Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERBUATAN HUKUM

A. Pengertian Dan Tujuan Hukum

A.1. Pengertian Hukum

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, Hukum Agama

dan Hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,

berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah

masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda

(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia

menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di

bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku

sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari

masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara

Hukum memiliki keterkaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat. Dalam

kenyataan, perkembangan kehidupan masyarakat diikuti dengan perkembangan

hukum yang berlaku di dalam masyarakat, demikian pula sebaliknya. Pada

dasarnya keduanya saling mempengaruhi dalam memberikan pengertian hukum.

Banyak para ahli telah mengemukakan pengertian hukum, antara lain :

1. Prof. Dr. E. Utrecht, S.H. mengatakan, pengertian hukum adalah

himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang

mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh

12

Universitas Sumatera Utara


13

anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk

hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah. 8

2. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H. Mengatakan hukum adalah pikiran

ataun anggapan orang adil atau tidak adil mengenai hubungan antara

manusia. 9

3. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H. LL.M. Mengatakan hukum

adalah keseluruhan kaedah-kaedah serta asas-asas yang mengatur

pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara

ketertiban yang meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna

mewujudkan berlakunya kaedah itu sebagai menyataan dalam

masyarakat.10

4. J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H.

Mengemukakan bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat

memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan

masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,

pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan

diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu11.

8
E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang,S.H.,Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1983, hal 3
9
Samidjo,S.H.,Pengantar Hukum Indonesia, Armico, Bandung, 1985, hal 21
10
Ibid hal 22
11
ibid

Universitas Sumatera Utara


14

5. Van Vollenhoven Mengatakan bahwa hukum adalah suatu gejala dalam

pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan bentur

membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala-gejala lain.12

6. Ridwan Halim Menguraikan bahwa ”Hukum merupakan peraturan-

peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang pada

dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati

dalam hidup bermasyarakat.” 13

7. E. Meyers Mengatakan, ”Hukum adalah semua aturan yang mengandung

pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam

masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam

melakukan tugasnya.” 14

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum adalah sekumpulan peraturan

yang terdiri dari perintah dan larangan yang dibentuk oleh pemerintah melalui

badan-badan resmi yang bersifat memaksa dan mengikat dengan disertai sangsi

bagi pelanggarnya.

Dari beberapa batasan tentang hukum yang diberikan oleh para ahli tersebut,

dapat diambil bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu :15

a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan

masyarakat

b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib

c. Peraturan itu bersifat memaksa

12
Ibid
13
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia ,Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 6
14
Ibid hal 7.
15
Samidjo,S.H.,Pengantar Hukum Indonesia, Armico, Bandung, 1985, hal 22

Universitas Sumatera Utara


15

d. Sanksi teradap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

A.2. Tujuan Hukum

Hukum muncul dalam masyarakat sebagai upaya untuk menertibkan dan

menciptakan keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Hukum tidak hanya

menjabarkan kewajiban seseorang namun juga membahas mengenai hak pribadi

dan orang lain. Tujuan Hukum memiliki beberapa teori dalam mengetahui arti

dari tujuan hukum tersebut. Beberapa teori tersebut adalah :

