Republik ingin perhubungan luar negeri Republik Indonesia yang telah
ada diberi tempat yang sesuai dalam rencana yang dimasudkan. Berkenaan dengan soal
keamanan dan ketertiban dalam negeri, pemerintah tetap berpendirian seperti yang telah
tertera dalam nota presiden.
Pertemuan antara Perdana Menteri Amir Syarifuddin dengan Jenderal Van Mook
berlangsung pada tanggal 14 dan 15 juli 1947. Perundingan menemui jalan buntu. Indonesia
tetap mempertahankan kesatuan bersama. Indonesia tidak mau kalah dengan pihak Indonesia
dan menginginkan perhentian permusuhan. Keinginan tersebut disambut baik oleh kedua
belah pihak dan keduanya mengumumkan perhentian permusuhan. Tetapi pihak Belanda
ingkar dan yang harus menghentikan permusuhan hanya dari pihak Indonesia.
Aksi perhentian permusuhan ini gagal setelah Perdana Menteri Belanda Dr. Louis
memberikan kuasa penuh kepada Van Mook untuk melakukan aksi militer karena Indonesia
tidak memenuhi Persetujuan Linggarjati dan menolak usul Belanda. Akibat ucapan dari Dr.
Louis, di Indonesia terjadi penangkapan besar-besaran tokoh-tokoh di Indonesia. dengan
demikian Kabinet Amir Syarifuddin gagal dalam membalas nota dari Jenderal Van Mook.
Kabinet Amir Syarifuddin dibentuk pada tanggal 3 Juli 1947. Kebijakan utamanya adalah
memperkuat kabinet dalam rangka menghadapi perundingan dengan Belanda, dalam hal ini
persetujuan Renville.
KABINET HATTA
Kabinet ini dibentuk oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, atas perintah Presiden Soekarno
pada tanggal 23 Januari 1948, hari yang sama saat kabinet sebelumnya dinyatakan bubar.
Kabinet ini bertugas pada periode 29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949.
Program-program kerja yang akan dilakukan oleh Hatta meliputi empat butir program kerja,
yaitu:
1. Pelaksanaan Persetujuan Renville tentang gencatan senjata dan prinsip-prinsip politik serta
melanjutkan perundingan dengan Belanda melalui komisi jasa-jasa.
Sesudah pelantikan kabinet pada 3 Februari, Hatta menjelaskan pokok-pokok kebijakan yang
akan dijalankan dihadapan KNIP pada 16 Februari, antara lain berisi :
Kabinet Hatta sebenarnya ada 3, yaitu kabinet Hatta pertama ( 29 Januari 1949 - 4 Agustus
1948), lalu kabinet Hatta kedua (4 Agustus - 14 Desember 1949) dan kabinet hatta RIS
(Republik Indonesia Serikat) (14 Desember 1949 - 15 Agustus 1950).
Kabinet I berakhir karena bung Hatta dan Presiden diculik oleh Belanda yang menjadi awal
agresi militer Belanda II, sehingga kabinet pun dinonaktifkan dan digantikan oleh pemerintah
darurat di Sumatra yang dipimpin oleh Sjaffrudin Prawiranegara.
Kabinet II berakir karena bung Hatta harus mempersiapkan diri menuju ke Konferensi Meja
Bundar di Den Haag dan hasil KMB membuat kabinet tersebut resmi dibubarkan dan diganti
oleh kabinet pemerintah federasi (RIS).
Kabinet RIS Hatta berakhir karena RIS dibubarkan dan diganti oleh negara kesatuan RI.
Bung Hatta juga memilih mengembalikan amanat kepada presiden Soekarno.
KABINET SUSANTO
Kabinet Susanto merupakan kabinet peralihan sewaktu pembentukan Republik Indonesia Serikat.
Kabinet ini hanya bertugas selama satu bulan dan dengan jumlah menteri yang cukup sedikit, karena
sifatnya yang sementara. Setelah Abdul Halim terpilih menjadi Perdana Menteri, maka kabinet ini
dibubarkan. Kabinet ini di bentuk tanggal 20 desember 1949 – 21 januari 1950.
Kabinet susanto ini tidak memiliki program kerja karena kabinet ini di tugaskan hanya satu
bulan dan sifatnya tidak sementara setelah abdul halim di angkat menjadi perdana menteri
maka kabinet ini akan di bubarkan.
Karena abdul halim sudah terpilih menjadi perdana menteri dan kabinet ini di bubarkan.
KABINET HALIM
Kabinet Halim bertugas pada periode 21 Januari 1950 - 6 September 1950. Kabinet ini
merupakan pemerintah Republik Indonesia (dengan Yogyakarta sebagai ibu kota) yang
merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat. Pada saat yang kurang lebih bersamaan,
Kabinet Republik Indonesia Serikat pimpinan Mohammad Hatta memerintah di ibu kota RIS,
Jakarta. Pada masa yang hampir bersamaan pula, Assaat menjabat sebagai Presiden Republik
Indonesia sedangkan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat.
9 Menteri Perburuhan:Ma'as
13 Menteri Kesehatan:Sutopo
14 Menteri Agama : Fakih Usman.
Kebijakan yang dilakukan adalah perbaikan dan perubahan struktur ekonomi peninggalan
belanda kearah ekonomi nasional melalui gerakan konfrontasi ekonom (sistem ekonomi
gerakan banteng) Selain itu dilakukan pula kebijakan di bidang industri dengan sasaran
pabrik semen, pemintalan, karung, dan penanaman modal asing.
Penyebab jatuhnya kabinet Abdul halim dikarenakan kegagalan kabinet ini dalam
menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut
pencabutan peraturan pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. Kabinet Abdul halim
didimisioner sejak 21 Maret 1951 dan mengundurkan diri setelah DPR menerima mosi S.
Hadikusumo tentang pencabutan PP Nomor 39/1950 tentang pembekuan DPRD. Menteri
Asaat ( Menteri Dalam Negeri) tidak menyetujui mosi tersebut dan kabinet sependapat
dengan Asaat, maka kemudian mengundurkan diri. Kabinet Abdul mengundurkan diri karena
tidak mau menerima mosi DPR, walaupun Kabinet belum di jatuhi Mosi Tidak Percaya dari
DPR ini menjadi sifat dari Kabinet-kabinet pada masa UUDS 1950, walaupun sistem yang
dianut oleh UUDS 1950 adalah perlementer, dimana parlemen dapat menggulingkan Kabinet,
tetapi sepanjang 1950-1959 kabinet tidak hanya mosi tidak percaya , tetapi suara-suara luar
kabinet sudah menyebabkan Kabinet mengundurkan diri.
4.3