Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PASCA BENCANA DAN


KESIAPSIAGAAN PRA BENCANA

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK III

1. JALALUDDIN SHAKTI 10. MOH AL-GHAZI


2. SINTIA I MAADINA 11. FIRAH AZZAHRA
3. FADLY. Y 12. MIFTAHUL JANNAH
4. FAULINA 13. RAHMATAN
5. GLADYS 14. SAMSUL HUZAIRI
6. VINDI ADELANDI LIJAMA 15. MULYANA
7. SUCIAWATI 16. MOH. HAMID
8. NURMALASARI
9. FIRDAUS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia, selain terkenal karena kekayaan dan keindahan alamnya, juga
merupakan negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan posisi
geografis dan geodinamiknya, sehingga Indonesia memiliki aktivitas vulkanik
dan kegempaan yang cukup tinggi. Posisi ini juga menyebabkan bentuk relief
Indonesia yang sangat bervariasi, mulai dari pegunungan dengan lereng yang
curam sampai daerah landai di sepanjang garis pantai yang sangat panjang,
yang kesemuanya memiliki kerentanan terhadap ancaman bahaya tanah
longsor, banjir, abrasi dan tsunami. Kondisi hidrometeorologis yang beragam
juga kadang-kadang menimbulkan ancaman bahaya banjir dan longsor, angin
ribut atau angin puting beliung, bahaya kekeringan yang berkaitan dengan
kebakaran hutan dan lain-lain. Ancaman lainnya adalah bencana yang
disebabkan oleh berbagai kegagalan teknologi.
Umumnya bencana yang terjadi mengakibatkan penderitaan bagi
masyarakat baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda maupun
kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah
dicapai antara lain kerusakan sarana dan prasarana serta fasilitas umum,
penderitaan masyarakat dan sebagainya.
Terjadinya bencana besar tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada
tahun 2004 dan gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah (Kabupaten
Klaten) pada tahun 2006 dan beberapa bencana lain sebelum dan sesudahnya
telah mendorong bangsa Indonesia untuk menerima kenyataan hidup
berdampingan dengan bencana. Sebagai konsekuensi atas penerimaan
tersebut, bangsa Indonesia telah melahirkan Undang Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk merealisasikan
Undang-Undang tersebut, pada tahun 2008 telah diterbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,
Peraturan Pemerintah Nomor 22 tentang Pendanaan dan Pengelolaan
Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 23 tentang Peranserta Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan
Bencana.
Dari latar belakang diatas, pentingnya pemahaman mengenai manajemen
bencana akan menjadi landasan atau dasar dalam mengembangkan intervensi
pengurangan risiko bencana dalam penanggulangan bencana yang tepat dan
akurat.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pemberdayaan masyarakat post Bencana
2. Mengetahui Kesiapsiagaan post bencana
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen Bencana
Manajemen PB adalah serangkaian kegiatan yang berkesinambungan
yang dikelola untuk pengendalian dampak bencana untuk mempersiapkan
kerangka kerja bagi masyarakat untuk menghindari atau mengatasi dampak
bencana yang melanda wilayah/lingkungannya.
Manajemen PB adalah serangkaian kegiatan, yang dilaksanakan sejak
sebelum terjadinya suatu peristiwa bencana, selama kejadian bencana, dan
sesudah terjadinya bencana, dalam rangka mencegah, mengurangi dan
mengatasi dampak bencana, yang ditimbulkannya.
