Abstraksi
PENDAHULUAN
Dalam dinamika studi hubungan internasional terdapat berbagai isu kontemporer yang
pada awalnya lebih bersifat kepada hal yang teknis, yang kemudian berkembang menjadi agenda
politik yang berimplikasi pada lahirnya pola-pola baru kerjasama internasional, dimana dalam
perkembangan hubungan internasional terkini tidak lagi hanya memperhatikan aspek hubungan
antara negara saja, yang hanya mencakup aspek politik, ekonomi, budaya serta aspek-aspek
klasik lainnya, tetapi juga aspek lain seperti interdependensi ekonomi, hak asasi manusia,
keamanan transnasional, organisasi internasional, rezim internasional dan juga masalah
lingkungan hidup.
Perubahan politik global yang antara lain ditandai dengan menguatnya peran aktor non
pemerintah merupakan sebuah dinamika baru dalam konstalasi hubungan internasional. Peran
Lembaga Swadaya Masyarakat atau Lembaga/Badan Kerjasama Asing atau Organisasi
Internasional Non-Pemerintah (INGO) yang pada mulanya sering diposisikan sebagai
lawan/oposisi pemerintah, kini telah menjadi salah satu mitra pemerintah dalam
1
menjalankan pembangunan di berbagai bidang. Lembaga/Badan Kerjasama dianggap mampu
menjembatani kehendak masyarakat dan pemerintah, serta menjangkau kebutuhan masyarakat
dengan lebih cepat.
Pada konstelasi hubungan internasional juga semakin terlihat menguatnya peran INGO.
Hal ini terlihat pada keterlibatan INGO dalam sidang-sidang PBB. INGO mempunyai kedudukan
sebagai consultative status dalam Commitee on Non-Governmental Organizations
di ECOSOC dan UNESCO. Dengan status tersebut INGO dapat menyampaikan pandangan-
pandangan mereka dalam sidang-sidang PBB dan seringkali dapat mempengaruhi kebijakan
pemerintah.
UU No. 37/1999 mengenai Hubungan Luar Negeri antara lain menyebutkan bahwa
pelaksanaan kegiatan hubungan luar negeri, baik regional maupun internasional, melalui forum
bilateral atau multilateral, diabdikan pada kepentingan nasional berdasarkan prinsip politik luar
negeri yang bebas dan aktif.
Diantara banyaknya INGO yang masuk ke Indonesia, kebanyakan dari mereka sudah
memiliki koneksi dan jaringan yang sangat luas di dunia. Kinerja yang dipandang efektif dan
sudah terbukti di berbagai belahan dunia membuat INGO seperti World Wide Fund for Nature
(WWF) mudah mempengaruhi masyarakat serta kebijakan pemerintah. Dalam tulisan kali ini,
kelompok kami akan membahas lebih lanjut tentang definisi INGO serta kriteria INGO yang
diperbolehkan masuk ke Indonesia. Untuk memberikan penjelasan yang lebih mendalam, kami
mengambil contoh Organisasi WWF sebagai salah satu organisasi yang cukup berpengaruh di
Indonesia.
PEMBAHASAN
2
yang timbul. Organisasi juga diperlukan dalam menjajagi sikap bersama dan mengadakan
hubungan dengan negara lain. (Suryokusumo, 2010:10).
Internasional NGO (INGO) pertama kali diberikan dalam resolusi 288 (X) ECOSOC
pada 27 Pebruari 1950, bahwa setiap organisasi internasional tidak didirikan atas dasar sebuah
perjanjian internasional. World Bank, mendefinisikan NGO sebagai organisasi swasta yang
menjalankan kegiatan untuk meringankan penderitaan, mengentaskan kemiskinan, memelihara
lingkungan hidup, menyediakan layanan sosial dasar atau melakukan kegiatan pengembangan
masyarakat. Dalam sebuah dokumen penting Wold Bank, Working With NGOs, disebutkan,
dalam konteksyang lebih luas, istilah NGO dapat diartikan sebagai semua organisasi nirlaba
(non-profit organization) yang tidak terkait dengan pemerintah (Suparni, 1994:17).