1. Tujuan Hukum Etis

Teori ini mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk

mencapai keadilan. Hukum harus memberikan rasa adil untuk setiap

orang, untuk memberikan rasa percaya dan konsekuensi bersama, hukum

yang dibuat harus diterapkan secara adil untuk seluruh masyarakat, hukum

harus ditegakan seadil-adilnya agar masyarakat merasa terlindungi dalam

naungan hukum.16

2. Tujuan Hukum Utilitas

Menurut teori ini, tujuan hukum adalah menjamin adanya kemanfaatan

atau kebahagian sebanyak-banyaknya pada orang-orang banyak. Pencetus

teori ini adalah Jeremy Betham, dalam bukunya yang berjudul

“Introduction to the morals and legislation” berpendapat bahwa hukum

bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah atau

bermanfaat bagi orang. Apa yang dirumuskan oleh Betham tersebut diatas

hanyalah memperhatikan hal-hal yang berfaedah dan tidak

16
Njowito Hamdani, Teori Tujuan Hukum, Gramedia, Jakarta, 1992, hal 209

Universitas Sumatera Utara


16

mempertimbangkan tentang hal-hal yang konkrit. Sulit bagi kita untuk

menerima anggapan Betham ini sebagaimana yang telah dikemukakan

diatas, bahwa apa yang berfaedah itu belum tentu memenuhi nilai keadilan

atau dengan kata lain apabila yang berfaedah lebih ditonjolkan maka ia

akan menggeser nilai keadilan, dan jika kepastian oleh karena hukum

merupakan tujuan utama dari hukum itu, hal ini akan menggeser nilai

kegunaan atau faedah dan nilai keadilan. 17

3. Tujuan Hukum Campuran

Menurut Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam

masyarakat secara damai dan adil. Mochtar Kusumaatdja menjelaskan

bahwa kebutuhan akan ketertiban ini adalah syarat pokok (fundamental)

bagi adanya masyarakat yang teratur dan damai. Dan untuk mewujudkan

kedamaian masyarakat maka harus diciptakan kondisi masyarakat yang

adil dengan mengadakan pertimbangan antara kepentingan satu dengan

yang lain, dan setiap orang (sedapat mungkin) harus memperoleh apa yang

menjadi haknya. Dengan demikian teori tujuan hukum campuran ini

dikatakan sebagai jalan tengah antara teori etis dan utilitas karena lebih

menekankan pada tujuan hukum tidak hanya untuk keadilan semata,

melainkan pula untuk kemanfataan orang banyak.18

B. Sumber-sumber Hukum

Indonesia ialah Negara hukum, dengan itu Indonesia memiliki kekuatan

untuk mengendalikan tindakan masyarakat mencapai nilai-nilai yang positif.


17
ibid
18
http://jurnalapapun.blogspot.com/2014/03/teori-teori-tujuan-hukum.html diakses pada
tanggal 27 april 2017 pukul 19:09 WIB

Universitas Sumatera Utara


17

Hukum di Indonesia mengatur banyak aspek kehidupan,mulai dari sosial, politik,

ekonomi, budaya maupun agama. Namun keberadaan hukum ditengah-tengah

masyarakat makin lama makin tak menunjukkan ketegasan serta mulai diabaikan

oleh masyarakat. Dengan bermaksud ingin mengetahui lebih lanjut mengenai

hukum ,tentu harus mengetahui sebagian aspek yang dikaji didalam ilmu

hukum,salah satunya adalah sumber hukum. Sumber Hukum itu sendiri dapat

artikan sebagai tempat dimana kita dapat menemukan atau menggali apa itu yang

disebut dengan hukum.

Menurut R. Suroso Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang

menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila

aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi

pelanggarnya. Yang dimaksud dengan segala sesuatu adalah faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber

kekuatan berlakunya hukum secara formal artinya dari mana hukum itu dapat

ditemukan , dari mana asal mulanya hukum di mana hukum dapat dicari atau

hakim menemukan hukum, sehingga dasar putusannya dapat diketahui bahwa

suatu peraturan tertentu mempunyai kekuatan mengikat atau berlaku dan lain

sebagainya.19

Menurut Ilhami Bisri sumber hukum adalah segala sesuatu yang memiliki

sifat normatif yang dapat dijadikan tempat berpijak bagi atau tempat memperoleh

informasi tentang system hukum yang berlaku di Indonesia.20

19
R. Suroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, Hal 117-118
20
Ilham Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2004, hal 6

Universitas Sumatera Utara


18

Prof Dr. Sudikno SH, sumber hukum itu sendiri digunakan dalam

beberapa arti seperti:

1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan

hukum misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa, bangsa dan

sebagainya

2. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepada

hukum yang berlaku sekarang, misalnya Hukum Perancis, Hukum

Romawi.

3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan, berlaku secara

formal kepada peraturan

4. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya

dokumen, Undang-undang.

5. Sebagai sumber terjadinya hukum sumber yang menimbulkan

hukum.21

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. mengatakan, ALGRA

membagi sumber hukum Menjadi sumber Hukum Materiil dan sumber Hukum

formil.22

Sumber Hukum materiil ialah tempat dari mana materi hukum itu diambil.

Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan

hukum, misalnya : hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social

ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah

(kriminilogi, lalu lintas), perkembangan internasional, keadaan geografis. Ini


21
Prof Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty,
Yogyakarta, 1985, hal 82
22
ibid

Universitas Sumatera Utara


19

semuanya merupakan obyek studin penting bagin sosiologi hukum. Sedangkan

sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan

memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau caraa yang

menyebabkan peraturan hukum itu formal itu berlaku.

a. Sumber Hukum Materiil

Menurut Chainur Arrasjid, sumber hukum materiil antara lain : 23

 Sumber Hukum Menurut Ahli sejarah. Dalam sumber hukum

menurut ahli sejarah ada 2 yaitu :

1. Dalam arti sumber pengenalan hukum yakni semua tulisan,

dokumen, dan sebagainya. Dari sumber tersebut kita dapat

mengenal hukum suatu bangsa pada suatu waktu.

2. Dengan melihat dan mempergunakan dokumen-dokumen,

surat-surat dan keterangan yang lain yang memuat undang-

undang dan yang memungkinkan dia mengetahui hukum yang

berlaku dimasa sekarang.

 Sumber Hukum Menurut Ahli Filsafat. Dalam sumber hukum

menurut ahli filsafat ada 2 arti, yaitu:

1. Ukuran yang harus dipakai untuk menjadi hukum agar dapat

mengetahui apakah suatu hukum merupakan hukum yang adil.

2. Dengan melihat kekuatan mengingat dalam hukum factor yang

mengikat hingga orang yang menaati hukum.

23
Chainur arrasid,Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hal 48-50

Universitas Sumatera Utara


20

 Sumber Hukum Menurut Ahli Ekonomi, ialah apa yang tampak

didalam lapangan penghidupan, misalnya sebelum pemerintah

membuat peraturan yang bertujuan membatasi persaingan

dilapangan dagang maka ahli ekonomi harus mengetahui apa yang

dirasakan pasti dan tidak dirasakan pasti mengenai persaingan itu.

 Sumber Hukum Menurut Ahli Sosiologi, adalah faktor-faktor yang

menentukan isi hukum positif misalnya keadaan-keadaan ekonomi

dan pandangan agama.

 Sumber Hukum Menurut Ahli Agama, sumber hukum menurut

ahli agama (ulama, pendeta,teolog) tentu berbeda dari banyak

orang bagi golongan ahli agama yang menajdi dasar hukum yang

paling hakiki ialah kitab suci. Dari pandangan ahli tersebut dapat

kita tarik kesimpulan bahwa apa yang dimaksud dengan sumber

hukum dalam arti kata materiil ialah segala apa yang merupakan

perasaan hukum, keyakinan hukum, dan pendapat umum (public

opinion) yang ada dalam masyarakat.

b. Sumber Hukum Formil

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. menyatakan bahwa sumber

hukum formil terbagi atas 6, yaitu :24

1. Undang-undang

Undang-undang dalam arti formil keputusan penguasa yang dilihat dari

bentuk dan cara terjadinya disebut undang-undang. Jadi undang-undang dalam


24
Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo, S.H. Op.Cit ;hal 87-117

Universitas Sumatera Utara


21

arti formil tidak lain merupakan ketetapan penguasa yang memperoleh sebutan

“undang-undang” karena cara pembentukannya. Undang undang itu bersifat

umum karena mengikat setiap orang dan merupakan produk lembaga

legislative. Udang-undang itu sendiri adalah hukum, karena berisi kaedah

hukum untuk melindungi kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia itu

dapat terlindungi, maka undang-undang harus diketahui oleh setiap orang.

Bahkan setiap orang dianggap tahu akan undang-undang.

2. Kebiasaan

Kebiasaan atau tradisi adalah sumber hukum yang tertua, sumber dari

mana dikenal atau dapat digali sebagian dari hukum diluar undang-undang,

tempat kita dapat menemukan atau menggali hukumnya. Kebiasaan

merupakan tindakan menurut pola tingkah langku yang tetap, ajeg, lazim,

normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu. Perilaku

yang tetap atau ajeg berarti merupakan perilaku manusia yang diulang.

Perilaku yang diulang itu mempunyai kekuatan normatif, mempunyai

kekuatan yang mengikat. Karna diulang oleh orang banyak maka mengikat

orang-orang lain untuk melakukan hal yang sama, karena menimbulkan

keyakinan atau kesadaran, bahwa hal itu patut untuk dilakukan. Keyakinan

atau kesadaran itu tidak perlu ada sejak semula melekat pada kebiasaan. Kalau

suatu tingkah laku atau perbuatan itu berlangsung secara tetap, terulang, akan

timbulah anggapan bahwa memang demikianlah seharusnya. Yang

menjadikan tingkah laku itu kebiasaan atau adat adalah kepatutan dan bukan

unsure terulang atau tetapnya tingkah laku. Karena dirasakan patut maka lalu

Universitas Sumatera Utara


22

diulang. Patut atau tidaknya itu bukan karena pendapat seseorang, tetapi

pendapat masyarakat.

3. Perjanjian Internasional (Traktat)

Perjanjian Internasional atau traktat merupakan sumber hukum dalam arti

formal, karena harus memenuhi persyaratan formal tertentu untuk dapat

dinamakan perjanjian internasional. Lazimnya perjanjian intersional atau

perjanjian antar Negara memuat peraturan-peraturan hukum yang mengikat

secara umum. Traktat adalah perjanjian yang harus disampaikan kepada badan

legislative untuk mendapat persetujuan sebelum disahkan (diratifisir) oleh

presiden ialah perjanjian-perjanjian yang lazimnya berbentuk traktat yang

mengandung materi sebagai berikut :

a. Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan

politik luar negeri seperti perjanjian persahabatan, perjanjian

persekutuan, perjanjian tentang perubahan wilayah.

b. Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa yang mempengaruhi haluan politik

luar negeri (perjanjian kerjasama ekonomi dan teknis atau pinjaman

uang).

c. Soal-soal yang menurut UUD atau sistem perudang-undangan kita

harus diatur dengan undang-undang : kewarganegaraan, kehakiman.

4. Yurisprudensi

Disamping undang-undang, kebiasaan dan perjanjian internasional masi ada

sumber hukum lain, yaitu yurisprudensi, doktrin, dan perjanjian. Yurisprudensi

berarti peradilan pada umumnya, yaitu pelaksanaan hukum dalam konkrit terjadi

Universitas Sumatera Utara


23

tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan

oleh Negara dan serta bebas pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan

putusan yang bersifat mengikat dan beribawa. Disamping itu yurisprudensi dapat

pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuat dalam putusan. Dalam uraian

ini yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah putusan pengadilan.

Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif, yang berisi

kaedah atau peraturan hukum yang mengikat piak-pihak bersangkut atau

terhukum. Jadi putusan pengadilan hanya mengikat orang-orang tertentu saja dan

tidak mengikat setiap orang secara umum seperti undang-undang. Putusan

Pengadilan mempunyai kekuatan berlaku untuk dilaksanakan sejak putusan itu

memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Setelah dilaksanakan putusan

pengadilan itu hanyalah merupakan sumber hukum. Bedanya denganundang-

undang ialah bahwa kalau putusan pengadilan itu berisi peraturan-peraturan yang

bersifat konkrit karena mengikat orang-orang tertentu saja, maka undang-undang

berisi peraturan-peraturan yang bersifat abstrak atau umum karena mengikat

setiap orang.

5. Doktrin

Pendapat para sarajana hukum yang merupakan doktrin adalah sumber

hukum, tempat hakim dapat menemukan sumber hukumnya. Ilmu hukum

adalah sumber hukum, tetapi ilmu hukum bukan lah hukum karena tidak

mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum seperti undang-undang.

Mengenai pendapat para sarjana atau ilmu hukum ini didalam sejarah pernah

dikenal adanya pendapat umum yang mengatakan bahwa orang tidak boleh

Universitas Sumatera Utara


24

menyimpang dari “communis opinion doctorum” (pendapat umum para

sarjana). Orang tidak boleh menyimpang dari pendapat umum para sarjana

yang berarti bahwa pendapat umum para sarjana itu mempunyai kekuatan

mengikat.

6. Perjanjian

Menurut teori klasik yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan

hukum yang bersisi dua ”een tweezijdige overenkomst” yang didasarkan atas

kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun yang dimaksud

dengan satu perbuatan hukum yang bersisi dua tidak lain adalah satu

perbuatan hukum yang meliputi penawaran dari pihak yang satu dan

penerimaan dari pihak yang lain. Dengan demikian perjanjian tidak

merupakan satu perbuatan hukum, akan tetapi merupakan hubungan hukum

antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Perjanjian hendaknya dibedakan dari janji. Meskipun janji itu didasarkan oleh

kata sepakat, namun kata sepakat itu tidak untuk menimbulkan akibat hukum,

berarti bahwa apabila janji itu dilanggar maka tidak ada akibat hukumnya,

sipelanggar tidak dapat dikenakan sangsi.

C. Perbuatan Hukum Menurut KUHPerdata

Peristiwa hukum adalah peristiwa di dalam masyarakat yang diatur oleh

hukum, yaitu merupakan kejadian-kejadian yang timbul karena perbuatan manusia

di dalam pergaulan bermasyarakat yang diatur dalam hukum. Peristiwa hukum ini

dibedakan dalam dua macam peristiwa, yang disebut dengan istilah perbuatan

Universitas Sumatera Utara


25

subyek hukum dan perbuatan yang bukan perbuatan subyek hukum. Perbuatan

subyek hukum, adalah perbuatan orang (persoon) baik manusia atau badan

hukum, yang berupa perbuatan hukum dan bukan perbuatan hukum.

Perbuatan hukum, adalah perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik

yang dilakukan satu pihak saja (bersegi satu) maupun yang dilakukan dua pihak

(bersegi dua). Hal yang harus diperhatikan dalam peristiwa yang dikatakan

perbuatan hukum adalah akibat, oleh karena akibat itu dapat dianggap sebagai

kehendak dari sipembuat (sipelaku). Jika akibatnya tidak dikehendaki sipelaku,

maka perbuatan itu bukan perbuatan hukum. Jadi adanya kehendak agar dikatakan

sebagai perbuatan hukum, perlu diperhatikan unsurnya yang esensil (werkelijk =

sebenarnya) yang merupakan hakekat dari perbuatan hukum itu.25

Apabila akibat hukumnya timbul karena perbuatan satu pihak saja,

misalnya perbuatan membuat surat wasiat (testamen) sebagaimana diatur dalam

Pasal 875 KUHPerdata, maka perbuatan itu adalah perbuatan hukum sepihak.

Selanjutnya apabila akibat hukumnya timbul karena perbuatan dua pihak, seperti

jual beli, sewa menyewa yang merupakan persetujuan (perjanjian) dua pihak

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, maka perbuatan itu

adalah perbuatan hukum dua pihak. Sedangkan perbuatan subyek hukum yang

bukan perbuatan hukum, adalah perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki

sipelaku, tetapi akibatnya diatur hukum serta perbuatannya bertentangan dengan

hukum. Perbuatan yang akibatnya diatur hukum walaupun akibat itu tidak

25
H. Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, PT. Alumni, Bandung,2005, hal.40-

41

Universitas Sumatera Utara


26

dikehendaki pelaku (rechtmatigedaad), adalah perbuatan yang di dalam istilah

Belanda disebut zaakwaarneming, yang sifatnya suka-rela tanpa adanya suruhan.

Sebagaimana dikatakan di dalam Pasal 1354 KUHPerdata :

“Jika orang dengan sukarela tanpa ada suruhan, berbuat mengurus urusan

orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, maka berarti secara

diam-diam ia telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta

menyelesaikan urusan tersebut sampai orang yang urusannya diurus itu dapat

mengurusnya sendiri”.26

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Perbuatan Hukum adalah

perbuatan subjek hukum yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum yang

sengaja dikehendaki oleh subjek hukum. Pada asasnya akibat hukum ini

ditentukan juga oleh hukum. Unsur-unsur perbuatan hukum adalah kehendak dan

pernyataan kehendak yang sengaja ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.

