Anda di halaman 1dari 44

STEP 1

Akad Ijarah : akad untuk memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang/jasa berdasarkan
transaksi sewa, tdk diikuti dg pemindahan kepemilikan

Akad Mudharabah : akad Kerjasama antara bank/pemilik dana dengan nasabah yang punya
keahlian/keterampilan untuk mengelola usaha produktif yang halal  antara bank dan nasabah

Akad Murabahah : akad jual beli antara bank dan nasabah , bank akan melakukan
pembelian/pemesanan barang sesuai permintaan nasabah, akan dijual ke nasabah dengan keuntungan
yang disepakati

STEP 2

1. Apa definisi dari visi, misi, value, sasaran, tujuan asumsi, critical strategic issue dan critical
success factor dan rencana strategis rumah sakit?
2. Apa definisi dan syarat-syarat rumah sakit Syariah?
3. Apa saja tugas dan wewenang dari DSN-MUI?
4. Apa tugas dan wewenang MUKISI dalam sertifikasi RS Syariah?
5. Jelaskan fatwa MUI tentang RS Syariah?
6. Apa saja penilaian dari DSN-MUI untuk rumah sakit syariah?
7. Bagaimana penerapan atau aplikasi akad ijarah, mudharabah, murabahah pada rs Syariah?
8. Bagaimana tahapan sertifikasi untuk menjadi RS Syariah?
9. Apa saja macam macam rencana strategis RS?
10. Bagaimana Langkah Langkah yang diperlukan untuk menentukan rencana strategis RS?
11. Apa perbedaan RS Syariah dan RS biasa?
12. Apa saja faktor yang mempengaruhi rencana strategis RS?
13. Apa manfaat dari manajemen strategis?
14. Apa sasaran dan tujuan dari rencana strategis?
15. Apa hubungan perubahan lingkungan dengan rencana strategis RS?

STEP 3
1. Apa definisi dari visi, misi, value, sasaran, tujuan asumsi, critical strategic issue dan critical
success factor dan rencana strategis rumah sakit?
Visi : vision = daya lihat, pandangan ke depan  tujuan yg akan dicapai
Misi : langkah2 yang dilakukan untuk mencapai suatu visi
Value : nilai yang disusun berdasarkan peluang yang ada di lingkungan untuk mengembangkan
potensi suatu jasa/barang
Sasaran : tingkat atau poin untuk mencapai tujuan
Asumsi : dugaan yang diterima sebagai dasar landasan berpikir, prediksi
Critical strategic issue /CSI : disusun sesuai dg rs masing2, dari 4 isu strategis
Critical success factor/CSF : analisis untuk mencapai keberhasilan, menganalisis faktor2 yang
mempengaruhi tercapainya suatu tujuan
Rencana strategis : alat bantu manajemen berupa rencana jangka panjang yang memuat visi
misi tujuan sasaran dan cara mencapainya. Biasanya bersifat umum, menyeluruh dan lentur/tdk
mengikat siapapun, dan dinamis thd perubahan

2. Apa sasaran dan tujuan dari rencana strategis?


Tujuan renstra : memperbari strategi yg dirumuskan agar sesuai perkembangan lingkungan,
dapat meninjau Kembali kekuatan, kelemahan dan ancaman dari bisnis
Melakukan inovasi agar produk sesuai dengan selera konsumen
Merencanakan strategi yang dipilih secara efektif dan efisien

Manfaat renstra
- Meningkatkan produktivitas kryawan
- Membantu organisasi untuk membuat strategis yg logis sistematis rasional
- Meningkatkan kesadaran dari ancaman eksternal
- Meningkatkan pemahaman tentang strategi pesaing

Sasaran :
Konsep renstra ada visi misi sasaran
Sasaran adalah pengembangan tujuan dari visi dan misi

3. Apa saja macam macam rencana strategis RS?


- Strategii integrasi : perusahaan bisa mengendalikan distributor, pemasok, pesaing
- Strategi intensif : pengembangan produk/pemasaran memerlukan usaha
- Strategi diversifikasi : ada 3, konsentrik (jasa baru terkait dg jasa lama), horizontal
(jasa/produk baru tdk terkait dn yang lama), konglomerat ( menambahkan produk/jasa yg
baru)
- Strategi defensive : organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan
asset untuk meningkatkan penjualan dan laba yg menurun.
- Strategi umum : pembuatan produk standar dengan biaya perunit yang rendah

4. Bagaimana Langkah Langkah yang diperlukan untuk menentukan rencana strategis RS?
1. Lakukan formulasi misi dan tujuan
2. Melakukan pengkajian lingkungan : analisis SWOT menilai lingkungan internal (S,W )dan
eksternal (O, T)
3. Melakukan tujuan jangka panjang : menentukan target min 5 th kedepan, menimbang
dampak yg dilakukan saat ini pada jangka panjang
4. Menyusun strategi : menetapkan jenis bisnis atau harapan yg dilakukan RS, menerjemahkan
visi dan misi dalam tujuan strategi, melakukan keputusan taktis yg efektif dan efisien,
evaluasi kinerja dna penyesuaian terhadap strategi dengan situasi yg terbaru
5. Melakukan perumusan isu2 strategis : antara organisasi/RS dan lingkungan, contoh ada
masalah ttg limbah, tdk ada tempat pembuangan  Menyusun langkah2
6. Pelaksanaan strategi :menerapkan sasaran kebijakan misal melakukan Kerjasama dg
perusahaan pengelola limbah
7. Evaluasi dan pengendalian strategi : manajer/direktur mengevaluasi pelaksanaan strategi
untuk memastikan keberhasilan RENSTRA

5. Apa saja faktor yang mempengaruhi rencana strategis RS?


Faktor perkembangan social ekonomi masyarakat : misal social ekonomi masy meningkat 
mutu pelayanan ditingkatkan
Perkembangan iptek di bidang kedokteran : pembaruan alat, perubahan iptek tdk melanggar
etika RS
Faktor perkembangan penyakit : misal ada penyakit baru (covid)  perubahan prosedur
Tersedianya anggaran
Perkembangan manajemen RS
Persaingan antar RS : ada pesaing RS lain, maka meningkatkan pelayanan RS
Perubahan kebijakan pemerintah

6. Apa manfaat dari manajemen strategis?


Membantu organisasi membuat strategi yg lebih baik dg pendekatan sistematis, logis dan
rasional
Mencapai komitmen seluruh manajer dan karyawan
Proses yang menyediakan pemberdayaan individual, meningkatkan efektifitas dan kemampuan
karyawan dalam mengambil keputusan
Mendatangkan laba
Meningktkan kesadaran ancaman eksternal
Pemahaman yg baik tentang strategi pesaing
Menignkatkan produktivitas karyawan RS
Mengurangi risiko ancaman yg ada
Memaksimalkan sumber daya yg ada

Manajemen strategis : ilmu penyusunan dan menerapkan keputusan2 untuk mencapai strategi,
fokusnya untuk mencapai tujuan suatu Lembaga

7. Apa definisi dan syarat-syarat rumah sakit Syariah?


RS sesuai prinsip Syariah
Dibagi di pelayanan dan manajemen sesuai peraturan pemerintah tapi ssesuai dengan prinsip
syariah
Aspek Syariah dalam pelayanan Kesehatan
Syarat :
1. Umum
D mengajukan permohonan ke DSN MUI
D mengisi formulir
D menulis pernyataan untuk berkomitmen melaksanakan rs sesuai prinsip Syariah
D melampirkan dokumen hukum : akte pendirian usaha, surat ijin usaha, surat keterangan
domisili, NPWP, notulensi rapat dewan komisaris dan direksi
D profil Lembaga (visi misi struktur organisasi, dll dari lembaga)
2. khusus
1) PLB : syaratnya melampirkan modul marketing, melampirkan surat ijin,
2) melampirkan sertifikat halal MUI
3) syarat di bisnis wisata
4) online trading saham
5) e money
8. Apa perbedaan RS Syariah dan RS biasa?
Ada prinsip Syariah yg wajib diikuti :
1) Ada akad hukum : akad ijarah, akad bai (rs dan pemasok obat)
2) Akad mengacu ke fatwa DSN MUI
3) RS melakukan Tindakan yang jauh dr maksiat
4) Ada DPS : Dewan pengawas Syariah
5) Rs ada panduan tatacara ibadah
6) Rs ada panduan standar kebersihan
7) Ketentuan obat dan makanan : harus obat2an bersetifikat halal dari MUI kecuali keadaan
darurat harus inform consent
8) Penggunaan dana : asuransi dan bank harus Syariah, ada panduan pengelolaan zakat infaq

9. Jelaskan fatwa MUI tentang RS Syariah?


Ketentuan umum : definisi dan pengertian terkait RS Syariah
Ketentuan hukum : penyelenggaraan rs Syariah harus mengikuti ketentuan pada fatwa
Ketentuan akad dan personalia hukum : akad antara rs dan tenaga Kesehatan, rs-pasien, rs-
pemasok alat, lab, rs-pemasok obat
Ketentuan akad : fatwa pembiayaan/akad ijarah, murabahah
Ketentuan pelayanan : bagaimana pelayanan Syariah ke pasien, laundry prinsip Syariah, dll
Ketentuan penggunaan obat2 , makanan, minuman dan barang gunaan : obat2an, makanan,
minuman bersetifikat halal dari MUI kecuali keadaan darurat harus inform consent
Ketentuan terkait penempatan penggunaan dana RS : menggunakan Lembaga keuangan Syariah
Ketentuan penutup
10. Apa saja tugas dan wewenang dari DSN-MUI?
Dewan Syariah Nasional MUI : Lembaga di bawah MUI yang dibentuk berdasarkan SK MUI no
754/MUI/2/1999 tentang pembentukan DSNMUI
Tugas dan wewnang :
1) Menetapkan fatwa
2) Mengawasi penerapan fatwa melalui DPS
3) Membuatpedoman implementasi fatwa
4) Mengeluarkan surat edaran talimat
5) Menyelenggarakan program sertifikasi keahlian
6) Menerbitkan srtifikat keseuaian Syariah
7) Memberikan atau mencabut rekomendasi DPS

Tugas DSNMUI
1) Pengembangan keuangan dan perekonomian sesuai prinsip Syariah
2) Menerbitkan fatwa tentang ekonomi dan keuangan islam
3) Mengeluarkan persetujuan hukum untuk Lembaga keuangan dan ekonomi
4) Mengawasi Lembaga ekonomi keuangan islam

11. Apa tugas dan wewenang MUKISI dalam sertifikasi RS Syariah?


Tujuan
- Mewujudkan mutu penyelenggaraan dan pelaksanaan upaya Kesehatan secara professional
yang islami
- Membina dan mengembangkan kemampuan SDM anggotanya
- Ikut berperan serta meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat

- Tugas MUKISI:

12. Apa saja penilaian dari DSN-MUI untuk rumah sakit syariah?
13. Bagaimana penerapan atau aplikasi akad ijarah, mudharabah, murabahah pada rs Syariah?
14. Bagaimana tahapan sertifikasi untuk menjadi RS Syariah?

Mapping
STEP 7:

1. Apa definisi dari visi, misi, value, sasaran, tujuan asumsi, critical strategic issue dan critical
success factor dan rencana strategis rumah sakit?
 Visi atau konsep ttg nilai, maksud dan bentk yg ingin dicapai. Visi
menjadi cita2 atau dambaan, suatu keadaan yg lbh baik yang ingin dicapai.
Visi mengacu pd tujuan ptg yaitu tujuan umum/ kejelasan arah yg ingin
dicapai, alat utk memotivasi anggota organisasi melakukan tindak yg benar,
membantu menyatukan ,
 misi adlh pernyataan bgmn mencapai atau mewujudkan visi organisasi.
Misi merupakan penjabaran visi ke dlm tugas. Kewajiban, hak dan
wewenang serta strateginya .
 tujuan mendefinisikan target (sasaran) yg perlu dicapai dlm lingkup misi
utk merealisasi visi. Tujuan Juga ,menjadi dasar dlm masing-masing key
result area.
 sasaran ( key result area) adlh area dr upaya (performanxe) yg
organisasi akn kerjakan utk mencapai misi.
 value: penyusunan visi& misi bertumpu pd pedoman nilai yg diacu olh
RS . dlm jangka pjg pedoman nilai, visi, & misi akn mempengaruhi budaya
kerja organisasi
 rencana strategis adalah alat bantu manajemen berupa rencana jangka
panjang yg memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan cara mencapaianya,
sifatnya umum & menyeluruh, tp lentur & dinamis thdp perubahan
 perencanaa strategis adlh proses penyusunan rencana jangka pjg suatu
organisasi yg disusumn scr ideal dgn melakukakn matching antar sumber
daya yg dimiliki dgn lingk. yg berubah seperti pasar, pelanggan, & harapan ,
stakeholders (analisis lingkungan) dan berlaku 5-25 thn yg merupakan
kerangka besar pencapaian bisi organisasi.
Analisis Critical Success Factor (CSF) merupakan sebuah metode
analisis dengan mempertimbangkan beberapa hal yang kritis di dalam
lingkungan perusahaan untuk mendefinisikan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi keberhasilan dan kesuksesan perusahaan atau organisasi dan
dapat ditentukan jika objektif organisasi telah diidentifikasi
 Critical Issue : (1) Isu Strategis, adalah merupakan sebuah kondisi /
perkembangan / peristiwa / trend yang berkenaan dengan lingkungan organisasi
dan berdampak terhadap kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan serta
strategi-strategi organisasi. (2) Isu Strategis, itu tidak selalu identik dengan
masalah, karena kondisi yang digambarkan dalam Isu Strategis tersebut tidak
selalu bermuatan / bernuansa negatif. Isu Strategis baru akan menjadi masalah
apabila tidak mendapat respon yang tepat dari organisasi.

Tisnawati, ernie. Pengantara Manajemen ed.1.Jakarta

(Febri Endra Budi Setyawan, prof. stefanus supriyanti. Manajemen rumah


sakit.hal 1-15.zifatama jawara.2019)
- Visi: pernytaan mengenai tujuan masa yang akan datang yg diharapkan dalam kurun waktu
tertentu, visi seharusnya bersifat sederhana dan mudah dimengerti dan dipercayai oleh setiap
sdm di organisasi
- Misi adalah pernyataan bagaimana dapat tercapainya visi organisasi, penjabaran visi ke
dalam tugas, kewajibanm hak, wewenang, dan strateginya.
- Value: nilai2 dasar yang terdapat dalam suatu organisasi dan selaras dengan visi , sekaligus
berfungsi untuk membatasi tujuan organisasi , landasan seluruh sdm untuk berperilaku untuk
mencapai tujuan
- Sasaran : upaya yang dilakukan untuk mewujudkan misi , sasaran yang baik memenuhi
kriteria SMART , sasaraan bersifat spesifik dan terukur
- Critical strategic issue: isu yang berkaitan dengan keterkaitan antara organisasi yang kaji dlm
lingkungan eksternal dan internal, isu2 tsb byk mempengaruhi organisais.
- Critical success factor: factor penting dalam kesuksesan dan merupakan kebutuhan penting
dalam aktivitas untuk mencapai misi dan tujuan yang sebuah organisasi

Sumber : MANAJEMEN RUMAH SAKIT Oleh dr.Febri Endra Budi Setyawan, M.Kes,
Prof.Dr.Stefanus Supriyanto,dr., M.S

2. Apa sasaran dan tujuan dari rencana strategis?


Perencanaan strategis merupakan rencana jangka panjang yang bersifat menyeluruh, memberikan
rumusan arah organisasi atau perusahaan, dan prosedur pengalokasian sumberdaya untuk mencapai
tujuan selama jangka waktu tertentu dalam berbagai kemungkinan keadaan lingkungan.

