Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“OSTEOPOROSIS”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

KELAS III C KEPERAWATAN

KEVIN VALENTINO KIAMA 201701112

SUBEDA 201701139

FENLY FEBRIAN ELOMUSU 201701105

ASRILA 201701099

PROGRAM STUDI S1 NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2019
BAB I
A. Konsep Medis
1. Definisi
Osteoporosis, secara harfia didefinisikan sebagai “tulang berpori”,
merupakan gangguan metabolik tulang yang ditandai dengan kehilangan massa
tulang, peningkatan kerentanan tulang, dan peningkatan resiko fraktur. Penurunan
massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan proses yang mempengaruhi
pertumbuhan dan pemeliharaan tulang. Meskipun osteoporosis dapat terjadi dari
gangguan endokrin atau malignansi, paling sering akibat penuaan.
National Osteoporosis Foundation (2008) menemukan bahwa osteoporosis
merupakan ancaman kesehatan bagi sekitar 44 juta orang Amerika; 10 juta orang
mengalami osteoporosis dan 34 juta memiliki massa tulang yang rendah,
meningkatkan resiko mereka terhadap penyakit. Meskipun osteoporosis dapat terjadi
pada semua usia dan pada pria serta wanita, 80% penderita osteoporosis adalah
wanita. Satu dari dua wanita dan satu dari empat pria berusia lebih dari 50 tahun akan
mengalami fraktur terkait osteoporosis pada sisa waktu mereka.
Osteoporosis didefinisikan sebagai kelaian skeletal sistemik yang
dikarakteristikkan dengan kekuatan otot yang berkurang yang merupakan
predesposisi pada peningkatan resiko fraktur. Fraktur yang terjadi akibat tulang
osteoporosis melawan tekanan yang lebih besar daripada yang dapat ditahannya
(misalnya trauma karena jatuh). Kedua komponen kekuatan tulang termasuk densitas
tulang dan kualitas tulang.
Istilah osteopenia mengacu pada rendahnya densitas mineral tulang (low
bone mineral [BMD]) dibandingkan dengan yang diharapkan berdasarkan jenis
kelamin dan usia seseorang. Klien dengan osteopenia memiliki resiko lebih tinggi
untuk mengalami fraktur osteoporosis daripada mereka dengan densitas normal atau
diatas rata-rata. Osteopenia merupakan faktor resiko terhadap fraktur seperti halnya
hipertensi merupakan faktor terjadinya stroke.
Dalam usaha untuk mendapatkan data fraktur osteoporotic, WHO telah
mengembangkan beberapa kategori umum untuk mengklarifikasi definisi
osteoporosis. Kategori tersebut antara lain:
a. Normal – sebuah nilai untuk BMD atau isi mineral tulang (bone mineral
content [BMC]) yang tidak lebih dari 1 deviasi standar (SD) dibawah nilai
rata-rata dewasa muda (Figur 26-7 a)
b. Massa ulang rendah (Osteopenia) – nilai untuk BMD atau BMC yang terjadi
antara 1,0 dan 2,5 SD dibawah nilai rata-rata dewasa muda
c. Osteoporosis, nilai untuk BMD atau BMC yang lebih dari 2.5 SD dibawah
nilai rata-rata dewasa muda (Figur 26-7 b)
d. Osteoporosis berat (menetap) – nilai untuk BMD atau BMC lebih dari 2.5
SD dibawah nilai rata-rata dewasa muda dan adanya satu atau lebih fraktur
yang rentan.

Osteoporosis merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di berbagai


belahan dunia, dan ruang lingkupnya semakin meluas seiring dengan bertambahnya
usia hidup populasi. Hal ini mengenai 20% wanita pasca menopause berkulit putih
di Amerika Serikat. Selain itu, 52% mengalami osteopenia dipanggul. Satu dari tiap
dua wanita akan mengalami faktur pada beberapa titik semasa hidupnya. Wanita
bukan kulit putih dan pria juga memiliki resiko sama untuk mengalami fraktur
osteoporosis, walaupun resiko mereka lebih rendah dibandingkan wanita kulit putih.

Fraktur osteoporosis juga menciptakan beban ekonomi yang berat. Beban


biaya setiap tahunnya untuk sistem kesehatan yang berhubungan dengan fraktur
osteoporosis telah diperkirakan sekitar 17 miliyar USD (2001 dolar). Fraktur pelvis
tersendiri diperkirakan membutuhkan biaya sekitar 40.000 USD. Jumlah fraktur
pelvis akan meningkat tiga kali pada tahun 2040. Maka dari itu, menurunkan fraktur
pelvis akan memiliki dampak besar pada penghematan pengeluaran untuk bidang
kesehatan. Terapi Komplementer dan Alternatif menjelaskan resiko pada tulang
berkaitan dengan megadosis vitamin A.
2. Anatomi dan Fisiologi

Tulang dalam garis besarnya dibagi menjadi :


a. Tulang Panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya seperti femur, tibia, fibula,
ulna dan humerus. Dimana daerah batasnya disebut diafisis dan daerah yang
berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Derah ini merupakan
suatu daerah yang sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit,
oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan
daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang.
b. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek adalah antara lain tulang vertebra dan
tulang-tulang karpal
c. Tulang pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scapula, dan
tulang pelvis.
Pada tulang yang aktif tumbuh, terdapat empat jenis sel:
a. Osteoprogenitor
Seperti jaringan ikat lain, tulang semula berkembang dari mesenkim
embrional yang memiliki potensi perkembangan sangat luas, menghasilkan
fibroblast, sel lemak, otot, dan sebagainya. Sel osteoprogenitor ini tetap ada
semasa kehidupan pasca lahir dan ditemukan pada atau dekat semua
permukaan bebas tulang: dalam osteum, lapis dalam periosteum, dan pada
trabekel tulang rawan mengapur pada metafisis tulang tumbuh.
Sel ini paling aktif selama pertumbuhan tulang namun diaktifkan
kembali semasa kehidupan dewasa pada pemulihan fraktur tulang dan
bentuk cedara lainnya.
b. Osteoblast
Osteoblast berhubungan dengan pembentukan tulang, kaya alkaline
phosphatase dan dapat merespon produksi maupun mineralisasi matriks.
Pada akhir siklus remodelling, osteoblast tetap berada di permukaan tulang
baru, atau masuk ke dalam matriks sebagai osteocyte.
c. Osteocyte
Osteocyte berada di lakunare, fungsinya belum jelas. Diduga di bawah
pengaruh hormone paratiroid (PTH) berperan pada resorbsi tulang
(osteocytic osteolysis) dan transportasi ion kalsium. Osteocyte sensitif
terhadap stimulus mekanik dan meneruskan rangsang (tekanan dan
regangan) ini kepada osteoblast.
d. Osteoclast
Osteoclast adalah mediator utama resorbsi tulang, dibentuk oleh
prekursor monosit di sumsum tulang dan bergerak ke permukaan tulang oleh
stimulus kemotaksis. Dengan meresorbsi matriks akan meninggalkan
cekungan di permukaan tulang yang disebut Lakuna Howship.
Tulang secara periodik dan konstan memperbaharui diri melalui suatu proses
yang disebut remodeling. Remodeling tulang merupakan suatu proses aktif dan
dinamik yang mengandalkan pada keseimbangan yang benar antara penyerapan
tulang oleh osteoklas, yang dirangsang oleh hormon paratiroid, dan deposisi tulang
oleh osteoblas. Tulang dibentuk oleh sel yang bersifat osteogenik yaitu osteoblas,
yang merupakan sel pembentuk tulang, dan berfungsi mensintesis jaringan kolagen
dan komponen organik matriks. Osteoblas dirangsang oleh hormon pertumbuhan,
dan pada perkembangan selanjutnya menjadi osteosit, yang merupakan sel tulang
dewasa.

Sel tulang terdiri atas osteoblas, osteosit dan osteoklas yang dalam
aktifitasnya mengatur homeostasis kalsium yang tidak berdiri sendiri melainkan
saling berinteraksi. Homeostasis kalsium pada tingkat seluler didahului penyerapan
tulang oleh osteoklas yang memerlukan waktu 40 hari disusul fase istirahat dan
kemudian disusul fase pembentukan tulang kembali oleh osteoblas yang memerlukan
waktu 120 hari.