B. Tujuan Manajemen Bencana
1. Mengurangi, menghindari tingkat ancaman terhadap kelangsungan hidup
manusia, potensi kerugian fisik dan ekonomi serta kerusakan infrastruktur;
2. Mengurangi dampak yang merugikan terhadap Individu;
3. Mencapai upaya pemulihan yang cepat dan berkelanjutan; Tujuan utama
manajemen pasca bencana
C. Pasca Bencana
Kondisi pasca bencana adalah keadaan suatu wilayah dalam proses
pemulihan setelah terjadinya bencana. Pada kondisi ini dipelajari langkah apa
yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam hal upaya untuk
mengembalikan tatanan masyarakat seperti semula sebelum terjadinya
bencana. Beberapa hal yang dipelajari dalam kondisi pasca bencana ini adalah
kecepatan dan ketepatan terutama dalam hal:
1. Penanganan korban (pengungsi)
2. Livelyhood recovery
3. Pembangunan infrastruktur
4. Konseling trauma
5. Tindakan-tindakan preventif ke depan
6. Organisasi kelembagaan
7. Stakeholders yg terlibat
Dalam hal ini, dipelajari kebijakan pembangunan apa yang telah
dilakukan sehingga secara positif turut mencegah/menghambat terjadinya
bencana, serta kebijakan pembangunan apa yang telah dilakukan sehingga
secara negatif turut memacu/menyebabkan timbulnya bencana. Ruang
lingkup studi ini meliputi kajian berbagai aspek penanggulangan bencana
alam yang terjadi di Indonesia, Fase pasca bencana: meliputi
penanggulangan korban (misalnya pengungsi), pendanaan, rehabilitasi
bangunan, rekonstruksi fisik dan non fisik, organisasi dan kelembagaan,
dan social capital (Sunarti, 2009).
D. Manajemen Pasca Bencana
Manajemen pemulihan (pasca bencana) adalah pengaturan upaya
penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena
bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana
secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya
bencana dengan fase-fasenyanya yaitu :
1. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pasca bencana.
2. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pasca bencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah
bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan
perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan
kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi
budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi
pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan
adalah sebagai berikut :
 Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana,
namun juga sebagai pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
 Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait
dan terintegrasi dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan
pemulihan dini serta kegiatan rekonstruksi.
 “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera
setelah terjadi bencana.
 Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat
(sesuai dengan Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan
Bencana) dan diakhiri setelah tujuan utama rehabilitasi tercapai.
Prinsip – prinsip yang diutamakan dalam Rehabilitasi :
1. Partisipatif, artinya dalam setiap tahapan proses (perencanaan,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban) selalu melibatkan
masyarakat sebagai pelaku sekaligus penerima manfaat.
2. Transparan dan Akuntabel, artinya dalam setiap langkah dan
kegiatan harus dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas.
3. Sederhana, artinya pelaksanaan seluruh proses kegiatan diupayakan
sederhana dan bisa dilakukan masyarakat dengan tahap mengacu
pada tujuan dan ketentuan dasar pelaksanaan program rehabilitasi
ini.
4. Akuntabilitas, artinya seluruh proses pelaksanaan dan pendanaan
dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Perlakuan pola khusus bentuk kegiatan rehabilitasi pasca bencana
yang akan diberlakukan, didasarkan atas hasil kajian masyarakat
melalui Musyawarah Desa (MD) dan Musyawarah Antar Desa –
(MAD). Perlakuan pola khusus ini meliputi 2 tahapan pokok :
1. Persiapan Pemulihan
Terdiri dari serangkaian kegiatan yang merupakan bentuk respon
cepat sebagai bagian dari upaya pemulihan (recovery) sebelum
dilakukan rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana yang lebih
terencana. Tahapan ini dilakukan melalui proses review secara
partisipatif dampak bencana dan kegiatan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang sudah
direncanakan dan atau sedang dilaksanakan.
Kegiatan tindak cepat adalah kegiatan-kegiatan yang dapat secara
cepat diidentifikasi dan dikuantifikasi bersama masyarakat tanpa
harus menunggu selesainya semua pendataan kerusakan sarana
prasarana social ekonomi pedesaan. Dari hasil review tersebut,
masyarakat bisa memilih dan memutuskan pendanaan kegiatan-
kegiatan yang dapat memberikan pendapatan kepada
warga/keluarga yang terkena dampak bencana, terutama misalnya
kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara padat karya.
Kegiatan-kegiatan padat karya yang dilakukan misalnya : kegiatan
untuk pembersihan puing, penataan lokasi atau padat karya untuk
pemulihan cepat sarana-prasarana umum perdesaan yang rusak
akibat bencana (jalan tertimbun longsoran, pembersihan kawasan
pemukiman yang dapat dipergunakan kembali). Secara parallel,
sambil melakukan kegiatan tindak cepat juga terus dilakukan
pendataan atau pemetaan terhadap sarana – prasana umum social
atau ekonomi yang mengalami kerusakan secara lebih teliti,
sebagai bahan perencanaan untuk tahap rehabilitasi selanjutnya.
2. Rehabilitasi
Ruang lingkup pelaksanaan dalam rehabilitasi adalah :
a. Perbaikan Lingkungan Daerah Bencana
Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan
lingkungan fisik untuk kawasan pemukiman, kawasan industri,
kawasan usaha dan kawasan gedung. Indikator yang harus
dicapai pada perbaikan lingkungan adalah kondisi lingkungan
yang memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya
serta ekosistem
b. Perbaikan Prasarana dan Sarana Umum
Prasarana dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan
fasilitas fisik yang menunjang kegiatan kehidupan sosial dan
perekonomian masyarakat. Prasarana umum atau jaringan
infrastruktur fisik disini mencakup : jaringan jalan/
perhubungan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan
komunikasi, jaringan sanitasi dan limbah, dan jaringan irigasi/
pertanian. Sarana umum atau fasilitas sosial dan umum
mencakup : fasilitas kesehatan, fasilitas perekonomian, fasilitas
pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan fasilitas
peribadatan.
c. Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Masyarakat
Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat
korban bencana yang rumah/ lingkungannya mengalami
kerusakan struktural hingga tingkat sedang akibat bencana, dan
masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal di tempat
semula. Kerusakan tingkat sedang adalah kerusakan fisik
bangunan sebagaimana Pedoman Teknis (DepPU, 2006) dan/
atau kerusakan pada halaman dan/ atau kerusakan pada utilitas,
sehingga mengganggu penyelenggaraan fungsi huniannya.
Untuk bangunan rumah rusak berat atau roboh diarahkan untuk
rekonstruksi. Tidak termasuk sasaran pemberian bantuan
rehabilitasi adalah rumah/ lingkungan dalam kategori:
 Pembangunan kembali (masuk dalam rekonstruksi)
 Pemukiman kembali (resettlement dan relokasi)
 Transmigrasi ke luar daerah bencana
d. Pemulihan Sosial Psikologis
Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada
masyarakat yang terkena dampak bencana agar dapat berfungsi
kembali secara normal. Sedangkan kegiatan psikososial adalah
kegiatan mengaktifkan elemen-elemen masyarakat agar dapat
kembali menjalankan fungsi sosial secara normal. Kegiatan ini
dapat dilakukan oleh siapa saja yang sudah terlatih. Pemulihan
sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan
tugas sosial seperti sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari
mengalami dampak psikologis lebih lanjut yang mengarah pada
gangguan kesehatan mental.
e. Pelayanan Kesehatan
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan
kembali segala bentuk pelayanan kesehatan sehingga minimal
tercapai kondisi seperti sebelum terjadi bencana. Pemulihan
sistem pelayanan kesehatan adalah semua usaha yang dilakukan
untuk memulihkan kembali fungsi sistem pelayanan kesehatan
yang meliputi : SDM Kesehatan, sarana/prasarana kesehatan,
kepercayaan masyarakat.
f. Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik
Kegiatan rekonsiliasi adalah merukunkan atau mendamaikan
kembali pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan,
pertengkaran dan konflik. Sedangkan kegiatan resolusi adalah
memposisikan perbedaan pendapat, perselisihan, pertengkaran
atau konflik dan menyelesaikan masalah atas perselisihan,
pertengkaran atau konflik tersebut. Rekonsiliasi dan resolusi
ditujukan untuk membantu masyarakat di daerah bencana untuk
menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta
memulihkan kondisi sosial kehidupan masyarakat.
