Anda di halaman 1dari 2

Keunggulan Demokrasi pada Periode 1949 - 1959

Pada periode 1949 – 1959 negara kita menganut demokrasi


parlementer. Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan
demokrasi di Indonesia, karena hampir seluruh elemen demokrasi dapat
kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia,
antara lain:
1. Lembaga perwakilan rakyat / parlemen memainkan peranan yang
sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.
2. Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat
tinggi.
3. Kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang
sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal.
4. Sekalipun pemilu hanya dilakukan satu kali yaitu pada 1955, tetapi
pemilu tersebut benar benar dilakukan dengan prinsip demokrasi.
5. Masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar
mereka tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga
negara dapat memanfaatkannya secara maksimal.
6. Dalam masa pemerintahan parlementer daerah-daerah mempunyai
otonomi yang cukup luas.

Kegagalan Demokrasi pada Periode 1949 - 1959

1. Munculnya usulan presiden yang sering kita kenal dengan nama


konsepsi presiden untuk membentuk Dewan Nasional sehingga semua
organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan yang ada menjadi ikut
terlibat. Konsepsi presiden ini bertujuan untuk membentuk
pemerintahan yang memiliki sifat gotong royong yang juga melibatkan
semua kekuatan bersifat politik, tidak terkecuali Partai Komunis
Indonesia. Konsepsi Presiden dan juga Dewan Naisonal ini mengalami
pertentangan yang sangat kuat dari sejumlah partai, terutama Masyumi
dan juga PSI. Dua partai ini menganggap bahwa Dewan Nasional adalah
pelanggaran yang sifatnya sangat fundamental terhadap konstitusi
negara kita karena lembaga itu tidak dikenal dalam konstitusi.

2. Dewan Konstituante gagal menemukan jalan untuk mencapai


kesepakatan dalam merumuskan ideologi nasional. Karena gagal
tercapainya titik persetujuan antara dua kelompok politik, yaitu
kelompok yang ingin Islam menjadi ideologi negara dan kelompok yang
menginginkan Pancasila sebagai ideologi. Meskipun voting telah
dilakukan, mereka tetap tidak bisa menemukan suara mayoritasnya.

3. Politik aliran terlalu dominan sehingga pengelolaan konflik menjadi


terganggu. Karena hal itu, setiap konflik cenderung menyebar melewati
batas yang akhirnya membawa dampak yang sangat negatif kepada
kestabilan politik yang ada.

4. Basis sosial ekonmi yang sangat lemah. Struktur yang tegas


membedakan kedudukan masyarakat secara langsung tidak mendukung
keberlangsungan demokrasi.

Berakhirnya Demokrasi Parlemen

Demokrasi Parlementer hanya bertahan selama sembilan tahun seiring


dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan
konstituante dan kembali ke UUD 1945. Presiden menganggap bahwa
demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia yang dijiwai semangat gotong royong

Anda mungkin juga menyukai