Perbuatan hukum dapat bersifat aktif dan maupun pasif. Meskipun seseorang tidak

berbuat, tetapi kalau dari sikapnya yang pasif itu dapat ditafsirkan mengandung

pernyataan kehendak untuk menimbulkan akibat hukum, maka perbuatan yang

pasif itupun merupakan perbuatan hukum. Perbuatan menjadi perbuatan hukum,

karena dalam keadaan tertentu mempunyai arti.27

Dapat disimpulkan bahwa pengertian Perbuatan Hukum adalah suatu

perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum (manusia atau badan hukum),

perbuatan mana dapat menimbulkan suatu akibat yang dikehendaki oleh yang

melakukannya. Jika perbuatan itu akibatnya tidak dikehendaki oleh yang

26
Ibid hal 42
27
Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo,S.H. Op.Cit Hal 51

Universitas Sumatera Utara


27

melakukan atau salah satu di antara yang melakukannya, maka perbuatan itu

bukan perbuatan hukum. Oleh karena itu, kehendak dari subjek hukum (manusia

atau badan hukum) yang melakukan perbuatan itu menjadi unsur pokok dari

perbuatan tersebut. Dengan demikian, jika ditelaah pengertian perbuatan hukum di

atas, terdapat unsur-unsur perbuatan hukum sebagai berikut :

1. Perbuatan itu harus dilakukan oleh subjek hukum.

2. Perbuatan itu akibatnya diatur oleh hukum.

3. Perbuatan itu akibatnya dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu

D. Jenis-jenis Perbuatan Hukum

Untuk adanya suatu perbuatan hukum harus disertai dengan pernyataan

kehendak dari yang melakukan perbuatan hukum tersebut dan akibat dari

perbuatan itu diatur oleh hukum. Dan pernyataan kehendak pada asasnya tidak

terikat dengan bentuk-bentuk tertentu dan tidak ada pengecualiannya.

Adapun Perbuatan Hukum itu terdiri dari :

1. Perbuatan Hukum Sepihak

Perbuatan Hukum Sepihak adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu

pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula. Contoh dari

perbuatan Hukum Sepihak tersebut adalah :

a. Perbuatan membuat surat wasiat. Pasal 875 KUHPerdata menyebutkan

bahwa adapun yang dinamakan wasiat atau testamen adalah suatu akta

yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan

Universitas Sumatera Utara


28

terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut

kembali lagi.

Menurut Sulaiman Rasjid, wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan

yang akan dijalankan sesudah seseorang meninggal dunia. 28

b. Pemberian hibah sesuatu benda. Pasal 1666 KUHPerdata memberikan

penjelasan bahwa hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si

penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat

ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan sipenerima

hibah yang menerima penyerahan itu.

2. Perbuatan Hukum Dua Pihak

Perbuatan Hukum Dua Pihak adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh

dua pihak dan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak

(timbal balik). Contoh dari Perbuatan Hukum Dua Pihak tersebut dapat dijelaskan

seabgai berikut :

a. persetujuan jual beli. Pasal 1457 KUHPerdata meyebutkan jual beli adalah

suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar yang

telah dijanjikan.

Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 KUHPerdata tersebut,

perseetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu :29

b. perjanjian sewa menyewa. Pasal 1548 KUHPerdata menyebutkan sewa

menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

28
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2013, hal. 371
29
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 181

Universitas Sumatera Utara


29

mengikatkan dirinya untuk memberikan pihak lainnya kenikmatan dari

suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu

harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi

pembayarannya.

Menurut M. Yahya Harahap, sewa menyewa adalah persetujuan antara

pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan

menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk

dinikmati sepenuhnya.30

c. Gadai, dalam Pasal 1150 KUHPerdata gadai adalah suatu hak yang

diperoleh seseorang yang berpiutang atau suatu barang begerak, yang

diserahkan kepadanya oleh seseorang berhutang atau oleh seseorang lain

atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada berpiutang itu untuk

mengambil penulasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada

orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang

barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk

menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang

harus didahulukan.

30
Ibid. hal. 220

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai