Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ZAKAT DAN SEGALA PERMASALAHANYA DI INDONESIA

‘ ’ ’’Disusun Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan


Mata Kuliah Manajemen ZISWAF”

Dosen Pengampu :
Nurul Fitri Habibah., ME

Disusun Oleh:
1. Ade Aisyah (142216001)
2. Akhmad Nurrizqianto (142216004)
3. Rizal Prambudi

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA
(IBN) TEGAL
Tahun Akademik 2018/2019
No. 09, Jl. Jeruk, Procot, Slawi, Tegal, Jawa Tengah 52411
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala, Tuhan Semesta Alam. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, serta para pengikutnya hingga akhir zaman nanti. Atas kehendak-Nyalah
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Zakat Dan Segala
Permasalahanya di Indonesia
Kami pun menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekeliruannya. Oleh karena itu, apabila ada kesalahan kami mohon
saran dan kritiknya baik dari mahasiswa maupun dosen supaya kami dapat
menyempurnakan makalah kami dengan lebih maksimal.
Demikian Makalah ini dibuat sebagaimana untuk pelengkap tugas makalah
mata kuliah Manajemen ZISWAF. Jika ada kesalahan, kekhilafan, dan
ketersimpangan mohon di bukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.

Slawi, 20 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Zakat 5
B. Permasalahan Zakat di Indonesia 7
C. Solusi dan Upaya Pemecahan masalah 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 21

DAFTAR PUSTAKA 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Persoalan Zakat adalah sesuatu yang tidak pernah habis dibicarakan,
wacana tersebut terus bergulir mengikuti peradaban Islam. Di Indonesia
Persoalan yang muncul atas zakat sekarang : Pertama, Peran zakat sebagai
salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan oleh umat Islam yang mampu
(muzakki) hanya menjadi kesadaran personal. Membayar zakat merupakan
kebajikan individual dan sangat sufistik sehingga lebih mementingkan
dimensi keakhiratan.
Pemahaman masyarakat tentang zakat, akhirnya zakat di berikan tanpa
melihat sisi kemanfaatan ke depan bagi yang berhak menerimanya
(Mustahiq). Namun akhir-akhir ini kesadaran di kalangan umat Islam
menengah atas lainnya makin membaik. Selain membayar pajak mereka juga
membayar zakat. Kedua, meningkatnya kesadaran umat Islam dalam
membayar zakat tidak disertai dengan pengumpulan dan penyaluran yang
terencana secara komprehensif. Bagaimana zakat yang punya peran sangat
penting dalam menentukan ekonomi umat bisa dapat terkelola dengan baik
dan professional-produktif. Pengelolaan yang tidak baik dan profesional
menjadikan zakat tidak produktif dalam ikut andil mengembangkan ekonomi
umat. Kita dulu punya BAZIS (Badan Amil Zakat dan Shodaqah) yang semi-
pemerintah, sekarang kita punya Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ) yang dibina oleh pemerintah atas keinginan masyarakat.
Hanya saja, system kelembagaan zakat tidak sama dengan lembaga pajak
yang sudah dinilai kuat, tampaknya BAZIS/ BAZ/ LAZ masih terkesan lemah
dan tidak mudah menetapkan target. Ditambah lagi dengan persoalan amanah
yang kurang dimiliki oleh penyelenggara zakat. Sebenarnya, ada tiga kata

4
kunci yang harus dipegang oleh organisasi pengelola zakat agar menjadi good
organization governance, yaitu Amanah, Professional dan Transparan. Ketiga,
sisi pendukung Legal-formal kita kurang proaktif dalam melihat potensi zakat
yang sekaligus sebagai aplikasi dari ketaatan kepada agama bagi umat Islam.
Potensi zakat secara finansial dalam setahun di Indonesia bisa terkumpul
mencapai 2 trilliun rupiah. Jumlah itu baru yang bisa di hitung dari jumlah
orang kaya (muzakki) yang terdeteksi. Tapi kenyataannya, pengumpulan
zakat, masih dibawah standar rasio rata-rata jumlah umat Islam yang kena
kewajiban zakat (muzakki). Semestinya sebagai negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, negara proaktif dalam menyikapi kebutuhan
umat, dimana ajaran Islam yang asasi seperti zakat menjadi tulang punggung
perekonomian umat dengan melahirkan Undang-undang zakat dari sejak
kemerdekaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep zakat menurut islam?
2. Apa saja permasalahan zakat di Indonesia?
3. Bagaimana solusi menangani permasalahan zakat di Indonesia?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Zakat
Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh umat
Muslim untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerima,
seperti fakir miskin dan semacamnya, sesuai dengan yang
ditetapkan oleh syariah. Zakat termasuk rukun Islam ke-4 dan
menjadi salah satu unsur paling penting dalam menegakkan syariat
Islam.
Oleh karena itu, hukum zakat adalah wajib bagi setiap Muslim
yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat juga merupakan
bentuk ibadah seperti shalat, puasa, dan lainnya dan telah diatur
dengan rinci berdasarkan Al-Quran dan Sunnah
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar dari
zaka yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji. Beberapa ayat
Al-qur’an tentang zakat ada di Q.s Al-Bayyinah ayat 5.1

Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya


menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus.
Dari ayat yang menjelaskan tentang zakat tersebut maka dapat
ditarik kesimpulan. Pertama, zakat adalah predikat untuk jenis
barang tertentu yang harus dikeluarkan umat sesuai dengan

1
Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam. Jakarta : Pernadamedia Group, thn 2015 hlm 293

6
ketentuan yang ada dalam syariat islam. Kedua, zakat adalah
konsekuensi logis dalam konsep harta milik dalam ajaran islam
yang fundamental yakni berupa, haqullah harta milik Allah yang
dititipkan kepada manusia dalam rangka pemerataan kekayaan.
Ketiga, zakat adalah ibadah yang tidak hanya berkaitan dengan
dimensi ketuhanan, tapi juga merupakan bagian ibadah dari islam
yang mencangkup dimensi sosial-kemanusiaan.2

B. Permasalahan Zakat di Indonesia


Makin hari makin besar harapan umat Islam di Indonesia agar
pelaksanaan pemungutan zakat dapat dilakukan dengan sebaik-
baiknya. Harapan ini dalam berbagai kesempatan oleh para
pemimipin Islam, baik yang mempunyai kedudukan formal
maupun informal.3 Berbagai usaha telah dilakukan untuk
mewujudkannya, baik oleh badan-badan resmi seperti Departemen
Agama, Pemerintah Daerah maupun oleh organisasi-organisasi
Islam swasta.
Yang mendorong masyarakat Islam melaksanakan pemungutan
zakat di tanah air/di Indonesia:
1. Keinginan umat Islam di Indonesia untuk
menyempurnakan pelaksanaan ajaran agama. Setelah
mendirikan shalat, berpuasa selama bulan ramadhan dan
bahkan menunaikan ibadah haji ke Mekkah, umat Islam
semakin menyadari perlunya penunaian zakat sebagai
kewajiban agama. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

2
Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam. Jakarta : Pernadamedia Group, thn 2015 hlm 294
3
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat. Jakarta: Pustaka Rizki. Thn 1982, hlm 9

7
2. Kesadaran yang semakin meningkat di kalangan umat
Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan sebaik-
baiknya, akan dapat memecahkan berbagai masalah social
di Indonesia, seperti pemeliharaan anak-anak terlantar,
yatim piatu, penyelenggaraan pendidikan, dan lain-lain
3. Di dalam sejarah Islam, lembaga zakat ini telah mampu
antara lain
 Melindungi manusia dari kehinaan dan kemelaratan
 Menumbuhkan solidaritas social antara sesama
antara anggotaa masyarakat.
 Mempermudah pelaksanaan tugas-tugas
kemasyarakatan yang berhubungan dengan
kepentingan umum
 Mencegah akumulasi kekayaan pada golongan atau
beberapa golongan orang tertentu.
Usaha-usah untuk mewujudkan pengembangan dan
pengelolaan zakat di Indonesia ini makin lama makin tumbuh
dan berkembang. Selain dari dilakukan oleh masyarakat
sendiri, juga didorong pengembangannya oleh Pemerintah
Daerah.

