PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
HILMAN PANE
NIM.20050006
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya
peneliti dapat menyusun proposal skripsi dengan judul ‘Analisis Kualitatif Formalin Pada
Tahu Putih Di Pasar Sanggumpal Bonang‘’ sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana Farmasi di Program Sarjana Fakultas Kesehatan Universitas Aufa Royhan di Kota
Padangsidimpuan.
Dalam proses penyusunan proposal skripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan
1. Arinil Hidayah SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Aufa
2. Apt. Cory Linda Futri Harahap, M.Farm, selaku ketua program studi Farmasi Fakultas
3. Apt. Hafni Nur Insan, M.Farm, selaku pembimbing utama yang telah meluangkan
5. Seluruh dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kesehatan Universitas Aufa Royhan
di Kota Padangsidimpuan.
(Baharuddin) dan Ibunda tercinta (Bainar) dan seluruh keluarga besar penulis yang
telah memberikan semangat, motivasi, nasehat, dukungan baik dari segi moral,
serta ikut terlibat membantu penulis sampai tugas akhir ini selesai.
Kritik dan saran yang bersifat membangun peneliti harapkan guna perbaikan dimasa
kefarmasian. Aamiin.
Peneliti
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyalahgunaan bahan-bahan kimia berbahaya sebagai bahan tambahan bagi produk
makanan maupun minuman yang tidak sesuai dengan peruntukkannya telah banyak membuat
resah masyarakat. Penggunaan bahan kimia seperti pewarna dan pengawet untuk makanan
ataupun bahan makanan dilakukan oleh produsen agar produk olahannya menjadi lebih
menarik, lebih tahan lama dan juga tentunya lebih ekonomis sehingga diharapkan dapat
ditimbulkan dari penggunaan bahan- bahan berbahaya tersebut sangatlah buruk bagi
masyarakat yang mengkonsumsinya. Keracunan makanan yang bersifat akut serta dampak
akumulasi bahan kimia yang bersifat karsinogen merupakan beberapa masalah kesehatan
makanan yang disukai dan berkualitas baik. Oleh karena itu, biasanya produsen sering
tambahan pangan (BTP) atau food additives sudah sangat meluas. Hampir semua industri
pangan, baik industri besar maupun industri rumah tangga, dipastikan menggunakan BTP.
Penggunaan BTP memang tidak dilarang asalkan bahan tersebut benar-benar aman bagi
kesehatan manusia dan dalam dosis yang tepat. Akan tetapi, terdapat dua permasalahan utama
dalam penggunaannya. Pertama, produsen menggunakan BTP yang diizinkan akan tetapi
melebihi dosis yang diizinkan. Kedua, produsen menggunakan bahan yang bukan merupakan
BTP. Salah satu contoh bahan yang bukan termasuk BTP tetapi sering ditambahkan ke dalam
makanan yaitu formalin (Saparianto,2006). Formalin merupakan larutan yang tidak berwarna,
memiliki bau yang menyengat, dan mengandung 37% formaldehid dalam air (Uddin dkk.,
2011). Formalin tidak diperkenankan ada dalam makanan maupun minuman, karena dalam
jangka panjang dapat memicu perkembangan sel-sel kanker, iritasi pada saluran pernafasan,
reaksi alergi, dan luka bakar. Salah satu makanan yang sering ditambahkan formalin adalah
tahu (Nelly,2011).
Tahu merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat, karena rasa dan
kandungan gizinya yang tinggi. Tahu dibuat dari kedelai yang merupakan sumber makanan
dengan kandungan protein tinggi, dalam 100 gr tahu mengandung 68 gr kalori, protein 7,8 gr,
lemak 4,6 gr, karbohidrat 1,6 gr, kalsium 124 gr, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, vitamin B 0,06
mg, dan air 84,8 gr. Tahu diperoleh melalui proses pengumpalan (pengendapan) protein susu
kedelai, bahan yang digunakan adalah batu tahu. (CaSO4), Asam cuka (CH3COOH) dan
2006). Dalam pengolahan tahu biasanya produsen menggunakan formalin sebagai pengawet
agar produksinya dapat bertahan lama dan dapat disimpan jika tidak habis terjual oleh para
pedagang tahu di pasaran. Tahu yang berformalin mempunyai ciri-ciri antara lain tekstur
kenyal, tidak padat tetapi tidak mudah hancur; awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tahan
sampai 15 hari dalam lemari es; dan aroma menyengat bau formalin (kadar 0,5-1,0 ppm)
(Artikel Kesehatan,2016).
Kurangnya pengetahuan produsen tahu tentang dampak buruk yang dapat ditimbulkan
dari penggunaan formalin untuk jangka waktu yang lama maka masih banyak produsen tahu
yang menggunakan formalin dalam proses pengolahan produksinya. Hal ini tentu saja dapat
merugikan masyarakat terutama konsumen tahu. Salah satu upaya untuk meminimalisir
masuknya formalin ke dalam tubuh sebaiknya masyarakat mulai selektif dalam memilah
makanan yang akan dikonsumsi, terutama yang diisukan kerap menggunakan bahan formalin
seperti tahu (N.N., 2016). Berdasarkan pengamatan ciri fisik/tekstur seperti kekenyalan pada
beberapa produk tahu yang peneliti konsumsi dan dugaan adanya penggunaan formalin
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke
dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
dalam penggunaannnya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai
penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik
untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu,
bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan kemanan pangan (food
safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient)merupakan bagian integral dari
kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan bahan tambahan pangan. (Cahyadi, 2012) .
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah
dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. (Regina Sasmita Lakuto, 2017) .
dalam penggunaannnya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai
penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik
untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu,
bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan kemanan pangan (food
safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient)merupakan bagian integral dari
kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan bahan tambahan pangan. (Cahyadi, 2012).
fisik dan kecerdasan seseorang. Oleh karena itu pangan membutuhkan persyaratan yaitu
harus bergizi dan memiliki mutu yang baik, serta aman dikonsumsi. Persyaratan keamanan
pangan menjadi kriteria utama yang harus dipenuhi karena menyangkut kesehatan
masyarakat sebagai konsumen (Badan POM, 2002). Keamanan pangan Berdasarkan Pasal 1
ayat (7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 diartikan sebagai
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologis, kimia, benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012, tentang Bahan Tambahan
Pangan menyebutkan bahwa Bahan Tambahan Pangan yang disingkat BTP adalah bahan
yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Triatama,
2014).
Bahan Tambahan Pangan dalam kehidupan sehari – hari sudah marak penggunaannya
dalam pembuatan berbagai macam makanan. Menurut Julaeha, dkk (2017), fungsi dan tujuan
atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
5. Menghemat biaya.
Peranan Bahan Tambahan Pangan khususnya bahan pengawet menjadi makin penting
sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan makanan yang sintesis. Salah satu bahan
tambahan pangan yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan Menteri
722/Menkes/Per/X/1988 tentang bahan tambahan pangan adalah bahan pengawet ini adalah
lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Penggunaan bahan pengawet
dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya (Regina Sasmita Lakuto, 2017).
dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam
jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,
pengolahan, dan pemanasan. Bahan ini dapat pula merupakan residua tau kontaminan
dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau
penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi.
Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk
Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil,
dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses
sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat
karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia. Bahan
1. Antioksidan (antioxidant).
7. Pengawet (preservative) .
9. Pewrna (colour) .
10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavor, flavor enhancer) .
berikut :
2. Formalin (fomaldehide)
4. Kloramfenikol (clorampenicol)
9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid dan its salt). (Cahyadi, 2012)
40%. Formalin juga dapat diperoleh di pasaran dalam bentuk yang sudah diencerkan, yaitu
dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20, dan 10%, dan dalam bentuk tablet yang beratnya
1859, kemudian diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1868. Formaldehida ditemukan pada
tahun 1868 oleh August Wilhelm Von Hoffman, ketika ia mengalirkan uap metanol dan air di
atas spiral platinum yang panas. Namun, fungsinya sebagai desinfektan (pembasmi kuman)
Dalam pengolahan bahan makanan dan minuman minyak kayu manis digunakan
sebagai pewangi atau peningkat citarasa, diantaranya untuk minuman keras, minuman ringan
(softdrink), agar–agar, kue, kembang gula, bumbu gulai dan sup (Rismunandar, 2018).
Formalin adalah bahan antiseptic yang lazim digunakan untuk mensterilkan peralatan
kedokteran, mengawetkan mayat atau specimen biologi lain, sebgai pembunuh hama, dan
sebagai bahan pupuk urea. Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit atau
tertelan. Efek jangka pendek dari mengonsumsi formalin, antara lain terjadinya iritasi pada
saluran pernapasan, muntah-muntah, pusing dan rasa terbakar pada tenggorokan. Adapum
efek jangka panjangnya yaitu terjadinya kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas,
system susunan saraf pusat, dan ginjal. Batas normal tubuh dapat menetralisir formalin dalam
tubuh melalui konsumsi makanan adalah 1,5-14 mg setiap harinya. Mengonsumsi secara
terus menerus dalam jumlah cukup tinggi dapat menyebabkan mutasi genetic yang berakibat
Tetraoxymethylene, Trioxane.
Titik Didih : -210C Kelarutan dalam air (g/100 ml) : bercampur sempurna.
C. Sebagai bahan dalam pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan
peledak.
D. Dalam dunia fotografi, biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
H. Dalam bidang industri, digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis
J. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ), formalin digunakan sebagai pengawet
untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, perawatan
Formalin digunakan sebagai desinfektan, antiseptic, deodorant, fiksasi jaringan, dan cairan
pembalsem. Dosis fatal formalin 60-90 ml. paraformaldehid atau trioksimetilen merupakan
bentuk polimer formaldehid yang akan terurai menjadi formaldehid jika terkena panas dan
pada kertas dan kain terhadap basah dan sebagai perekat papan dan plywood.
formaldehid merupakan metabolit normal dalam tubuh manusia, kadar yang tinggi akan
bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan
mengakibatkan kematian sel. Minimal sebagian efek toksik disebabkan oleh perubahan
formladehid menjadi asam formiat. Akibat keracunan formaldehid, terutama kolaps dan
dengan formaldehid adalah berdasarkan konsentrasi dari substansi formaldehid yang terdapat
kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di
dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan
keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga
kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di
udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga
kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada system reproduksi wanita akan
aborsi spontan, serta penurunan berat badan bayi baru lahir. Uap dari larutan formaldehid
menyebabkan iritasi membran mukosa hidung, mata, dan tenggorokan apabila terhisap dalam
bentuk gas pada konsentrasi 0,03-4 bpj selama 35 menit. Dapat terjadi iritasi pernapasan
parah seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronchitis, pneumonia, asma, udempumonary,
Uap formaldehid sangat iritan terhadap membrane mukosa, dan dapat mengiritasi
mata, hidung, dan bila uap dihirup dapat terjadi iritasi saluran napas yang parah, antara lain
dapat menyebabkan batuk, sposmus laring, bronkus dan pneumonia, dapat pula timbung asma
pada inhalasi.
Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit yang sangat
disertai dengan radang, ulca, dan hedrosis membrane mukosa. Hal ini karena sifatnya yang
merupakan iritan kuat membrane mukosa. Dapat juga menyebabkan muntah dan diare
berdarah.
didapatkan bahwa proses pencernaan formaldehid akut menyebabkan luka pada ginjal,
disuria, anuria, piuria, haematuria, dan meningkatnya kadar format dalam urine. Proses
pencernaan (pemasukan) akut dapat menyebabkan kematian karena oedema pada paru-paru,
Di dalam tubuh terakumulasi dalam jumlah besar, formalin merupakan bahan beracun
dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungan dalam tubuh tinggi, akan bereaksi
secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan
menegaskan, akumulasi formalin yang tinggi di dalam tubuh akan menyebabkan berbagai
keluhan, misalnya iritasi lambung dan kulit, muntah, diare serta alergi. Bahkan bisa
Bahaya yang akan terjadi jika terhirup uap formalin pada jangka pendek, yaitu: terjadi
iritasi, terasa terbakar pada tenggorokan dan hidung, batuk-batuk, gangguan saraf, kerusakan
jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti, radang paru dan pembengkakan paru,
tanda-tanda umum, bersin, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan, jantung berdebar,
mual muntah, pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian. Formalin
murni atau larutan formalin, berupa cairan yang sangat mudah terpercik, misalnya saat
menuangkan formalin jika mengenai kulit, maka pada kulit akan mengalami perubahan warna
kulit, kulit terasa terbakar, menjadi merah, mengeras dan mati rasa. Jika formalin terkena
mata maka dapat menimbulkan iritasi mata, mata menjadi merah, sakit gatal, penglihatan
kabur dan mengeluarkan air mata. Pada konsentrasi tinggi dapat merusak lensa mata.
Keadaan yang sangat mengkhawatirkan apabila tertelan larutan formalin maka akan
menyebabkan mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah,
dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi
(tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi
kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal.
Jika terjadi pemaparan formalin pada jangka panjang secara terus menerus akan
terjadi radang selaput lendir hidung, batuk-batuk serta gangguan pernafasan, sensitasi paru,
kanker pada hidung, tenggorokan, mulut, paru dan otok, luka pada ginjal, gangguan haid dan
kemandulan pada wanita, efek neuropsikosis, sakit kepala, gangguan tidur, cepat marah,
keseimbangan terganggu, mual, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang. Hal ini
terjadi pada saat uap formalin secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama.
1.3 Tahu
1.3.1 Pengertian Tahu
Tahu adalah produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai yang
diendapkan dengan batu tahu (CaSO4) atau dengan asam asetat (CH3COOH). Sehingga
kandungan protein dalam tahu ditentukan oleh kandungan protein pada kedelai yang
digunakan. Kedelai kuning dan kedelai hitam merupakan jenis kedelai yang sering digunakan
untuk membuat tahu. Kadar protein pada kedelai mencapai 35 % bahkan dapat mencapai 40 –
43 % pada kedelai dengan varitas unggul. Kandungan protein pada tahu lebih tinggi jika
dibandingkan dengan beras, jagung tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan
telur ayam. Dikenal 2 jenis tahu, yaitu tahu biasa dan tahu Cina. Perbedaan kedua jenis tahu
ini terletak pada bentuk dan cara pembuatannya. Dalam pembuatan tahu Cina, kedelai direbus
terlebih dahulu dan setelah itu . direndam, dan biasanya mempunyai ukuran yang lebih besar
(Susanti, 2010).
Tahu berasal dari Cina, dan metode pembuatan tahu pertama kali ditemukan pada
tahun 164 SM oleh Liu An yang merupakan seorang filsuf, guru, ahli hukum dan ahli politik
yang mempelajari kimia dan meditasi dalam agama Tao. Liu An memperkenalkan tahu pada
teman temannya yaitu para pendeta yang tidak mengkonsumsi daging. Pada masa itu kedelai
termasuk salah satu bahan makanan utama orang-orang kuil (pendeta). Pendeta yang
(Susanti, 2010).
semakin tinggi kandungan formalin, maka akan tercium bau obat yang semakin menyengat;
sedangkan tahu yang tidak berformalin akan tercium bau protein kedelai yang khas. Tahu
yang berformalin memilki tekstur yang baik dan tidak mudah hancur serta memiliki sifat
membal (jika ditekan terasa sangat kenyal), tahu yang berformalin juga akan tahan lama,
sedangkan tahu yang tidak berformalin hanya dapat bertahan satu sampai dua hari (Susanti,
2010)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
yaitu pembuatan ekstrak jahe dan kulit kayu manis dan yang kedua tahapan pembuatan
permen jelly
Padangsidimpuan.
2. Tabung reaksi A diisi dengan 2 mL akuades, lalu ditambahkan 1 tetes larutan KMnO4 0,1
4. Kemudian diaduk hingga homogen, dan disaring untuk diambil filtratnya. Filtrat tahu
6. Jika warna merah muda pudar, menunjukkan sampel tersebut mengandung formalin.