Anda di halaman 1dari 5

PENJELASAN BPOM RI

TENTANG
PERKEMBANGAN TEMUAN PARASIT CACING PADA PRODUK IKAN
MAKEREL KALENG

Menindak lanjuti penjelasan BPOM RI pada tanggal 22 Maret 2018


tentang “TEMUAN CACING PADA PRODUK IKAN KALENG"BPOM RI
memandang perlu memberikan penjelasan perkembangan hasil pengawasan terhadap
masalah tersebut dan juga pihak industri pangan yang bergerak di bidang produksi ikan
kalengan seharusnya perlu mengevaluasi beberapa langkah penanggulangan produksi
dengan mengaplikasikan GMP (Good Manufacturing Practices), GHP (Good Handling
Practices) dan prinsip HACCP (hazard Analytical critical Control Point). Berikut
beberapa saran dan rekomendasi yang dapat diaplikasikan oleh pihak industri pangan
diantaranya:
Pemilihan dan seleksi bahan baku ikan sarden dan makarel mentah yang belum
diproses sesuai dengan ketentuan SNI. Caranya adalah dengan menganalisis
sampel jaringan ikan tersebut untuk dianalisis keberadaan cacing parasitnya
dengan menggunakan mikroskop. Jangan lupa lakukan pula analisis
mikrobiologi TPC untuk menghitung total koloni mikroba karena produk ikan
adalah produk dengan kadar air tinggi (Aw tinggi) yang sangat mudah sekali
ditumbuhi bakteri pembusuk dan bakteri patogen yang membahayakan
kesehatan seperti Pseudomonas, Vibrio parahaemolyticus, Escherechia coli,
Flavobacterium, bakteri koliform, Salmonella typhi, Listeria monocytogenes,
Clostridium botulinum. Selain kontaminasi cacing parasit, resiko kontaminasi
mikroba perusak dan mikroba patogen tersebut juga harus diminimalisir untuk
menjaga mutu produk ikan kalengan.

Proses klorinasi yang tepat untuk mencegah pertumbuhan mikrob pembusuk dan
mikroba patogen sehingga produk ikan kalengan tidak mudah rusak dan
memiliki umur simpan yang lebih panjang. Ada hal penting yang harus
diperhatikan yaitu dengan tidak menggunakan konsentrasi klorin yang terlalu
tinggi karena dapat membahayakan kesehatan manusia. Perhatikan rekomendasi
dari Kementerian Kesehatan RI terkait batas konsentrasi penggunaan klorin.

Perlakuan blansir dan pasteurisasi ikan serta pemasakan bumbu ikan sarden dan
makarel berupa saus tomat maupun saus cabai melalui proses pemanasan
pasteurisasi pada suhu 72,7 derajat celsius selama 5 menit yang dikenal dengan
istilah HTST (High Temperature Short Time) atau penggunaan suhu pasteurisasi
63 derajat celsius selama 30 menit yang dikenal dengan istilah LTLT (Long
Temperature Long Time).
Proses blansir dan pasteurisasi selain bertujuan untuk menonaktifkan enzim
protease yang dapat menyebabkan deaminasi pada ikan yaitu timbulnya bau
amoniak (NH3) dan kebusukan pada produk ikan kalengan. Hal ini juga
bertujuan untuk membunuh bakteri pembusuk, bakteri patogen dan kontaminasi
cacing-cacing parasit yang tidak tahan panas yang mungkin terdapat dalam ikan
maupun bumbu saus tomat dan saus cabai.
Proses pemasakan ikan dengan pemanasan retort maupun teknik autoclaving
(pemanasan bertekanan) pada suhu 121 derajat celsius selama 5 menit. Proses
ini dikenal juga dengan sterilisasi komersial yang merupakan tahapan paling
penting dan menjadi titik kritis dalam penanganan HACCP produk ikan
kalengan. Analisis kecukupan panas dan nilai Fo (12 D) juga harus betul-betul
terpenuhi sehingga dapat mematikan dan membunuh seluruh kontaminan
mikroba patogen, mikroba perusak, spora tahan panas, cacing parasit maupun
telur cacing yang mungkin masih ada dalam produk ikan.
Nilai kecukupan panas dianalisis berdasarkan hubungan antara suhu dengan
waktu pemanasan (proses termal) sehingga diperoleh nilai D (waktu yang
diperlukan untuk menginaktivasi pertumbuhan mikroba sebesar 1 log pada
kondisi sterilisasi komersial) maupun nilai Z (nilai perubahan suhu termal/ panas
yang diperlukan untuk menurunkan pertumbuhan mikroba sebesar 1 log). Secara
umum mekanisme sterilisasi komersial tersebut dianggap sudah cukup bila
mengaplikasikan prinsip kecukupan panas Fo dengan tujuan menurunkan
pertumbuhan mikroba dan cacing parasit. Beberapa kasus yang terjadi di
lapangan pada produk makanan ikan kaleng sering yang ditemukan selama ini
adalah proses pemanasan di industri tidak cukup efektif untuk membunuh
mikroba patogen, spora tahan panas, cacing paarsit maupun telurnya. Kurang
terpenuhinya nilai kecukupan panas tersebut disebabkan karena selama ini
industri ikan kaleng masih mengaplikasikan prinsip pemanasan pasteurisasi
dalam proses pemasakan ikan. Pemanasan pasteurisasi hanya menggunakan
suhu 72 derajat celsius sehingga hanya mampu memenuhi standar 5 D artinya
tidak semua cacing parasit, telur cacing, bakteri patogen dan spora tahan panas
bakteri yang dapat mati dibunuh melalui proses pasteurisasi. Pihak industri
masih menilai bahwa pemanasan dengan suhu tinggi dan waktu yang lama akan
membutuhkan energi yang lebih besar, dan peningkatan energi ini bisa
dikalkulasi nilainya dengan peningkatan biaya produksi. Hal inilah yang
mungkin memberatkan pihak industri pangan untuk mengaplikasikan proses
sterilisasi komersial.
Melakukan sterilisasi pada kemasan kaleng dengan pemanasan retort maupun
teknik autoclaving (pemanasan bertekanan) pada suhu 121 derajat celsius
selama 15 menit. Proses sterilisasi kemasan kaleng selain dapat dilakukan
dengan proses termal dapat juga dilakukan dengan teknik alternatif yaitu dengan
iradiasi penyinaran sinar UV dengan dosis iradiasi 5 - 10 Kgy (kilogray).
Penggunaan teknik iradiasi tersebut mampu mematikan cacing-cacing parasit,
telur cacing, bakteri pembusuk, bakteri patogen, maupun spora. Pemilihan
kemasan kaleng juga harus benar yaitu jangan memilih bahan kemasan kaleng
yang mudah berkarat.
Pengisian (filling) ikan makarel maupun sarden dan bumbu saus ke dalam
kemasan kaleng harus dilakukan secara aseptis (steril) dalam suatu ruangan
maupun pipa pengisian khusus. Untuk menjamin hal ini pihak industri harus
benar-benar memastikan aspek sanitasi dan kebersihan ruangan tempat pengisian
produk dan selalu membersihkan pipa-pipa yang digunakan untuk pengisian
produk.
Pengemasan (packaging) dan penutupan produk ikan kaleng harus dilakukan
secara praktis, hermetis dan septis (steril) serta jangan sampai terjadi kebocoran
kemasan akibat proses pengemasan yang kurang tepat. Kebocoran kemasan
dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi silang yang dapat menyebabkan
masuknya spora kapang, dan spora Clostridium botulinum yang tahan panas ke
dalam produk ikan kalengan melalui udara.
Penyimpanan produk di ruangan yang tepat baik kondisi suhunya maupun
kelembabannya. Umur simpan produk sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu
penyimpanan dan kadar air (Relative Humidity) ruang penyimpanan. Pihak
industri harus menyediakan ruang storage khusus untuk menyimpan produk ikan
yang telah dikalengkan sebelum didistribusikan kepada konsumen
Para konsumen dan masyarakat jangan terlalu khawatir dengan adanya kasus ini.
Konsumen yang baik harus tetap tenang dan cerdas dalam meilih dan mengolah produk
pangan yang akan dikonsumsi. Rekomendasi kepada para konsumen dalam memilih
produk ikan kalengan di pasaran adalah sebagai berikut:
a. Pastikan pilih produk ikan kaleng yang kemasannya bagus, dan tidak mengalami
kerusakan. Amati bentuk kaleng jangan sampai memilih kaleng yang sudah cembung
dan menggembung karena produk ikan kaleng yang sudah menggembung tidak baik
dikonsumsi karena sudah terkontaminasi bakteri patogen dan pembusuk penghasil gas
sulfide (H2S) dan karbondioksida.
b. Masak dan panaskan terlebih dahulu produk ikan makerel dan ikan sarden dengan suhu
pemanasan yang cukup yaitu pada suhu 90 – 100 derajat celsius selama 5 menit
sebelum dikonsumsi. Meskipun produk ikan kalengan sudah dimasak selama proses
produksinya akan tetapi memasak dan memanaskan kembali produk ini sebelum
dikonsumsi akan lebih menjamin keamanan sebelum kita memakannya. Dengan
pemanasan dan pemasakan ini kita bisa membunuh sisa-sisa cacing parasit, telur cacing,
bakteri patogen, bakteri pembusuk, spora yang mungkin masih tertinggal di dalam
produk ikan kalengan. Kewaspadaan dan tindakan preventif pencegahan jauh lebih baik
daripada terjadi keracunan maupun hal berbahaya lainnya.
c. Usahakan produk ikan kalengan yang anda buat habis dikonsumsi dan tidak
meninggalkan sisa. Karena proses pemanasan yang dilakukan secara berulang-ulang
pada produk yang tidak habis dikonsumsi kurang baik dampaknya dari segi nutrisinya
bagi kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai