Kelas (I)
Kelompok 2 :
1. Desti Aryani (1611100400)
2. Destri Elvira Sari (1611100419)
3. Wahyu Eky Mulya (1611100387)
PRODI : PGMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
2018/2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam senantisa tercurah pada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Dengan dibuatnya makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran
bahasa Indonesia SD/MI yang diampu oleh Bapak Ova Andrahan, M.Pd selaku dosen mata
kuliah tersebut yang bertemakan “Memahami Teori Pemerolehan Bahasa”
Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan
teman-teman yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih
baik. Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kami pada khususnya dan
rekan-rekanpadaumumnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Kognitif Anak dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Bahasa Indonesia di MI ........................................................................................ 6
B. Perkembangan Sosial Emosional Anak dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia di MI ................................................................ 11
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan perkembangan kognitif anak dan implikasinya
terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di MI?
2. Apa yang dimaksud dengan perkembangan sosian emosional anak dan
implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di MI?
3. Bagaimana perkembangan bahasa anak dan implikasinya terhadap pembelajaran
Bahasa Indonesia di MI?
5
BAB II
ISI
1. Pengertian Kognitif
Menurut Myers (1996) cognition refers to all the mental activities associated with
thinking, knowing and remembering, kognisi mengacu pada semua aktivitas mentl
seperti berpikir, mengenal dan mengingat. Menurut kamus psikologi yang di tulis oleh
Reber & Reber (2010) kognisi di katakan sebagai istilah yang sangat luas yang
digunakan untuk mengacu berbagai aktifitas seperti berpikir, memahami atau bernalar.
Kognitif tidak hanya dipahami sebagai konsep, tetapi digunakan sebagai
pendekatan (kognitivisme). Pendekatan kognitif menjawab kelemahan pendekatan
sebelumnya (behaviorisme) yang menyatakan bahwa perilaku individu (seseorang)
dikontro oleh reward dan reinforcement. Itulah sebabnya pendekatan kognitif dalam isu
perkembangan bahasa anak sering kali disebut juga sebagai model proses, untuk
membedakannya dengan model behavioristik dan linguistik (Marat, 2001).
Kata kognisi berasal dari bahasa Latin cognoscereyang artinya mengetahui,
atau sebagai pemahaman terhadap pengetahuan. Keudian di era modern, kognisi
diasusikan bahwa (1) hanya dengan mempelajari proses mental kita dapat memahami
sepenuhnya apa yang dilakukan individu, (2) kita dapat mempelajari proses mental
secara objektif dengan memfokuskan pada prilaku spesifik individu (Kusnawa, 2011).
Kognisi diukur melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat di amati. Misalnya
kemampuan anak untuk mengingat hasil penjumlahan atau perkalian anatar angka 1-10,
atau kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai prilaku yang patut
dan tidak untuk ditiru. Proses kognitif menggabunglkan antara informasi baru yang
diterima melalui panca indra dengan informasi yang telah disimpan dimemori.
Singkatnya proses kognitif sangat penting untuk di simak, karena ia berkaitan dengan
proses mental dari fungsi intelektual (favell, Miller dan Miller, 1993).
6
Ciri khas dari kognitif terletak pada upayanya memperoleh dan menggunakan
bentuk- bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi dan dihadirkan
dalam diri seseorang.
7
b. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek
dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris atau anak
kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain.
Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
8
6) Penghilangan sifat Egosentrisme, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang
salah).
9
g) Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget
bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang
dewasa, dan jenis logika anak-anak itu berubah seiring dengan bertambahnya usia
10
B. Perkembangan Sosial Emosional Anak dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia di MI
A. Makna Perkembangan Sosio-emosional
Anak-anak menjelang masuk SD, telah mengembangkan keterampilan
berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih komplek. Anak-anak pada
usia sekitar ini, pada dasarnya egosentris dan dunia mereka adalah rumah,
keluarga, dan sekolah. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan
bahwa mereka dewasa.
Konsentrasi anak mulai tumbuh pada kelas-kelas tinggi SD. Mereka
dapat lebih banyak meluangkan waktu untuk tugas-tugas pilihan mereka, dan
sering kali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Pada tahap ini
terjadi tumbuhnya tindakan mandiri, kerja sama dengan kelompok, dan
bertindak menurut cara-cara yang dapat diterima lingkungan. Mereka juga
peduli terhadap permainan yang jujur.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif, anak pada
kelas tinggi SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin
diperlakukan sebagai orang dewasa. Pada masa ini tampak perubahan-
perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di
kelas tinggi SD anak laki-laki dan perempuan menganggap keikutsertaan
dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Teman-
teman mereka menjadi lebih penting dari pada sebelumnya. Mereka
menyatakan kesetiakawanan dengan anggota kelompok teman sebaya melalui
pakian atau prilaku.
Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan indentitas diri anak
remaja adalah reflektivitas, yaitu kecendrungan untuk berpikir tentang apa
yang sedang berkecamuk dalam benak mereka dan mengkaji diri sendiri. Anak
remaja mulai meyakini bahwa ada perbedaan antara apa yang dipikirkan dan
rasakan sebagaimana mereka berprilaku. Mereka mengkritik sifat pribadi
mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk
mengubah pribadinya. Remaja menjadi lebih sadar atas keunikan mereka dan
perbedaannya dibandingkan dengan orang lain. Inilah kepedulian utama
remaja terhadap indentitas dirinya. Remaja mencapai indentitas dirinya pada
usia 18 tahun sampai 22 tahun.
11
B. Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Sosial pada Anak
1. Pembangkangan (Negativisme)
Pembangkangan yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini
terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai
muncul pada kira-kira usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usai tiga
tahun.
2. Agresi (aggression)
Agresi yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata
(vebal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustrasi (rasa
kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan/keinginannya) yang dialaminya. Agresi
ini mewujud dalam perilaku menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang,
menggigit, marah-marah dan mencaci maki.
3. Berselisih/bertengkar (quarreling)
Berselisih/bertengkar terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau
terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat
mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
4. Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal
(kata-kata ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan reaksi marah pada
orang yang disekitarnya.
5. Persaingan (rivarly)
Persaingan yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong
(distimulasi) oleh orang lain.
6. Kerjasama (cooperation)
Kerjasama yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok
7. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
8. Mementingkan diri sendiri (selfishness)
9. Simpati (sympathy)
Simpati yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik
orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila
lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap
12
perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai
perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu
kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua yang kasar; sering memarahi; acuh
tak acuh; tidak memberikan bimbingan; teladan; penagajaran; atau pembiasaan
terhadap anak dalam menerapakan norma-norma, baik agama maupun
tatakrama/budi pekerti;cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti :
bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois/selfish, senang
mengisolasi diri/menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan kurang
mempedulikan norma dalam berperilaku.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Myers (1996) cognition refers to all the mental activities associated
with thinking, knowing and remembering, kognisi mengacu pada semua aktivitas
mentl seperti berpikir, mengenal dan mengingat. Menurut kamus psikologi yang di
tulis oleh Reber & Reber (2010) kognisi di katakan sebagai istilah yang sangat luas
yang digunakan untuk mengacu berbagai aktifitas seperti berpikir, memahami atau
bernalar.
Anak-anak menjelang masuk SD, telah mengembangkan keterampilan
berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih komplek. Anak-anak pada usia
sekitar ini, pada dasarnya egosentris dan dunia mereka adalah rumah, keluarga, dan
sekolah. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka dewasa.
Konsentrasi anak mulai tumbuh pada kelas-kelas tinggi SD. Mereka dapat
lebih banyak meluangkan waktu untuk tugas-tugas pilihan mereka, dan sering kali
mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Pada tahap ini terjadi tumbuhnya
tindakan mandiri, kerja sama dengan kelompok, dan bertindak menurut cara-cara yang
dapat diterima lingkungan. Mereka juga peduli terhadap permainan yang jujur.
14
Daftar pustaka
http://bintangcentaury.blogspot.com/2013/09/perkembangan-sosio-emosional-
anak.html
prof. Dr. St Y. Slamet, M. Pd. 2017. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Rendah dan Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Surakarta, Jawa Tengah. UNS
DR. Esti Ismawati, M. Pd. & DR. Faraz Umaya. 2012. Belajar Bahasa di Kelas Awal.
Yogyakarta. Ombak Tiga
15