PENDAHULUAN
1
2
Pada pasien stroke dengan tirah baring lama akan mengalami perubahan
metabolisme yang dapat meningkatkan tekanan yang berbahaya pada kulit
sehingga berisiko terjadi dekubitus (Potter dan Perry 2012). Dekubitus
merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit
kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien yang lumpuh dalam waktu yang
lama, bahkan saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder yang banyak
dialami oleh pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit (Morison 2004). Data
RSU Anutapura Palu pada bulan Oktober-Desember tahun 2016 kasus resiko
dekubitus sebanyak 720 kasus dan untuk kejadian dekubitus dari rumah
sebanyak 27 kasus. Dari pengalaman peneliti saat melakukan praktik klinik
tahun 2016, didapatkan kejadian dekubitus derajat II pada seorang pasien
yang ditandai dengan terjadinya luka lecet pada lapisan kulit terluar
(epidermis) di bagian bokong.
Pencegahan sangat penting bagi pasien berisiko dekubitus dengan cara
memiringkan badan secara teratur dan menjaga kulit tetap bersih. Tindakan
pencegahan yang dilakukan adalah alih baring atau mobilisasi. Mobilisasi
merupakan pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan
gaya gesek pada daerah tulang yang mononjol yang dapat melukai kulit.
Mobilisasi bertujuan untuk menjaga supaya daerah yang tertekan tidak
mengalami luka. Dalam melakukan mobilisasi posisi miring pasien harus
tepat tanpa adanya gaya gesekan yang dapat merusak kulit. Pada pasien
stroke alih baring dilakukan minimal setiap 2 jam (Zulaikah et al. 2015).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bujang et al. (2013),
menyatakan pasien stroke yang mengalami hemiparesis yang dilakukan alih
baring tidak mengalami dekubitus sejumlah 15 orang (100,0%), kelompok
kontrol terjadi dekubitus 8 orang (53,3%) dan tidak terjadi 7 orang (46,7%).
Yang artinya alih baring efektif untuk mencegah kejadian dekubitus pada
pasien stroke yang mengalami hemiparesis. Menurut Huda (2015), pasien
yang dilakukan posisi miring 30 derajat sejumlah 19 orang bebas dari resiko
luka tekan, sedangkan 1 orang terjadi luka tekan. Yang artinya ada pengaruh
4
posisi miring untuk mengurangi luka tekan pada pasien dengan gangguan
persyarafan.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di lokasi
penelitian yaitu dengan cara wawancara seorang perawat, menyatakan pada
pasien yang tidak bisa miring kiri/kanan dilakukan mobilisasi tiap dua jam,
namun jika pasien tidur maka tidak dilakukan mobilisasi. Selain perawat,
peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu keluarga pasien,
menyatakan dalam intervensi alih baring terhadap pencegahan dekubitus,
perawat memberikan motivasi kepada keluarga pasien untuk merubah posisi
tidur tetapi tidak ada pengawasan ketat tentang teknik alih baring yang tepat
pada pasien stroke dengan imobilisasi.
Data tersebut memberikan gambaran bahwa masalah stroke perlu
mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik mengingat prevalensi dan
akibat yang ditimbulkannya cukup tinggi, salah satu cara dengan melakukan
mobilisasi untuk mencegah terjadinya dekubitus pada pasien stroke.
Penelitian mengenai pengaruh mobilisasi tiap 2 jam terhadap kejadian
dekubitus pada pasien stroke belum ada informasi dan publikasi di ruang ICU
dan Murai RSU Anutapura Palu.
1. Tujuan Umum
Diketahuinya pengaruh mobilisasi tiap 2 jam terhadap kejadian
dekubitus pada pasien stroke di ruang ICU dan Murai RSU Anutapura
Palu.
5
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasi kejadian dekubitus pada pasien stroke sebelum diberikan
mobilisasi tiap 2 jam
b. Teridentifikasi kejadian dekubitus pada pasien stroke sesudah diberikan
mobilisasi tiap 2 jam
c. Teranalisis pengaruh mobilisasi tiap 2 jam terhadap kejadian dekubitus
pada pasien stroke di ruang ICU dan Murai RSU Anutapura Palu.
6
7
2.1.1.1 Klasifikasi
terjadi pada golongan usia 50 tahun atau lebih dan serangan lebih sering
terjadi pada malam hari (Batticaca 2008).
2.1.1.2 Etiologi
2.1.1.4 Patofisiologi
daerah yang dialiri darah terjadi penurunan perfusi dan oksigen, serta
peningkatan karbon dioksida dan asam laktat.
Gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu sebagai berikut:
Pertama, penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan
penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya
ke sebagian otak tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan
perubahan-perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian
hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis (infark). Kedua, Pecahnya dinding
arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan (hemoragi).
Ketiga, Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang
menekan jaringan otak (misalnya: malformasi angiomatosa, aneurisma).
Keempat, Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang
intersisial jaringan otak (Ariani, 2012).
2.1.1.5 Komplikasi
3. Komplikasi neurologik
Kejang, umumnya lebih sering pada fase awal pada pasien dengan
stroke hemoragik; nyeri kepala, walaupun hebat, umumnya tidak
menetiap. Penatalaksanaan gejala diatas membutuhkan analgetik.
4. Komplikasi pendamping
Keterbatasan pasien sering menyebabkan pasien sangat
tergantung kepada keluarga. Keadaan ini dapat menyebabkan beban
fisik dan psikologis bagi keluarga.
2.1.1.6 Pencegahan
lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau
iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. Menurut
Nursalam (2011), area yang paling sering terjadi dekubitus adalah yang
sering mengalami tekanan, yaitu: Pada posisi terlentang, daerah belakang
kepala, sakrum dan tumit; Pada posisi duduk, yaitu daerah ischium; Posisi
lateral, yaitu pada daerah trochanter.
Luka tekan adalah cedera yang terlokalisasi pada kulit dan atau
jaringan di bawahnya biasanya diatas tonjolan tulang, akibat adanya
tekanan, atau kombinasi dari tekanan dan robekan (NPUAP-EPUAP
2009). Kondisi ini dapat digambarkan sebagaimana adanya tekanan atau
desakan pada kulit yang terus menerus, sehingga menyebabkan suplai
darah yang menuju kulit terputus dan jaringan menjadi mati (Tarihoran
2010).
Menurut Subandar (2008) dalam Irawan et al. (2013), dekubitus
dapat terjadi antara hari ke 1-6 pasien di rawat. Suheri (2009) dalam
Irawan et al. (2013), dekubitus dapat terjadi pada hari ke 3-5 pasien di
rawat.
2.1.2.1 Etiologi
i. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik, misalnya pada pasien
psikiatrik, juga merupakan faktor risiko untuk perkembangan dari
dekubitus.
j. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah
dan memiliki efek toksik terhadap endothelium pembuluh darah.
k. Temperatur kulit
Peningkatan temperature merupakan faktor yang signifikan
dengan risiko terjadinya dekubitus.
2.1.2.3 Patofisiologi
2.1.2.6 Pencegahan
2.1.2.7 Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,
walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut Maryunani
(2016), komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun
anaerobik.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,
osteomielitis, dan arthritis septik.
3. Septikimia.
4. Kematian.
aliran darah, nutrisi, dan oksigenasi terhambat lebih dari 2-3 jam, maka
jaringan kulit akan mati yang dimulai pada kulit paling atas. Interval yang
tepat untuk melakukan alih baring diberikan dengan mengurangi waktu
merubah posisi dengan waktu hipoksia. Adanya tekanan dapat
mempengaruhi sirkulasi ke jaringan terganggu sehingga menyebabkan
iskemik yang berpotensi terhadap kerusakan jaringan. Setelah periode
iskemik kulit akan mengalami hiperemia reaktif. Hiperemia reaktif akan
efektif apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan yaitu
dengan interval 1-2 jam (Zulaikah et al. 2015).
Posisi pasien sebaiknya dirubah setiap 2 jam bila tidak ada kontra
indikasi.
4. Posisi berbaring ke samping
Posisi diatur berbaring ke samping kanan/kiri. Lengan yang
dibawah tubuh diatur fleksi di depan kepala atau diatas bantal. Sebuah
bantal dapat diletakkan dibawah kepala dan bahu. Untuk menyokong
otot sternokleidomartoid dapat dipasang bantal dibawah tangan. Untuk
mencegah lengan aduksi dan bahu berotasi ke dalam, sebuah bantal
dapat diletakkan dibawahnya. Untuk mencegah paha beraduksi dan
berotasi ke dalam, sebuah bantal dapat diletakkan di bawah kaki atas,
sambil kaki atas diatur sedikit menekuk kedepan.
5. Posisi sim
Pasien diatur posisi miring ke kiri / kanan dengan tangan yang
dibawah di letakkan dibelakang punggung dan tangan yang atas
difleksikan di depan bahu. Kaki atas sedikit fleksi dan disokong sebuah
bantal. Untuk mencegah leher fleksi dan hiperektensi, sebuah bantal
dapat diletakkan di bawah kepala.
Penanganan dekubitus:
1. Mobilisasi/alih baring
tiap 2 jam
Keterangan :
: Tidak diteliti
: Diteliti
Keterangan :
: Variabel Bebas/Independen
: Variabel Terikat/Dependen
: Penghubung Variabel
28
2.3 Hipotesis
O1 X O2
Keterangan:
O1 : Observasi pasien stroke sebelum mobilisasi tiap 2 jam
O2 : Observasi pasien stroke sesudah mobilisasi tiap 2 jam
X : Perlakuan/Eksperimen
1. Tempat
Tempat penelitian ini dilakukan di ruang ICU dan Murai RSU
Anutapura Palu. Peneliti memilih tempat penelitian di ruang ICU dan
Murai, karena kedua ruangan tersebut merupakan tempat ditemukannya
perawatan pasien stroke. sehingga mempermudah peneliti untuk
memperoleh responden pasien stroke.
29
30
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 8 Juli 2017 di
ruang ICU dan Murai RSU Anutapura Palu.
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai karakteristik dan kuantitas tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sujarweni 2014). Populasi dapat besifat terbatas dan tidak terbatas.
Dikatakan terbatas apabila jumlah individu atau objek dalam populasi
tersebut terbatas dalam arti dapat dihitung. Sementara bersifat tidak
terbatas dalam arti tidak dapat ditentukan jumlah individu atau objek
dalam populasi tersebut (Hidayat 2014). Populasi pada penelitian ini
adalah pasien yang menderita penyakit Stroke di ruang ICU dan Murai
RSU Anutapura Palu pada bulan Oktober sampai dengan Desember tahun
2016, dengan besar populasi yaitu sebanyak 61 orang.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni 2014). Dalam
penelitian keperawatan, kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya
sampel tersebut digunakan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah nonprobability sampling dengan pendekatan accidental
sampling, sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 6 responden.
Accidental sampling adalah cara pengambilan sampel yang dilakukan
dengan kebetulan bertemu. Maksudnya, dalam menentukan sampel apabila
dijumpai ada, maka sampel tersebut diambil dan langsung dijadikan
sebagai sampel utama.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria
inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
31
1. Kriteria inklusi
a. Pasien yang bersedia dijadikan responden
b. Pasien stroke dengan imobilisasi (tidak mampu miring kiri dan
miring kanan secara mandiri)
c. Tidak dengan komplikasi DM
d. Pasien yang telah terjadi dekubitus dari rumah
2. Kriteria eksklusi
a. Pasien dalam kondisi gelisah atau tidak kooperatif
b. Pasien tidak mengalami tirah baring dan yang mampu melakukan
mobilisasi secara mandiri
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat persentase dari distribusi
frekuensi dan nilai statistik deskriptif tiap variabel yang diteliti. Variabel
yang dianalisis adalah pengaruh mobilisasi tiap 2 jam terhadap kejadian
dekubitus pada pasien stroke yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi kejadian dekubitus, dengan menggunakan rumus:
f
P= ×100 %
n
Keterangan:
P = Persentase yang dicari
f = Frekuensi yang didapat
n = Total seluruh responden
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas
dengan terikat. Setelah data diolah dan ditabulasi kemudian dilakukan
analisa data dengan menggunakan uji statistik. Analisa data yang
dimaksud adalah pengaruh mobilisasi tiap 2 jam terhadap kejadian
dekubitus pada pasien stroke. Uji statistik yang digunakan yaitu uji
nonparametris yaitu uji Wilcoxon dengan menggunakan komputerisasi,
dengan tingkat kemaknaan α=0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.
Kaidah keputusan analisa datanya yaitu apabila p-value >0,05 maka Ha
diterima artinya tidak ada pengaruh mobilisasi tiap 2 jam terhadap
kejadian dekubitus pada pasien stroke dan sebaliknya ≤0,05 maka Ho
ditolak artinya ada pengaruh mobilisasi tiap 2 jam terhadap kejadian
dekubitus pada pasien stroke.