Dibalik pesatnya kemajuan dunia perzakatan di


Indonesia, masih terdapat banyak persoalan yang perlu
diselesaikan diantaranya; kesenjangan potensi, potensi yang
sangat besar ini seharusnya sudah bisa diatasi apabila semua
pihak sadar akan pentingnya zakat sebagai penopang program
pemerintah yang belom bisa mengentaskan kemiskinan di
Indonesi. Adapun potensi yang ada adalah Rp.368 Terliun
pertahun, dan penghimpunan zakat, yang belom maksimal ini
terkait dengan adanya problem dalam ruang lingkup OPZ yang

8
paling mendasar adalah bagaimana manajemen yang
diimplimentasikan belum dapat terarah secara sistematis, dan
masyarakat sebagai Muzakki dan Mustahik.4
Masalah kredibilitas lembaga, masalah SDM (Sumber
Daya Manusia) Amil, masalah regulasi zakat, masalah peran
antar BAZ (Lembaga Amil Zakat) dengan LAZ (Lembaga
Amil Zakat) dan masalah efektivitas serta efisiensi program
pemberdayaan zakat. 5menguraikan bahwa problematika zakat
dapat klasifikasi menjadi tiga jenis berdasarkan sumber
kelembagaannya: regulator, Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
dan masyarakat sebagai muzakki dan mustahiq.

Dibalik pesatnya kemajuan dunia perzakatan di Indonesia,


masih terdapat banyak persoalan yang perlu diselesaikan
diantaranya; kesenjangan potensi, potensi yang sangat besar ini
seharusnya sudah bisa diatasi apabila semua pihak sadar akan
pentingnya zakat sebagai penopang program pemerintah yang
belom bisa mengentaskan kemiskinan di Indonesi. Adapun
potensi yang ada adalah Rp.368 Terliun pertahun, dan
penghimpunan zakat, yang belom maksimal ini terkait dengan
adanya problem dalam ruang lingkup OPZ yang paling
mendasar adalah bagaimana manajemen yang
diimplimentasikan belum dapat terarah secara sistematis, dan
masyarakat sebagai Muzakki dan Mustahik.
Masih lemahnya perhatian masyarakat terhadap zakat
tentu akan menjadi masalah karna terkait dengan zakat sudah
barang tentu wajib ditunaikan masayarakat yang sudah
mencapai Nisab, masyarakat sebagai mustahik juga masih

4
https://www.kompasiana.com/nursyaadi/problematika-dalam-pengelolaan-zakat/
5
Nurul Huda, Zakat Prespektif Mikro – Makro. Jakarta : Pernadamedia Group. Thn 2015.hlm 4

9
banyak permasalahn yang harus di edukasi secara meluas
karena perilaku masyarakat terkait dengan sifat yang sangat
konsumtif masih mengiringi aktifitas kehidupan sehari-hari.
Masalah kredibilitas lembaga, masalah SDM (Sumber
Daya Manusia) Amil, masalah regulasi zakat, masalah peran
antar BAZ (Lembaga Amil Zakat) dengan LAZ (Lembaga
Amil Zakat) dan masalah efektivitas serta efisiensi program
pemberdayaan zakat. Nurul Huda dkk dalam bukunya "Zakat
persepktif mikro-makro (Pendekatan Riset)" menguraikan
bahwa problematika zakat dapat klasifikasi menjadi tiga jenis
berdasarkan sumber kelembagaannya: regulator, Organisasi
Pengelola Zakat (OPZ) dan masyarakat sebagai muzakki dan
mustahiq.
Terkait dengan permasalahan yang ada memang perlu
adanya sinergi secara terus menerus baik pihak pemerintah
yang memiliki hak untuk membuat regulator, BAZ dan LAZ
sebagai pihak yang secara langsung terjun kelapangan untuk
menghimpun dan mendistribusikan dana zakat selain itu harus
ada peran masyarakat baik itu Muzakki ataupun masyarakat
yang sifatnya sebagai mustahik.
Walaupun dorongan untuk merealisasikan zakat itu
cukup besar, namun masih terdapat masalah-masalah tertentu
yang menjadi hambatan pelaksanaanya. Di antaranya adalah :
1. Pemahaman Zakat
Yang dimaksud dengan pemahaman di sini adalah
pengertian umat Islam tentang lembaga zakat itu. Pengertian
mereka sangat terbatas kalau dibandingkan dengan pengertian
mereka tentang shalat dan puasa. Hal ini disebabkan karena
pendidikan keagamaan Islam di masa yang lampau kurang

10
menjelaskan pengertian dan masalah zakat. Akibatnya karena
kurang paham, umat Islam kurang pula melaksanakannya.6
2. Konsepsi Fiqih Zakat
Yang dimaksud dengan konsepsi fikih zakat adalah konsep
pengertian dan pemahaman mengenai zakat hasil ijtihad
manusia. Di dalam al-Quran hanya disebutkan pokok-
pokoknya saja yang kemudian dijelaskan oleh sunnah Nabi
Muhammad. Penjabarannya, yang tercantum dalam kitab-kitab
fikih lama, namun tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.
Fikih zakat yang ada yang diajarkan pada lembaga-lembaga
pendidikan Islam di Indonesia hampir seluruhnya hasil
perumusan para ahli beberapa abad yang lalu, yang
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masa itu. Perumusan
tersebut banyak yang tidak tepat lagi untuk dipergunakan
mengatur zakat dalam masyarakat modern sekarang.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sekarang mempunyai
sektor-sektor industri, pelayanan jasa. Dalam fikih zakat yang
ada sekarang yang wajib dizakati hanya emas, perak, barang-
barang niaga, makanan yang mengenyangkan, binatang
peliharaan seperti unta, sapi, domba, dan sebagainya. Disebut
juga barang-barang tambang dan temuan, tetapi hanya terbatas
pada emas dan perak saja. 7Selain dari itu tidak disebutkan lagi.
Yang demikian, memang sesuai dengan perkembangan
masyarakat Islam di masa yang lalu, tetapi tidak cocok lagi
dengan keadaaan sekarang.
3. Pembenturan Kepentingan
Yang dimaksud dengan pembenturan kepentingan adalah
pembenturan kepentingan organisasi-organisasi atau lembaga-

6
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat. Jakarta: Pustaka Rizki. Thn 1982, hlm 9
7
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat. Jakarta: Pustaka Rizki. Thn 1982, hlm 15

11
lembaga sosial Islam yang memungut zakat selama ini,
misalnya BAZIS atau BAZ sebagai lembaga atau organisasi
amil zakat baru. Kalau pengumpulan zakat dilakukan secara
terkoordinasi dalam badan-badan baru itu, lembaga yang lama
merasa khawatir kepentingannya akan terganggu.
Sesungguhnya kekhawatiran ini tidak perlu ada asal saja semua
dilaksanakan dengan tertib dan berencana, baik mengenai
pengumpulan maupun tentang pendayagunaanya.8
4. Hambatan Politis
Terdapat pula hambatan politis dalam penyelenggaraan
pengumpulan zakat ini, sebab di dalam masyarakat masih
terdapat kelompok-kelompok yang menghubungkan ibadah
zakat tentang Piagam Jakarta Pandangan ini tentu saja tidak
dapat dibenarkan, karena pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menjamin
kebebasan penduduk untuk beribadah menurut agamanya.
Zakat adalah ibadah yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim
yang memenuhi syarat, sama halnya dengan kewajiban
melakukan ibadah shalat, puasa dan haji yang merupakan
bagian dari syari’at Islam. Dengan atau tanpa Piagam Jakarta
umat islam berkewajiban menjalankan syari’at agama. Zakat
yang secara mikro merupakan ibadah umat Islam, secara
makro dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan
umum bangsa Indonesia.
5. Sikap Kurang Percaya
Di samping kesadaran yang makin tumbuh dalam
masyarakat Islam Indonesia tentang pelaksanaan zakat,
dalam masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap
penyelenggaraan zakat itu (Pedoman Zakat (1), 1982:16).
Sikap ini sesungguhnya ditujukan kepada orang atau

8
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat. Jakarta: Pustaka Rizki. Thn 1982, hlm 16

12
sekelompok orang yang mengurus zakat. Sikap ini adalah
peninggalan sejarah, seperti sikap kurang percayanya
orang terhadap penyelenggaraan koperasi, karena
kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pengurusnya. Namun
sikap ini akan dapat dikurangi, jika tidak dapat dihapuskan
sama sekali, kalau diciptakan organisasi yang baik terutama
system administrasinya, pengawasan yang ketat dan
sempurna.
6. Sikap Tradisional
Penghambat yang lain adalah para wajib zakat terutama
di pedesaan, menyerahkan zakatnya tidak kepada
kedelapan kelompok atau beberapa dari delapan golongan
yang berhak menerima zakat, tetapi kepada pemimpin
agama setempat. Pemimpin agama ini tidak bertindak
sebagai amil yang berkewajiban membagikan atau
menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak
menerimanya, tetapi bertindak sebagai mustahiq (orang
yang berhak menerima zakat) sendiri dalam kategori
fisabilillah yakni orang yang berjuang di jalan Allah. Cara
dan sikap ini tidak sepenuhnya salah, namun sikap tersebut
sebaiknya ditinggalkan, diantaranya untuk menghindari
penumpukan harta (zakat) pada orang tertentu, padahal
salah satu dari tujuan zakat adalah pemerataan rezeki untuk
mencapai keadilan sosial.9
Adapun bentuk-bentuk kelemahan lain dalam
pengelolaan zakat adalah sebagai berikut:

9
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat. Jakarta: Pustaka Rizki. Thn 1982, hlm 16

13
1. Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Yuridis
Berdasarkan aspek yuridis terdapat kelemahan di dalam
pelaksanaan UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Zakat yaitu:
• Pertama, UU No. 38 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Zakat dinilai berpotensi menghambat
perkembangan zakat. Salah satunya adalah tidak adanya
pemisahan yang jelas antara fungsi regulasi, pengawasan,
dan pelaksanaan dalam mengelola zakat. Kondisi tersebut
dikhawatirkan memberikan dampak negatif bagi
pengembangan zakat. Oleh sebab itu di dalam praktik
terdapat kondisi yang tidak sehat. Misalnya, tidak ada
pemisahan antara fungsi regulator, pengawas, dan operator.
• Kedua,. Berdasarkan ketentuan pasal 11 ayat 3 UU
No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yang
berbunyi, “Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil
zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba /
pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku”. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut zakat
hanya berlaku sebagai pengurang penghasilan kena pajak
(PKP) sehingga tidak berdampak signifikan dalam
mendorong perkembangan zakat di Indonesia.
• Ketiga, berkaitan dengan aturan organik mengenai
teknis pelaksanaan dari UU No 38 Tahun 1999 Tentang
pengelolaan zakat hanya dalam bentuk keputusan dan
instruksi menteri. Keputusan tersebut adalah Keputusan
Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47
Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq

14
dan Shadaqah diikuti dengan Instruksi Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 tentang
Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah
dan Instruksi Menteri.
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq
dan Shadaqah. Oleh sebab itu pengaturan organic mengenai
teknis pengelolaan zakat di dalam Undang-Undang perlu
disesuaikan dengan hirarki peraturan perundang-undangan
sebagaimana tertuang di dalam pasal 7 UU No 10 Tahun
2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
2. Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek
Sosiologis
Berdasarkan dari aspek sosiologis kelemahan yang
terdapat pada pengelolaan zakat yaitu:
 Pertama, terbatasnya pengetahuan masyarakat yang
berkaitan dengan ibadah zakat. pengetahuan masyarakat
tentang ibadah hanya shalat, puasa, dan haji.
 Kedua, Konsepsi zakat, yang masih dirasa terlalu
sederhana dan tradisional. Sehingga di dalam
pelaksanaanya hanya cukup dibagikan langsung sendiri
lingkungannya atau kepada kyai yang disenangi.
 Ketiga, Kepercayaan muzakki kepada lembaga amil
zakat masih rendah yang mana terdapat indikasi
kekhawatiran dari masyarakat bahwa zakat yang
diserahkan tidak sampai kepada yang berhak
menerimanya (Mustahiq). Berdasarkan survey PIRAC
menyatakan bahwa masyarakat masih menyalurkan
zakatnya ke panitia penampung zakat sekitar tempat

15
tinggal 63,6%, masyarakat langsung menyalurkan dana
zakat kepada yang berhak menerima sebesar 20%, dan
yang menyalurkan ke BAZ, LAZ, dan yayasan sosial
sebesar 12,5 %.
3. Kelemahan Pengelolaan Zakat Dari Aspek Institusi
Dan Manajemen Zakat
Terdapat dualisme di dalam institusi pengelola zakat
dalam menjalankan proses pengumpulan dan
pendistribusian dana zakat. Sebagaimana tertuang di
dalam UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Zakat dan Pasal 1 Keputusan Menteri Agama Nomor
373 Tahun 2003.
Tentang Pengelolaan Zakat. menyebutkan bahwa
institusi pengelola zakat yaitu:
 Pertama, Badan Amil Zakat adalah organisasi
pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri
dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas
mengumpulkan, mendistribusikan dan
mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan
agama contoh BAZNAS, BAZDA.
 Kedua, Lembaga Amil Zakat adalah institusi
pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan
dikukuhkan oleh pemerintah untuk melakukan
kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan Zakat sesuai dengan ketentuan
agama.contoh Dompet dhuafa, Pos Keadilan Peduli
Ummat, YDSF, Rumah Zakat. Berdasarkan realita
kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki fungsi
pengumpul dan penyalur dana zakat. Sehingga fungsi

16
yang demikian di rasa kurang efektif dalam
implementasinya di masyarakat.
C. Solusi dan Upaya Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan berbagai masalah yang telah dikemukakan
diatas, beberapa upaya perlu dilakukan diantaranya sebagai
berikut:
1. Penyebarluasan Pengertian Zakat
Usaha penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan benar,
sebaiknya dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun
nonformal. Secara masal penyebarluasan pengertian zakat itu dapat
dilakukan melalui penyuluhan, terutama tentang hukumnya,
barang yang wajib dizakati, pendayagunaan dan
pengorganisasiannya, sesuai dengan perkembangan zaman.10
2. Membuat atau Merumuskan Fikih Zakat Baru
Untuk keperluan ini perlu kerjasama multidisipliner antara para
ahli berbagai bidang yang erat hubungannya dengan zakat,
misalnya para ahli pengetahuan Islam, ahli (hukum) fikih, dan
lain-lain. Fikih zakat yang baru itu diharapkan dapat menampung
perkembangan yang ada dan bakal ada di Indonesia. Mengenai
barang yang wajib dizakati, sebagai sumber zakat, hendaknya
disebutkan jenis barang yang bernilai ekonomis yang ada dalam
masyarakat Indonesia sekarang. Di samping itu disebutkan juga
penghasilan tetap dan tidak tetap seseorang yang perlu dikeluarkan
zakatnya agar penghasilan yang diperoleh seseorang itu menjadi
bersih dari hak orang lain dan berkah. di sector perniagaan harus
disebutkan dengan jelas zakat berbagai usaha dan bentuk
perusahaan. Di sector peternakan diterangkan macam-macam
bentuk peternakan, sekurang-kurangnya, yang terdapat di
Indonesia sekarang ini, baik yang berada di darat maupun yang

10
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat. Jakarta: Pustaka Rizki. Thn 1982, hlm 57

