Anda di halaman 1dari 2

Teknik Pembibitan Rotan Jernang, Harapan Baru Petani

BP2LHK Palembang (Palembang, 27/04/2016)_Jernang (Dhaemorhop draco) merupakan


tanaman yang populer bagi petani tanaman hutan, karena mempunyai nilai jual tinggi.
Sayangnya, tanaman ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat tumbuh secara
alami. Untuk mengatasi hal tersebut, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (BP2LHK) Palembang telah mengembangkan teknik pembibitan rotan
jernang.

”Persiapan bibit rotan jernang hingga bibit siap tanam memerlukan waktu lama, mencapai 2
tahun. Hal ini disebabkan adanya hambatan dalam proses perkecambahan dan pertumbuhan
bibit yang lambat,” kata Sahwalita, S.Hut., MP., Peneliti BP2LHK Palembang.

Menurutnya, hal ini dapat dimaklumi karena untuk memperoleh bibit jernang tidaklah
mudah. Tetapi melalu beberapa tahapan yang waktunya tidak pasti tergantung kondisi.
Adapun tahapan tersebut adalah: penanganan buah, pematahan dormansi (berhentinya
pertumbuhan tanaman), penanganan kecambah (mulai dari lepasnya over colume sampai
munculnya plumula dan radikel), penyapihan dan pengantian polybag untuk mengoptimalkan
pertumbuhan.

Selain itu, apabila tanaman sudah mulai tumbuh maka diperlukan pemacuan pertumbuhan
bibit untuk meningkatkan pertumbuhan. Salah satu caranya melalui pemupukan dengan
penambahan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman ke dalam media tanam, mulai dari
penambahan bahan organik (pupuk kandang atau kompos) sebagai campuran media tanam
atau dengan pemberian pupuk langsung pada tanaman.

“Uji coba pemupukan yang sedang kami lakukan berupa pupuk daun dan pupuk akar. Pupuk
daun yang dipakai adalah pupuk daun organik dan anorganik. Sedangkan pupuk akar berupa
pupuk majemuk dan tunggal,”jelas Sahwalita.

“Informasi respon pertumbuhan bibit akibat aplikasi pemupukan masih dalam proses
pengamatan,”tambahnya.

Namun, Sahwalita mengingatkan adanya serangan penyakit pada proses pembibitan rotan
jernang. Salah satu penyakit tersebut adalah bercak karat yang bisa menyebabkan kematian
pada bibit.
“Gejala awal serangan penyakit ini berupa bercak kuning pada daum yang berkembang
menjadi warna coklat dan kering. Pada beberapa kasus bagian tengah bercak mengering,
rapuh, berwarna kelabu atau coklat muda,”ungkap Sahwalita.

“Penyebab penyakit ini belum bisa diketahui secara pasti, masih menunggu hasil
identifikasi,”tambah Sahwalita.

Selain penyakit tersebut, masih ada penyakit lain yang mengancam pembibitan dan budidaya
rotan jernang. Umumnya, gejala dan tanda seranga penyakit tersebut mirip pada tanaman
lain. Misalnya pada tanaman sawit, kemungkinan penyebab penyakit ini adalah jamur-jamur
patogenik dari genera Curvularia, Cochiobolus, Drechslera dan Pestalotiopsis.

Dalam pengendalian penyakit pada rotan jernang ini dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain: (a). Seleksi, isolasi dan eradikasi bibit rotan jernang yang terserang penyakit; (b).
Pengurangan kelembanan lingkungan di sekitar bibit; (c). Penyemprotan fungisida thiram
dengan konsentrasi 0,1 – 0,2% setiap 7 hari sekali (mengadopsi pengendalian penyakit pada
bibit sawit). ***Tim Penelitian Jernang.

Anda mungkin juga menyukai