Perencanaan strategis juga merupakan proses pemilihan tujuan-tujua organisasi, penentuan


strategi, kebijaksanaan, program-program strategi yang diperlukan untuk tujuan-tujuan
tersebut.

Perencanaan strategis adalah proses memutuskan program program yang akan dilaksanakan oleh
organisasi dan perkiraan jumlah sumber daya yang akan dialokasikan pada setiap program jangka
panjang selama beberapa tahun ke depan. Hasil dari proses perencanaan strategi berupa dokumen
yang dinamakan strategic plan yangberisi informasi tentang program-program beberapa tahun
yang akan datang (Badrudin, 2013 : 96).

Tujuan:
- Melaksanakan dan eval strategi yang dipilih Secara efektif efisien
- Eval kinerja dan tinjau Kembali strategi yang sudah ada
- Memperbarui strategi dan mneyesuaikan dengan kondisi internal dan perubahan esternal
- Meninjau Kembali SWOT organisasi

3. Apa saja macam macam rencana strategis RS?

a. Strategi integrasi: upaya kepemilikan usaha yg dpt membantu usaha yg


sedang dijalankan.
Integrasi depan: upaya kepemilikan usaha yg dpt membantu distribusi
produk.
Integrasi blkg: upaya kepemiliakan usaha yg dpt membantu pasokan utk
usaha .
integrasi horizontal: upaya kepemilikan usaha pesaing yg
memungkinkan minimal mengurangi serangan thdp usaha.
b. Strategi intensif: bgm produk dpt menjangkau konsumen semaksimal
mungkin
c. Strategi diversifikasi: mendirikan sebuah usah lain yg membedakan
adlh usaha tersebut sejenis atau tidak
co RISA: eye center cardiac center dll
d. Strategi defensive: mempertahankan keberlangsungan usaha. Strategi
pertama adlh penciutan divestasi likuidasi
(book. Manajemen stratego kontemporer. Hal 156)
- Model peencanaan strategik dasar
- Model perencanaan berlandas masalah
- Model pelurusan
- Model perencanaan scenario
- Model perencanaan organic atau oengorganisasian diri

Kajian strategi dibagi menjadi 3:

- Corporate level strategi strategi korporasi rs yang berisi visi misi tujuan rumah sakit dan
area layanan yang diterapkan
- Competitive level strategi: unit produksi yang dirawat jalan dan rawat inap menentukan
bagaimana pelakyanan diselenggarakan sehingga memperoleh keungulan kompettiif jsa dan
pridok
- Function level strategi interpretasi peran dari fungsi pusat pelayanan dalam menerapkan
strategi kompetitif)pelayanan interaktif pemberi jasa dan pembeli)

Sumber : MANAJEMEN RUMAH SAKIT Oleh dr.Febri Endra Budi Setyawan, M.Kes,
Prof.Dr.Stefanus Supriyanto,dr., M.S

Rencana strategis cenderung untuk melihat ke depan beberapa tahun. Bagi rencana operasional,
satu tahun sering kali merupakan periode yang relevan.

Kedua, cakupan. Rencana strategis mempengaruhi aktivitas organisasi secara luas, sedangkan
rencana operasional mempunyai cakupan yang sempit dan terbatas.

Ketiga, tingkat rincian. Seringkali sasaran strategis dinyatakan dalam istilah yang tampaknya
menyederhanakan dan umum. Tetapi cakupan yang luas ini perlu untuk mengarahkan orang
dalam organisasi untuk memikirkan operasi perusahaan secara keseluruhan. Sebaliknya,
rencana operasional, yang diturunkan dari perencanaan strategis, dinyatakan dalam rincian.

Jurnal INTEKNA, Tahun XIV, No. 2, Nopember 2014 : 102 - 209

4. Bagaimana Langkah Langkah yang diperlukan untuk menentukan rencana strategis RS?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi rencana strategis RS?

6. Apa manfaat dari manajemen strategis?

7. Apa definisi dan syarat-syarat rumah sakit Syariah?


DEFINISI :
Pengertian RS Islam menurut  asosiasi rumah sakit Islam Majelis Syuro Upaya Kesehatan Islam
Seluruh Indonesia (Mukisi) adalah rumah sakit yang seluruh aktifitasnya berdasar pada
prinsip Maqashid al-Syariah al-Islamiyah  (tujuan syariah Islam).  Sertifikasi RS Syariah berfungsi
untuk meningkatkan kualitas  pelayanan, sarana   dakwah Islam di rumah sakit, memberikan 
jaminan bahwa operasional RS dilaksanakan sesuai syariah, baik untuk pengelolaan manajemen
maupun pelayanan pasien, serta sebagai pedoman bagi pendiri (pemilik) dan pengelola rumah
sakit dalam pengelolaan sesuai prinsip syariah.
SYARAT :

dr.Masyhudi, “Ada 50 persyaratan standar dan 161 elemen penilaian.”


Penilaian-penilaian ini mencakup aspek manajemen rumah sakit juga aspek
layanan. “Terkait dengan sistem keuangan RS ini juga harus ada akadnya,
seperti, ijarah, mudharabah, murabahah.” lanjutnya.

Sementara itu, standar dalam sertifikasi ini dibagi ke dalam 5 bab besar yang
dibagi dengan bobot standard dan elemen penilaian yang berbeda. 5 bab besar
yang dimaksud meliputi :

Hifz Al – Din (32 standar dan 108 elemen penilaian)

Hifz Al – Nafs (6 standar dan 17 elemen penilaian)

Hifz Al – Aql (6 standar dan 18 elemen penilaian)

Hifz Al – Nasl (2 standar dan 7 elemen penilaian)

Hifz Al – Maal (4 standar dan 11 elemen penilaian)

Kemudian, dalam masing-masing bab tersebut dibagi ke dalam dua kelompok


standar yaitu, pada aspek manajemen dan kelompok standard pada aspek
pelayanan. Dalam aspek kelompok manajemen meliputi penilaian tentang :

Standar Syariah Manajemen Organisasi berisi tentang tanggung jawab dan


akuntabilitas pemilik rumah sakit dalam pengelolaan rumah sakit seperti ijin
operasional, struktur organisasi yang memuat Dewan Pengawas Syariah dan
lain-lain.

Standar Syariah Modal Insani berisi tentang tata kelola sumber daya


manusia.

Standar Syariah Manajemen Pemasaran berisi tentang tata kelola


pemasaran rumah sakit.

Standar Syariah Manajemen Akuntansi dan Keuangan berisi tentang tata


kelola keuangan dan akuntansi rumah sakit berbasis syariah.

Standar Syariah Manajemen Fasilitas berisi tentang penyediaan fasilitas


rumah sakit menerapkan standarisasi fasilitas sesuai kaidah syariah.

Standar Syariah Manajemen Mutu berisi tentang kebijakan dan pedoman


mutu tentang pemeliharaan akidah, akhlaq dan muamalah melalui aktivitas
keagamaan.

Sedangkan, dalam kelompok standar pelayanan meliputi tentang :

Standar Syariah Akses Pelayanan dan Kontinuitas meliputi proses


penerimaan, bimbingan, dan pemulangan pasien.

Standar Syariah Asesmen Pasien meliputi asesmen awal secara


komprehensif terhadap kondisi medis-spiritual pasien.

Standar Syariah Pelayanan Pasien meliputi pelayanan psikospiritual untuk


berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan.

Standar Syariah Pelayanan Obat meliputi penerapan konsep obat esensial di


rumah sakit yang berisi daftar obat, stok obat yang terpilih dan terapi yang
digunakan tidak mengandung unsur yang diharamkan.
Standar Syariah Pelayanan dan Bimbingan Kerohanian meliputi pelayanan
pendampingan kerohanian bagi seluruh pasien beragama Islam dan pasien yang
memiliki permintaan khusus.

Standar Syariah Pendidikan Pasien dan Keluarga meliputi kewajiban


rumah sakit untuk melakukan pendidikan kepada pasien rawat inap mengenai
pelayanan spiritual yang diterima selama perawatan.

Standar Syariah Pencegahan dan Pengendalian Infeksi meliputi kewajiban


rumah sakit memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi.

Dengan standar-standar tersebut yang didasarkan pada hukum-hukum syariah


dan sudah ditinjau oleh pakarnya, tentu poin-poin tersebut dapat menjadi
acuan Rumah Sakit yang ingin melakukan sertifikasi. Dengan sertifikasi ini
menjadi bukti bahwa ghirah umat Islam memang sangat besar untuk mencari
pengobatan Islami.
8. Apa perbedaan RS Syariah dan RS biasa?
SUMBER: Sertifikasi Syariah Bagi Rumah Sakit di Indonesia Perspektif Fatwa DSN MUI dan
Undang-Undang 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Noor Rizqiya Fimaulidina UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang
9. Jelaskan fatwa MUI tentang RS Syariah?

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA


INDONESIA
NO: l07/DSN-MUIIX/2016
Tentang
PEDOMAN PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) setelah,
Menimbang :
a. Bahwa masyarakat memerlukan penjelasan tentang pedoman
penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan prinsip syariah;
b. Bahwa ketentuan hukum mengenai pedoman penyelenggaraan
rumah sakit berdasarkan prinsip syariah belum diatur dalam fatwa
DSN-MUI;
c. Bahwa atas dasar pertimbangan huruf a dan b, DSN-MUI
memandang perlu menetapkan fatwa tentang pedoman
penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan prinsip syariah untuk
dijadikan pedoman;
Mengingat :
1. Firman Allah swt.:
a. Q.S. an-Nisa' (4): 29:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu."
b. Q.S. al-Baqarah (2): 275:
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan
mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnyajual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
-dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya."
c. Q.S. al-Ma'idah (5): 1:
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu ... ".
d. Q.S. an-Nisa' (4): 58:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia. hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. "
e. Q.S. asy-Syu'ara (26): 80:
"Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. "
f. Q.S. al-Isra (17): 82:
"Dan Kami turunkan dari AI-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan AI-Qur'an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. "
g. Q.S. Ali 'lmran (3): 159:
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya. "
h. Q.S. al-Ma'idah (5): 2:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, danjangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya."
i. QS al-Tawbah (9): 105:
"Dan katakanlah (wahai Muhammad): Kalian kerjakanlah, niscaya
Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaan
kalian. Dan kalian akan dikembalikan kepada (Dia) Yang Maha
mengetahui yang ghaib dan yang nyata. kemudian Dia akan
mengkhabarkan apa-apa yang telah kalian kerjakan. "
J. Q.S. al-Maidah (5): 3:
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib
dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan
untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "
2. Hadis Nabi saw.:
a. Hadis Nabi saw. riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibnu Majah: Dari Amr
bin Auf al Muzani bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Shulh
(penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat
dilakukan di antara kaum muslimin kecuali sulh yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram. "
b. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Nu'man bin Basyir: "Perumpamaan
orang beriman dalam kasih sayang mereka, saling mengasihi dan
saling mencintai bagaikan satu tubuh; jikalau satu bagian menderita
sakit, maka bagian lain akan turut merasakan susah tidur dan demam. "
c. Hadis Nabi saw. riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin al-Shamit r.a.,
riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas r.a., riwayat Malik dari bapaknya Yahya
al-Mazini r.a., dan riwayat aI-Hakim dan al-Daruquthni dari Abu Sa'id al-
Khudriy r.a.: "Tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan
tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh
orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya). "
d. Hadis Nabi saw. riwayat lbn Hibban dari bapaknya Ja'far bin Amr r.a.,
riwayat al-Tirmidzi dan al-Baihaqi dari Anas bin Malik r.a. : "Seseorang
bertanya kepada Rasulullah saw. terkait untanya, apakah saya (boleh)
membiarkan (tidak mengikat) unta saya kemudian bertawakkal (kepada
Allah)? Rasulullah saw. bersabda: "Ikatlah untamu dan bertawakallah
(kepada Allah). "
e. Hadis Nabi saw. riwayat 'Abd ar-Razzaq: Dari Abi Sa'id ra.,
sesungguhnya "Barang siapa mempekerjakan upahnya. "
f. Hadis Nabi saw. riwayat Ibn Majah: Rasulullah saw. bersabda:
pekerja, beritahukanlah Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., ia berkata,
Rasulullah saw. bersabda: "Berikanlah upah pekerja sebelum
keringatnya kering."
g. Hadis Nabi saw. riwayat Riwayat Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa'i,
Ibn Majah, Ahmad, Ibn Hibban, al-Hakim, al-Baihaqi, al-Humaidi, al-
Thabrani, lbn Abi Syaibah, al-Bazzar, Ibn Abi 'Asim, al-Diya' al-
Muqaddasi, Abu al-Qasim Ibn Basyran, dan Abu Zur'ah al-'Iraqi: Dari
Usamah Ibn Syuraik bahwa dia berkata: "Seseorang datang dan
bertanya: 'Wahai Rasulallah, apakah kita (harus) berobat?' Beliau saw.
bersabda: 'Iya benar, karena sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan
suatu penyakit kecuali Dia pun menurunkan penawarnya. (Penawar
tersebut) diketahui oleh orang yang tahu, dan tidak diketahui oleh orang
yang tidak tahu '."
Lafadz hadis yang lain, riwayat lbn Majah, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi
yang juga mensahihkannya): Dalam redaksi yang lain disebutkan
bahwa seseorang bertanya: "Wahai Rasulallah, apakah kita (harus)
berobat?" Beliau saw. menjawab: "Iya benar. Wahai hamba-hamba
Allah, berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidaklah
meletakkan suatu penyakit kecuali Dia letakkan pula penawarnya atau
obatnya, kecuali satu penyakit". Para sahabat pun bertanya: "Wahai
Rasulallah, apakah yang satu penyakit itu?" Beliau menjawab: "Tua
renta". dalam redaksi yang lain: kecuali "Syam", yaitu kematian.
h. Hadis riwayat Muslim, al-Nasa'i, Ahmad, ai-Hakim, lbn Hibban, AI-
Baihaqi, Abu Ya'la, al-Thahawi, al-Khathib ai-Baghdadi, Abu Zur'ah
al-'Iraqi, Muhammad Tbn Ishaq Ibn Mandah, dan Taj al-Din al-Subki:
Dari Jabir, bahwa Nabi saw. bersabda: "Bagi setiap penyakit ada
obatnya. Apabila suatu obat cocok untuk suatu penyakit, maka orang
itupun sembuh dengan seizin Allah Ta 'ala".
I. Hadis riwayat Imam Ahmad, lbn Majah, dan al-Tirmidzi: Dari Abu
Khuzamah yang bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu
tentang ruqyah yang kami lakukan, dan obat-obatan yang kami
gunakan, serta pelindung yang kami pakai, Apakah hal itu dapat
menolak ketentuan (qadar) Allah?" Beliau saw .. pun menjawab:
"Semua (yang engkau sebutkan itu) tbagian dari qadar Allah".
J. Hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah, Ibn
Hibban, dan al-Tirmidzi: Dari Wa'il ibn Hujr al-Hadhrami, Thariq ibn
Suwaid al-Ju'fi bertanya kepada Nabi saw .. tentang khamr, maka
Rasulullah saw. melarang (untuk menggunakannya). Thariq berkata:
"Aku menggunakannya hanya sebagai obat", Nabi saw. Pun menjawab:
"Sesungguhnya khamr bukan obat, tetapi penyakit",
k. Hadis Nabi saw. riwayat Abu Dawud:
Dari Abu al-Darda', Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah
telah menurunkan penyakit dan obatnya, dan Dia menjadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah, dan janganlah kalian berobat
dengan yang haram",
I. Hadis riwayat Imam al-Bukhari, al-Tirmidzi, Ahmad, al-Darimi, al-
Baihaqi, lbn Hibban, al-Humaidi, Abu Dawud al-Thayalisi, 'Abd al-
Razzaq, Ibn al-Jarud, Abu Va"la, al-Thahawi, al-Daruquthni, dan al-
Baghawi: Ibn Mas'ud berkata tentang benda yang memabukkan:
"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian
pada sesuatu yang diharamkan ".
m. Hadis riwayat Muslim, Abu Dawud, al-Nasa'i, Ibn Majah, al-Tirmidhi,
dan Imam Ahmad: Dari Abu Hurairah, "Rasulullah saw. melarang
berobat dengan benda yang menjijikkan (al-khabits), yaitu yang dapat
mematikan (al-summ) ".
n. Riwayat al-Bukhari: Al-Zuhri berpendapat tentang air kencing unta:
"Kaum muslimin telah menggunakan air kencing unta sebagai obat, dan
mereka pun memandangnya sebagai hal yang biasa'',
o. Hadis riwayat Imam Ahmad, al-Nasa'i, dan al-Thabrani:
"Sesungguhnya Allah memberikan pahala pada setiap perbuatan,
bahkan hingga suapan seorang hamba ke dalam mulutnya'',
p. Hadis riwayat al-Bukhari, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa'i, Malik, al-
Daruquthni, al-Thabrani, dari Said ibn Zaid: "Pohon yang ditanam pada
tanah orang lain tanpa izin tidak menghasilkan sesuatu hak apapun "
q. Hadis riwayat Thabrani, Abu Ya'la, al-Thabrani, al-Baihaqi, Ibn 'Adi,
dan Abu Nu'aim:
"Sesungguhnya Allah menyukai seseorang yang mengerjakan sesuatu
dengan cermat. "
3. Kaidah fikih :
"Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya atau meniadakan kebolehannya ".
"Kemudaratan harus dihilangkan. "
"Keadaan darurat (menyebabkan) dibolehkannya (hal-hal) yang
terlarang. "
"Keperluan (akan sesuatu) dapat menempati posisi (setara dengan)
darurat. "
4. Aqwal ulama:
a. Pendapat al-Syathibi: "Sedangkan perbuatan itsar (mendahulukan
orang lain) atas diri sendiri ialah pengguguran hak (kepentingan)
pribadi yang paling berat, yaitu meninggalkan kepentingan diri sendiri
demi untuk kepentingan orang lain, yang didasarkan pada keyakinan
yang benar dan senantiasa tulus dalam bertawakkal kepada Allah, dan
menanggung kesulitan diri sendiri dalam rangka menolong saudaranya
yang seiman atas dasar cinta karena Allah; dan hal itu merupakan
manifestasi akhlak yang terpuji dan perbuatan yang mulai. Hal ini
merupakan perbuatan dan akhlak Rasulullah saw. yang diridhai .... "
Setelah mendasarkan argumentasinya dengan sejumlah hadis, al-
Syathibi menjelaskan: "Kesimpulannya bahwa perbuatan itsar
didasarkan pada pengorbanan kepentingan pribadi seseorang yang
bersifat pragmatis, sehingga ia bersedia menanggung kesulitan yang
menimpa dirinya disebabkan ia mendahulukan kepentingan orang lain,
tindakan ini tidak tercela selama tidak melanggar tujuan syariah
(maqashid al-syariah). Namun demikian, Jika tindakan terse but
melanggar tujuan syariah maka tidak dipandang sebagai pengguguran
hak atau kepentingan pribadi dan juga bukan perbuatan terpuji menurut
syariah.
Memperhatikan :
1. Permohonan fatwa dari MUKISI nomor: 084/MKS/VlI2015 tanggal 29
Juni 2015 ;
2. Rapat konsinyering DSN-MUI dengan MUKISI di Bogor pada tanggal
08 -10 Februari 2016 ;
3. Rapat koordinasi antara MUKISI, DSN-MUI, Komisi Fatwa MUI, dan
LPPOM MUI di Bogor pada tanggal 18 April 2016 ;
4. Rapat pembahasan fatwa antara MUKISI dan DSN MUI di Jakarta
pada tanggal 22 Agustus 2016 ;
5. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Sabtu, tanggal
01 Oktober 2016 di Bogor;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
FATWA TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN RUMAH
SAKIT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH.
Pertama Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
2. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerJukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
3. Pemasok Alat Kesehatan adalah pemasok instrumen, aparatus,
mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
4. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk man usia.
5. Pemasok Obat adalah entitas yang menyediakan atau memasok
obat.
6. Pelayanan Rumah sakit adalah pelayanan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
7. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah
Sakit.
8. Penanggungjawab pasien adalah keluarga pasien atau pihak lain
yang menyatakan kesanggupannya untuk bertanggungjawab secara
finansial terkait pengobatan pasisen. 9. Lalai adalah meninggalkan
perbuatan yang harusnya dilakukan (tafrith/taqshir), atau melakukan
perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan (ifrath/ta 'addi).
9. Akad ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran atau upah.
10. Akad Ijarah Muntahiyyah bit Tamlik adalah perjanj ian sewa
menyewa yang disertai dengan janji pemindahan hak milik atas bend a
yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
11. Akad Bai' (jual-beli) adalah pertukaran harta dengan harta yang
menjadi sebab berpindahnya kepemilikan obyekjual beli.
12. Akad Mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua
pihak, di mana pihak pertama (malik, shahibul mal) menyediakan
seluruh modal sedang pihak kedua bertindak selaku pengelola (amil,
mudharib), dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
nisbah yang disepakati.
13. Akad Musyarakah Mutanaqishah adalah akad musyarakah atau
syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak
(syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak
lainnya.
14. Akad wakalah bi al-ujrah adalah akad pemberian kuasa dengan
imbalan (ujrah).
15. Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah
mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap pasien.
16. Panduan Praktik Klinis (PPK) adalah istilah teknis sebagai
pengganti Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam Undang-
Undang Praktik Kedokteran.
17. Clinical Pathway (Alur Klinik) adalah alur yang menunjukkan detail
tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan, termasuk hasil yang
diharapkan.
Kedua Ketentuan Hukum
Penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan pnnsip syariah wajib
mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini.
Ketiga Ketentuan terkait Akad dan Personalia Hukum
1. Akad antara Rumah Sakit dengan Tenaga Kesehatan adalah akad
Ijarah atas jasa pelayanan kesehatan; Rumah Sakit sebagai pengguna
jasa (Musta 'jir), dan Tenaga Kesehatan sebagai pemberi jasa (Ajir),
2. Akad antara Rumah Sakit dengan Pasien adalah akad ijarah; Rumah
Sakit sebagai pemberi jasa (Ajir), dan Pasien sebagai pengguna jasa
(Musta 'jir), dalam upaya pengobatan penyakit yang dialami pasien.
3. Akad antara Rumah Sakit dengan Pemasok Alat Kesehatan dan
Pemasok Alat Laboratorium (selanjutnya disebut Pemasok) dapat
berupa:
a. Akad ijarah; Rumah Sakit sebagai penyewa (musta'jir), dan pemasok
sebagai pihak yang menyewakan (mu'jir);
b. Akad ijarah muntahiyah bi al-tamlik; akad sewa yang diakhiri dengan
pemindahan kepemilikan barang sewa dari mu 'jir kepada musta 'jir;
c. Akad bai '; Rumah Sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok
sebagai penjual (ba'i );
d. Akad mudharabah; Rumah Sakit sebagai pengelola (mudharib), dan
pemasok sebagai pemilik modal (shahib ai-mal); atau
e. Akad musyarakah mutanaqishah; rumah sakit dan pengelola
menyatukan modal usaha dan porsi kepemilikan modal pemasok
berkurang karena pemindahan kepemilikan modal kepada rumah sakit
secara bertahap.
4. Akad antara Rumah Sakit dengan Pemasok Obat dapat berupa:
a. Akad bai '; rumah sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok
obat sebagai penjual (ba'i'), baik secara tunai (naqdan), angsuran
(taqsith), maupun tangguh (ta Jil); atau
b. Akad wakalah bi al-ujrah; Rumah Sakit sebagai wakil, dan pemasok
obat sebagai pemberi kuasa (muwakkil) untuk menjual obat kepada
pasien.
Keempat Ketentuan terkait Akad
1. Dalam hal para pihak menggunakan akad ijarah, maka berlaku
ketentuan dan syarat akad ijarah yang terdapat dalam fatwa DSN-MUl
Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
2. Dalam hal para pihak menggunakan akad jual-beli, maka berlaku
ketentuan dan syarat akad jual-beli yang terdapat dalam fatwa DSN-
MUI Nomor 04/DSN-MUIIIV/2000 tentang Murabahah.
3. Dalam hal para pihak menggunakan akad al-Ijarah Muntahiyyah bi
al-Tamlik, maka berlaku ketentuan dan syarat akad Ijarah Muntahiyyah
bi al-Tamlik yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 27IDSN-
MUIIIII12002 tentang al-ljarah al-Muntahiyyah bi al-Tamlik.
4. Dalam hal para pihak menggunakan akad Musyarakah
Mutanaqishah, maka berlaku ketentuan dan syarat akad Musyarakah
Mutanaqishah yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-
MUIIXII2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah.
5. Dalam hal para pihak menggunakan akad mudharabah, maka
berlaku ketentuan dan syarat akad mudharabah yang terdapat dalam
fatwa DSN-MUI Nomor 07/DSN-MUIIIV/2000 tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh).
6. Dalam hal para pihak menggunakan akad Wakalah bi al-Ujrah, maka
berlaku ketentuan dan syarat akad Wakalah bi al-Ujrah yang terdapat
dalam substansi fatwa DSN-MUI Nomor IO/DSN-MUI/IV12000 tentang
Wakalah, dan fatwa DSN-MUI Nomor 52/DSN-MUTlIII12006 tentang
Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.
Kelima Ketentuan terkait Pelayanan
1. Rumah Sakit dan semua pihak yang bekepentingan (stakeholders)
wajib memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan
sebaik-baiknya.
2. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan yang sesuai dengan
Panduan Praktik Klinis (PPK), clinical pathway dan atau standar
pelayanan yang berlaku.
3. Rumah Sakit wajib mengedepankan aspek kemanusiaan dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien, tanpa memandang ras, suku, dan agama.
4. Rumah Sakit wajib berkornitmen untuk selalu bersikap amanah,
santun dan ramah, serta senantiasa berusaha untuk memberikan
pelayanan yang transparan dan berkualitas.
5. Rumah sakit wajib mengedepankan aspek keadilan, dan kewajaran
dalam membuat perhitungan biaya yang akan dibebankan kepada
pasien.
6. Rumah Sakit waj ib memberikan pelayanan dan konsultasi spiritual
keagamaan yang sesuai kebutuhan untuk kesembuhan pasien.
7. Pasien dan Penanggung Jawab pasien wajib mematuhi semua
peraturan dan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit.
8. Rumah Sakit, pasien dan penanggung jawab pasien wajib
mewujudkan akhlak karimah.
9. Rumah Sakit wajib menghindarkan diri dari perbuatan maksiat,
risywah, zhulm dan hal-hal yang bertentangan dengan syariah.
10. Rumah Sakit waj ib memiliki Dewan Pengawas Syariah.
11. Rumah Sakit wajib mengikuti dan merujuk fatwa Majelis Ulama
Indonesia terkait dengan masalah hukum Islam kontemporer bidang
kedokteran (al-masa'il al-fiqhiyah al-waqi 'iyah al-thibbiyah).
12. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait tatacara ibadah yang
wajib dilakukan pasien muslim (antara lain terkait ketentuan tata cara
bersuci dan shalat bagi yang sakit).
13. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait standar kebersihan
Rumah Sakit.
Keenam Ketentuan terkait Penggunaan Obat-obatan, Makanan,
Minuman, Kosmetika, dan Barang Gunaan
1. Rumah Sakit wajib menggunakan obat-obatan, makanan, minuman,
kosmetika, dan barang gunaan halal yang telah mendapat sertifikat
Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI);
2. Apabila obat yang digunakan belum mendapat sertifikat Halal dari
MUl, maka boleh menggunakan obat yang tidak mengandung unsur
yang haram;
3. Dalam kondisi terpaksa (dharurat), penggunaan obat yang
mengandung unsur yang haram wajib melakukan prosedur informed
consent.
Ketujuh Ketentuan terkait Penempatan, Penggunaan dan
Pengembangan Dana Rumah Sakit
1. Rumah Sakit wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah
dalam upaya penyelenggaraan rumah sakit, baik bank, asuransi,
lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun;
2. Rumah Sakit wajib mengelola portofolio dana dan jenis-jenis asset
lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah;
3. Rumah Sakit tidak boleh mengembangkan dana pada kegiatan
usaha dan/atau transaksi keuangan yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip syariah. .
4. Rumah Sakit wajib memiliki panduan pengelolaan dana zakat, infaq,
sedekah, dan wakaf.
Kedelapan Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 29 Dzulhijjah 1436 H
1 Oktober 2016 M
DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA

10. Apa saja tugas dan wewenang dari DSN-MUI?

Tugas
1) Menetapkan fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa LKS, LBS, dan LPS lainnya;
2) Mengawasi penerapan fatwa melalui DPS di LKS, LBS, dan LPS lainnya;
3) Membuat Pedoman Implementasi Fatwa untuk lebih menjabarkan fatwa tertentu agar
tidak menimbulkan multi penafsiran pada saat diimplementasikan di LKS, LBS, dan LPS
lainnya;
4) Mengeluarkan Surat Edaran (Ta’limat) kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya;
5) Memberikan rekomendasi calon anggota dan/atau mencabut rekomendasi anggota DPS
pada LKS, LBS, dan LPS lainnya;
6) Memberikan Rekomendasi Calon ASPM dan/atau mencabut Rekomendasi ASPM;
7) Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atau Keselarasan Syariah bagi produk dan
ketentuan yang diterbitkan oleh Otoritas terkait;
8) Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa di
LKS, LBS, dan LPS lainnya;
9) Menerbitkan Sertifikat Kesesuaian Syariah bagi LBS dan LPS lainnya yang memerlukan;
10) Menyelenggarakan Program Sertifikasi Keahlian Syariah bagi LKS, LBS, dan LPS lainnya;
11) Melakukan sosialisasi dan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan, bisnis,
dan ekonomi syariah; dan
12) Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian
pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
Wewenang
1) Memberikan peringatan kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang diterbitkan oleh DSN-MUI;
2) Merekomendasikan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila
peringatan tidak diindahkan;
3) Membekukan dan/atau membatalkan sertifikat Syariah bagi LKS, LBS, dan LPS lainnya
yang melakukan pelanggaran;
4) Menyetujui atau menolak permohonan LKS, LBS, dan LPS lainnya mengenai usul
penggantian dan/atau pemberhentian DPS pada lembaga yang bersangkutan;
5) Merekomendasikan kepada pihak terkait untuk menumbuhkembangkan usaha bidang
keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah; dan
6) Menjalin kemitraan dan kerjasama dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar
negeri untuk menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan ekonomi
syariah
2021 Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia

11. Apa tugas dan wewenang MUKISI dalam sertifikasi RS Syariah?


Majelis Syuro Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia atau
disingkat MUKISI adalah organisasi non profit yang bersifat bebas.
Organisasi ini menghimpun para penyelenggara kesehatan Islam dari
seluruh Indonesia, dan dijiwai dengan semangat dalam mewujudkan
upaya kesehatan yang professional, bermutu, dan Islami dan memiliki
tiga falsafah utama yaitu, Bekerja sebagai Ibadah, Ihsan dalam
Pelayanan, dan Berlomba dalam Kebaikan.

tujuan dari didirikannya MUKISI ini adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan upaya


kesehatan yang professional dan Islami
2. Membina, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia
3. Ikut berperan serta dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam system kesehatan nasional melalui pelaksanaan
fungsi-fungsi penghubung, sumber, dan distribusi informasi kesehatan,
penggerak sumber daya, koordinasi, serta mewakili lembaga upaya
kesehatan Islam dalam forum nasional dan internasional

Tujuan-tujuan tersebut terwujud dalam bentuk Sertifikasi Rumah Sakit Syariah


di Indonesia yang juga sudah disetujui oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
MUKISI telah berperan sebagai penggagas adanya Rumah Sakit Syariah di
Indonesia. Menanamkan nilai-nilai dan kultur syariah Islam dalam rumah sakit.
Karena, hal ini didasarkan kepada kesadaran umat Islam untuk mencari
pengobatan di rumah sakit yang Islami semakin meningkat.

Mukisi.com
12. Apa saja penilaian dari DSN-MUI untuk rumah sakit syariah?

standar dalam sertifikasi ini dibagi ke dalam 5 bab besar yang dibagi dengan bobot standard
dan elemen penilaian yang berbeda. 5 bab besar yang dimaksud meliputi :
Hifz Al – Din (32 standar dan 108 elemen penilaian)
Hifz Al – Nafs (6 standar dan 17 elemen penilaian)
Hifz Al – Aql (6 standar dan 18 elemen penilaian)
Hifz Al – Nasl (2 standar dan 7 elemen penilaian)
Hifz Al – Maal (4 standar dan 11 elemen penilaian)
Kemudian, dalam masing-masing bab tersebut dibagi ke dalam dua kelompok standar yaitu,
pada aspek manajemen dan kelompok standard pada aspek pelayanan. Dalam aspek kelompok
manajemen meliputi penilaian tentang :
 Standar Syariah Manajemen Organisasi berisi tentang tanggung jawab dan
akuntabilitas pemilik rumah sakit dalam pengelolaan rumah sakit seperti ijin
operasional, struktur organisasi yang memuat Dewan Pengawas Syariah dan lain-lain.
 Standar Syariah Modal Insani berisi tentang tata kelola sumber daya manusia.
 Standar Syariah Manajemen Pemasaran berisi tentang tata kelola pemasaran rumah
sakit.
 Standar Syariah Manajemen Akuntansi dan Keuangan berisi tentang tata kelola
keuangan dan akuntansi rumah sakit berbasis syariah.
 Standar Syariah Manajemen Fasilitas berisi tentang penyediaan fasilitas rumah sakit
menerapkan standarisasi fasilitas sesuai kaidah syariah.
 Standar Syariah Manajemen Mutu berisi tentang kebijakan dan pedoman mutu tentang
pemeliharaan akidah, akhlaq dan muamalah melalui aktivitas keagamaan.
Sedangkan, dalam kelompok standar pelayanan meliputi tentang :
 Standar Syariah Akses Pelayanan dan Kontinuitas meliputi proses penerimaan,
bimbingan, dan pemulangan pasien.
 Standar Syariah Asesmen Pasien meliputi asesmen awal secara komprehensif terhadap
kondisi medis-spiritual pasien.
 Standar Syariah Pelayanan Pasien meliputi pelayanan psikospiritual untuk berbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan.
 Standar Syariah Pelayanan Obat meliputi penerapan konsep obat esensial di rumah
sakit yang berisi daftar obat, stok obat yang terpilih dan terapi yang digunakan tidak
mengandung unsur yang diharamkan.
 Standar Syariah Pelayanan dan Bimbingan Kerohanian meliputi pelayanan
pendampingan kerohanian bagi seluruh pasien beragama Islam dan pasien yang
memiliki permintaan khusus.
 Standar Syariah Pendidikan Pasien dan Keluarga meliputi kewajiban rumah sakit untuk
melakukan pendidikan kepada pasien rawat inap mengenai pelayanan spiritual yang
diterima selama perawatan.
 Standar Syariah Pencegahan dan Pengendalian Infeksi meliputi kewajiban rumah sakit
memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi.
Dengan standar-standar tersebut yang didasarkan pada hukum-hukum syariah dan sudah
ditinjau oleh pakarnya, tentu poin-poin tersebut dapat menjadi acuan Rumah Sakit yang ingin
melakukan sertifikasi. Dengan sertifikasi ini menjadi bukti bahwa ghirah umat Islam memang
sangat besar untuk mencari pengobatan Islami.

Majelis Upaya Kesahatan Islam Seluruh Indonesia, 2019 via website pusat MUKISI

FATWA TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT BERDASARKAN


PRINSIP SYARIAH.
Pertama Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerJukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
3. Pemasok Alat Kesehatan adalah pemasok instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi tubuh.
4. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk man
usia.
5. Pemasok Obat adalah entitas yang menyediakan atau memasok obat.
6. Pelayanan Rumah sakit adalah pelayanan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
7. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.
8. Penanggungjawab pasien adalah keluarga pasien atau pihak lain yang menyatakan kesanggupannya
untuk bertanggungjawab secara finansial terkait pengobatan pasisen. 9. Lalai adalah meninggalkan
perbuatan yang harusnya dilakukan (tafrith/taqshir), atau melakukan perbuatan yang seharusnya tidak
dilakukan (ifrath/ta 'addi).
9. Akad ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu dengan pembayaran atau upah.
10. Akad Ijarah Muntahiyyah bit Tamlik adalah perjanj ian sewa menyewa yang disertai dengan janji
pemindahan hak milik atas bend a yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
11. Akad Bai' (jual-beli) adalah pertukaran harta dengan harta yang menjadi sebab berpindahnya
kepemilikan obyekjual beli.
12. Akad Mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama
(malik, shahibul mal) menyediakan seluruh modal sedang pihak kedua bertindak selaku pengelola
(amil, mudharib), dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati.
13. Akad Musyarakah Mutanaqishah adalah akad musyarakah atau syirkah yang kepemilikan aset
(barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh
pihak lainnya.
14. Akad wakalah bi al-ujrah adalah akad pemberian kuasa dengan imbalan (ujrah).
15. Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap pasien.
16. Panduan Praktik Klinis (PPK) adalah istilah teknis sebagai pengganti Standar Prosedur
Operasional (SPO) dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran.
17. Clinical Pathway (Alur Klinik) adalah alur yang menunjukkan detail tahap-tahap penting dari
pelayanan kesehatan, termasuk hasil yang diharapkan.
Kedua Ketentuan Hukum
Penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan pnnsip syariah wajib mengikuti ketentuan yang terdapat
dalam fatwa ini.
Ketiga Ketentuan terkait Akad dan Personalia Hukum
1. Akad antara Rumah Sakit dengan Tenaga Kesehatan adalah akad Ijarah atas jasa pelayanan
kesehatan; Rumah Sakit sebagai pengguna jasa (Musta 'jir), dan Tenaga Kesehatan sebagai pemberi
jasa (Ajir),
2. Akad antara Rumah Sakit dengan Pasien adalah akad ijarah; Rumah Sakit sebagai pemberi jasa
(Ajir), dan Pasien sebagai pengguna jasa (Musta 'jir), dalam upaya pengobatan penyakit yang dialami
pasien.
3. Akad antara Rumah Sakit dengan Pemasok Alat Kesehatan dan Pemasok Alat Laboratorium
(selanjutnya disebut Pemasok) dapat berupa:
a. Akad ijarah; Rumah Sakit sebagai penyewa (musta'jir), dan pemasok sebagai pihak yang
menyewakan (mu'jir);
b. Akad ijarah muntahiyah bi al-tamlik; akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan
barang sewa dari mu 'jir kepada musta 'jir;
c. Akad bai '; Rumah Sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok sebagai penjual (ba'i );
d. Akad mudharabah; Rumah Sakit sebagai pengelola (mudharib), dan pemasok sebagai pemilik
modal (shahib ai-mal); atau
e. Akad musyarakah mutanaqishah; rumah sakit dan pengelola menyatukan modal usaha dan porsi
kepemilikan modal pemasok berkurang karena pemindahan kepemilikan modal kepada rumah sakit
secara bertahap.
4. Akad antara Rumah Sakit dengan Pemasok Obat dapat berupa:
a. Akad bai '; rumah sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok obat sebagai penjual (ba'i'), baik
secara tunai (naqdan), angsuran (taqsith), maupun tangguh (ta Jil); atau
b. Akad wakalah bi al-ujrah; Rumah Sakit sebagai wakil, dan pemasok obat sebagai pemberi kuasa
(muwakkil) untuk menjual obat kepada pasien.
Keempat Ketentuan terkait Akad
1. Dalam hal para pihak menggunakan akad ijarah, maka berlaku ketentuan dan syarat akad ijarah
yang terdapat dalam fatwa DSN-MUl Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
2. Dalam hal para pihak menggunakan akad jual-beli, maka berlaku ketentuan dan syarat akad jual-
beli yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUIIIV/2000 tentang Murabahah.
3. Dalam hal para pihak menggunakan akad al-Ijarah Muntahiyyah bi al-Tamlik, maka berlaku
ketentuan dan syarat akad Ijarah Muntahiyyah bi al-Tamlik yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI
Nomor 27IDSN-MUIIIII12002 tentang al-ljarah al-Muntahiyyah bi al-Tamlik.
4. Dalam hal para pihak menggunakan akad Musyarakah Mutanaqishah, maka berlaku ketentuan dan
syarat akad Musyarakah Mutanaqishah yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-
MUIIXII2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah.
5. Dalam hal para pihak menggunakan akad mudharabah, maka berlaku ketentuan dan syarat akad
mudharabah yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 07/DSN-MUIIIV/2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
6. Dalam hal para pihak menggunakan akad Wakalah bi al-Ujrah, maka berlaku ketentuan dan syarat
akad Wakalah bi al-Ujrah yang terdapat dalam substansi fatwa DSN-MUI Nomor IO/DSN-
MUI/IV12000 tentang Wakalah, dan fatwa DSN-MUI Nomor 52/DSN-MUTlIII12006 tentang Akad
Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.
Kelima Ketentuan terkait Pelayanan
1. Rumah Sakit dan semua pihak yang bekepentingan (stakeholders) wajib memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak dengan sebaik-baiknya.
2. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan yang sesuai dengan Panduan Praktik Klinis (PPK),
clinical pathway dan atau standar pelayanan yang berlaku.
3. Rumah Sakit wajib mengedepankan aspek kemanusiaan dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien, tanpa memandang ras, suku, dan agama.
4. Rumah Sakit wajib berkornitmen untuk selalu bersikap amanah, santun dan ramah, serta senantiasa
berusaha untuk memberikan pelayanan yang transparan dan berkualitas.
5. Rumah sakit wajib mengedepankan aspek keadilan, dan kewajaran dalam membuat perhitungan
biaya yang akan dibebankan kepada pasien.
6. Rumah Sakit waj ib memberikan pelayanan dan konsultasi spiritual keagamaan yang sesuai
kebutuhan untuk kesembuhan pasien.
7. Pasien dan Penanggung Jawab pasien wajib mematuhi semua peraturan dan prosedur yang berlaku
di Rumah Sakit.
8. Rumah Sakit, pasien dan penanggung jawab pasien wajib mewujudkan akhlak karimah.
9. Rumah Sakit wajib menghindarkan diri dari perbuatan maksiat, risywah, zhulm dan hal-hal yang
bertentangan dengan syariah.
10. Rumah Sakit waj ib memiliki Dewan Pengawas Syariah.
11. Rumah Sakit wajib mengikuti dan merujuk fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait dengan
masalah hukum Islam kontemporer bidang kedokteran (al-masa'il al-fiqhiyah al-waqi 'iyah al-
thibbiyah).
12. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait tatacara ibadah yang wajib dilakukan pasien muslim
(antara lain terkait ketentuan tata cara bersuci dan shalat bagi yang sakit).
13. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait standar kebersihan Rumah Sakit.
Keenam Ketentuan terkait Penggunaan Obat-obatan, Makanan, Minuman, Kosmetika, dan
Barang Gunaan
1. Rumah Sakit wajib menggunakan obat-obatan, makanan, minuman, kosmetika, dan barang gunaan
halal yang telah mendapat sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI);
2. Apabila obat yang digunakan belum mendapat sertifikat Halal dari MUl, maka boleh menggunakan
obat yang tidak mengandung unsur yang haram;
3. Dalam kondisi terpaksa (dharurat), penggunaan obat yang mengandung unsur yang haram wajib
melakukan prosedur informed consent.
Ketujuh Ketentuan terkait Penempatan, Penggunaan dan Pengembangan Dana Rumah Sakit
1. Rumah Sakit wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalam upaya penyelenggaraan
rumah sakit, baik bank, asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun;
2. Rumah Sakit wajib mengelola portofolio dana dan jenis-jenis asset lainnya sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah;
3. Rumah Sakit tidak boleh mengembangkan dana pada kegiatan usaha dan/atau transaksi keuangan
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. .
4. Rumah Sakit wajib memiliki panduan pengelolaan dana zakat, infaq, sedekah, dan wakaf.
Kedelapan Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 29 Dzulhijjah 1436 H
1 Oktober 2016 M
DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA

13. Bagaimana penerapan atau aplikasi akad ijarah, mudharabah, murabahah pada rs Syariah?

Akad adlh perjanjain tertulis yg memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan)

Standar Syariah Manajamen Akutansi dan keuangan (SSMAK)


Mencakup tata Kelola akutansi dan keuangan, perencanaan anggara, pentarifan,
pelaporan, pengelolaan pasien tdk mapu dan pengelolaan zakat, infaq , sodaqoh
serta wakaf & hibah

14. Bagaimana tahapan sertifikasi untuk menjadi RS Syariah?

Proses sertifikasi Rumah Sakit (RS) Syariah cukup mudah dan tidak lama.
Sebuah RS dapat memperoleh sertifikat syariah hanya dalam waktu kurang
lebih satu bulan.

Langkah awal untuk memulai proses tersebut adalah mengajukan


pendampingan sertifikasi Syariah yang akan didampingi oleh pihak
Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI).
Pengajuan pendampingan dapat dilakukan dengan mengirim surat pengajuan
pendampingan yang ditujukan untuk Mukisi. RS yang ingin mendaftarkan
pengajuan pendampingan dapat melalui website mukisi.com atau menghubungi
sekretariat Mukisi, apabila ingin mengadakan tanya jawab terlebih dahulu.

Selain itu, RS juga dianjurkan mendaftar anggota Mukisi terlebih dahulu


sebelum mengajukan pendampingan. Hal ini ditujukan agar rumah sakit
tersebut dapat mengikuti perkembangan terbaru tentang standar RS Syariah.

RS yang ingin tersertifikasi syariah juga harus terakreditasi oleh KARS


(Komite Akreditasi Rumah Sakit). Bukti akreditasi tersebut dilampirkan
ketika mendaftarkan pengajuan pendampingan. Karena dalam kenyataannya,
masih terdapat beberapa RS yang belum mendapat akreditasi dari KARS, meski
telah mengantongi izin mendirikan rumah sakit.

setelah pengajuan pendampingan, RS akan menjalani tahapan


prasurvei yang masih dilakukan oleh pihak Mukisi kemudian setelah itu
baru tahapan survei atau penilaian dari Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN MUI)

Mukisi hanya mengeluarkan panduan terkait 173 elemen yang


mengarahkan pada RS Syariah dan dapat digunakan bagi RS yang
membutuhkan.

RS dapat menggunakan panduannya, terutama bagian Din karena 173


elemen tersebut berdasar pada Maqasid Syariah. Jika hendak
melangkah ke tahap selanjutnya, RS tersebut dapat mengajukan
sertifikasi kepada DSN. 
Untuk lebih dikenal oleh masyarakat, RS Syariah memerlukan edukasi agar
tidak menimbulkan kesalahpahaman. Karena saat ini, pengetahuan masyarakat
tentang RS Syariah masih terbilang minim.

Anda mungkin juga menyukai