Dari berbagai definisi yang ada, definisi yang sering digunakan adalah definisi INGO yang
dirumuskan oleh PBB, yaitu those private organizations which commonly gain financial
support from international agencies and which devote themselves to the design, study and
execution of program and projects in developing countries
Berdasarkan UU No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Kementerian Luar
Negeri merupakan gerbang utama bagi proses masuknya Organisasi Internasional Non-
Pemerintah (International Non-Governmental Organization) di Indonesia. Organisasi
Internasional Non-Pemerintah yang akan melakukan kegiatan di Indonesia harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
3
1. Berasal dari negara yang mempunyai hubungan diplomatic dengan Indonesia
2. Tidak melakukan kegiatan politik di Indonesia
3. Tidak melakukan kegiatan penyebaran keagamaan di Indonesia
4. Tidak melakukan kegiatan komersial yang mendatangkan keuntungan
5. Tidak melakukan kegiatan mengumpulan dana (fund raising) di Indonesia.
3. Proses Masuknya International Non-Govermental Organization (INGO) di Indonesia
Di Amerika Serikat, organisasi internasional telah ada sejak abad ke sembilan belas; ICRC
(1863) yang muncul pasca berakhirnya Perang Dunia I dan International Olympic
Committee (1896), Kesuksesan yang dibawa oleh organisasi-organisasi privat ini menarik
munculnya lebih banyak lagi organisasi swasta seperti International Labor Organization yang
menuntut adanya hak-hak bagi kaum buruh.1 Pada dasarnya, bukan tanpa alasan INGO hadir dan
ikut berperan dalam interaksi global. Bebbington, dalam artikel karya David Lewis yang
berjudul Non Governmental Organization, Definition and History, mengemukakan bahwa INGO
hadir sebagai wadah bagi para individu, masyarakat, dan elemen negara untuk turut berinteraksi
dalam dunia internasional dan untuk berperan serta dalam proses perkembangan dan juga
perubahan sosial yang bisa jadi tidak dapat dilakukan oleh pemerintah atau negara (Lewis 2009,
1). Hal ini mengingat, sebelum INGO terbentuk, akses untuk aktor non negara dalam memasuki
interaksi internasional sangat terbatas, baik dalam bidang politik, keamanan, ekonomi dan
beberapa aspek lainnya.2 Era modern dari diplomasi Internasional dimulai pada 1972, yaitu
semenjak diadaknnya United Nations Conference on the Human Environment pada saat itu
leboh dari 200 NGO menghadiri Stockholm Conference. Pada tahun 70-an NGO juga sudah
mulai menyebar di Indonesia, baik itu NGO lokal atau LSM maupun INGO.
Pada mulanya, INGO tidak secara langsung mendirikan Kantor cabang di Indonesia
ataupun negara lain dan juga memilih wakilnya, secara garis besar INGO mempunyati tujuan
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan INGO yang didirikan untuk bergerak
dalam bidang advokasi kebijakan serta kampanye untuk mengejar perubahan sosial, kemudian
1
Amelia Zaneta. Pro-Kontra Eksistensi Organisasi Non Pemerintahan Dalam Perkembangan Hubungan
Internasional. https://www.kompasiana.com/ameliazaneta/pro-kontra-eksistensi-organisasi-non-pemerintahan-
dalam-perkembangan-hubungan-internasional_55003d448133117c1bfa7380. Diakses pada 22 Oktober 2017
2
Anggresti Fitrianita. Organisasi Internasional Non Pemerintah. http://anggresti-
fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-116874-Organisasi%20Internasional-
Organisasi%20Internasional%20Non%20Pemerintah.html. Diakses pada 22 Oktober 2017
4
membuat keputusan atau suatu tindakan untuk menangani mencapai tujuan yang telah di
rencanakan, lalu tersebut dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah di suatu negara. Lalu
setelah INGO merasa perlu untuk mendirikan kantor cabang dan wakil dari INGO di suatu
negara agar lebih seruis dalam menangani kasus yang ada, barulah dari INGO itu meminta izin
Pemerintah suatu negara agar INGO tersebut dapat berdiri di suatu negara guna memberikan
dampak yang lebih besar pada negara yang dituju.
Begitu juga penyebaran INGO di Indonesia, dimana INGO berdiri atau menyebar di
Indonesia tidak dilakukan secara langsung, tetapi melalui proses yang cukup panjang, dimulai
dengan INGO mengeluarkan kebijakan yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah
Indonesia karena suatu perubahan sosial yang ingin di capai oleh INGO tersebut, lalu kaarena
INGO merasa harus meluaskan pengaruhnya barulah INGO tersebut meminta izin pemerintah
Indonesia untuk dapat mendirikan kantor cabang dan wakil dari INGO tersebut di Indonesia.
Eksistensi INGO sebagai sebuah fenomena global juga telah merambah ke Indonesia.
Dalam proses pembangunan di Indonesia, wilayah geografis dan jumlah penduduk Indonesia
yang besar telah memberikan peluang lebih kepada Lembaga/ Badan Kerjasama Asing (nama
generik untuk INGO) untuk turut memberikan bantuan. Berbagai peristiwa di Indonesia,
termasuk musibah bencana alam dan Tsunami mendorong masuknya Lembaga/Badan Kerjasama
Asing (L/BKA) ke Indonesia.
5
Dengan demikian, keberadaan INGO dapat dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan
kapasitas masyarakat di daerah sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal. Sebagai negara
agraris, Indonesia memiliki banyak potensi alam, pertanian dan peternakan yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan unggulan (livelihood) bagi masyarakat setempat.
Kerjasama INGO dapat diarahkan untuk peningkatan kemampuan manajemen pertanian
dan peternakan. Kerangka kerjasamanya dapat berupa kerjasama pemulihan livelihood pasca-
bencana, penanganan daerah rawan pangan, atau promosi potensi daerah lainnya.
World Wide Fund for Nature (WWF) adalah sebuah organisasi non-pemerintah
internasional yang menangani masalah-masalah tentang konservasi, penelitian dan restorasi
lingkungan, dulunya bernama World Wildlife Fund dan masih menjadi nama resmi di Kanada
dan Amerika Serikat. WWF adalah organisasi konservasi independen terbesar di dunia dengan
lebih dari 5 juta pendukung di seluruh dunia yang bekerja di lebih dari 100 negara, mendukung
sekitar 1.300 proyek konservasi dan lingkungan.
WWF adalah sebuah yayasan yang pada tahun 2010 mendapatkan 57% pendanaannya dari
pihak perorangan dan warisan, 17% dari sumber-sumber internasional (seperti Bank Dunia,
DFID, USAID) dan 11% dari berbagai perusahaan. WWF mulai berkiprah di Indonesia pada
1962 sebagai bagian dari WWF Internasional, melakukan penelitian di Ujung Kulon untuk
menyelamatkan populasi badak jawa yang nyaris punah. Saat itu hanya tersisa sekitar 20
individu saja. Bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan, lambat laun jumlah populasi satwa
bercula satu itu meningkat hingga stabil sekitar 40-50 individu pada survey tahun 1980an.
Pada tahun 1996, WWF resmi berstatus yayasan, menjadi sebuah entitas legal, yang
berbadan hukum sesuai ketentuan di Indonesia. Prof. Emil Salim, Pia Alisjahbana dan Harun Al
Rasjid (alm) yang menjadi pendorong berdirinya Yayasan WWF Indonesia, menempatkannya
sebagai organisasi nasional dalam Jaringan Global WWF, yang memiliki Dewan Penyantun
sendiri, independen dan fleksibel dalam penggalangan dana dan pengembangan program.
Grup ini memiliki misi "menghalangi dan memutarbalikkan penghancuran lingkungan
kita". Saat ini, sebagian besar tugas mereka terfokus pada konservasi tiga bioma yang berisikan
sebagian besar keragaman hayati dunia, yaitu hutan, ekosistem air tawar, dan samudera dan
6
pantai. Selain itu, WWF juga menangani masalah spesies terancam punah, polusi dan perubahan
iklim. Tahun 2008, melalui Global Programme Framework (GPF).
7
perwujudan transformasi sosial. NGO sebagai mitra berarti bahwa NGO bersama negara dan
IGO dapat saling bekerjasama didalam aspek isu-isu spesifik tertentu untuk dapat mewujudkan
tujuan dan fungsi yang telah ditentukan sebelumnya.
WWF dalam perannya sebagai implementer memberikan bantuan berupa pemantauan dan
pengawasan terhadap berbagai konservasi serta restorasi lingkungan serta pengawasan mengenai
eksploitasi dan perdagangan hewan-hewan liar yang ada didalam sebuah negara melalui program
TRAFFIC. Program TRAFFIC adalah sebuah program yang melakukan pemantauan
perdagangan satwa liar serta untuk memastikan bahwa perdagangan satwa dan flora tidak
menjadi sebuah ancaman bagi program konservasi alam.
WWF dalam perannya sebagai katalis berusaha untuk mengembangkan kebijakan-
kebijakan serta prioritas-prioritas Indonesia mengenai konservasi, penelitian dan restorasi
lingkungan. WWF memastikan bahwa nilai-nilai alam dapat terefleksikan didalam keputusan-
keputusan yang dibuat oleh individu, komunitas dan pemerintah serta melakukan upaya untuk
mengurangi ketergantungan masyarakat lokal mengenai pemakaian sumber daya alam (WWF,
2017). Sebagai contohnya, WWF mendorong pemrintah Indonesia untuk terus mengembangkan
program mengenai Heart of Borneo dan Save Sumatra didalam usaha untuk melindungi
konservasi taman nasional serta ekosistem pulau Sumatera dan juga Kalimantan, Indonesia
(WWF Indonesia, t.t).
WWF dalam perannya sebagai mitra negara mendukung keputusan-keputusan dan juga
kebijakan-kebijakan negara didalam aspek konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan
khususnya mengenai perlindungan hewan-hewan liar yang ada didalam sebuah negara. Seperti
contohnya WWF mendorong pengembangan visi keanekaragaman hayati bagi spesies-spesies
langka di negara Indonesia seperti Badak Sumatera, Orangutan, Harimau dan Gajah Sumatera.
Visi sebelumnya telah diadopsi dalam dokumen pemerintahan Indonesia yaitu mengenai Peta
Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera-Visi 2010 (WWF Indonesia, t.t).
4. Keanggotaan dan Pembiayaan WWF
WWF Internasional merupakan sekretariat bagi seluruh jaringan global WWF yang berada
di dunia, yang berfungsi sebagai pemimpin dan koordinator bagi 40 kantor WWF di seluruh
dunia, mengingat WWF sendiri memilki banyak chapter di masing-masing negara. Upaya ini
diwujudkan melalui pengembangan kebijakan dan prioritas, menjalin kemitraan global,
kampanye internasional mengenai konservasi alam. Struktur dari keanggotaan WWF
8
internasional sendiri terdiri dari International Board of Trustees yang memiliki power dalam
menentukan arah kebijakan WWF serta mengamandemen statuta. Namun tidak seluruh anggota
dari WWF dapat menjadi bagian dari Board of Trustees (WWF, 2017).
WWF Internasional menggunakan sistem rotasi pada setiap perwakilan organisasi nasional
yang terbagi kedalam empat kelompok berdasarkan kondisi geografis dan keungangan negara.
Kemudian tiga dari masing-masing organisasi nasional tersebut mengajukan calon yang
nantinya akan dudk sebagai Board of Trustees selama empat tahun. Namun dalam pemilihan
anggota Board of Trustees juga terdapat perlakuan khusus bagi negara yang memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap keungan dari WWF, secara otomatis negara tersebut akan
terpilih sebagai anggota dari Board of Trustees seperti halnya Inggris, amerika Serikat, dan
Belanda di tahun 2006. Selain itu dalam WWF Internasional terdapat pula Executive Committee
yang terdiri dari setiap perwakilan dari masing-masing chapter yang secara langsung
bertanggung jawab kepada Board of Trustees atas anggaran keuangan WWF serta mengawasi
jalannya administrasi WWF (WWF, 2017). Kemudian struktur organisasi WWF yang berada
pada masing-masing negara anggota sejatinya tidak jauh berbeda yakni terdiri dari Badan
Pembina, Badan Pengawas dan Badan Pengurus (WWF Indonesia, 2017).
Terkait dengan pemilihan anggota WWF cenderung bersifat sukarela, sehingga baik negara
maupun individu yang tertarik untuk bergabung dapat dengan mudah menjadi anggota dari
WWF. Yakni dengan memberikan dana partisipasi secara sukarela. Terkait dengan pendanaan
yang ada dalam WWF ini adalah berasal dari iuran anggota dan donasi beberapa individu yang
ingin tergabung di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari laman resmi WWF di salah satu negara
yakni Indonesia terkait donasi yang dapat diberikan oleh masyarakat yang ingin turut serta dalam
usaha konservasi lingkungan (WWF Indonesia t,t).
Mengenai pendanaan WWF banyak berasal dari organisasi nasinal WWF, individu,
korporasi, sektor publik, serta royalti. Secara keseluruhan jumlah pendapatan WWF mencapai
150 ribu euro di tahun 2014. Sedangkan mengenai proses pengambilan keputusan dilakukan
dengan cara simple majority atau dengan suara mayoritas seperti biasa yang diberikan oleh
anggota-anggotanya. Yakni setiap negara anggota memiliki satu sura, dan suatu keputusan
ditetapkan apabila jumlah suara sejumlah setengah plus satu (WWF, t.t)
5. WWF dan KKP Perkuat Kerjasama Terkait Upaya Ketahanan Pangan
9
WWF-Indonesia memperkuat hubungan kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) melalui Penandatanganan Kesepakatan Bersama Tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan dan Bertanggung Jawab.
Kesepakatan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat upaya Pemerintah Indonesia dalam
memenuhi kebijakan terkait ketahanan, kedaulatan dan keberlanjutan pangan terhadap produk-
produk perikanan, khususnya di wilayah Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle).
Coral Triangle adalah kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati laut tertinggi di
dunia mencakup enam negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini,
Kepulauan Solomon yang menyokong kehidupan lebih dari 120 juta orang yang tinggal di
daerah pesisir serta ribuan unit usaha baik kecil, maupun besar di sektor perikanan dan
pariwisata.
10
Pengelolaan Perikanan (WPP), khususnya dalam upaya merancang dan menerapkan model
Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM).
Dalam perkembanganya NGO sebagai salah satu LSM internasional memiliki hubungan
yang cukup signifikan dan baik terutama pada pemerintah Indonesia, disini NGO menjadikan
pemerintah Indonesia sebgai mitra kerja dalam berbagai bidang tergantung apa focus dari NGO
tersebut. Hubungan ini bisa diambil contoh dari kerjasama WWF-Indonesia melalui program
Kelautan. Kerjasama ini memiliki target untuk membantu pemerintah menetapkan 700 ribu
hektar kawasan konservasi laut baru serta mendorong reformasi sektor perikanan yang
berkelanjutan khususnya dalam praktik budidaya tuna, kerapu, kakap, dan udang. (WWF,2010).
Di Indonesia, ACTED Indonesia telah beroperasi sejak Januari 2005 untuk memberikan
bantuan rekonstruksi bangunan rumah dan fasilitas umum serta pendidikan kesehatan pasca-
tsunami. INGO ini bekerja atas dana USAID, Uni Eropa, Palang Merah Kanada, Pemerintah
Kanada, dan INGO lain, termasuk Caritas Austria. Berbagai programnya di Aceh masih
berlangsung sampai dengan Desember 2009 (kemenlu, 2011), dan masih banyak yang lainnya.
Jika dilihat dari jumlah NGO yang ada di Indonesia tahun 2010 data dari kementrian luar
negeri, sekitar 109 NGO Internasional, keseluruhanya sudah memberikan kontribusi dalam
berbagai bidang terhadap Indonesia. Dalam hubungan kerjasama yang diharapkan pemerintah
Indonesia adalah Keberadaan INGO (Organisasi Internasional Non Pemerintah) di Indonesia
perlu diberdayakan untuk membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat,
tanpa dampak negative (kemnlu,2010). Walaupun seperti yang sudah disampaikan diatas tentang
11
dampak yang bersifat positif dengan adanya NGO di Indonesia, tetapi tidak dipungkiri juga
bahwa NGO juga memberikan dampak negative di Indonesia. Salah satunya adalah lepasnya
Timor Timur dari Indonesia, lepasnya Timor Timur bukan saja berasal dari tekanan negara
negara yang mendukung kemerdekan Timor Timur tetapi juga PBB dan LSM LSM
Internasional. Salah satu LSM Internasional yang mengkritisi hal tersebut adalah Amnesti
Internasional. Atas desakan tersebut tentunya membuat pemerintah Indonesia melakukan
referendum dan pada akhirnya dimenangkan oleh Pro merdeka di Timor Timur. Jadi jika dilihat
tentunya selain memberikan dampak positif dampak negative juga ada dengan keberadaan NGO.
KESIMPULAN
INGO yang memiliki jaringan global dan luas, penyandang dana yang cukup besar untuk
mendanai operasionalnya, serta bukti kinerja yang dipandang dapat memberikan perubahan yang
positif di dunia mengindikasikan INGO memiliki kekuatan yang tidak bisa di pandang remeh.
Hal ini disebabkan banyaknya permasalahan yang di hadapai oleh pemerintah (Negara) sehingga
menyebabkan banyak sector yang tidak bisa di cover oleh pemerintah. Serta posisi INGO yang
lebih dekat dengan masyarakat atau berada di grassroot menyebabkan INGO menjadi
penjembatan yang efektif antara pemerintah dan masyarakat. Sehingga dapat mempengaruhi
kebijakan pemerintah serta opini public.
Indonesia sebagai Negara berkembang haruslah menjalin kerjasama yang baik dengan
berbagai pihak, namun tetap selektif dalam memilih kerjasamanya. Hal ini dikarenakan para
INGO ini tetaplah pihak asing yang mungkin saja bisa mengintervensi kepentingan nasional.
Sehingga Indonesia haruslah memiliki batasan yang tegas serta melindungi kedaulatan Negara.
12
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bennet, Alvin LeRoy. 2002. International Organizations: Principles and Issues. New Jersey:
Prentice Hall.
Perwita, A.A Banyu, dan Yanyan Moch. Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Vedder, Anton (ed). 2007. NGO involvement in International Governance and Policy: Source of
Legitimacy. Netherland: Martinus Nijhoff Publisher.
Jurnal
Lewis, David. 2009. Nongovernmental Organization, Definition, and History. London School of
Economic and Political Science.
Artikel Online
13