Anda di halaman 1dari 15

Tugas Kelompok

MEMAHAMI TEORI PEMEROLEHAN BAHASA

Pembelajaran Bahasa Indonesia SD/MI


Dosen : Ova Andrahan, M.Pd

Kelas (I)

Kelompok 2 :
1. Desti Aryani (1611100400)
2. Destri Elvira Sari (1611100419)
3. Wahyu Eky Mulya (1611100387)

PRODI : PGMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam senantisa tercurah pada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Dengan dibuatnya makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran
bahasa Indonesia SD/MI yang diampu oleh Bapak Ova Andrahan, M.Pd selaku dosen mata
kuliah tersebut yang bertemakan “Memahami Teori Pemerolehan Bahasa”

Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan
teman-teman yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih
baik. Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kami pada khususnya dan
rekan-rekanpadaumumnya.

Bandar Lampung, 16 september 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 5
C. Tujuan ................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Kognitif Anak dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Bahasa Indonesia di MI ........................................................................................ 6
B. Perkembangan Sosial Emosional Anak dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia di MI ................................................................ 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendekatan pembelajaran konstruktivistik merupakan salah satu pendekatan
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat dikembangkan oleh guru-guru
Bahasa Indonesia pada pendidikan Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD).
Pendekatan tersebut menekankan pada kegiatan siswa dalam menggali pengetahuan
atau pengalaman sehari-hari yang dibawa dari luar kelas. Dengan demikian, melalui
pendekatan ini para siswa dipandang sebagai memiliki potensi belajar sekaligus
sebagai salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas.
Melalui pendekatan ini, posisi guru hanyalah sebagai fasilitator yang
memungkinkan para siswa mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan atau
mengkonstruksi pengalaman yang dimilikinya menjadi pengalaman baru yang
bermakna bagi dirinya. Pendekatan konstruktivistik adalah sangat relevan untuk
dikembangkan dalam pendidikan Bahasa Indonesia di SD mengingat objek kajian
dalam pendidikan Bahsa Indonesia SD adalah mengenai lingkungan siswa mulai dari
lingkungan dekat hingga lingkungan yang lebih luas.
Melalui pendekatan ini diharapkan para siswa dapat mengkonstruksi
pengetahuan yang relevan dengan kepentingan serta tingkat usianya sekaligus dapat
mengembangkan keterampilan sosial. Ketrampilan tersebut sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Secara umum bahan belajar mandiri kedua ini akan
menjelaskan tentang karakteristik pembelajaran konstruktivistik dalam pendidikan
Bahasa Indonesia SD serta cara mengembangkannnya dalam proses pembelajaran
Bahasa Indonesia SD.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan perkembangan kognitif anak dan implikasinya
terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di MI?
2. Apa yang dimaksud dengan perkembangan sosian emosional anak dan
implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di MI?
3. Bagaimana perkembangan bahasa anak dan implikasinya terhadap pembelajaran
Bahasa Indonesia di MI?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Memahami materi pembelajaran Bahasa Indonesia SD/MI yang dapat
dikembangkan secara konstruktivistik
2. Memahami keterampilan sosial yang dapat dikembangkan dalam pendidikan
Bahasa Indonesia SD/MI
3. Memahami strategi pembelajaran keterampilan secara sosial IPS di SD/MI

5
BAB II
ISI

MEMAHAMI TEORI PEMEROLEHAN BAHASA INDONESIA

A. Perkembangan Kognitif Anak dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran


Bahasa Indonesia di MI

1. Pengertian Kognitif
Menurut Myers (1996) cognition refers to all the mental activities associated with
thinking, knowing and remembering, kognisi mengacu pada semua aktivitas mentl
seperti berpikir, mengenal dan mengingat. Menurut kamus psikologi yang di tulis oleh
Reber & Reber (2010) kognisi di katakan sebagai istilah yang sangat luas yang
digunakan untuk mengacu berbagai aktifitas seperti berpikir, memahami atau bernalar.
Kognitif tidak hanya dipahami sebagai konsep, tetapi digunakan sebagai
pendekatan (kognitivisme). Pendekatan kognitif menjawab kelemahan pendekatan
sebelumnya (behaviorisme) yang menyatakan bahwa perilaku individu (seseorang)
dikontro oleh reward dan reinforcement. Itulah sebabnya pendekatan kognitif dalam isu
perkembangan bahasa anak sering kali disebut juga sebagai model proses, untuk
membedakannya dengan model behavioristik dan linguistik (Marat, 2001).
Kata kognisi berasal dari bahasa Latin cognoscereyang artinya mengetahui,
atau sebagai pemahaman terhadap pengetahuan. Keudian di era modern, kognisi
diasusikan bahwa (1) hanya dengan mempelajari proses mental kita dapat memahami
sepenuhnya apa yang dilakukan individu, (2) kita dapat mempelajari proses mental
secara objektif dengan memfokuskan pada prilaku spesifik individu (Kusnawa, 2011).
Kognisi diukur melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat di amati. Misalnya
kemampuan anak untuk mengingat hasil penjumlahan atau perkalian anatar angka 1-10,
atau kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai prilaku yang patut
dan tidak untuk ditiru. Proses kognitif menggabunglkan antara informasi baru yang
diterima melalui panca indra dengan informasi yang telah disimpan dimemori.
Singkatnya proses kognitif sangat penting untuk di simak, karena ia berkaitan dengan
proses mental dari fungsi intelektual (favell, Miller dan Miller, 1993).

6
Ciri khas dari kognitif terletak pada upayanya memperoleh dan menggunakan
bentuk- bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi dan dihadirkan
dalam diri seseorang.

2. Perkembangan Kognitif Anak


Perkembangan kognitif anak meliputi perkembangan ingatan, perolehan
informasi, proses berpikir logis, intelegensik, dan perkembangan bahasa (Kellog, 1995
dalam Setiadarma dan Waruwu, 2003). Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua
proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan
memikirkan lingkungannya.
Tahap – tahap Perkembangan Kognitif
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang
berkorelasi dan semakin canggih seiring pertambahan usia. Untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan sebagai berikut.
a. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Menurut Piaget bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan
pemahaman spatial/persepsi penting dalam enam sub-tahapan :
1) Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
2) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
4) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen (permanensiobjek).
5) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
6) Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.

7
b. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek
dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris atau anak
kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain.
Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

c. Tahapan operasional konkrit(usia 7–11 tahun)


Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit sebagai berikut.
1) Pengurutan, yaitu kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka
dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2) Klasifikasi, yaitu kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda
lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika
berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
3) Decentering, yaitu anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil
yang tinggi.
4) Reversibility, yaitu anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan
cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah
sebelumnya.
5) Konservasi, yaitu memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-
benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau
benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan
isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang
ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir
lain.

8
6) Penghilangan sifat Egosentrisme, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang
salah).

d. Tahapan operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)


Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif
dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat
pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah
diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang
dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat
segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu”
di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa
secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai
seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Dengan mengetahui tahapan-tahapan di atas maka pembelajaran yang
dilakukan dengan memusatkan kepada beberapa hal sebagai berikut.
a) Berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada hasilnya tetapi
mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b) Teori dasar perkembangan kognitif dari Jean Piaget mewajibkan guru agar
pembelajaran diisi dengan kegiatan interaksi inderawi antara siswa dengan benda-
benda dan fenomema konkrit yang ada di lingkungan.
c) Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui
oleh semua individu tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya.
d) Menurut Peaget, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses
perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri.
e) Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh.
f) Piaget menjelaskan bahwa anak kecil memiliki rasa ingin tahu bawaan dan
secara terus –menerus berusaha memahami dunia sekitarnya.

9
g) Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget
bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang
dewasa, dan jenis logika anak-anak itu berubah seiring dengan bertambahnya usia

3. Implemetasi Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran


Dengan mengetahui perkembangan kognitif anak, maka dalam pembelajaran
dapat diterapkan hal-hal sebagai berikut.
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Pengalaman baru yang berinteraksi dengan struktur kognitif dapat menarik minat dan
mengembangkan pemahaman anak. Oleh karena itu, pengalaman baru yang dipelajari
anak harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak.
c. Dalam pembelajaran, Bruner menggunakan cara belajar discovery learning (belajar
penemuan) yang digagas sesuai dengan pencarian pengetahuan atau ilmu secara aktif
yang dilakukan oleh si pembelajar atau siswa. Hasilnya adalah apa yang ditemukan
akan memberikan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi si pembelajar.
Dengan menerapkan cara belajar discovery learning akan memberikan tiga manfaat
besar bagi si pembelajar atau siswa, antara lain:
1) Pengetahuan yang diperoleh akan dapat bertahan lama dan lebih mudah diingat
dengan dibandingkan dengan cara belajar mendengarkan.
2) Hasil belajar yang didapat mempunyai efek ftransfer yang lebih baik dari hasil
belajar lainnya.
3) Dengan belajar menggunakan metode discovery learning, nalar si pembelajar akan
aktif bekerja dan memiliki peningkatan. Hal ini terjadi karena si pembelajar dituntut
berpikir secara bebas.
Dengan demikian, cara belajar Bruner dalam bingkai kognitif melibatkan tiga
proses yang bersamaa. Pertama,memperoleh informasi baru, artinya adanya
penghalusan dan penambahan dari informasi yang dimiliki seseorang sebelumnya.
Kedua, transformasi informasi, artinya cara yang dilakukan oleh seseorang dalam
menerapkan pengetahuan barunya yang sesuai dengan tugasnya. Ketiga, menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Di sini adanya penilaian mengenai apakah cara
kita memperlakukan pengetahuan sudah cocok dengan tugas yang ada.

10
B. Perkembangan Sosial Emosional Anak dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia di MI
A. Makna Perkembangan Sosio-emosional
Anak-anak menjelang masuk SD, telah mengembangkan keterampilan
berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih komplek. Anak-anak pada
usia sekitar ini, pada dasarnya egosentris dan dunia mereka adalah rumah,
keluarga, dan sekolah. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan
bahwa mereka dewasa.
Konsentrasi anak mulai tumbuh pada kelas-kelas tinggi SD. Mereka
dapat lebih banyak meluangkan waktu untuk tugas-tugas pilihan mereka, dan
sering kali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Pada tahap ini
terjadi tumbuhnya tindakan mandiri, kerja sama dengan kelompok, dan
bertindak menurut cara-cara yang dapat diterima lingkungan. Mereka juga
peduli terhadap permainan yang jujur.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif, anak pada
kelas tinggi SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin
diperlakukan sebagai orang dewasa. Pada masa ini tampak perubahan-
perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di
kelas tinggi SD anak laki-laki dan perempuan menganggap keikutsertaan
dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Teman-
teman mereka menjadi lebih penting dari pada sebelumnya. Mereka
menyatakan kesetiakawanan dengan anggota kelompok teman sebaya melalui
pakian atau prilaku.
Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan indentitas diri anak
remaja adalah reflektivitas, yaitu kecendrungan untuk berpikir tentang apa
yang sedang berkecamuk dalam benak mereka dan mengkaji diri sendiri. Anak
remaja mulai meyakini bahwa ada perbedaan antara apa yang dipikirkan dan
rasakan sebagaimana mereka berprilaku. Mereka mengkritik sifat pribadi
mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk
mengubah pribadinya. Remaja menjadi lebih sadar atas keunikan mereka dan
perbedaannya dibandingkan dengan orang lain. Inilah kepedulian utama
remaja terhadap indentitas dirinya. Remaja mencapai indentitas dirinya pada
usia 18 tahun sampai 22 tahun.

11
B. Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Sosial pada Anak
1. Pembangkangan (Negativisme)
Pembangkangan yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini
terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai
muncul pada kira-kira usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usai tiga
tahun.
2. Agresi (aggression)
Agresi yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata
(vebal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustrasi (rasa
kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan/keinginannya) yang dialaminya. Agresi
ini mewujud dalam perilaku menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang,
menggigit, marah-marah dan mencaci maki.
3. Berselisih/bertengkar (quarreling)
Berselisih/bertengkar terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau
terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat
mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
4. Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal
(kata-kata ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan reaksi marah pada
orang yang disekitarnya.
5. Persaingan (rivarly)
Persaingan yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong
(distimulasi) oleh orang lain.
6. Kerjasama (cooperation)
Kerjasama yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok
7. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
8. Mementingkan diri sendiri (selfishness)
9. Simpati (sympathy)
Simpati yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik
orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila
lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap

12
perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai
perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu
kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua yang kasar; sering memarahi; acuh
tak acuh; tidak memberikan bimbingan; teladan; penagajaran; atau pembiasaan
terhadap anak dalam menerapakan norma-norma, baik agama maupun
tatakrama/budi pekerti;cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti :
bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois/selfish, senang
mengisolasi diri/menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan kurang
mempedulikan norma dalam berperilaku.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Myers (1996) cognition refers to all the mental activities associated
with thinking, knowing and remembering, kognisi mengacu pada semua aktivitas
mentl seperti berpikir, mengenal dan mengingat. Menurut kamus psikologi yang di
tulis oleh Reber & Reber (2010) kognisi di katakan sebagai istilah yang sangat luas
yang digunakan untuk mengacu berbagai aktifitas seperti berpikir, memahami atau
bernalar.
Anak-anak menjelang masuk SD, telah mengembangkan keterampilan
berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih komplek. Anak-anak pada usia
sekitar ini, pada dasarnya egosentris dan dunia mereka adalah rumah, keluarga, dan
sekolah. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka dewasa.
Konsentrasi anak mulai tumbuh pada kelas-kelas tinggi SD. Mereka dapat
lebih banyak meluangkan waktu untuk tugas-tugas pilihan mereka, dan sering kali
mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Pada tahap ini terjadi tumbuhnya
tindakan mandiri, kerja sama dengan kelompok, dan bertindak menurut cara-cara yang
dapat diterima lingkungan. Mereka juga peduli terhadap permainan yang jujur.

14
Daftar pustaka

http://bintangcentaury.blogspot.com/2013/09/perkembangan-sosio-emosional-
anak.html
prof. Dr. St Y. Slamet, M. Pd. 2017. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Rendah dan Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Surakarta, Jawa Tengah. UNS
DR. Esti Ismawati, M. Pd. & DR. Faraz Umaya. 2012. Belajar Bahasa di Kelas Awal.
Yogyakarta. Ombak Tiga

15

Anda mungkin juga menyukai