3. Aspek Epidemologi
Osteoporosis adalah penyakit di mana kepadatan dan kualitas tulang
dikurangi, menyebabkan kelemahan dari kerangka dan meningkat risiko patah
tulang, terutama tulang belakang, pergelangan tangan, pinggul, panggul dan upper
lengan. Osteoporosis dan patah tulang terkait adalah penyebab penting mortalitas dan
morbiditas. Pada wanita lebih dari 45, osteoporosis menyumbang hari lagi
dihabiskan di rumah sakit daripada banyak penyakit lainnya, termasuk diabetes,
infark miokard dan kanker payudara. Diperkirakan bahwa hanya satu dari tiga
vertebral fraktur menjadi perhatian klinis.
Sementara ini diperkirakan 1 dari 3 wanita dan 1 dari 12 pria di atas usia 50
tahun di seluruh dunia mengidap osteoporosis. Ini menambah kejadian jutaan fraktur
lainnya pertahunnya yang sebagian besar melibatkan lumbar vertebra, panggul dan
pergelangan tangan (wrist). Fragility fracture dari tulang rusuk juga umum terjadi
pada pria.
a. Fraktur panggul
Fraktur panggul paling sering terjadi akibat osteoporosis. Di AS, lebih
dari 250.000 fraktur panggul pertahunnya merupakan akibat dari osteoporosis.
Ini diperkirakan bahwa seorang wanita kulit putih usia 50 tahun mempunyai
waktu hidup 17,5% berisiko fraktur femur proksimal. Insidensi fraktur panggul
meningkat setiap dekade dari urutan ke 6 menjadi urutan ke 9 baik untuk wanita
maupun pria pada semua populasi. Insidensi tertingi ditemukan pada pria dan
wanita usia 80 tahun ke atas.
b. Fraktur vertebral
Antara 35-50% dari seluruh wanita usia di atas 50 tahun setidaknya satu
mengidap fraktur vertebral. Di AS, 700.000 fraktur vertebra terjadi pertahun,
tapi hanya sekitar 1/3 yang diketahui. Dalam urutan kejadian 9.704 wanita usia
68,8 tahun pada studi selama 15 tahun, didapatkan 324 wanita sudah menderita
fraktur vertebral pada saat mulai dimasukkan ke dalam penelitian; 18.2%
berkembang menjadi fraktur vertebra, tapi risiko meningkat hingga 41.4% pada
wanita yang sebelumnya telah terjadi fraktur vertebra.
c. Fraktur pergelangan tangan
Di AS, 250.000 fraktur pergelangan tangan setiap tahunnya
merupakan akibat dari osteoporosis. Fraktur pergelangan tangan merupakan
tipe fraktur ketiga paling umum dari osteoporosis. Resiko waktu hidup yang
ditopang fraktur Colles sekitar 16% untuk wanita kulit putih. Ketika wanita
mencapai usia 70 tahun, sekitar 20%-nya setidaknya terdapat satu fraktur
pergelangan tangan
d. Fraktur tulang rusuk
Fragility fracture dari tulang iga umumnya terjadi pada laki-laki usia
muda 25 tahun ke atas. Tanda-tanda osteoporosis pada pria ini sering diabaikan
karena sering aktif secara fisik dan menderita fraktur pada saat berlatih
aktivitas fisik. Contohnya ketika jatuh saat berski air atau jet ski.
Bagaimanapun, tes cepat dari tingkat testosteron individu berikut diagnosis
fraktur akan nampak dengan mudah apakah individu kemungkinan berisiko.

4. Penyebab
Osteoporosis merupakan suatu penyakit yang bukan baru lagi, namun masih
banyak yang belum memahami penyebabnya. Menurut Eri D. Nasution (2003: 14-
29) faktor-faktor yang menyebabkan osteoporosis adalah sebagai berikut:
a. Faktor Riwayat Keluarga dan Reproduktif
Riwayat patah tulang dalam keluarga sangat penting untuk menentukan
resiko seseorang mengalami patah tulang. Anak perempuan dari wanita yang
mengalami patah tulang, rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah
dari normal usianya. Tingkat hormon estrogen turun setelah menopause,
sehingga menyebabkan tulang mengalami resorpsi lebih cepat. Wanita yang
mempunyai rentang reproduktif lebih pendek karena menopause dini akan
memiliki massa tulang yang rendah, dan efeknya tetap bertahan sampai usia
tua.
b. Faktor Gaya Hidup
1) Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan menurunkan kadar estrogen.
Perokok mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar mengalami patah
tulang pinggul, pergelangan tangan serta tulang punggung.
2) Penggunaan Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengubah metabolisme
vitamin D atau penyerapan kalsium terganggu yang dapat mengakibatkan
tulang lemah dan tidak normal.
3) Aktivitas Fisik
Seseorang yang terlalu lama istirahat di tempat tidur dapat
mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktivitas fisik yang teratur dapat
menghasilkan massa tulang yang besar.
c. Faktor Pemakaian Obat
Obat-obatan yang menyebabkan osteoporosis meliputi: steroid, tiroid,
Gonadotropin Releasing Hormone (GNRH agonist), diuretik dan antasid. Obat
tersebut apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama, dapat mengubah
pergantian tulang dan meningkatkan risiko osteoporosis.
d. Faktor Kondisi Medis
Kondisi medis dapat mempercepat proses berkurangnya massa tulang.
Kondisi ini seperti operasi perut, kelumpuhan, kanker, dll. Operasi perut dapat
menyebabkan massa tulang berkurang karena penyerapan kalsium berkurang.
Kelumpuhan pada salah satu anggota tubuh menyebabkan tidak aktif bergerak
sehingga tulang menjadi rapuh.
Menurut Emma S. W. (2000: 10) faktor penyebab osteoporosis adalah
faktor endogenik. Faktor endogenik terkait dengan proses penuaan, yaitu
perusakan sel yang berjalan seiring perjalanan waktu. Perubahan yang terjadi
pada lansia seperti perubahan struktural (massa tulang) dan penurunan
fungsional tubuh.
5. Patofisiologi
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor
genetic dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras
keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok,
alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa
dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya
daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran
kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi
tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih
banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang
total yang disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi
suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu
proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan
dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar dari pada
proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan
keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis,
pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan peride
konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau
penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara maksimal
akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks
dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun
pria akan mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap
tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia
lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya
sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan
berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause massa tulang akan
menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang
berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini berbagai bagian tubuh
ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan
massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut:
metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang
lain, misalnya : tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses
tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan
mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks
serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal.
Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah
sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma
mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang
sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian
prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai
sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah osteoporosis
oleh karena bertambahnya usia.
6. Pathway

Keturunana Malas
Wanita penderita Ras Usia Lifestyle
osteoporosis Berolahraga

Hormon Struktur genetik Usia Daging merah Minuman Konsumsi


tulang yang Kulit putih dan minuman berkafein dan Merokok Kurang Ca
Estrogen sama
bertambah bersoda beralkohol
Obat

Kalsium Tubuh Kesamaan Konsumsi Ca, Fungsi organ Mengandung a. mengeluarkan Ca dalam tubuh
perawakan dan terutama pada
tubuh menurun Urin yang
Nikotin kortikosteroid
Berkiurang bentuk tulang tubuh fosfor berkurang
wanitanya rendah
mengandung Ca

b. Toksin,
menghambat
Resiko Merangsang pembentukkan a. Mempercepat Tubuh Dikonsumsi
pembentukan massa tulang penyerapan tulang mengeluarkan dalam jumlah
besar hormon tinggi
PTH
b. hormon
estrogen menurun

c. penyumbatan
Melepas Ca dari aliran darah ke Mengambil Ca Berkurangnya
dalam darah jantung dari bagian massa tulang
tubuh lain

a. sumbatan sel tidak


Termasuk Menghambat
kuat
proses
dari tulang
b. darah tersumbat osteoblast

Sulit terjadi proses Massa tulang


pembentukkan
tulang berkurang
Penyerapan tulang lebih banyak
daripada pembentukan baru

Penurunan massa tulang

Osteoporosis

Tulang menjadi rapuh dan mudah patah Kolaps Bertahap tulang vertebra

Kifosis Progresif

Fraktur kemprensi
Fraktur Colles Fraktur Femur Fraktur Komperensi
vertebra torakalis
Lumbalis
Penurunan fungsi badan

Perubahan Postural
Kompresi saraf pencernaan
ileus puralitik Relaksasi otot abdominal, perut menonjol
Gangguan fungsi ekstremitas atas; bawah;
pergerakan fragmen tulang, spasme otot Deformitas Skeletes

Konstipasi Infusifiensi Paru


Penurunan kemampuan Denveger’s Hamp
Nyeri
pergerakan
Gangguan Eliminasi Alvi
Dipsnea
Gangguan Citra Diri

Hambatan Mobilitas Fisik Risiko Tinggi Trauma

Pola Nafas Tidak Efektif


Ansietas
7. Manifestasi Klinis
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya
tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur.
Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan
gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang
mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra
menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini
mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra
abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan
predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang
sering terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan
penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan
karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist
jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan
secara analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien
osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam
serum.

Manifestasi osteoporosis :
a. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
b. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
c. Nyeri timbul mendadak
d. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian tubuh
yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra
e. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
f. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas atau karena suatu pergerakan yang salah
g. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini
terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada vertebra.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi karena adalah patah tulang lengan
di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles,
Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami secara perlahan.

8. Klasifikasi

Osteoporosis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu osteoporosis primer


(involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis
yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan, osteoporosis sekunder adalah
osteoporosis yang diketahi penyebabnya. Osteoporosis primer dibagi menjadi dua,
yaitu tipe 1 dan tipe 2. Osteoporosis tipe 1 disebut juga osteoporosis pasca
menopause karena defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe 2 disebut
juga osteoporosis tipe senilis karena gangguan absorbsi kalsium. Berdasarkan
penelitian terakhir, konsep itu berubah karena ternyata peran estrogen juga menonjol
pada osteoporosis tipe 2.
a. Osteoporosis Primer
1) Osteoporosis Primer tipe 1 (Osteoporosis Postmenopausal)
Osteoporosis tipe 1 disebabkan karena kekurangan hormon
estrogen (hormon utama pada wanita) yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala
timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki
risiko yang sama untuk menderita osteoporosis pascamenopause, wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada
wanita kulit hitam.
Setelah menopause, resorbsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menopause sehingga insiden fraktur terutama
fraktur vertebra dan distal radius meningkat. Penurunan densitas tulang
terutama pada tulang trabekular karena memiliki permukaan yang luas
dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorbsi
tulang dan formasi tulang keduanya meningkat menunjukkan bone
turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai
produksi sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononklear
seperti IL-1, IL-6 dan TNF-ά yang berperan meningkatkan kerja
osteoklas. Dengan demikian, penurunan kadar estrogen akibat
menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin sehingga
aktivitas osteoklas meningkat.
Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga
menurunkan absorbsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi
kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan sintesis
berbagai protein yang membawa 1,25(OH)2D sehingga pemberian
estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D di dalam plasma.
Tetapi pemberian estrogen transdermal tidak akan meningkatkan sintesis
protein tersebut karena estrogen transdermal tidak diangkut melewati
hati. Walaupun demikian, estrogen transdermal tetap dapat
meningkatkan absorbsi kalsium di usus secara langsung tanpa
dipengaruhi vitamin D. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium
akibat menopause maka kadar PTH akan meningkat pada wanita
menopause sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause,
kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum dan hal ini
disebabkan oleh menurunnya kadar volume plasma, meningkatnya kadar
albumin dan bikarbonat sehingga meningkatkan kadar kalsium yang
terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks.
Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan
rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Walaupun terjadi peningkatan kadar kalsium yang terikat albumin dan
kalsium dalam garam kompleks, kadar ion kalsium tetap sama dengan
keadaan premenopausal.
2) Osteoporosis tipe 2
Osteoporosis pada orang tua baik laki-laki maupun perempuan.
Demikian juga kadar testosteron pada laki-laki. Defisiensi estrogen pada
laki-laki juga berperan pada massa tulang. Penurunan kadar estriol
dibawah 40 pMol pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis. Karena
laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen
yang mendadak) maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada
wanita tidak pernah terjadi. Falahati-Nini, dkk. menyatakan bahwa
estrogen pada laki-laki berlangsung linier sehingga terjadi penipisan
trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula pada wanita disebabkan
karena peningkatan resorbsi yang berlebihan akibat penurunan kadar
estrogen yang drastis pada waktu menopause.
Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan
menurun sedangkan kadar sex hormone binding globulin (SBHG) akan
meningkat. Peningkatan SBHG akan meningkatkan pengikatan estrogen
dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif. Laki-laki yang
menderita kanker prostat dan diterapi dengan antagonis androgen atau
agonis gonadotropin juga akan mengalami kehilangan massa tulang dan
peningkatan risiko fraktur.
Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan
terhadap peningkatan resorbsi tulang. Tetapi penurunan kadar androgen
(DHEA dan DHEA-S) ternyata menunjukkan hasil yang kontroversial
terhadap penurunan massa tulang pada orang tua. Faktor lain yang juga
ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah
faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, imobiliasi lama dan
obat-obatan). Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan
intrakortikal akan meningkat sehingga kehilangan tulang terutama terjadi
pada tulang kortikal, misalnya pada femur proksimal. Total permukaan
tulang untuk remodelling tidak berubah dengan bertambahnya umur,
hanya berpindah dari tulang trabekular ke tulang kortikal. Pada laki-laki
tua, peningkatan resorbsi endokortikal tulang panjang akan diiikuti
peningkatan formasi periosteal sehingga diameter tulang panjang akan
meningkat dan menurunkan risiko fraktur pada laki-laki tua. Risiko
fraktur yang juga harus diperhatikan adalah risiko terjatuh yang lebih
tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan
dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin dan tidak
rata dan lain sebagainya. Pada umumnya, risiko terjatuh pada orang tua
tidak disebabkan oleh penyebab tunggal.
b. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis. Kondisi osteoporosis
sekunder ini sendiri disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-
obatan. Bisa juga disebabkan oleh kondisi medis seperti gagal ginjal kronis
dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-
obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid
yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa
memperburuk keadaan osteoporosis.

9. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya osteoporosis ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan, yaitu cukup asupan kalsium, cukup asupan vitamin D melalui pajanan
sinar matahari pagi atau sore sinar matahari akan mengubah pro vitamin D yang ada
dibawah kulit menjadi vitamin D, hidup aktif dengan cara melakukan aktifitas fisik
dengan prinsip pembebanan terhadap tulang, dalam bentuk perbanyak jalan. Selain
itu, hindari merokok, minum alkohol, waspada jika dalam garis keturunan ada yang
menderita osteoporosis, dan lakukan pemeriksaan tes dini osteoporosis pada dokter
saat menopause. Untuk mencegah osteoporosis harus dimulai sedini mungkin untuk
mencapai massa tulang semaksimal mungkin, serta penurunan seminimal mungkin.
Bahkan pencegahan osteoporosis harus dimuali sejak bayi dalam kandungan, masa
kanak-kanak, remaja, sampai dewasa baik pada wanita maupun pria, melalui metode
menabung kalsium dalam tulang untuk mencegah osteoporosis. Agar diperoleh
tulang yang sehat, peranan seluruh masyarakat sangat diharapkan dan dalam lingkup
yang kecil yaitu keluarga, peran orang tua dalam menentukan gaya hidup anak-
anaknya disamping dirinya dirinya sendiri juga sangat menentukan.
a. Primary Prevention
1) Health Promotion Promosi kesehatan dan pendidikan dapat
mempromosikan kesehatan tulang, mengurangi risiko osteoporosis
(primary prevention) dan meningkatkan deteksi dini dan manajemen
(secondary prevention). Usaha promosi harus focus pada orang dengan
risiko tinggi (contoh : senior dan wanita pasca menopause) dan selama
periode kritis pertumbuhan dan perkembangan tulang (contoh : anak-
anak dan remaja). (Schrager, 2003)
2) Specific Protection Yang termasuk spesifik protection antara lain seperti
imunisasi, vaksinasi, perhatian terhadap personal hygiene dan safety,
serta pemakaian nutrient spesifik. Pada osteoporosis, specific protection
dapat berupa memperhatikan konsumsi kalsium pada makanan. The
Nationals Institutes of Health merekomendasikan bahwa anak umur 1
sampai 10 tahun harus mengkonsumsi 800 sampai 1.200 mg kalsium
setiap hari, sementara remaja dan dewasa umur 11 sampai 24 tahun harus
mengkonsumsi 1.200 sampai 1.500 mg kalsium setiap hari. Penyerapan
kalsium yang optimal membutuhkan tingkat vitamin D yang memadai,
yang secara normal diperoleh dari paparan sinar matahari ( sedikitnya 10
menit per hari).
b. Secondary Prevention
1) Early Diagnosis and Prompt Treatment Saat ini hanya sebagian kecil
orang dengan osteoporosis terdiagnosis sebelum mereka ke rumah sakit
unruk menjalani perawatan patah tulang, dan hanya sebagian kecil dari
merekan yang patah tulang dirujuk untuk pemeriksaan kepadatan
tulang (BMD/ Bone Mineral Density). Apabila pengujian BMD lebih
tepat digunakan, maka akan lebih banyak orang dengan risiko tinggi
osteoporosis akan teridentifikasi.
2) Disability Limitation Aktifitas fisik adalah contributor utama untuk
meningkatkan massa tulang, aktifitas fisik dapat membantu mencegah
osteoporosis dengan meningkatkan massa tulang pada awal kehidupan,
mengurangi keropos tulang saat dewasa dan membantu mengurangi
kemungkinan fraktur. Partisipasi jangka panjang dalam aktivitas fisik
dapat menunda cacat.
c. Tertiary Prevention
1) Rehabilitation Rehabilitasi sangat penting untuk mengembalikan
fungsi. Idealnya mereka harus menerima pelayanan rehabilitasi terpadu
yang meliputi terapi fisik dan pekerjaan, konseling psikososial,
manajemen nyeri, dan jatuh dan pencegahan osteoporosis. Pelayanan
rehabilitasi harus mulus, terkoordinasi, berfokus pada klien dan lintas
layanan perawatan.(Notoatmodjo, 2012)
d. Terapi Komplementer
1) Atasi Osteoporosis dengan Kulit Jeruk Bali
Osteoporosis merupakan salah satu penyakit yang banyak
terjadi pada wanita menopuse. Sementara selama ini penanganan
osteoporosis hanya menggunakan susu tinggi kalsium dan suplemen
kalsium yang tidak efektif mengatasi osteoporosis pada kondisi
menopouse.
Penambahan kulit jeruk bali pada susu tinggu kalsium bisa
meningkatkan kepadatan tulang karena kandungan fitoestrogen dalam
ekstrak kulit jeruk bali mampu menghambat kerja osteoklas.
Osteoklas yang dihambat menyebabkan turunnya aktivitas
perombakan tulang sehingga kepadatan tulang tetap terjaga.
Diteliti oleh Ragil Setia Dianingati, Annisa Novarina Amanita
Khoiril Hana dan Laaeli Muntafiah, Fakultas Farmasi UGM, tahun
2013.

10. Penatalaksanaan
a. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat
melindungi terhadap demineralisasi tulang
b. Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen
dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah
terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c. Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani
osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat.
Efek samping (misal : gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin),
biasanya ringan dan hanya kadang-kadang dialami. Natrium florida
memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang.
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi
nyeri punggung

11. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh
dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
1) Keluhan Utama:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
2) Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
lainnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit lainnya.
4) Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
5) Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai, atau
pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
b. Pemeriksaan fisik
1) B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
2) B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan
pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan
pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat
3) B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah
4) B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem
perkemihan
5) B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu
dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses
6) B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis
sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan
penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang,
leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah
antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Kronis berhubungan dengan Gangguan Muskuloskeletas Kronis
(NANDA-I 2018-2020 Hal 446).
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Intoleran Aktivitas
(NANDA-I 2018-2020 Hal 217).
c. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan Cedera Fraktur akibat
Osteoporosis (NANDA-I 2018-2020 Hal 274).
d. Ansietas berhubungan dengan Ancaman tentang Kondisi Tubuh setelah
Fraktur (NANDA-I 2018-2020 Hal 324).
e. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan nyeri pasca operasi
(NANDA-I 2018-2020 Hal 228).
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Nyeri Kronis berhubungan Setelah diberikan tindakan 1. Pemberian Analgetik 1. Pemberian Analgetik
dengan Gangguan keperawatan selama 3x24 jam 2. Pemijatan bertujuan untuk meredakan
Muskuloskeletas Kronis diharapkan klien dapat 3. Manajemen Lingkungan: nyeri yang dirasakan klien
(NANDA-I 2018-2020 Hal mengontrol rasa nyeri, dengan Kenyamanan 2. Pemijatan dapat dilakukan
446). kristeri hasil: (NIC Hal 560) oleh perawat atau pihak
1. Skala Nyeri 3-5 keluarga dengan tujuan
2. Klien bisa merasa nyaman umtuk mengurangi rasa nyeri
(NOC Hal 645) dan memberikan rasa
nyaman.
3. Lingkungan yang tenang dan
mendukung dapat
mengalihkan rasa nyeri yang
dirasakan klien.
2. Hambatan Mobilitas Fisik Setelah diberikan tindakan Peningkatan Latihan: Peningkatan Latihan:
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Peningkatan Latihan: 1. Latihan Peregangan
Intoleran Aktivitas diharapkan klien dapat Peregangan dilakukan agar klien yang
(NANDA-I 2018-2020 Hal melakukan pergerakan. 2. Manajemen Nyeri sudah lama tidak mobilisasi
217). (NOC Hal 641) (NIC Hal 554) tidak kaku dan juga tidak
iritasi kulit akibat terlalu
lama berbaring.
2. Manajemen Nyeri perlu
dilakukan agar klien bisa
mengendalikan rasa nyeri
yang dirasakan.
3. Gangguan Citra Tubuh Setelah diberikan tindakan Peningkatan Citra Tubuh: Peningkatan Citra Tubuh:
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Peningkatan Koping 1. Peningkatan Koping
Cedera Fraktur akibat diharapkan klien dapat Peningkatan Harga Diri: dilakukan agar klien dapat
Osteoporosis (NANDA-I menerima keadaan yang 2. Dukungan kelompok mengendalikan pertahanan
2018-2020 Hal 274). dialaminya. (NIC Hal 503) dirinya dari sumber stresor
(NOC Hal 600) Peningkatan Harga Diri:
2. Dukungan kelompok sangat
berguna untuk mendukung
psikologis klien yang
mengalami cedera yang
artinya klien tetap diterima di
masyarakat.
4. Ansietas berhubungan Setelah diberikan tindakan Pengurangan Kecemasan: Pengurangan Kecemasan:
dengan Ancaman tentang keperawatan selama 3x24 jam 1. Teknik menenangkan 1. Teknik menenangkan
Kondisi Tubuh setelah diharapkan klien dapat Terapi Relaksasi: dibutuhkan ketika pasien
Fraktur (NANDA-I 2018- mengontrol kecemasan berlebih 2. Terapi Validasi berada di posisi putus asa
2020 Hal 324). (NIC Hal 498)
dan dapat mengontrol rasa karena mendapatkan cedera
takutnya. serius.
(NOC Hal 597-598) Terapi Relaksasi:
2. Terapi Validasi diperlukan
untuk mendukung proses
menenangkan klien yang
cemas berlebihan
5. Ketidakefektifan Pola Setelah diberikan tindakan Monitor Pernafasan: Monitor Pernafasan:
Nafas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor TTV 1. lakukan pemeriksaan TTV
dengan nyeri pasca operasi diharapkan gas klien dapat 2. Pengaturan Posisi untuk memantau nilai dari
(NANDA-I 2018-2020 Hal bernafas dengan normal yang (NIC Hal 575) TD, RR, N dan S terkini
228). ditandai dengan TTV yang klien
normal: 2. Bantu klien mendapatkan
TD: 120/80 posisi yang nyaman untuk
RR: 16-20 mempermudah klien
N : 70-80 bernapas
S : 36.6-37.2°c
(NOC Hal 657)
DAFTAR PUSATAKA

Tjahjadi Vicynthia (2009). Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer Osteoporosis,


Semarang Pustaka Widyamara.
Lubis Faisal Yatim (2000). Osteoporosis (Penyakit Kerapuhan Tulang), Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Heather Herdman T, Kamitsuru Shigemi, Alih Bahasa: Anna Keliat Budi, Suzana Mediani
Henny, Tahlil Teuku. (2018). NANDA InternationalNursing Diagnoses:
Definitions and Classification 2018-2019 Eleventh Edition Buku Indonesia:
Nanda-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, Ed. 11,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
M. Bulecheck Gloria, K. Butcher Howard, M. Dochterman, M. Wagner Cheryl, Alih
Bahasa: Nurjannah Intansari, Devi Tumanggor Roxana. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC), 6th Edition Buku Indonesia: Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam, Elsevier Global Rights, United
Kingdom.
Moorhead Sue, Johnson Marion, L. Maas Meridean, Swanson Elizabeth, Alih Bahasa:
Nurjannah Intansari, Devi Tumanggor Roxana. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th Edition Buku Indonesia: Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi Kelima, Elsevier Global Rights, United Kingdom.

https://www.ugm.ac.id/id/berita/8262-atasi-osteoporosis-dengan-kulit-jeruk-bali

Anda mungkin juga menyukai