Anda di halaman 1dari 2

Menurut Godam (2007), faktor yang mempengaruhi konsumsi terdiri dari pendapatan,

kekayaan, suku bunga, perkiraan masa depan, komposisi penduduk, jumlah penduduk,
keadaan adat sosial dan budaya, gaya hidup seorang, dan kecenderungan mengkonsumsi.
Penjelasan tentang masing-masing faktor tersebut diuraikan berikut ini:
1. Pendapatan: Peningkatan pendapatan secara otomatis biasanya akan diikuti dengan
peningkatan pengeluaran konsumsi. Sebagai contoh, seseorang yang tadinya makan nasi dari
beras berkualitas rendah ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan gaji yang besar akan
beralih ke nasi dari beras berkualitas tinggi. Orang yang tadinya makan sehari dua kali bisa
jadi tiga kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.
2. Kekayaan: Kekayaan secara eksplisit maupun implisit sering dimasukkan dalam fungsi
konsumsi agregat sebagai faktor yang menentukan konsumsi. Seperti hipotesis pendapatan
permanen yang dikemukakan oleh Friedman, Albert Ando dan Franco Modigliani
menyatakan bahwa kekayaan bersih (net worth) merupakan faktor penting dalam menentukan
konsumsi. Orang kaya yang punya banyak aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi
yang besar.
3. Suku bunga: Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi karena orang
lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi
ketimbang membelanjakan banyak uang.
4. Perkiraan masa depan: orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang
akan menekan konsumsi. Biasanya orang seperti ini adalah yang mau pensiun, punya anak
yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan sebagainya.
5. Komposisi penduduk: Dalam suatu wilayah jika jumlah orang usia kerja produktif banyak,
maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak, maka konsumsi suatu
daerah juga akan tinggi. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi,
maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut juga tinggi.
6. Jumlah penduduk: Jika jumlah orang di suatu daerah sangat sedikit, maka konsumsi di
wilayah itu biasanya sedikit. Jika orangnya sangat banyak, maka konsumsinya juga sangat
banyak.
7. Kebiasaan adat sosial budaya: Kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat
konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana
biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki
kebiasaan gemar pesta adat biasanya memiliki pengeluaran yang besar.
8. Gaya hidup seseorang: Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat
pengeluaran konsumsi yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup mewah dan gemar
berhutang baik kepada orang lain maupun lembaga keuangan seperti bank (kredit).
9. Kecenderungan mengkonsumsi menurut Keynes dalam N. Gregory Mankiw (2006) ada
dua aspek yaitu:
a. Kecenderungan mengkonsumsi marjinal (marginal propensity to consume). Jumlah
yang dikonsumsi dari setiap dolar tambahna adalah antara satu dan nol. Ia menulis
“hukum psikologis fundamental, yang harus kita yakini tanpa ragi-ragu adalah bahwa
manusia sudah pasti secara alamiah dan berdasarkan rata-rata akan meningkatkan
konsumsi ketika pendapatan naik, tetapi tidak sebanyak pendapatan mereka.” Artinya,
ketika orang-orang menerima dolar ekstra, ia biasanya mengkonsumsi sebagian dan
menabung sebagian.
b. Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity to consume). Keynes
mengatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut percaya bahwa
tabungan merupakan suatu kemewahan, sehingga ia menduga orang kaya menabung
dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatannya. Meskipun tidak esensial bagi
analisis Keynes sendiri, namun dalil bahwa kecenderungan mengkonsumsi marjinal
akan turun ketika pendapatan naik menjadi pusat kajian dari ilmu ekonomi Keynes.
Menurut BPS, terlihat bahwa konsumsi masyarakat dipilah menjadi dua yaitu: makanan
dan non makanan. Pakar ekonomi juga menyampaikan pendapatnya mengenai pola
konsumsi, yaitu Dumairy (1997) dalam Tika (2010:19), bahwa pola konsumsi masyarakat
diklasifikasikan menjadi pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non-makanan.
Kelompok makanan di antaranya padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu,
sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-
bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, serta tembakau dan sirih.
Sedangkan yang tergolong non-makanan adalah perumahan, bahan bakar, penerangan, air,
aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup
kepala; barang tahan lama; pajak pemakaian dan premi asuransi; serta keperluan pesta dan
upacara.
Referensi :
Machmud, Amir. 1996. Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi. Penerbit: Erlangga,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai