Anda di halaman 1dari 5

1. Q.S.

Al-Kafirun (109) : 1-6

‫۝ َوآَل اٴَنَاعَابِ ٌد َّما َعبَ ْدتُ ْم‬۳ ‫۝ َوآَل اَ ْنتُ ْم عٰبِ ُدوْ نَ َمٓا اَ ْعبُ ُد‬۲ َ‫۝ اَل اَ ْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُدوْ ن‬۱ َ‫قُلْ ٰيٓا َ يُّهَا ْال ٰكفِرُوْ ن‬

‫۝‬٦ ‫۝ لَ ُك ْم ِد ْينِ ُك ْم َولِ َي ِدي ِْن‬٥ ‫َوآَل اَ ْنتُ ْم ٰعبِ ُدوْ نَ َمٓا اَ ْعبُ ُد‬

Terjemahan :

(1) Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir!

(2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,

(3) Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,

(4) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

(5) Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah

(6) Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.

Asbabul Nuzul

Dikatakan bahwa kaum Quraisy berusaha mempengaruhi Rasulullah Saw dengan


menawarkan harta kekayaan sehingga beliau menjadi seorang yang paling kaya di kota
Mekkah, dan akan dinikahkan kepada siapapun yang beliau kehendaki. Kemudian turunlah
Q.S. al-Kafirun (109): 1-6 sebagai perintah untuk menolak tawaran kaum kafir. Dalam
riwayat lain dikatakan bahwa kaum kafir Quraisy berkata kepada Rasulullah Saw :
“Sekiranya engkau tidak keberatan mengikuti kami (menyembah berhala) selama satu tahun,
kami akan mengikuti agamamu selama setahun pula.” Maka turunlah surah Q.S. al-Kafirun
(109) : 1-6.

Penjelasan (Tafsir)

Surah al-Kafirun yang diturunkan setelah surah al-Ma’un menegaskan bahwa tidak
dibenarkan toleransi dalam masalah beragama dengan saling menukar ibadah dan menukar
akidah. Karena ini sudah merupakan perbuatan kemusyrikan.

Surah ini merupakan penutup angan-angan kafir Quraisy untuk membujuk Rasulullah Saw.
Agar mengikuti keinginan mereka. Terdapat beberapa pelajaran yang dapat kita mabil
hikmahnya

a. Menolak dengan halus ajakan orang-orang kafir yang bertentangan dengan ajaran islam.

b. Islam mengajarkan agar umatnya teguh dalam memegang akidah

c. Hubungan dengan orang kafir harus baik selama tidak bertentangan dengan ajaran islam
Surah ini merupakan ketegasan ajaran islam dalam memberikan batasan toleransi. Walaupun
toleransi merupakan keimanan utama. Tetapi ajaran islam tidak membebaskan dalam arti
melepaskan seluruhnya. Ajaran islam tetap memberikan batsan-batasan tertentu agar tidak
melenceng dari akidahnya.

Agama islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada para mahluknya . Karena agama
islam menjadi agama yang diridhoi-Nya. Perkembangan islam sangatlah pesat di muka bumi , tersebar
di segala penjuru dunia sehingga wajar saja islam menjadi agama yang dianut oleh mayoritas
penduduk bumi.

Sejak zaman rasulullah agama islam mulai berkembang karena dari dakwah yang disampaikan oleh
rasul baik melalui dakwah secara diam-diam ataupun dakwah dilakukan secara terang-terangan
dikarenakan para pemuka kaum Quraish satu persatu masuk islam dan kemudian islam bisa tersebar
kepenjuru dunia. Islam mulai berjaya karena dengan dakwah secara terang-terangan hingga mencapai
puncaknya saat terjadi peristiwa Fathul makkah. Pertumbuhan islam menjadi agama yang mayoritas
dianut oleh penduduk bumi tentunya tidak berjalan sendirinya melainkan adanya peran para penerus
dakwah yang disampaikan sahabat sahabat nabi sepeninggal rasulullah wafat, kemudian diteruskan
kembali oleh para tabiin dan seterusnya. Peran tersebut mangakibatkan perkembangan islam yang
menjadi agama dianut oleh penduduk bumi tidak dapat dipungkiri lagi.

Islam menjadi agama yang menawarkan sebuah konsep hidup yang tentunya tidak bertentangan
dengan apa yang dilakukan masyarakat. Islam mengatur segala aspek kehidupan bagi para pemeluk-
pemeluknya sehingga agama islam menjadi agama yang mudah diterima bagi sebagian orang yang
bisa melihat keindahan tersebut. Seperti halnya perkembangan islam yang terjadi di Indonesia tidak
terlepas dari peran seorang ulama yang gigih menyebarkan agama islam yang seperti kita kenal
dengan sebutan Walisongo. Dakwah yang dilakukan oleh Walisongo sangat berperan penting dalam
perkembangan islam di indonesia. Semenjak agama hindu dan budha telah berkembang demikian
pesatnya kemudian para ulama itu datang sembari berdagang dengan penduduk lokal dan kemudian
timbul percampuran budaya yang dilakukan oleh para pedagang dari Gujarat dan menyebarkan agama
islam. Perkembangan islam sangat pesat dan mudah diterima bagi kalangan masyarakat luas. Karena
islam tidak mengenal strata maka bagi kalangan yang selama ini menduduki strata paling bawah lebih
memilih islam karena disamping mampu menjawab kebutuhan yang mereka butuhkan juga mampu
memberikan jawaban terhadap apa yang selama ini mereka cari.
Dakwah yang dilakukan oleh walisongo untuk menyebarkan islam di pulau Jawa sangat beragam
caranya,seperti contoh melalui jalur kesenian yang dilakukan sunan kalijaga melalui wayang.
Kesenian tersebut mampu mengkordinir banyak orang yang sejak zaman itu sudah sangat gemar
melihat pagelaran seni dan kemudian dakwah yang dilakukan oleh sunan kalijaga dengan memasukan
unsur-unsur islam kedalam cerita pewayangan tersebut, seperti kita kenal dengan sebutan Gareng ,
Petruk , Bagong dan lain-lain. Setelah islam tersebar terutama di pulau jawa kemudian menyebar luas
seantero Indonesia.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke menjadikan Indonesia
sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Berbagai macam etnis , suku , ras adat serta beragam
budaya ada di Indonesia . Tersebar ke berbagai penjuru negeri ini menyimpan banyak sekali
keberagaman . Keberagaman tersebut tentunya harus di sokong dengan ideologi yang mampu
menyatukan seluruh elemen masyarakat yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan adanya
ideologi pancasila yang menjadi jawaban atas keberagaman tersebut untuk menyatupadukan berbagai
macam etnis ras suku dan lain sebagainya. Bhineka Tunggal Ika telah menjadi simbol bagi penduduk
warga negara Indonesia yang tersebar kepenjuru nusantara dengan nilai toleransi antar golongan .

Indonesia menjadi penganut islam terbanyak di dunia menyebabkan posisi Indonesia dalam sebuah
perkumpulan negara islam atau disebut OKI menjadi sangat penting. Namun kondisi banyaknya
penganut islam di negeri ini tidak diimbangi ilmu pengetahuan bagi para pemeluknya. Penyakit
moralitas telah melanda negeri ini , umat islam kini sudah jauh dari nilai-nilai keislaman yang mereka
anut bahkan islam hanya menjadi identitas saja yang tertera di kartu tanda penduduk, sehingga sering
kita kenal dengan sebutan Islam KTP. Miris memang ketika peradaban islam yang sejak zaman
dahulu mampu memipin sebuah peradaban dunia dengan kemajuan ilmu yang begitu pesat kemudian
menjadi rujukan bagi seantero dunia kini budaya dalam menuntut ilmu telah luntur terlebih lagi di
negeri kita tercinta. Pendidikan agama terutama di pesantren-pesantren menjadi komoditas langka dan
dipandang sebelah mata, orang tua lebih suka menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah negeri
dengan harapan masa depannya lebih cerah. Perilaku demikian menyebabkan pendidikan di sekolah
pesantren telah di pandang sebelah mata , padahal jika kita lihat lahirnya perlawanan melawan kaum
penajajah serta lahirnya pemimpin yang bijak justru lahir dari pesantren-pesantren yang ada di negeri
ini. Kesadaran ulama zaman dahulu ketika negeri kita di jajah sangatlah tinggi , tanpa takut meregang
nyawa mereka terus berjuang demi lahirnya kemerdekaan .

Kondisi demikian tidak tercermin pada pemimpin masa kini. Pemimpin masa kini hanya mengobral
janji sewaktu masa kampanye, rakyat terus menerus dibodohi , kepentingan rakyat ketika mereka
menjadi pejabat publik di kesampingkan. Banyak kita mendengar kasus-kasus yang menimpa para
pemimpin negeri ini yang terjerat masalah korupsi , jika dilihat jauh mereka beragama islam namun
hal itu tidak diterapkan dalam kehidupan nyata mereka dan justru menyengsarakan rakyat banyak
demi kepentingan pribadi mereka.
Umat islam kini disibukkan dengan arus pemikiran globalisasi yang pesat terlebih lagi Indonesia yang
menjadi pasar potensial bagi para perusahaan multinasional yang membawa budaya-budaya barat,
budaya gadget dan lain sebagainya telah akrab dalam kehidupan kita. Budaya dzikir untuk selalu
mengingat Allah SWT terkadang bergeser dengan gadget-gadget yang setiap hari terus menerus
menggerus. Bukan hanya itu, ternyata yang perlu disadari adalah adanya perang pemikiran atau
godhzul fikri yang sedang melanda negeri ini, perlahan nilai-nilai keislamaan yang kita anut mulai
luntur akibat dari perang pemikiran yang terjadi. Umat islam masa kini harus bisa melakukan
perlawanan terhadap musuh musuh dalam selimut, kerusuhan atas dasar agama sudah tidak asing di
negeri kita. Citra islam terus-menerus dicap sebagai sang pelaku teror terlebih bangsa barat yang
melihat islam dengan muka sinis yang ingin merusak islam dimuka dunia.

Islam datang dalam kondisi terasing dan akan menjadi asing , hal demikian mungkin sudah terjadi di
negeri kita. Islam hanya sebagai ritual yang dijalankan di masjid-masjid, islam hanya sebagai identitas
saja tanpa berkorelasi terhadap sikap yang dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemunduran
peradaban islam hanya ada di tangan umat islam terlebih lagi islam yang ada diindonesia. Karena
umat islam sendiri sudah jauh dari nilai keislaman yang sesungguhnya.

Keadaan demikian kondisi saya yang dibesarkan oleh lingkungan islam, mengetuk hati saya untuk
bisa mengamalkan keislaman yang dimiliki, kondisi tersebut tentunya tidak dibiarakan begitu saja
meskipun banyak hal yang patut kita sanjung dengan Indonesia namun kekuatan islam terbesar di
dunia harus mampu diimbangi dengan kualitas seorang muslim yang handal dengan peradaban ilmu
yang dimiliki, sehingga bukan saja quantitas yang menjadi kebanggaan umat islam di Indonsia namun
jika di imbangi dengan qualitas yang dimilki akan menajdikan Indonesia jaya. Sehingga permasalahan
yang menjadi masalah bagi negara berkembang seperti kemiskinan , pengangguran dan lain-lain bisa
diatasi. Ada hal yang unik dari uraian Ulama besar tingkat dunia, DR. Yusuf Al Qhardawi saat
melakukan kunjungannya di Indonesia, Beliau menyampaikan sebuah hipotesisnya
bahwa kebangkitan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam akan lahir dari Indonesia. 
Fakta bahwa Indonesia terdiri dari beragam budaya, berbagai suku dan bahasa, berbilang agama dan
keyakinan adalah ketetapan takdir dari Tuhan yang tak bisa diubah. Segala upaya setulus dan sekeras apa
pun, baik secara individu maupun kelompok, untuk melawan takdir ini tidak hanya akan membuahkan
kegagalan, tetapi dapat menciptakan musibah sosial politik yang akibatnya akan ditanggung berjemaah.

Agar takdir ini bisa jadi rahmat dan anugerah, keragaman ini harus dikapitalisasi menjadi aset sosial
berharga. Bagaimana caranya? Pertanyaan ini relevan dengan pertanyaan bagaimana beragama dan
berbangsa dalam konteks Indonesia yang majemuk. Dalam sumber otoritaritas Islam ditemukan sejumlah
narasi otentik yang mengonfirmasi realitas kebinekaan sebagai ketetapan Tuhan sekaligus keharusan
memelihara dan menjaganya.

Beragama di Indonesia

Demikian pula dalam pengalaman empiris perjalanan sejarah umat Islam, masyarakat ideal Islam yang
dicontohkan Nabi di Madina dan sejumlah pemerintahan Islam setelahnya sudah menjadi model komunitas
beragama dalam kebinekaan.

Sebaliknya, kelompok kontrakebinekaan sering mengutip narasi keagamaan normatif untuk menjustifikasi
penafsiran politik kontemporernya atas agama untuk membangun komunitas imajiner dari pemerintahan
ilahi yang sulit ditemukan dalam pengalaman empiris sejarah Islam.

Beragama tanpa berbangsa dan bernegara tidak hanya ahistoris, tetapi juga bertentangan dengan agama
dan tujuan beragama itu sendiri. Tujuan agama adalah menciptakan kemaslahatan manusia sebagai
khalifah Tuhan di muka bumi. Hanya dengan berbangsa bernegara amanah itu dapat diwujudkan. Dengan
kata lain, menjadi Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu yang baik harus menjadi warga negara
bangsa yang baik. Tidak boleh atas nama agama negara dengan segala aturannya diabaikan. Beragama
yang baik adalah patuh pada negara dan seluruh instrumennya. Demikian pula, berbangsa bernegara yang
baik adalah menjadikan agama sebagai inspirasi yang mengilhami seluruh refleksi kebangsaan kita. Inilah
takdir Indonesia, negara bangsa yang religius.

Bapak Pendiri Bangsa kita telah berhasil menggali local genius Indonesia yang berisikan sejumlah agama
dan beragam budaya dan akhirnya dengan genius mendiagnosis DNA Indonesia yang bernama Pancasila.
Mereka dengan sangat tepat dan tulus sepakat menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan
hidup (Weltanshauung), dan jalan hidup bersama (modus vivendi) kita. Kesepakatan ini merupakan ilham
dan “mukjizat” yang luar biasa karena secara genuin merepresentasi dan mengakomodasi hakikat dan
denyut nadi semua komponen bangsa ini. Tak ada pilihan lain bagi semua warga bangsa yang beragama,
kecuali merefleksikan keagamaannya yang menghargai realitas hakikat Indonesia, yakni kebinekaan.

Demikian pula dalam berbangsa bernegara di Indonesia, agama tidak mungkin dikerangkeng dalam ruang
personal yang sunyi. Agama secara alamiah akan hadir di ruang sosial politik sebagai inspirasi produktif.
Segala upaya menafikan, memarjinalkan peran agama dalam ruang sosial dan politik tak akan bisa
berhasil karena identitas hakiki orang Indonesia adalah beragama.

Dalam konteks ini pemahaman agama yang sahih menjadi keharusan. Sebab itu, penguatan pemahaman
kebangsaan harus berbarengan dengan penguatan (pengarusutamaan) pemahaman keagamaan moderat.
Jika dilaksanakan secara tidak seimbang, akan lahir kontestasi antarkelompok yang kontraproduktif dan
melelahkan. Radikalisasi agama yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat tidak bisa dihentikan hanya
dengan penguatan pemahaman kebangsaan, tetapi juga dengan pengarusutamaan pemahaman
keagamaan moderat. Pemahaman agama yang sahih harus menginspirasi proses dialektika kita
berbangsa bernegara sebagaimana nilai agama mengilhami semua pasal dalam Pancasila. Dengan
demikian beragama berarti berpancasila, berpancasila berarti beragama.

http://liputanislam.com/opini/beragama-dalam-konteks-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai