Anda di halaman 1dari 38

ANALISIS KANDUNGAN FORMALIN PADA IKAN ASIN DI

PASAR INPRES KOTA PALU 2023

PROPOSAL

FARLIA M. SUMAJAI
P10120023

DEPERTEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023

i
SAMPUL DALAM

ii
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL

PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL

Nama : FARLIA M.SUMAJAI


Nim : P10120023
Judul : Analisis Kandungan Formalin Pada Ikan Asin di Pasar Inpres Kota
Palu 2023

Proposal ini telah kami setujui untuk selanjutnya melakukan Ujian Proposal sebagai
salah satu syarat dalam menempuh ujian akhir pada Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Palu,15 Mei 2023

Mengetahui Pembimbing
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Tadulako

Koordinator,

(Dr. Arwan, S.KM., M.Kes) (Kiki Sanjaya.)


NIP. 19791117 200912 1 001

iii
DAFTAR ISI

iv
HALAMAN DAFTAR TABEL

v
DAFTAR GAMBAR
2.1 Struktur Bangun Formalin
2.1 Kerangka Teori
3.1 Kerangka Konsep

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Jadwal Penilitian

Lampiran 2 Surat Studi Pendahuluan

Lampiran 3 Sampel Ikan Asin

vii
DAFTAR Singkatan,Istilah,dan Arti Lambang

viii
ix
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
APA YANG DIMAKSUD BAHAN PANGAN
Negara Indonesia memiliki sumberdaya potensi perikanan sebesar 62% dengan
luas wilayah laut mencapai 6,32 juta km2dengan Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE) sebesar 3 juta km2. Produksi perikanan tangkap pada tahun 2018
mencapai 467.822 ton pada sektor perairan umum, dan 6,6 jut Ton pada
perikanan laut (BPS, 2020). Setiap tahun terjadi peningkatan produksi
perikanan tangkap di Indonesia yaitu seberat 7,5% dari tahun 2017 ke tahun
2018. Nilai produksi perikanan tangkap pada tahun 2017 sebesar 6,04 juta
ton pada perikanan tangkap dan 17,22 juta ton pada perikanan
budidaya (KKP, 2018).
DATA KASUS PENGGUNAAN FORMALIN DAN KASUS KERACUNAN
ATAU KEMATIAN AKIBAT FORMALIN
(INTERNASIONAL DAN INDONESIA)
Penyalahgunaan bahan-bahan kimia berbahaya sebagai bahan
tambahan bagi produk makanan maupun minuman yang tidak sesuai dengan
peruntukkannya telah banyak membuat resah masyarakat. Penggunaan bahan
kimia seperti pewarna dan pengawet untuk makanan ataupun bahan makanan
dilakukan oleh produsen agar produk olahannya menjadi lebih menarik, lebih
tahan lama dan juga tentunya lebih ekonomis sehingga diharapkan dapat
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dampak kesehatan
yang ditimbulkan dari penggunaan bahanbahan berbahaya tersebut sangatlah
buruk bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Keracunan makanan yang
bersifat akut serta dampak akumulasi bahan kimia yang bersifat karsinogen
merupakan beberapa masalah kesehatan yang akan dihadapi oleh konsumen
(Aghnan, 2019).

x
Dalam proses pengolahan makanan, produsen selalu mengusahakan
untuk menghasilkan makanan yang disukai dan berkualitas baik. Oleh karena
itu, biasanya produsen sering menambahkan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
ke dalam makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) atau food
additives sudah sangat meluas. Hampir semua industri pangan, baik industri
besar maupun industri rumah tangga, dipastikan menggunakan BTP.
Penggunaan BTP memang tidak dilarang asalkan bahan tersebut benar-benar
aman bagi kesehatan manusia dan dalam dosis yang tepat. Akan tetapi, terdapat
dua permasalahan utama dalam penggunaannya. Pertama, produsen
menggunakan BTP yang diizinkan akan tetapi melebihi dosis yang diizinkan.
Kedua, produsen menggunakan bahan yang bukan merupakan BTP. Salah satu
contoh bahan yang bukan termasuk BTP tetapi sering ditambahkan ke dalam
makanan yaitu formalin (Saparianto, 2006). Formalin merupakan larutan yang
tidak berwarna, memiliki bau yang menyengat, dan mengandung 37%
formaldehid dalam air (Uddin dkk., 2011). Formalin tidak diperkenankan ada
dalam makanan maupun minuman, karena dalam jangka panjang dapat
memicu perkembangan sel-sel kanker, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi
alergi, dan luka bakar
BPOM menemukan beberapa produk makanan (mie basah, pempek, ikan
asin dan bakso) yang beredar di pasaran mengandung bahan-bahan yang tidak
layak di konsumsi manusia.Berdasarkan data diketahui bahwa dalam beberapa
tahun terakhir masih beredar ikan asin berformalin di pasar tradisional
Indonesia.Menurut hasil pengujian laboratorium BPOM RI, selama tahun 2011
dari 20.511 sampel pangan menunjukkan bahwa 2.902 sampel (14,15%) tidak
memenuhi persyaratan keamanan. Sebagian besar sampel mengandung
cemaran mikroba melebihi batas yaitu 1.002 sampel dan sebanyak 151 sampel
mengandung formalin (BPOM, 2011). Semua sampel ikan asin di pasar
tradisional Pekanbaru, positif mengandung formalin (Yulisa, dkk.2014).

xi
Sampel ikan asin yang diambil di Pasar Sentral Kota Gorontalo menunjukkan
hasil positif
Berdasarkan data BPOM RI pada tahun 2013, dari sebanyak 24.906
sampel pangan menunjukkan 3.442 (13,82%) sampel tidak memenuhi syarat
keamanan dan mutu pangan. Di antaranya Boraks 221 sampel, Rhodamin B
304 sampel, Formalin 115 sampel, Methanyl Yellow 9 sampel, dan Auramin 6
sampel. Penelitian ini bertujuan mengkaji literatur untuk membuktikan
makanan yang mengandung formalin dan boraks yang bisa membahayakan
Kesehatan serta memberikan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai
bahaya formalin.
Penggunaan formalin pada makanan di Indonesia telah dilarang sejak
lama. Larangan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
permenkes 33 no 2012 dan Perka BPOM No.11 tahun 2019, dan PERKA
BPOM No 9 Tahun 2020. Formalin dilarang penggunaannya dalam bahan
makanan disebabkan karena sangat berbahaya jika dihirup dan mengenai kulit,
apalagi tertelan. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang, maka formalin dapat
merusak hati, ginjal, limpa, pankreas, dan organ lainnya (Sari, 2017).
Meskipun demikian, masih ada sebagian penjual atau produsen yang masih
menggunakannya. Banyaknya kasus penggunaan formalin pada makanan
terutama ikan asin, membuktikan bahwa penjual ataupun produsen
pengetahuannya kurang.
Menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS), lembaga
khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang
mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum
ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Sementara
formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang
dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari (Habibah, 2014). Berdasarkan
hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara terus-

xii
menerus (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk formalin
sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan (Hastuti, 2010).
Data Hasil Sampling dari Pengujian Pangan Jajanan mengandung
Formalin dalam tiga tahun terakhir di Laboratorium BPOM: tahun 2019 jumlah
pangan jajanan positif formalin 146 sampel dari total parameter tidak
memenuhi syarat,pada tahun 2020 69 sampel dari total parameter tidak
memenuhi syarat dan 2021 176 sampel dari total parameter tidak memenuhi
syara.Total 391 sampel dari total parameter tidak memenuhi syarat.Dari data
dalam Laporan Tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan,dapat dikatakan
bahwa fenomena penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya mengandung
formalin masih sering terjadi dan semakin banyak ditemukan pada produk
pangan.
Beberapa kasus formalin yang dipasarkan di beberapa pasar tradisional
Kota Manado Sulawesi Utara; Adriani et al., 2018 melaporkan masih terdapat
penggunakan bahan pengawet formaldehida pada ikan teri (Stolephorus sp.)
basah dari pasar tradisional Kota Makassar Sulawesi Selatan,pada,penelitian
yang di lakukan pada bulan Juni 2022 dengan lokasi penelitian yang bertempat
pasar tradisional Kota Ambon dan analisa di laboratorium Teknologi
menunjukan dari 10 sampel yang di peroleh 5 dari pasar tradisional di kota
ambon menunjukan 2 sampel yang mengandung formalin.Sampel ikan teri asin
kering yang diambil dari Pasar Mardika ditemukan positif mengandung
formalin, diman sampel tersebut memiliki karakteristik yang patut dicurigai
mengandung formalin, karena bertekstur keras, berwarna terang, dan tidak
dihinggapi lalat. Hal ini sejalan dengan penelitian Surahy et al, 2020 yang
melaporkan 11 sampel ikan asin yang diperoleh dari penjual di Pasar
Tradisional Kota Ambon, ditemukan 2 sampel (8,2%) postif mengandung
formalin. Hal yang sama juga telah dilaporkan Hajijah (2015) di Pasar
Bersehati dan pasar Pinasungkulan, dari 10 sampel ikan asin yang diteliti di
dapatkan hasil semuanya positif mengandung formalin; Mirna dkk (2016),

xiii
dalam penelitiannya juga menemukan kadar formalin yang terkandung dalam
ikan asin yang diperdagangkan di pasar tradisional Kota Kendari cukup tinggi.
Kasus penambahan bahan tambah pangan( BTP) formalin pada tahu
yang di jual di beberapa pasar kota palu.Dari hasil penelitian ini diperoleh
bahwa 66,7 % dari keseluruhan sampel tahu teridentifikasi mengandung
formalin.Hasil tersebut juga didukung oleh ciri fisik dari sampel tahu berupa
teksturnya. Hal ini menunjukkan bahwa Produsen Tahu di kota Palu masih
menggunakan formalin sebagai pengawet dalam pengolahan Tahu tersebut.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan


masalah pada penelitian ini adalah “Apakah terdapat kandungan formalin dalam ikan
asin di Pasar Inpres Kota Palu”.

C.Tujuan Umum

1. Tujuan Khusus
a. Untuk mengukur kandungan formalin pada ikan asin yang dicurigai
mengandung formalin secara kuantitatif
b. Untuk mengukur kadar formalin pada ikan asin yang positif
mengandung formalin secara kuantitatif,experiment

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memperkaya
khasanah pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang analisis kesehatan,
khususnya dalam hal analisis kandungan formalin dan dengan melihat dari
tekstur, bau dan warna pada ikan asin di Pasar Inpres Kota Palu
2. Manfaat praktis
a. Manfaat bagi peneliti

xiv
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan menambah
pengetahuan penulis tentang pemilihan pangan yang baik dengan
mengetahui ciriciri kemungkinan zat berbahaya yang ada dalam pangan.
a. Manfaat bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
masyarakat mengenai pentingnya bahaya bahan tambahan pangan
yang mungkin ditambahkan pada makanan sehingga dapat memilih
makanan dengan mengetahui ciri-ciri ikan berformalin.
b. Manfaat bagi pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan peran
Pemerintah dalam mengawasi peredaran makanan dan dapat
meminimalisir penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang
penggunaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 033
Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan pangan.

xv
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia,
karena dari makanan manusia mendapatkan zat-zat gizi yang dibutuhkan
tubuh. Zat gizi dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan, mempertahankan dan
memperbaiki jaringan tubuh, mengatur proses dalam tubuh, dan menyediakan
energi bagi fungsi tubuh. Bahan pangan yang dibutuhkan oleh tubuh adalah
bahan pangan yang sehat dan aman
Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012,
yang dimaksud pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan
perairan, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 :
a. Pangan Segar Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami
pengolahan.
b. Pangan Olaha Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil dari
proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa
bahan tambahan.
c. Pangan Olahan Tertentu Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang
diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan
meningkatkan kualitas Kesehatan

2.2. Keamanan Pangan


Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda

xvi
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan.
Persyaratan keamanan pangan yang akan dikonsumsi tersebut semestinya menjadi
persyaratan utama yang harus dipenuhi sebelum persyaratan lainnya.terdapat tiga
jejaring yang diperlukan dalam system keamanan pangan terpadu yaitu : Food
Intelligence, Food Safety Promotion, Food Safety Control (2011).
1. Food Intelligence, adalah jejaring yang menghimpun informasi kegiatan
pengkajian resiko keamanan pangan dari lembaga terakit seperti surveilan,
inspeksi, riset keamanan pangan.
2. Food Safety Promotion, adalah jejaring keamanan pangan yang meliputi
pengembangan bahan promosi, kegiatan pendidikan dan serta penyuluhan tentang
keamanan pangan untuk industri pangan.
3. Food Safety Control, adalah jejaring kerjasama antar lembaga dalam kegiatan
yang terkait dengan pengawasan keamanan pangan yang meliputi pengujian
laboratorium, sertifikasi pangan.
2.3 Bahan Tambahan Pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan sangat sulit untuk dihindari,
mengingat bahan ini sangat bermanfaat dalam pengolahan makanan.Bahan
tambahan pangan memiliki efek samping terhadap kesehatan. Namun, masyarakat
harus memiliki pengetahuan mengenai bahan tambahan pangan sebelum
menggunakannya.Untuk membuat makanan lezat, menarik, dan tahan lama,
diperlukan bahan tambahan pangan yang tepat. Memang penggunaan bahan
tambahan pangan bukan suatu keharusan, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
bahan ini dapat memberikan nilai tambah jual terhadap suatu produk. Makanan
tanpa bahan tambahan pangan akan terlihat hambar dan kurang menarik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033


Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Bahan Tambahan Pangan (BTP)
adalah bahan yang ditambahahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan

2.4 Bahan Pengawet

xvii
Bahan pengawet makanan merupakan salah satu bahan tambahan
pangan (BTP). Menurut Food Agriculture Organization (FAO) di dalam Furia
(1980), BTP adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dalam
jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan,
atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki 6 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, warna,
bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan
merupakan bahan utama.

Sumber bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 sebagai berikut:

a) Senyawa organik Pengawet yang berasal dari senyawa organik biasanya


digunakan untuk produk-produk olahan nabati seperti roti, sari buah, minuman
ringan, serta selai dan jeli. Kandungan garam dalam bahan pengawet organik
mudah larut dalam air, contohnya asam sorbata, asam propionat, asam asetat, dan
epoksida.

b) Senyawa anorganik Pengawet yang berasal dari senyawa anorganik contohnya


SO , garam natrium, kalium sulfit, bisulfit, metabisulfit, nitrit, dan nitrat. Senyawa
anorganik yang sering digunakan adalah senyawa nitrat dan nitrit dalam bentuk
garam. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan nitrat dan
nitrit dapat mendorong terbentuknya senyawa nitrosamin, yaitu senyawa yang
bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).

Pengawetan dengan menggunakan bahan pengawet, secara garis besar zat


pengawet dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama GRAS (Generally Recognized as
Safe), yang biasanya bersifat alami, sehingga aman dan tidak menimbulkan efek
racun pada tubuh. Kedua, pengawet yang ditentukan pemakaiannya oleh ADI
(Acceptable Daily Intake), yang disesuaikan dengan batas pengguanaan
hariannya untuk kesehatan konsumen. Yang ketiga, zat pengawet yang tidak layak
dikonsumsi sama sekali, seperti formalin dan boraks

xviii
Beberapa bahan pengawet tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 Tahun 2012 sebagai
beriku:

a. Asam borat dan senyawanya (Boric acid)

b. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt).

c. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)

d. Dulsin (Dulcin)

e. Formalin (Formaldehyd)

f. Kalium bromat (Pottasium bromate)

g. Kalium klorat (pottasium chlorate).

h. Natrium tetraborat (boraks)

i. Kloramfenikol (Chlorampenicol)

j. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)

k. Nitrofurazon (nitrofuranzone)

l. Dulkamara (Dulcamara)

m. Kokain (Cocaine)

n. Nitrobenzen (Nitrobenzene)

o. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)

p. Dihidrosafrol (Dyhidrosafrole)

q. Biji tonka (Tonka bean)

r. Minyak kalamus (Calamus oil)

xix
s. Minyak tansi (Tansy oil)

t. Minyak sasafras (Sasafras oil)

Faktor yang menjadi hambatan bagi produsen makanan dalam mengelola


usahanya adalah sifat makanan yang sering kali mudah rusak atau tidak tahan lama.
Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang menggunakan bahan makanan
tersebut sebagai media tumbuh dan berkembang biak. Akibatnya, banyak produsen
makanan yang menggunakan bahan pengawet untuk membunuh dan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Banyak produsen makanan tidak mengetahui
bahan pengawet yang dilarang oleh pemerintah dan mengabaikan faktor keamanan
makanan.

2.1 Definisi Formalin

Bahan pengawet formalin adalah bahan tambahan pangan yang dapat


mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan formalin biasa
ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai oleh
bakteri atau jamur sebagai media pertumbuhan, misalnya pada ikan asin, ikan segar,
daging, dan lain-lain

Struktur bangun dari formaldehid dapat dilihat pada gambar 1.

Rumus Molekul : O
Berat Molekul : 30,03 g/mol
Titik Leleh/Titik didih : -117°C/-19,3°C (berupa gas)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 formalin
merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan.

xx
Formalin merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang ditambahkan
dalam makanan karena mempunyai efek negatif bagi kesehatan manusia.

Formalin sebenarnya sangat umum digunakan dalam kehidupan seharihari.


Di sektor industri, formalin sangat banyak manfaatnya, misalnya sebagai anti bakteri
atau pembunuh kuman, sehingga formalin sering dimanfaatkan sebagai pembersih
lantai, kapal, gudang, pakaian bahkan juga dapat dipergunakan sebagai pembunuh
lalat dan berbagai serangga lain. Dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%),
formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai bahan non pangan seperti
pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, shampo mobil, lilin dan
karpet

Sifat formalin sangat mudah dalam air, maka jika dicampur dengan ikan,
formalin dengan mudah terserap dalam daging ikan. Selanjutnya, formalin akan
mengeluarkan isi sel daging ikan, dan menggantikannya dengan formaldehid yang
lebih kaku. Akibatnya bentuk ikan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain
itu, karena sifatnya yang mampu membunuh mikroba, daging ikan tidak akan
mengalami pembusukan.

Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan


makanan, namun walaupun daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang
digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang
penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peratura Menteri Kesehatan
No. 1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999
tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang
ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia.

Penggunaan formalin dalam pembuatan ikan asin semula dimaksudkan untuk


menjaga bobot ikan asin dan mempercepat waktu pengeringan. Dengan menggunakan
formalin, rendeman ikan asin lebih tinggi karena hanya akan mengalami penyusutan
30% dari berat awal ikan. Jika menggunakan formalin, pengeringan ikan hanya

xxi
memerlukan waktu 1-2 hari. Sementara, tanpa formalin ikan baru akan kering setelah
7-8 hari. Ikan asin dengan penambahan formalin bisa bertahan selama sebulan dalam
penyimpanan, sedangkan jika tidak dicampur formalin hanya mampu bertahan selama
10 hari. Namun demikian, ikan asin yang menggunakan formalin warna dagingnya
pucat dan jika sudah lama disimpan akan ditumbuhi jamur.

2.2 Bahaya Formalin

Formalin sering digunakan dalam proses pengawetan produk makanan,


padahal formalin biasanya digunakan sebagai pembunuh hama, pengawet mayat,
bahan desinfektan pada industri plastik, busa, dan resin untuk kertas. Gejala kronis
orang yang mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin antara lain iritasi
saluran pernafasan, muntah, pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, serta dapat
memicu kanker. Sebagai contoh, penggunaan formalin yang sering digunakan untuk
mengawetkan tahu, mie basah dapat menyebabkan kanker paru-paru, gangguan pada
jantung, gangguan pada alat pencernaan, gangguan pada ginjal, dan lain-lain.

Menurut WHO (2002) karakteristik resiko yang membahayakan bagi kesehatan


manusia yang berhubungan dengan formaldehid adalah berdasarkan konsentrasi dari
substansi formaldehid yang terdapat di udara dan juga dalam produk- produk pangan.
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika
kandungan dalam tubuhnya tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua
zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang
menyebabkan keracunan dalam tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi
dalam tubuh menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (penyebab
kanker), mutagenik (menyebabkan adanya perubahan fungsi sel atau jaringan), dan
menyebabkan kematian akibat kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di
udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan
sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata (Cahyadi, 2012).

2.3 Ikan Asin

xxii
Menurut WHO (2002) karakteristik resiko yang membahayakan bagi kesehatan
manusia yang berhubungan dengan formaldehid adalah berdasarkan konsentrasi dari
substansi formaldehid yang terdapat di udara dan juga dalam produk- produk pangan.
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika
kandungan dalam tubuhnya tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua
zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang
menyebabkan keracunan dalam tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi
dalam tubuh menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (penyebab
kanker), mutagenik (menyebabkan adanya perubahan fungsi sel atau jaringan), dan
menyebabkan kematian akibat kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di
udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan
sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata (Cahyadi, 2012).

Ada bermacam-macam pengawetan ikan yang dapat dilakukan antara lain


dengan cara penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan. Salah satu proses pengawetan ikan yang banyak dilakukan
masyarakat adalah penggaraman. Ikan yang telah diawetkan dengan penggaraman ini
disebut dengan ikan asin

Penghasil dan produsen ikan asin terbesar di dunia adalah Thailand.


Produksinya dipasarkan ke Amerika dan beberapa Ikan asin sampai saat ini tetap
banyak diminati oleh semua lapisan masyarakat. Bahkan jenis ikan asin ini termasuk
komoditas ekspor yang diminati konsumen di negara-negara maju. Salah satu negara
yang dikenal sebagai negara Eropa lainnya.

Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengendalikan kebusukan ikan yang
paling umum digunakan dan merupakan metode yang paling tua dalam sejarah pengawetan
ikan. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi atau menurunkan kadar air yang terkandung
dalam daging ikan sampai batas waktu tertentu, sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk
dapat dicegah dan selain itu kegiatan enzim-enzim endogen dalam daging ikan dapat
dihentikan. Pada konsentrasi tinggi, garam dapat mencegah kerusakan ikan.

xxiii
xxiv
B. Tinjauan Empiris
Beberapa studi terdahulu yang terkait dengan penilitian ini adalah:

1. Penilitian yang sebelumnya di lakukan oleh Lusi,Noorrela & Indra Putra


Munggaran ( 2021) yang berjudul “ Analisis Kualitatif Formalin Pada Sampel
Ikan Asin Di Pasar Sederhana Kota Bandung” Penilitian ini merupakan
penilitian deskriptif observasional, menggunakan sampel sebanyak 25 sampel
ikan asin yang diduga mengandung formalin dengan ciri-ciri bertekstur keras,
berwarna terang, dan tidak dihinggapi lalat. Sampel diambil langsung pada
tanggal 17 Oktober 2020 dari pedagang dengan lima (5) ruko yang berbeda di
setiap penjuru Pasar Sederhana Kota Bandung, adapun lima (5) kategori
sampel ikan asin yang di-sampling yaitu ikan asin jengki, ikan asin kapas,
ikan asin cumi, ikan asin cucut, ikan asin sepat. Berdasarkan pengelompokan
jenis ikan asin didapatkan hasil positif sebesar 20 % pada ikan asin teri jengki,
dan 100% pada ikan asin cucut, sedangkan untuk kategori ikan asin kapas,
cumi, dan sepat tidak mengandung formalin. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah 24% ikan asin yang beredar di Pasar Sederhana Kota Bandung positif
mengandung formalin. Kelompok yang paling banyak mengandung formalin
adalah ikan asin cucut.
2. Penilitian yang di lakukan oleh Abraham Paulus Fong,Gurdani Yogisutanti
&Fahmi Fuadah ( 2022) yang berjudul” Analisis Kandungan Formalin pada
Ikan Asin Jambal Roti di Pasar Sentral Kabupaten Mimika Papua” Penilitian
ini merupakan penilitian deskriftif analitik sampel yang digunakan sebanyak 6
pedagang yang diambil secara non-probability sampling Hasil penelitian
menunjukan 1 pedagang memiliki ciri-ciri fisik ikan asin yang mengandung
formalin, dan setelah dilakukan uji laboratorium terbukti positif mengandung
formalin sebesar 4,9 mg/l. Simpulan ditemukannya penggunaan formalin pada
satu ikan asin yang dijual di Pasar Sentral Kabupaten Mimika Papua. Dari
peneliti diharapkan pedagang tidak menggunakan bahan tambahan pangan

xxv
(BTP) berbahaya khususnya formalin, untuk dijadikan sebagai bahan
pengawet ikan asin karena dapat membahayakan Kesehatan.
3. Penilitian yang di lakukan oleh Hendra Simanjuntak & Mastiur Verawaty
Silalahi ( 2022) yang berjudul “ Kandungan Formalin pada Beberapa Ikan di
Pasar Tradisional Perluasan Kota Pematangsiantar” penelitian ini adalah
menganalisis kadar formalin pada beberapa ikan segar. Metode yang
dilakukan adalah uji kuantitatif kadar formalin dengan test kit formalin.
Sampel penelitian menggunakan 5 jenis ikan segar dari 10 responden. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelima sampel ikan segar terdapat
kandungan formalin dikarenakan kelima ikan tersebut termasuk ikan “one the
fishing”. Pelayan lebih memilih cara yang cepat tanpa memikirkan dampak
terhadap kesehatan konsumen. Penggunaan formalin merupakan cara yang
kebanyakan nelayan gunakan untuk mengawetkan tangkapan ikan agar
terlihat tetap segar meskipun berhari-hari. Kandungan formalin yang paling
banyak terdapat pada ikan kakap, yaitu sebesar 3.42 mg/L. Kadar formalin
pada ikan tongkol sebanyak 1.73 mg/L, ikan tuna sebanyak 1.40 mg/L, ikan
bawal 0.528 mg/L, dan ikan kerapu sebanyak 2.47 mg/L.
4. Penilitian yang di lakukan oleh Intan lestari,Gebi Sangra & Pratiwi (2022)
yang berjudul “ Analisis Kandungan Formalin Pada Ikan Asin Yang Berada Di
Pasar Tradisionl Kota Jambi”Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dimana
sampel diambil secara acak dari beberapa Pasar yang ada di Kota Jambi,
Indonesia. Data dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui karakteristik
fisik ikan asin. Selain itu, analisis kuantitatif juga dilakukan untuk mengetahui
kadar formalin yang ada pada ikan asin menggunakan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 520 nm.Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
25 sampel Batu Kepala Ikan Asin yang dianalisis, diambil dari pasar
tradisional yaitu pasar A, Pasar B, Pasar C, Pasar D dan Pasar E, yang
diperoleh kadar formalin di setiap pasar bervariasi dengan nilai tertinggi di

xxvi
pasar mama.Secara keseluruhan sampel Ikan Asin yang di ambil di pasar
tradisional kota jambi positif formalin
C. Kerangka Teori

Pangan

Bahan Tambah Pangan

Senyawa
Ornanik

BTP Yang Di BTP Yang Tidak Senyawa


Perbolehkan Di Perbolehkan Anorganik

Formalin Bahan Pengawet

CARI TEORI ATAU KERANGKA BPOM

xxvii
BAB III

KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Yang Di Teliti
Masyarakat membutuhkan produk pangan yang lebih baik untuk masa
yang akan datang, yaitu pangan yang aman, bermutu dan bergizi untuk
dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan produk pangan bagi masyarakat
yang bebas dari kerusakan dan kontaminasi, baik kontaminasi
toksin/mikroba dan senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan
faktor penting untuk diperhatikan dan diterapkan dalam proses pengolahan
pangan.
IKAN ASIN MERUPAKAN BAHAN PANGAN YANG DIMINATI
OLEH MASYARAKAT. Ikan asin menjadi salah satu produk yang banyak
terdapat di Indonesia. Ikan asin merupakan salah satu produk perikanan
yang mempunyai kedudukan penting.hampir 65% produk perikanan masih
diolah dan diawetkan dengan cara penggaraman. Pemerintah Indonesia
menetapkan ikan asin sebagai salah satu dari sembilan bahan pokok
masyarakat.Ikan asin yang menggunakan bahan tambahan formalin menjadi
lebih awet dan tidak ditumbuhi oleh jamur.Namun, penggunaan formalin
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Penggunaan formalin sebagai
bahan pengawet pada makanan sudah di larang oleh Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Pangan.
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety),
secara umum ambang batas aman formalin di dalam tubuh adalah 0,1 mg
per liter. Namun, demikian penggunaan formalin sebagai bahan pengawet
pada makanan tetap dilarang. Formalin merupakan bahan berbahaya yang
dapat mengancam kesehatan tubuh. Formalin sangat berbahaya jika
terhirup, mengenai kulit, iritasi pada saluran pernapasan, reaksi alergi, dan

xxviii
bahaya kanker pada manusia. Bahkan untuk kadar formalin sebanyak 30
mililiter atau sekitar 2 sendok makan dapat menyebabkan kematian.
B. Alur Kerang Konsep

Ikan ASIN KANDUNGAN


FORMALIN

xxix
C. Definisi Oprasional Dan Kriteria Objektif
1. IKAN ASIN YANG DIMAKSUD DALAM PEELITIAN INI
ADALAH IKAN ASIN YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR.

2. KANDUNGAN FORMALIN YANG DIMAKSUD DALAM


PENELITIAN INI ADALAH TERDAPATNYA FORMALIN
PADA IKAN ASIN YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR
KRITERIA OBJEKTIF:
MEMENUHI SYARAT :
TIDAK MEMENUHI SYARAT :
BERDASARKAN BPOM…..

secara umum ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter.
Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang
dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari

xxx
xxxi
BAB IV

METODE PENILITIAN
A. Jenis penilitian
Jenis penilitian yang di lakukan adalah deskriptif Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala– gejala,
fakta–fakta dan kejadian–kejadian secara sistematis dan akurat mengenai
sifat–sifat populasi atau daerah tertentu (Zuriah, 2009) DENGAN
PENGUJIAN DI LABORATORIUM

B. Lokasi dan waktu penilitian


1. Lokasi penilitian dan waktu penilitian
Penilitian ini di lakukan di pasar inpres kota palu yang di
laksanakan pada bulan juli 2023
C. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL DILAKUKAN PADA 15 JENIS
IKAN ASIN.Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi dalam penilitian ini adalah semua pedagang ikan asin di
pasar inpres kota palu.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi dapat diartikan sampel merupakan perwakilan dari populasi.
Sampel yang diteliti di sampling menggunakan teknik sampling
purposive. Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016)). Sampel yqng diambil adalah
jenis ikan asin yang memiliki ikan asin dengan ciri fisik sebagai berikut:

a. Ikan asin memiliki warna lebih cerah

b. Daging ikan asin tidak mudah hancur

xxxii
c. Ikan asin tidak beraroma khas ikan

d. Ikan asin tidak dihinggapi lalat

D. Pengumpulan,Pengolahan,Analisis,dan Penyajian Data


1. Pengumpulan data
a. Data primer
Data yang di kumpulkan langsung oleh peneliti sendiri dari
sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan dalam
penelitian ini data primer meliputi data hasil observasi kriteria
pedagang yang memiki ciri fisik ikan asin berformalin dan hasil
pemeriksaan kuantitatif formalin pada ikan asin
b. Data sekunder
Data sekunder di peroleh dari kajian literatur berupa ciri fisik
ikan yang mengandung formalin
c. Alat
2. Pengolahan data
Didalam proses pengolahan data terdapat empat tahapan,
diantaranya yaitu (Notoatmodjo, 2010).
a. Pemeriksaan Data
Pemeriksaa data pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan
pengecekan kembali hasil pengukuran yang ada dan memperbaiki
datayang ada secara keseluruhan sehingga menjadi lengkap, jelas, relevan
dan konsisten.
b. Coding (pengkodean)
Merupakan kegiatan mengubah data menjadi bentuk-bentuk kode angka
yang berguna memudahkan peneliti dalam melakukan entry data
c. Entry atau Processing

xxxiii
Data yang sudah diperoleh, dilanjutkan dengan memproses data yang
sudah dimasukkan ke dalam software computer untuk dianalisis lebih
lanjut. Pemrosesan dilakukan dengan cara memasukkan hasil laboratorim
ke dalam software komputer. Adapun Software yang digunakan pada
penelitian ini adalah SPSS.
D. Cleaning
Data yang sudah di entry kemudain dilakukan pengecekkan ulang untuk
melihat apakah data yang masuk sudah relevan dan memberikan
kesempatan untuk dilakukan perbaikan sebelum dilakukannya analisis
data untuk menghindari adanya kesalahan data baik itu missing data
ataupun data yang tidak bervariasi/tidak konsisten
3. Analisis data
Data yang terkumpul di olah dengan menggunakan computer melaluli
program yang sesuai yaitu dengan program Statistical Pockage for sosial
Sciene (SPSS).Analisis data di lakukan dengan menggunakan analisis
statistik deskriptif sederhana ( prngelompokan data dan presentasi).Analis
data dalam penilitian ini yaitu
a. Analisis univariat
Analisis yang di lakukan terhadap masing-masing variabel dan hasil
penilitian pada umumnya.Dalam analisis ini hanya menghasilkan
kontribusi dari setiap variabel.Analisis univariat dalam penilitian ini
meliputi hasil secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi
frekunsi.
4. Penyajian data
Data yang telah di olah di sajiakan dalam bentuk tabel deskriptif dan
narasi sebagai penjelasan

xxxiv
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. 1989. Pengawetan dan Pengelolaan Ikan. Yogyakarta: Kanisius.


Andayani, S., Upaya Meningkatkan Keamanan Pangan dalam Pembuatan Makanan
Jajanan Tradisional. Yogyakarta: Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, 2016
Anjasari, B., Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Yogyakarta:
Graha Ilmu. 2009.
Antoni, S., Analisa Kandungan Formalin pada Ikan Asin dengan Metode
Spektrofotometri di Kecamatan Tampan Pekanbaru. Riau, Pekanbaru: Skripsi
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Syarif Kasim, 2016
Ari Pradnyani, D. A. (2018). Analisis Kandungan Formalin Pada Ikan Asin Di
Pasar Tradisional Kabupaten Gianyar (Doctoral dissertation, JURUSAN ANALIS
KESEHATAN)
Andhikawati, Aulia, et al. "KOMPOSISI GIZI IKAN TERHADAP KESEHATAN
TUBUH MANUSIA." Marinade 4.02 (2021): 76-84.
Antoni, S. 2010. Analisa Kandungan Formalin pada Ikan Asin dengan Metoda
Spektrofotometri di Kecamatan Tampan Pekanbaru. p. 8. (online) tersedia dalam:
http://repository.uinsuska.ac.id

Cahyadi, W., Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2012

Rahman, T. Analisa Kadar Formalin Pada Ikan Asin yang Dipasarkan di Kota
Gorontalo [Tesis]. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo; 2014

Elavarasan K. 2018. Impotance of Fish in Human Nutrition. Training Manual


On Seafood Value Addition. ICAR-Central Institute of Fisheries Technology

xxxv
Fong, A. P., Yogisutanti, G., & Fuadah, F. (2022). Analisis Kandungan Formalin pada
Ikan Asin Jambal Roti di Pasar Sentral Kabupaten Mimika Papua Tahun
2021. Jurnal Ilmu Kesehatan Immanuel, 16(1), 8-12.
Fatimah, S., Astuti, D. W., & Awalia, N. H. (2017). Analisis Formalin Pada Ikan Asin
di Pasar Giwangan dan Pasar Beringharjo Yogyakarta. Analit: Analytical and
Environmental Chemistry, 2(1).

Hasanah, S. I., Kurniawan, M. F., & Aminah, S. (2021). Analisis kandungan formalin
pada ikan asin di pasar tardisional Sukabumi serta hubungannya dengan pengetahuan
penjual tentang formalin. J. Gipas, 5(2), 18-34.

Hamzeh A, Noisa P, Yongsawatdigul J. Characterization of the antioxidant


and ACE-inhibitory activities of Thai fish sauce at different stages of

Habibah, T.P.Z. 2014. Identifikasi Penggunaan Formalin pada Ikan Asin dan
FaktorPerilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang. Unnes Journal of Public
Health. 3(3), pp. 1–10. (online) tersedia dalam:
https://journal.unnes.ac.id/artikel_sju/ujph/3031. Diakses pada 19 Mei 2018

Hastuti,S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di
Madura. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Trunojoyo. pp. 132–137. (online) tersedia dalam: http://
journal.trunojoyo.ac.id/agrointek/article/view/1366. Diakses pada 10 Maret 2018

Ichya, M. 2014. Analisis Kadar Formalin dan Uji Organoleptik Ikan Asin dibeberapa
Pasar Tradisional di Kabupaten Tuban. (online) tersedia dalam: http:// etheses.uin-
malang.ac.id/8252/1/09630034.pdf. diakses pada 5 Juli 2018

Karimuna, L. dan Asyik, N. 2016. Analisis Formalin pada Ikan Asin di Beberapa
Pasar Tradisional Kota Kendari. 1(1), pp. 31–36. (online) tersedia dalam: http://
ojs.uho.ac.id/index.php/jstp/article/download/1036/676. Diakses pada 17 Maret 2018
8.1 (2022): 47-54.

xxxvi
Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP]. 2020. Forum Merdeka Barat 9
Kementerian Komunikasi danInformasi : Produktivitas Perikanan Indonesia.
Jakarta, 19 Januari 2018. http://kkp.go.id(diakses 25 Juni 2020)

Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. 2018. Siaran pers : data


rujukan wilayah kelautan Indonesia

Lestari, Intan, and Gebi Sangra Pratiwi. "ANALISIS KANDUNGAN FORMALIN


PADA IKAN ASIN KEPALA BATU YANG BERADA DI PASAR TRADISIONAL
KOTA JAMBI." Jurnal Ilmiah Manuntung 8.1 (2022): 47-54.

Lestari, I., & Pratiwi, G. S. (2022). ANALISIS KANDUNGAN FORMALIN PADA


IKAN ASIN KEPALA BATU YANG BERADA DI PASAR TRADISIONAL KOTA
JAMBI. Jurnal Ilmiah Manuntung, 8(1), 47-54.

Muntasir, Muntasir, et al. "Pemenuhan Nutrisi Dan Alternatif Penghasilan Melalui


Produk Olahan Ikan Bagi Masyarakat Penangkap Ikan Kelurahan Oesapa Kecamatan
Kelapa Lima Kota Kupang." JATI EMAS (Jurnal Aplikasi Teknik Dan Pengabdian
Masyarakat) 4.2 (2020): 91-98.

Puspasari, G., K.Hadijanto, Uji Kualitatif Formalin dalam Tahu Kuning di Pasar X
Kota Bandung Tahun 2014. Dipetik 1 September 2017, dari Uji Kualitatif Formalin
Makalah Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

Sugiyono. 2016. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta 034.pdf. diakses pada 5 Juli 2018

Surya, Alfin, and Hesti Marliza. "ANALISIS KUALITATIF KANDUNGAN


FORMALIN PADA IKAN ASIN DI PASAR TRADISIONAL KOTA
PEKANBARU." Jurnal Katalisator 7.2 (2022): 268-278

xxxvii
Simanjuntak, H., & Silalahi, M. V. (2022). Kandungan Formalin Pada Beberapa Ikan
Segar di Pasar Tradisional Parluasan Kota Pematangsiantar. Jurnal Sains Dan
Teknologi, 11(1), 223-28.

Umami, L. S. (2022). IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA IKAN ASIN


YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL WILAYAH KECAMATAN
BANGKALAN (Doctoral dissertation, Stikes Ngudia Husada Madura).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Pasal 1 ayat 10.

Widayanti, N.P. dan Laksmita, W.A.S. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penjual
Terhadap Identifikasi Formalin pada Ikan Asin Di Pasar Tradisional Kota Denpasar
Tahun 2017. Medicamento.3(1), pp. 44–47. (online) tersedia dalam: http://
journal.farmasisaraswati.ac.id
/index.php/mento/article/download/Formalin/pdf_14.Diakses pada 23 Juni 2018

Yusuf, Y., Zuki, Z. dan Amanda, R.R. 2015. Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap
Pengurangan Kadar Formalin pada Ikan yang Ditentukan Secara Spektrofotometri,
J.Ris. Kim, 8(2). (online) tersedia dalam: http://
jrk.fmipa.unand.ac.id/index.php/jrk/article/view/238. Diakses pada 2 Juli 2018

Zuriah, N.2009. Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan. jakarta: Bumi Aksara.

Girsang, D. Y., Rangga, A., & Susilawati, S. (2014). KASUS DISTRIBUSI DAN
PENGGUNAAN FORMALIN DALAM PENGAWETAN KOMODITI IKAN LAUT SEGAR
(STUDI KASUS DI KOTA BANDAR LAMPUNG)[Formaldehyde Distribution and Using for
Preserving Fresh Fish (A Case Study in Bandar Lampung City)]. Jurnal Teknologi & Industri
Hasil Pertanian, 19(3).

Sikanna, R. (2016). Analisis Kualitatif Kandungan Formalin Pada Tahu Yang Dijual
Dibeberapa Pasar Di Kota Palu. KOVALEN: Jurnal Riset Kimia, 2(2).

xxxviii

Anda mungkin juga menyukai