Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS KUALITATIF FORMALIN PADA TAHU PUTIH

YANG BEREDAR DI PASAR SANGGUMPAL BONANG

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

HILMAN PANE
NIM.20050006

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AUFA ROYHAN
DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya

peneliti dapat menyusun proposal skripsi dengan judul ‘Analisis Kualitatif Formalin Pada

Tahu Putih Di Pasar Sanggumpal Bonang‘’ sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

sarjana Farmasi di Program Sarjana Fakultas Kesehatan Universitas Aufa Royhan di Kota

Padangsidimpuan.

Dalam proses penyusunan proposal skripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan

terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Arinil Hidayah SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Aufa

Royhan di Kota Padangsidimpuan.

2. Apt. Cory Linda Futri Harahap, M.Farm, selaku ketua program studi Farmasi Fakultas

Kesehatan Universitas Aufa Royhan di Kota Padangsidimpuan.

3. Apt. Hafni Nur Insan, M.Farm, selaku pembimbing utama yang telah meluangkan

waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

4. Ayus Diningsih S. Pd. M. Si, selaku pembimbing pendamping, yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

5. Seluruh dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kesehatan Universitas Aufa Royhan

di Kota Padangsidimpuan.

6. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda

(Baharuddin) dan Ibunda tercinta (Bainar) dan seluruh keluarga besar penulis yang

telah memberikan semangat, motivasi, nasehat, dukungan baik dari segi moral,

material dan Doa sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Terima kasih untuk sahabat-sahabat yang telah mendukung, memberikan support,

serta ikut terlibat membantu penulis sampai tugas akhir ini selesai.
Kritik dan saran yang bersifat membangun peneliti harapkan guna perbaikan dimasa

mendatang. Mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat bagi peningkatan kualitas

kefarmasian. Aamiin.

Padangsidimpuan, Februari 2023

Peneliti
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyalahgunaan bahan-bahan kimia berbahaya sebagai bahan tambahan bagi produk

makanan maupun minuman yang tidak sesuai dengan peruntukkannya telah banyak membuat

resah masyarakat. Penggunaan bahan kimia seperti pewarna dan pengawet untuk makanan

ataupun bahan makanan dilakukan oleh produsen agar produk olahannya menjadi lebih

menarik, lebih tahan lama dan juga tentunya lebih ekonomis sehingga diharapkan dapat

menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dampak kesehatan yang

ditimbulkan dari penggunaan bahan- bahan berbahaya tersebut sangatlah buruk bagi

masyarakat yang mengkonsumsinya. Keracunan makanan yang bersifat akut serta dampak

akumulasi bahan kimia yang bersifat karsinogen merupakan beberapa masalah kesehatan

yang akan dihadapi oleh konsumen (Aghnan, 2016) .

Dalam proses pengolahan makanan,produsen selalu mengusahakan untuk menghasilkan

makanan yang disukai dan berkualitas baik. Oleh karena itu, biasanya produsen sering

menambahkan Bahan Tambahan Pangan (BTP) ke dalam makanan. Penggunaan bahan

tambahan pangan (BTP) atau food additives sudah sangat meluas. Hampir semua industri

pangan, baik industri besar maupun industri rumah tangga, dipastikan menggunakan BTP.

Penggunaan BTP memang tidak dilarang asalkan bahan tersebut benar-benar aman bagi

kesehatan manusia dan dalam dosis yang tepat. Akan tetapi, terdapat dua permasalahan utama

dalam penggunaannya. Pertama, produsen menggunakan BTP yang diizinkan akan tetapi

melebihi dosis yang diizinkan. Kedua, produsen menggunakan bahan yang bukan merupakan

BTP. Salah satu contoh bahan yang bukan termasuk BTP tetapi sering ditambahkan ke dalam

makanan yaitu formalin (Saparianto,2006). Formalin merupakan larutan yang tidak berwarna,

memiliki bau yang menyengat, dan mengandung 37% formaldehid dalam air (Uddin dkk.,

2011). Formalin tidak diperkenankan ada dalam makanan maupun minuman, karena dalam
jangka panjang dapat memicu perkembangan sel-sel kanker, iritasi pada saluran pernafasan,

reaksi alergi, dan luka bakar. Salah satu makanan yang sering ditambahkan formalin adalah

tahu (Nelly,2011).

Tahu merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat, karena rasa dan

kandungan gizinya yang tinggi. Tahu dibuat dari kedelai yang merupakan sumber makanan

dengan kandungan protein tinggi, dalam 100 gr tahu mengandung 68 gr kalori, protein 7,8 gr,

lemak 4,6 gr, karbohidrat 1,6 gr, kalsium 124 gr, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, vitamin B 0,06

mg, dan air 84,8 gr. Tahu diperoleh melalui proses pengumpalan (pengendapan) protein susu

kedelai, bahan yang digunakan adalah batu tahu. (CaSO4), Asam cuka (CH3COOH) dan

MgSO4. Secara umum proses pembuatan tahu meliputi, perendaman, penggilingan,

pemasakan, penyaringan, pengumpalan, pencetakan/pengerasan dan pemotongan (Sani,

2006). Dalam pengolahan tahu biasanya produsen menggunakan formalin sebagai pengawet

agar produksinya dapat bertahan lama dan dapat disimpan jika tidak habis terjual oleh para

pedagang tahu di pasaran. Tahu yang berformalin mempunyai ciri-ciri antara lain tekstur

kenyal, tidak padat tetapi tidak mudah hancur; awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tahan

sampai 15 hari dalam lemari es; dan aroma menyengat bau formalin (kadar 0,5-1,0 ppm)

(Artikel Kesehatan,2016).

Kurangnya pengetahuan produsen tahu tentang dampak buruk yang dapat ditimbulkan

dari penggunaan formalin untuk jangka waktu yang lama maka masih banyak produsen tahu

yang menggunakan formalin dalam proses pengolahan produksinya. Hal ini tentu saja dapat

merugikan masyarakat terutama konsumen tahu. Salah satu upaya untuk meminimalisir

masuknya formalin ke dalam tubuh sebaiknya masyarakat mulai selektif dalam memilah

makanan yang akan dikonsumsi, terutama yang diisukan kerap menggunakan bahan formalin

seperti tahu (N.N., 2016). Berdasarkan pengamatan ciri fisik/tekstur seperti kekenyalan pada
beberapa produk tahu yang peneliti konsumsi dan dugaan adanya penggunaan formalin

sebagai pengawet dalam pengolahan tahu di kota Palu .

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan penelitian diatas adalah, yaitu:
1. Apakah formalin sangat berbahaya pada tubuh kita.
2. Apa saja ciri ciri tahu putih yang pakai formalin.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Formalin sangat berbahaya dan tidak diperkenankan ada dalam makanan maupun
minuman, karena dalam jangka panjang dapat memicu perkembangan sel-sel kanker, iritasi
pada saluran pernafasan, reaksi alergi, dan luka bakar.
2. Tahu yang berformalin mempunyai ciri-ciri antara lain tekstur kenyal, tidak padat tetapi
tidak mudah hancur; awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tahan sampai 15 hari dalam lemari
es; dan aroma menyengat bau formalin.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.
2. Dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Peneliti
1. Dapat memperoleh pengalaman langsung dan mengetahui tahu yang
mengandung formalin.
2. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan terlebih khusus untuk tahu yang
mengandung formalin.
1.4.3 Bagi Masyarakat
1. Agar masyarakat tidak sembarangan dalam memilih bahan makanan terutama
pada tahu .
2. Agar mengetahui tanda tanda tahu mana yang mengandung formalin dan mana
tahu yang tidak mengandung formalin.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Bahan Pangan
1.1.1 Pengertian Bahan Pangan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/Per/X/1999 secara umum adalah bahan yang

biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas

makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke

dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,

pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan. (Cahyadi, 2012) .

Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan

penggunaannya dapat berakibat positif maupun negative bagi masyarakat. Penyimpangan

dalam penggunaannnya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai

penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik

untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu,

bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan kemanan pangan (food

safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient)merupakan bagian integral dari

kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan bahan tambahan pangan. (Cahyadi, 2012) .

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau

mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah

dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. (Regina Sasmita Lakuto, 2017) .

Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan

penggunaannya dapat berakibat positif maupun negative bagi masyarakat. Penyimpangan

dalam penggunaannnya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai

penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik

untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu,

bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan kemanan pangan (food
safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient)merupakan bagian integral dari

kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan bahan tambahan pangan. (Cahyadi, 2012).

Pangan merupakan kebutuhan dasar terpenting yang mampu meningkatkan kualitas

fisik dan kecerdasan seseorang. Oleh karena itu pangan membutuhkan persyaratan yaitu

harus bergizi dan memiliki mutu yang baik, serta aman dikonsumsi. Persyaratan keamanan

pangan menjadi kriteria utama yang harus dipenuhi karena menyangkut kesehatan

masyarakat sebagai konsumen (Badan POM, 2002). Keamanan pangan Berdasarkan Pasal 1

ayat (7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 diartikan sebagai

kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran

biologis, kimia, benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan

kesehatan manusia (Rofieq, ddk., 2017).

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012, tentang Bahan Tambahan

Pangan menyebutkan bahwa Bahan Tambahan Pangan yang disingkat BTP adalah bahan

yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Triatama,

2014).

Bahan Tambahan Pangan dalam kehidupan sehari – hari sudah marak penggunaannya

dalam pembuatan berbagai macam makanan. Menurut Julaeha, dkk (2017), fungsi dan tujuan

penggunaan bahan tambahan pangan pada pangan, yaitu:

1. Untuk mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan

atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.

2. Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut.

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.

4. Meningkatkan kualitas pangan.

5. Menghemat biaya.
Peranan Bahan Tambahan Pangan khususnya bahan pengawet menjadi makin penting

sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan makanan yang sintesis. Salah satu bahan

tambahan pangan yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI No.033 Tahun 2012 merupakan perubahan dari Permenkes Nomor

722/Menkes/Per/X/1988 tentang bahan tambahan pangan adalah bahan pengawet ini adalah

untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian , dan perusakan

lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Penggunaan bahan pengawet

dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya (Regina Sasmita Lakuto, 2017).

1.1.2 Jenis jenis Bahan Tambahan Pangan


Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar,

yaitu sebagai berikut.

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,

dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat

mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh

pengawet, pewarna,dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak

mempunyai fungsi dalam makan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam

jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,

pengolahan, dan pemanasan. Bahan ini dapat pula merupakan residua tau kontaminan

dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau

penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi.

Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk

insektisida, herbisida, fungisida, dan rodetinsida), antibiotic, dan hidrokarbon

aromatic polisklis. (Cahyadi, 2012).

Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil,

dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses
sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat

karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia. Bahan

tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila.

1.1.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan


Bahan tambahan pangan yang diizinkan ditambahkan dalam makanan menurut

Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 722/MenKes/Per/IX/88 sebagai berikut :

1. Antioksidan (antioxidant).

2. Antikempal (anticaking agent).

3. Pengatur keasaman (acidity regulator).

4. Pemutih dan pematang telur (flour treatment agent).

5. Pengemulsi, pemantap dan pengental (emulsifier, stabilizer,thickener) .

6. Pemanis buatan (artificial sweeterner).

7. Pengawet (preservative) .

8. Pengeras (firming agent).

9. Pewrna (colour) .

10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavor, flavor enhancer) .

11. Sekuestran (sequestrant).

Bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut

Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/Menkes/Per/X/1999 sebagai

berikut :

1. Natrium tetraborat (boraks)

2. Formalin (fomaldehide)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)

4. Kloramfenikol (clorampenicol)

5. Dietilpirocarbonat (diethylpyrocabonate, DEPC).


6. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)

7. Kalium klorat (potassium chlorate)

8. P-phenetilkarbamida (p-phenethylcarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyurea)

9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid dan its salt). (Cahyadi, 2012)

1.2 Formalin ( Formaldehid )


2.2.1 Pengertian Formalin ( formaldehid )
Formalin adalah nama dagang dari larutan Formaldehyd dalam air dengan kadar 30-

40%. Formalin juga dapat diperoleh di pasaran dalam bentuk yang sudah diencerkan, yaitu

dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20, dan 10%, dan dalam bentuk tablet yang beratnya

masing-masing sekitar 5 gram (Lakuto, 2017).

Formaldehida awalnya disintesa oleh kimiawan Rusia Alexander Butlerov tahun

1859, kemudian diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1868. Formaldehida ditemukan pada

tahun 1868 oleh August Wilhelm Von Hoffman, ketika ia mengalirkan uap metanol dan air di

atas spiral platinum yang panas. Namun, fungsinya sebagai desinfektan (pembasmi kuman)

baru ditemukan pada tahun 1888 (Susanti, 2010).

Dalam pengolahan bahan makanan dan minuman minyak kayu manis digunakan

sebagai pewangi atau peningkat citarasa, diantaranya untuk minuman keras, minuman ringan

(softdrink), agar–agar, kue, kembang gula, bumbu gulai dan sup (Rismunandar, 2018).

Formalin adalah bahan antiseptic yang lazim digunakan untuk mensterilkan peralatan

kedokteran, mengawetkan mayat atau specimen biologi lain, sebgai pembunuh hama, dan

sebagai bahan pupuk urea. Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit atau

tertelan. Efek jangka pendek dari mengonsumsi formalin, antara lain terjadinya iritasi pada

saluran pernapasan, muntah-muntah, pusing dan rasa terbakar pada tenggorokan. Adapum

efek jangka panjangnya yaitu terjadinya kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas,

system susunan saraf pusat, dan ginjal. Batas normal tubuh dapat menetralisir formalin dalam

tubuh melalui konsumsi makanan adalah 1,5-14 mg setiap harinya. Mengonsumsi secara
terus menerus dalam jumlah cukup tinggi dapat menyebabkan mutasi genetic yang berakibat

pada meningkatkatnya kemungkinan terkena kanker. (Sartono, 2012).

2.2.2 Sifat Fisika Kimia Formaldehida


Rumus Molekul : CH2O

Nama Kimia : Formaldehyde

Nama Lain :Formol, Morbicid, Methanal, Formicaldehide, Methyloxide,

Oxymethylene, Methylene aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Karsan,

Methylene glycol, Paraforin, Polyoxymethylene glycols, Superlysoform,

Tetraoxymethylene, Trioxane.

Massa Molar : 30,03 g/mol

Titik leleh : -920C

Titik Didih : -210C Kelarutan dalam air (g/100 ml) : bercampur sempurna.

Gambar 2.2 : Rumus Molekul Formalin

Kegunaan formaldehida Menurut Rahmawati (2017), kegunaan formalin antara lain:

A. Membunuh organisme, yaitu sebagai pembasmi lalat dan serangga lainnya.

B. Digunakan untuk pembersih lantai kapal, gudang dan pakaian.

C. Sebagai bahan dalam pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan

peledak.

D. Dalam dunia fotografi, biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.

E. Sebagai bahan dalam pembuatan produk parfum.

F. Sebagai bahan untuk pembuatan pupuk dalam urea.


G. Sebagai bahan pengawet dalam produk kosmetik dan pengeras kuku.

H. Dalam bidang industri, digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis

(Playwood), resin maupun tekstil.

I. Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi.

J. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ), formalin digunakan sebagai pengawet

untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, perawatan

sepatu, shampo mobil, lilin, dan pembersih karpet.

K. Dalam dunia kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat.

Formaldehid berupa gas dan larutan formalin mengandung 40% formaldehid.

Formalin digunakan sebagai desinfektan, antiseptic, deodorant, fiksasi jaringan, dan cairan

pembalsem. Dosis fatal formalin 60-90 ml. paraformaldehid atau trioksimetilen merupakan

bentuk polimer formaldehid yang akan terurai menjadi formaldehid jika terkena panas dan

digunakan sebagai fumigan. Paraformaldehid juga digunakan untuk memberikan kekuatan

pada kertas dan kain terhadap basah dan sebagai perekat papan dan plywood.

Paraformaldehid, kadang-kadang juga mengandung formaldehid bebas. Meskipun

formaldehid merupakan metabolit normal dalam tubuh manusia, kadar yang tinggi akan

bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan

mengakibatkan kematian sel. Minimal sebagian efek toksik disebabkan oleh perubahan

formladehid menjadi asam formiat. Akibat keracunan formaldehid, terutama kolaps dan

anuria. Keracunan formaldehid melalui inhalasi dan tindakan penanggulangannya dapat

dilihat pada halaman. (Sartono, 2012).

1.2.3 Dampak Formalin Terhadap Kesehatan


Karakteristik risiko yang membahayakan bagi kesehatan manusia yang berhubungan

dengan formaldehid adalah berdasarkan konsentrasi dari substansi formaldehid yang terdapat

di udara dan juga dalam produk-produk pangan.


Formalin merupakan bahan beracun dn berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika

kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di

dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan

keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga

menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan

bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang

mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dn

kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di

udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga

merangsang hidung, tenggorokan, dan mata.

Pemaparan formaldehid terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras, menimbulkan

kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada system reproduksi wanita akan

menimbulkan gangguan menstruasi, toksemia,dan anemia pada kehamilan, peningkatan

aborsi spontan, serta penurunan berat badan bayi baru lahir. Uap dari larutan formaldehid

menyebabkan iritasi membran mukosa hidung, mata, dan tenggorokan apabila terhisap dalam

bentuk gas pada konsentrasi 0,03-4 bpj selama 35 menit. Dapat terjadi iritasi pernapasan

parah seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronchitis, pneumonia, asma, udempumonary,

dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit. (Cahyadi, 2012).

Uap formaldehid sangat iritan terhadap membrane mukosa, dan dapat mengiritasi

mata, hidung, dan bila uap dihirup dapat terjadi iritasi saluran napas yang parah, antara lain

dapat menyebabkan batuk, sposmus laring, bronkus dan pneumonia, dapat pula timbung asma

pada inhalasi.

Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit yang sangat

disertai dengan radang, ulca, dan hedrosis membrane mukosa. Hal ini karena sifatnya yang
merupakan iritan kuat membrane mukosa. Dapat juga menyebabkan muntah dan diare

berdarah.

Penelitian terhadap pemberian formaldehid dengan cara pencernaan (digestion)

didapatkan bahwa proses pencernaan formaldehid akut menyebabkan luka pada ginjal,

disuria, anuria, piuria, haematuria, dan meningkatnya kadar format dalam urine. Proses

pencernaan (pemasukan) akut dapat menyebabkan kematian karena oedema pada paru-paru,

dan circulatory collapse.

Di dalam tubuh terakumulasi dalam jumlah besar, formalin merupakan bahan beracun

dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungan dalam tubuh tinggi, akan bereaksi

secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan

menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Bambang

menegaskan, akumulasi formalin yang tinggi di dalam tubuh akan menyebabkan berbagai

keluhan, misalnya iritasi lambung dan kulit, muntah, diare serta alergi. Bahkan bisa

menyebabkan kanker, karena formalin bersifat karsinogenik. (Cahyadi, 2012)

Menurut Hasnah (2018), bahaya formalin bagi tubuh antara lain:

a. Bahaya Jangka Pendek (Akut)

Bahaya yang akan terjadi jika terhirup uap formalin pada jangka pendek, yaitu: terjadi

iritasi, terasa terbakar pada tenggorokan dan hidung, batuk-batuk, gangguan saraf, kerusakan

jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti, radang paru dan pembengkakan paru,

tanda-tanda umum, bersin, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan, jantung berdebar,

mual muntah, pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian. Formalin

murni atau larutan formalin, berupa cairan yang sangat mudah terpercik, misalnya saat

menuangkan formalin jika mengenai kulit, maka pada kulit akan mengalami perubahan warna

kulit, kulit terasa terbakar, menjadi merah, mengeras dan mati rasa. Jika formalin terkena

mata maka dapat menimbulkan iritasi mata, mata menjadi merah, sakit gatal, penglihatan
kabur dan mengeluarkan air mata. Pada konsentrasi tinggi dapat merusak lensa mata.

Keadaan yang sangat mengkhawatirkan apabila tertelan larutan formalin maka akan

menyebabkan mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah,

dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi

(tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi

kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal.

b.Bahaya Jangka Panjang (kronis)

Jika terjadi pemaparan formalin pada jangka panjang secara terus menerus akan

terjadi radang selaput lendir hidung, batuk-batuk serta gangguan pernafasan, sensitasi paru,

kanker pada hidung, tenggorokan, mulut, paru dan otok, luka pada ginjal, gangguan haid dan

kemandulan pada wanita, efek neuropsikosis, sakit kepala, gangguan tidur, cepat marah,

keseimbangan terganggu, mual, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang. Hal ini

terjadi pada saat uap formalin secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama.

1.3 Tahu
1.3.1 Pengertian Tahu
Tahu adalah produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai yang

diendapkan dengan batu tahu (CaSO4) atau dengan asam asetat (CH3COOH). Sehingga

kandungan protein dalam tahu ditentukan oleh kandungan protein pada kedelai yang

digunakan. Kedelai kuning dan kedelai hitam merupakan jenis kedelai yang sering digunakan

untuk membuat tahu. Kadar protein pada kedelai mencapai 35 % bahkan dapat mencapai 40 –

43 % pada kedelai dengan varitas unggul. Kandungan protein pada tahu lebih tinggi jika

dibandingkan dengan beras, jagung tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan

telur ayam. Dikenal 2 jenis tahu, yaitu tahu biasa dan tahu Cina. Perbedaan kedua jenis tahu

ini terletak pada bentuk dan cara pembuatannya. Dalam pembuatan tahu Cina, kedelai direbus
terlebih dahulu dan setelah itu . direndam, dan biasanya mempunyai ukuran yang lebih besar

(Susanti, 2010).

Tahu berasal dari Cina, dan metode pembuatan tahu pertama kali ditemukan pada

tahun 164 SM oleh Liu An yang merupakan seorang filsuf, guru, ahli hukum dan ahli politik

yang mempelajari kimia dan meditasi dalam agama Tao. Liu An memperkenalkan tahu pada

teman temannya yaitu para pendeta yang tidak mengkonsumsi daging. Pada masa itu kedelai

termasuk salah satu bahan makanan utama orang-orang kuil (pendeta). Pendeta yang

memperkenalkannya sambil menyebarkan agama Budha, tahu tersebar keseluruh dunia

(Susanti, 2010).

Gambar 1.3 : Peberdaan Tahu berfolmalin dan Tidak berformalin

1.3.2 Ciri – Ciri Tahu Yang Mengandung Formalin


Tahu yang mengandung formalin memiliki ciri yang dapat dibedakan, yaitu bila

semakin tinggi kandungan formalin, maka akan tercium bau obat yang semakin menyengat;

sedangkan tahu yang tidak berformalin akan tercium bau protein kedelai yang khas. Tahu

yang berformalin memilki tekstur yang baik dan tidak mudah hancur serta memiliki sifat

membal (jika ditekan terasa sangat kenyal), tahu yang berformalin juga akan tahan lama,
sedangkan tahu yang tidak berformalin hanya dapat bertahan satu sampai dua hari (Susanti,

2010)
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan pertama

yaitu pembuatan ekstrak jahe dan kulit kayu manis dan yang kedua tahapan pembuatan

permen jelly

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Aufa Royhan di Kota

Padangsidimpuan.

Tabel 3.1 Rencana Kegiatan dan Waktu Penelitian

Kegiatan Waktu penelitian


Nov Des Jan Feb Mar Apr
Pengajuan judul
Penyusunan proposal
Seminar proposal
Pelaksanaan penelitian
Pengolahan data
Sidang skripsi
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, mortar, alat penyulingan, tabung reaksi,
Erlenmeyer, corong pemisah, penangas air.
3.2.2 Bahan
larutan KMnO4 0,1 N, akuades dan kertas saring.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Sampel
1. Analisis ini menggunakan 2 tabung reaksi yang masing-masing diberi kode A dan B.

2. Tabung reaksi A diisi dengan 2 mL akuades, lalu ditambahkan 1 tetes larutan KMnO4 0,1

N dan diaduk hingga homogen

3. Tabung reaksi B diisi dengan 10 mL akuades, lalu ditambahkan 5 gr sampel tahu.

4. Kemudian diaduk hingga homogen, dan disaring untuk diambil filtratnya. Filtrat tahu

yang berasal dari tabung reaksi B dimasukkan ke dalam tabung reaksi A.

5. Didiamkan sampai 30 menit. Diamati perubahan warna yang terjadi.

6. Jika warna merah muda pudar, menunjukkan sampel tersebut mengandung formalin.

Anda mungkin juga menyukai