g. Pemulihan Sosial Ekonomi Budaya
Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk
memfungsikan kembali kegiatan dan/ atau lembaga sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana. Kegiatan
pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk
menghidupkan kembali kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi
dan budaya masyarakat di daerah bencana seperti sebelum
terjadi bencana.
h. Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
Pemulihan keamanan adalah kegiatan mengembalikan kondisi
keamanan dan ketertiban masyarakat sebagaimana sebelum
terjadi bencana dan menghilangkan gangguan keamanan dan
ketertiban di daerah bencana. Pemulihan keamanan dan
ketertiban ditujukan untuk membantu memulihkan kondisi
keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah bencana agar
kembali seperti kondisi sebelum terjadi bencana dan terbebas
dari rasa tidak aman dan tidak tertib.
i. Pemulihan Fungsi Pemerintahan
Indikator yang harus dicapai pada pemulihan fungsi
pemerintahan adalah :
 Keaktifan kembali petugas pemerintahan.
 Terselamatkan dan terjaganya dokumen-dokumen negara dan
pemerintahan.
 Konsolidasi dan pengaturan tugas pokok dan fungsi petugas
pemerintahan.
 Berfungsinya kembali peralatan pendukung tugas-tugas
pemerintahan.
 Pengaturan kembali tugas-tugas instansi/lembaga yang saling
terkait.
j. Pemulihan Fungsi Pelayanan Publik
Pemulihan fungsi pelayanan publik adalah berlangsungnya
kembali berbagai pelayanan publik yang mendukung kegiatan/
kehidupan sosial dan perekonomian wilayah yang terkena
bencana. Pemulihan fungsi pelayanan publik ini meliputi :
pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan
perekonomian, pelayanan perkantoran umum/pemerintah, dan
pelayanan peribadatan.
b. Rekontruksi
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-
langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk
membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan
sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat,
dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Rencana Rekonstruksi adalah dokumen yang akan digunakan
sebagai acuan bagi penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-
bencana, yang memuat informasi gambaran umum daerah pasca
bencana meliputi antara lain informasi kependudukan, sosial, budaya,
ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi bencana, gambaran
kejadian dan dampak bencana beserta semua informasi tentang
kerusakan yang diakibatkannya, informasi mengenai sumber daya,
kebijakan dan strategi rekonstruksi, program dan kegiatan, jadwal
implementasi, rencana anggaran, mekanisme/prosedur kelembagaan
pelaksanaan.
Pelaksana Rekonstruksi adalah semua unit kerja yang terlibat
dalam kegiatan rekonstruksi, di bawah koordinasi pengelola dan
penanggungjawab kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana
pada lembaga yang berwenang menyelenggarakan penanggulangan
bencana di tingkat nasional dan daerah.
Lingkup Pelaksanaan Rekontruksi :
1. Program Rekonstruksi Fisik
Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi
fisik melalui pembangunan kembali secara permanen prasarana dan
sarana permukiman, pemerintahan dan pelayanan masyarakat
(kesehatan, pendidikan dan lain-lain), prasarana dan sarana ekonomi
(jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan drainase, irigasi,
listrik dan telekomunikasi dan lain-lain), prasarana dan sarana sosial
(ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar
kembali ke kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi
sebelum bencana.
Cakupan kegiatan rekonstruksi fisik mencakup, tapi tidak terbatas
pada, kegiatan membangun kembali sarana dan prasarana fisik
dengan lebih baik dari hal-hal berikut :
 Prasarana dan sarana
 Sarana sosial masyarakat;
 Penerapan rancang bangun dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana.
2. Program Rekonstruksi Non Fisik
Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau
memulihkan kegiatan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi
serta kehidupan masyarakat, antara lain sektor kesehatan,
pendidikan, perekonomian, pelayanan kantor pemerintahan,
peribadatan dan kondisi mental/sosial masyarakat yang terganggu
oleh bencana, kembali ke kondisi pelayanan dan kegiatan semula
atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Cakupan kegiatan rekonstruksi non-fisik di antaranya adalah:
 Kegiatan pemulihan layanan yang berhubungan dengan
kehidupan sosial dan budaya masyarakat.
 Partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha, dan masyarakat.
 Kegiatan pemulihan kegiatan perekonomian masyarakat.
 Fungsi pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat.
 Kesehatan mental masyarakat.
Prinsip – prinsip pemulihan :
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana,
maka prinsip dasar penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi
pasca bencana adalah
a. Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu
dengan konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk
pengalokasian dana minimal 10% dari dana rehabilitasi dan
rekonstruksi
c. Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia,
perempuan, anak dan penyandang cacat
d. Mengoptimalkan sumberdaya daerah
e. Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat,
keberlanjutan program dan kegiatan serta perwujudan tatakelola
pemerintahan yang baik
f. Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender.

Mengacu pada arahan Presiden Republik Indonesia pada Sidang


Kabinet Paripurna 25 November 2010, maka pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi agar dilaksanakan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip dasar, sebagai berikut:
a. Dilaksanakan dengan memperhatikan UU nomor 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
b. Dilaksanakan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah nomor
24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
c. Dilaksanakan dengan memperhatikan Undang Undang nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam proses perencanaan
tata ruang, proses pemanfaatan ruang dan proses pengendalian
pemanfaatan ruang;
d. Dilaksanakan dengan memperhatikan UU 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil dalam
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber
daya pesisir dan pulau pulau kecil;
e. Dilaksanakan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

E. Kesiapsiagaan
1. Pengertian Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007).
Sedangkan Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah tindakan-
tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat,
komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana
secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan
adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan
pelatihan personil.
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.
Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan.
2. Kesiapsiagaan Dalam menghadapi bencana
Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) kesiapsiagaan individu dan
rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam yaitu :
a. Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk
kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan
rumah tangga tentang kejadian Universitas Sumatera Utara alam dan
bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik
bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya
dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan
siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang
bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti banjir.
b. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat
evakuasi dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan
atau berpartisipasi dalam simulasi evaluasi.
c. Rencana Tanggap Darurat Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh)
komponen :
1. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat: adanya rencana
penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi
darurat.
2. Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi
keluarga, tempat berkumpulkan keluarga saat bencana ; adanya
kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian
sementara dalam keadaan darurat.
3. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.
1) Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk
pertolongan pertama keluarga.
2) Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga
3) Adanya anggota keluarga yang mengikut evakuasi.
5) Adanya akses untuk merespon keadaan darurat
4. Pemenuhan kebutuhan dasar
5. Peralatan dan perlengkapan
6. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana
7. Latihan dan simulasi/gladi
d. Sistim Peringatan Bencana
Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik
dari sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk
mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi
penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif melalui
kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan
rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk
menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk
melakukan upaya tanggap darurat yang efektif. Kepala keluarga dapat
melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta
benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk
itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila
mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri
pada waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga
sedang berada saat terjadinya peringatan. Universitas Sumatera Utara
e. Mobilisasi Sumber Daya
1. Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/ pertemuan/
pelatihan kesiapsiagaan bencana
2. Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan terhadap bencana
3. Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana
4. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan
memantau tas siaga bencana secara reguler.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah
bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan
perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan
kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi
budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan,
dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-
langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk
membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem
kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan
sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah
pasca bencana.
Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik
dan program rekonstruksi non fisik.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan
bagi pembaca khususnya tentang pemulihan pasca bencana.

Anda mungkin juga menyukai