17
diusahakan di air atau lautan. Di dalam sector pertanian hendaknya
disebutkan dengan jelas berbagai jenis dan bentuk tanaman yang
terdapat di Indonesia, bukan hanya tanaman yang mengenyangkan,
tetapi juga tanaman yang dapat dikembangkan. Semua tanaman
yang mempunyai nilai ekonomis wajib dikeluarkan zakatnya. Ke
dalam pengertian uang selain emas dan perak dimasukkan juga
semua alat pembayaran dan kertas berharga, baik yang disimpan
dirumah maupun yan disimpan oleh pihak lain, seperti bank atau
lembga-lembaga lainnya. Selain dari barang dan jasa yang perlu
dikeluarkan zakatnya, dalam fikih zakat yang baru itu disebutkan
juga dengan jelas kadar dan waktu pembayaran zakat tersebut.11
Usaha yang dilakukan oleh Bazis DKI dan Departemen Agama
RI dengan buku-buku Pedoman Zakat yang mereka susun, telah
mengarah ke perumusn fikih zakat yang baru itu. Tabelny adalah
sebagai berikut. Zakat : Jenis Harta, Nisab, Haul dan Kadar Zakat
3. Mendaya guna dana yang tersedia.
Di samping penyusunan fiqih zakat yang baru diatas, perlu
juga disusun suatu pola umum pendayagunaan zakat di indonesia
yang sesuai dengan kehidupan masyarakat ditanah air kita.
Tentang pendayagunaan zakat perlu, perlu diingat bahwa zakat
itu mempunyai dua fungsi utama. Pertama adalah membersihkan
harta benda dan jiwa manusia supaya senantiasa berada dalam
keadaan fitrah. Seseorang yang telah memberikan hartanya untuk
disampaikan kepada yang berhak menerimanya berarti pula bahwa
ia telah menyucikan harta dan jiwanya dengan pemberian itu.
Dengan tindakan tersebut, ia sekaligus telah menunaikan
kewajiban agama, melaksanakan ibadah kepada Allah. Dalam
hubungan ini yang dipentingkan adalah keikhlasan yang
bersangkutan. Artinya, ia telah ikhlas mengeluarkan bagian

11
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat. Jakarta: Pustaka Rizki. Thn 1982, hlm 26

18
tertentu dari hartanya. Untuk apa zakatnya itu dipergunakan, tidak
jadi masalah baginya. Kedua, zakat itu juga berfungsi sebagai dana
masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial
guna mengurangi kemiskinan. Dalam hal yang kedua ini
pemanfaatannya mempunyai arti yang penting, sebagai salah satu
upaya untuk mencapai keadilan sosial.
4. Pengorganisasian
Di samping apa yang telah dikemukakan di atas,
pengorganisasian zakat perlu pula diatur sebaik-baiknya agar
pelaksanaan zakat dapat dikoordinasikan dan diarahkan. Ini
diperlukan untuk memantapkan kepercayaan masyarakat dan
wajib zakat. Peranan pemerintah diperlukan dalam hal ini, di
samping keikutsertaan pemimpin-pemimpin agama. Sistem
administrasi, penyusunan personalia harus didasarkan pada
prinsip-prinsip manajemen yang sehat agar pelaksanaan zakat
dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Supaya organisasi yang
mengurus zakat dapat berkembang dengan baik, prinsip-prinsip
pengorganisasian berikut perlu dilaksanakan:
a. Penanggung jawab tertinggi seyogyanya pemerintah atau
pejabat tertinggi dalam strata pemerintah setempat atau
lingkungan tertentu. Unsur-unsur masyarakat Islam perlu
diikutsertakan, juga bertanggung jawab
b. Pelaksanaanya adalah suatu lembaga tetap dengan
pegawai yang bekerja penuh profesional, dibiayai pada
permulaan dengan subsidi pemerintah, yang kemudian,
secara berangsur-angsur oleh dana amal zakat sendiri;
c. Kebijaksanaan harus dirumuskan secara perencanaan,
sumber, pengumpulan pendayagunaaan zakat dan sasaran
pemanfaatanya untuk suatu waktu tertentu;

19
d. Program pendayagunaan zakat harus terinci supaya lebih
efektif dan produktif bagi pengembangan masyarakat;
e. Usulan proyek pengunaan dana untuk pelaksanaan
progam yang dilakukan oleh organisasi masyarakat, harus
didasarkan pada studi kelayakan;
f. Mekanisme pengawasan dilakukan melalui peraturan-
peraturan, admistrasi, baik ketatausahaan maupun
pembukuan. Tiga bulan sekali atau setiap penutupan tahun
buku dibuat laporan kegiatan yang diumumkan kepada
masyarakat;
g. Pengembangan dasar-dasar hukum tentang zakat,
pemahaman baru tentang zakat, sumber zakat, masalah
pengumpulan dana pendayagunaannya dilakukan melalui
penelitian lapangan;
h. Penyuluhan untuk menciptakan kondisi yang kondusif
(mendorong) dalam menarik partisipasi masyarakat untuk
menunaikan ibadah zakat dilakukan secara teratur dan
terus-menerus (Pedoman Zakat (2), 1982:79-80).
i. Tentang organisasi ini, organisasi pengumpulan dan
pendayagunaan zakat Daerah Khusus Ibikota Jakarta Raya
dengan Bazisnya dapat dipakai sebagai modal.12

12
Mohamad Daud Ali, sistem ekonomi islam zakat dan Waqaf. Jakarta : Universitas Indonesia, thn
1988. Hlm, 44

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Permasalahan manajemen zakat di Indonesia ada beberapa macam, sebagian
diantaranya adalah:
Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Yuridis
Aspek Yuridis :
a. UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat berpotensi
menghambat pengembangan zakat mengingat substansinya tidak tegas
dalam mengatur fungsi regulator, pengawasan dan operator;
b. Aturan organic teknis pelaksanaan pengelolaan zakat masih dituran
organik teknis pelaksanaan pengelolaan zakat masih dalam bentuk
keputusan dan Instruksi Menteri;
c. Zakat didalam UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat hanya
digunakan sebagai pengurang dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari
Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Sosiologis

Aspek Sosiologis :
a. Pengetahuan dan Pemahaman yang masih rendah dari masyarakat terkait
dengan ibadah zakat;
b. Pengelolaan zakat di masyarakat masih dilakukan secara sederhana dan
tradisional ;
c. Rendahnya tingkat kepercayaan (trust) masyarakat kepada lembaga amil
zakat.

Kelemahan Pengelolaan Zakat Dari Aspek Institusi Dan Manajemen Zakat


wajib pajak;

21
Aspek Institusi dan Manajemen zakat :
a. Adanya dualisme institusi pengelola zakat (antara BAZ dan LAZ);
b. Lemahnya penerapan prinsip manajemen organisasi;
c. Rendahnya penguasaan teknologi oleh institusi zakat;

Solusi dan upaya pemecahan:


a. Penyebarluasan Pengertian Zakat
Usaha penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan benar, sebaiknya
dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Secara
masal penyebarluasan pengertian zakat itu dapat dilakukan melalui
penyuluhan, terutama tentang hukumnya, barang yang wajib dizakati,
pendayagunaan dan pengorganisasiannya, sesuai dengan perkembangan
zaman.
b. Membuat atau Merumuskan Fikih Zakat Baru
Untuk keperluan ini perlu kerjasama multi disipliner antara para ahli
berbagai bidang yang erat hubungannya dengan zakat, misalnya para ahli
pengetahuan Islam, ahli (hukum) fikih, dan lain-lain. Di samping itu
disebutkan juga penghasilan tetap dan tidak tetap seseorang yang perlu
dikeluarkan zakatnya agar penghasilan yang diperoleh seseorang itu
menjadi bersih dari hak orang lain dan berkah.di sector perniagaan harus
disebutkan dengan jelas zakat berbagai usaha dan bentuk perusahaan. Di
sector peternakan diterangkan macam-macam bentuk peternakan,
sekurang-kurangnya, yang terdapat di Indonesia sekarang ini, baik yang
berada di darat maupun yang diusahakan di air atau lautan. Di dalam
sector pertanian hendaknya disebutkan dengan jelas berbagai jenis dan
bentuk tanaman yang terdapat di Indonesia, bukan hanya tanaman yang
mengenyangkan, tetapi juga tanaman yang dapat dikembangkan. Semua
tanaman yang mempunyai nilai ekonomis wajib dikeluarkan zakatnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/nursyaadi/problematika-dalam-pengelolaan-
zakat/
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat. Jakarta: Pustaka
Rizki.1982
Mohamad Daud Ali, sistem ekonomi islam zakat dan Waqaf. Jakarta :
Universitas Indonesia 1988
Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam. Jakarta : Pernadamedia Group, thn
2015
Nurul Huda, Zakat Prespektif Mikro – Makro. Jakarta : Pernadamedia Group.
2015

23

Anda mungkin juga menyukai