0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
564 tayangan2 halaman
Pada periode 1949-1959, Indonesia menganut demokrasi parlementer yang memberikan kebebasan berpolitik bagi rakyat dan partai-partai. Namun, demokrasi ini gagal karena perdebatan yang panjang soal ideologi negara, dominasi aliran politik yang menimbulkan konflik, serta lemahnya basis ekonomi masyarakat. Pada akhirnya, presiden membubarkan parlemen dan mengembalikan konstitusi 1945.
Pada periode 1949-1959, Indonesia menganut demokrasi parlementer yang memberikan kebebasan berpolitik bagi rakyat dan partai-partai. Namun, demokrasi ini gagal karena perdebatan yang panjang soal ideologi negara, dominasi aliran politik yang menimbulkan konflik, serta lemahnya basis ekonomi masyarakat. Pada akhirnya, presiden membubarkan parlemen dan mengembalikan konstitusi 1945.
Pada periode 1949-1959, Indonesia menganut demokrasi parlementer yang memberikan kebebasan berpolitik bagi rakyat dan partai-partai. Namun, demokrasi ini gagal karena perdebatan yang panjang soal ideologi negara, dominasi aliran politik yang menimbulkan konflik, serta lemahnya basis ekonomi masyarakat. Pada akhirnya, presiden membubarkan parlemen dan mengembalikan konstitusi 1945.
Pada periode 1949 – 1959 negara kita menganut demokrasi
parlementer. Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir seluruh elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia, antara lain: 1. Lembaga perwakilan rakyat / parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. 2. Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. 3. Kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal. 4. Sekalipun pemilu hanya dilakukan satu kali yaitu pada 1955, tetapi pemilu tersebut benar benar dilakukan dengan prinsip demokrasi. 5. Masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya secara maksimal. 6. Dalam masa pemerintahan parlementer daerah-daerah mempunyai otonomi yang cukup luas.
Kegagalan Demokrasi pada Periode 1949 - 1959
1. Munculnya usulan presiden yang sering kita kenal dengan nama
konsepsi presiden untuk membentuk Dewan Nasional sehingga semua organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan yang ada menjadi ikut terlibat. Konsepsi presiden ini bertujuan untuk membentuk pemerintahan yang memiliki sifat gotong royong yang juga melibatkan semua kekuatan bersifat politik, tidak terkecuali Partai Komunis Indonesia. Konsepsi Presiden dan juga Dewan Naisonal ini mengalami pertentangan yang sangat kuat dari sejumlah partai, terutama Masyumi dan juga PSI. Dua partai ini menganggap bahwa Dewan Nasional adalah pelanggaran yang sifatnya sangat fundamental terhadap konstitusi negara kita karena lembaga itu tidak dikenal dalam konstitusi.
2. Dewan Konstituante gagal menemukan jalan untuk mencapai
kesepakatan dalam merumuskan ideologi nasional. Karena gagal tercapainya titik persetujuan antara dua kelompok politik, yaitu kelompok yang ingin Islam menjadi ideologi negara dan kelompok yang menginginkan Pancasila sebagai ideologi. Meskipun voting telah dilakukan, mereka tetap tidak bisa menemukan suara mayoritasnya.
3. Politik aliran terlalu dominan sehingga pengelolaan konflik menjadi
terganggu. Karena hal itu, setiap konflik cenderung menyebar melewati batas yang akhirnya membawa dampak yang sangat negatif kepada kestabilan politik yang ada.
4. Basis sosial ekonmi yang sangat lemah. Struktur yang tegas
membedakan kedudukan masyarakat secara langsung tidak mendukung keberlangsungan demokrasi.
Berakhirnya Demokrasi Parlemen
Demokrasi Parlementer hanya bertahan selama sembilan tahun seiring
dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan konstituante dan kembali ke UUD 1945. Presiden menganggap bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai semangat gotong royong