PROPOSAL
FARLIA M. SUMAJAI
P10120023
i
SAMPUL DALAM
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL
Proposal ini telah kami setujui untuk selanjutnya melakukan Ujian Proposal sebagai
salah satu syarat dalam menempuh ujian akhir pada Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Mengetahui Pembimbing
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Tadulako
Koordinator,
iii
DAFTAR ISI
iv
HALAMAN DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
2.1 Struktur Bangun Formalin
2.1 Kerangka Teori
3.1 Kerangka Konsep
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
DAFTAR Singkatan,Istilah,dan Arti Lambang
viii
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
APA YANG DIMAKSUD BAHAN PANGAN
Negara Indonesia memiliki sumberdaya potensi perikanan sebesar 62% dengan
luas wilayah laut mencapai 6,32 juta km2dengan Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE) sebesar 3 juta km2. Produksi perikanan tangkap pada tahun 2018
mencapai 467.822 ton pada sektor perairan umum, dan 6,6 jut Ton pada
perikanan laut (BPS, 2020). Setiap tahun terjadi peningkatan produksi
perikanan tangkap di Indonesia yaitu seberat 7,5% dari tahun 2017 ke tahun
2018. Nilai produksi perikanan tangkap pada tahun 2017 sebesar 6,04 juta
ton pada perikanan tangkap dan 17,22 juta ton pada perikanan
budidaya (KKP, 2018).
DATA KASUS PENGGUNAAN FORMALIN DAN KASUS KERACUNAN
ATAU KEMATIAN AKIBAT FORMALIN
(INTERNASIONAL DAN INDONESIA)
Penyalahgunaan bahan-bahan kimia berbahaya sebagai bahan
tambahan bagi produk makanan maupun minuman yang tidak sesuai dengan
peruntukkannya telah banyak membuat resah masyarakat. Penggunaan bahan
kimia seperti pewarna dan pengawet untuk makanan ataupun bahan makanan
dilakukan oleh produsen agar produk olahannya menjadi lebih menarik, lebih
tahan lama dan juga tentunya lebih ekonomis sehingga diharapkan dapat
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dampak kesehatan
yang ditimbulkan dari penggunaan bahanbahan berbahaya tersebut sangatlah
buruk bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Keracunan makanan yang
bersifat akut serta dampak akumulasi bahan kimia yang bersifat karsinogen
merupakan beberapa masalah kesehatan yang akan dihadapi oleh konsumen
(Aghnan, 2019).
x
Dalam proses pengolahan makanan, produsen selalu mengusahakan
untuk menghasilkan makanan yang disukai dan berkualitas baik. Oleh karena
itu, biasanya produsen sering menambahkan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
ke dalam makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) atau food
additives sudah sangat meluas. Hampir semua industri pangan, baik industri
besar maupun industri rumah tangga, dipastikan menggunakan BTP.
Penggunaan BTP memang tidak dilarang asalkan bahan tersebut benar-benar
aman bagi kesehatan manusia dan dalam dosis yang tepat. Akan tetapi, terdapat
dua permasalahan utama dalam penggunaannya. Pertama, produsen
menggunakan BTP yang diizinkan akan tetapi melebihi dosis yang diizinkan.
Kedua, produsen menggunakan bahan yang bukan merupakan BTP. Salah satu
contoh bahan yang bukan termasuk BTP tetapi sering ditambahkan ke dalam
makanan yaitu formalin (Saparianto, 2006). Formalin merupakan larutan yang
tidak berwarna, memiliki bau yang menyengat, dan mengandung 37%
formaldehid dalam air (Uddin dkk., 2011). Formalin tidak diperkenankan ada
dalam makanan maupun minuman, karena dalam jangka panjang dapat
memicu perkembangan sel-sel kanker, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi
alergi, dan luka bakar
BPOM menemukan beberapa produk makanan (mie basah, pempek, ikan
asin dan bakso) yang beredar di pasaran mengandung bahan-bahan yang tidak
layak di konsumsi manusia.Berdasarkan data diketahui bahwa dalam beberapa
tahun terakhir masih beredar ikan asin berformalin di pasar tradisional
Indonesia.Menurut hasil pengujian laboratorium BPOM RI, selama tahun 2011
dari 20.511 sampel pangan menunjukkan bahwa 2.902 sampel (14,15%) tidak
memenuhi persyaratan keamanan. Sebagian besar sampel mengandung
cemaran mikroba melebihi batas yaitu 1.002 sampel dan sebanyak 151 sampel
mengandung formalin (BPOM, 2011). Semua sampel ikan asin di pasar
tradisional Pekanbaru, positif mengandung formalin (Yulisa, dkk.2014).
xi
Sampel ikan asin yang diambil di Pasar Sentral Kota Gorontalo menunjukkan
hasil positif
Berdasarkan data BPOM RI pada tahun 2013, dari sebanyak 24.906
sampel pangan menunjukkan 3.442 (13,82%) sampel tidak memenuhi syarat
keamanan dan mutu pangan. Di antaranya Boraks 221 sampel, Rhodamin B
304 sampel, Formalin 115 sampel, Methanyl Yellow 9 sampel, dan Auramin 6
sampel. Penelitian ini bertujuan mengkaji literatur untuk membuktikan
makanan yang mengandung formalin dan boraks yang bisa membahayakan
Kesehatan serta memberikan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai
bahaya formalin.
Penggunaan formalin pada makanan di Indonesia telah dilarang sejak
lama. Larangan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
permenkes 33 no 2012 dan Perka BPOM No.11 tahun 2019, dan PERKA
BPOM No 9 Tahun 2020. Formalin dilarang penggunaannya dalam bahan
makanan disebabkan karena sangat berbahaya jika dihirup dan mengenai kulit,
apalagi tertelan. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang, maka formalin dapat
merusak hati, ginjal, limpa, pankreas, dan organ lainnya (Sari, 2017).
Meskipun demikian, masih ada sebagian penjual atau produsen yang masih
menggunakannya. Banyaknya kasus penggunaan formalin pada makanan
terutama ikan asin, membuktikan bahwa penjual ataupun produsen
pengetahuannya kurang.
Menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS), lembaga
khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang
mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum
ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Sementara
formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang
dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari (Habibah, 2014). Berdasarkan
hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara terus-
xii
menerus (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk formalin
sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan (Hastuti, 2010).
Data Hasil Sampling dari Pengujian Pangan Jajanan mengandung
Formalin dalam tiga tahun terakhir di Laboratorium BPOM: tahun 2019 jumlah
pangan jajanan positif formalin 146 sampel dari total parameter tidak
memenuhi syarat,pada tahun 2020 69 sampel dari total parameter tidak
memenuhi syarat dan 2021 176 sampel dari total parameter tidak memenuhi
syara.Total 391 sampel dari total parameter tidak memenuhi syarat.Dari data
dalam Laporan Tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan,dapat dikatakan
bahwa fenomena penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya mengandung
formalin masih sering terjadi dan semakin banyak ditemukan pada produk
pangan.
Beberapa kasus formalin yang dipasarkan di beberapa pasar tradisional
Kota Manado Sulawesi Utara; Adriani et al., 2018 melaporkan masih terdapat
penggunakan bahan pengawet formaldehida pada ikan teri (Stolephorus sp.)
basah dari pasar tradisional Kota Makassar Sulawesi Selatan,pada,penelitian
yang di lakukan pada bulan Juni 2022 dengan lokasi penelitian yang bertempat
pasar tradisional Kota Ambon dan analisa di laboratorium Teknologi
menunjukan dari 10 sampel yang di peroleh 5 dari pasar tradisional di kota
ambon menunjukan 2 sampel yang mengandung formalin.Sampel ikan teri asin
kering yang diambil dari Pasar Mardika ditemukan positif mengandung
formalin, diman sampel tersebut memiliki karakteristik yang patut dicurigai
mengandung formalin, karena bertekstur keras, berwarna terang, dan tidak
dihinggapi lalat. Hal ini sejalan dengan penelitian Surahy et al, 2020 yang
melaporkan 11 sampel ikan asin yang diperoleh dari penjual di Pasar
Tradisional Kota Ambon, ditemukan 2 sampel (8,2%) postif mengandung
formalin. Hal yang sama juga telah dilaporkan Hajijah (2015) di Pasar
Bersehati dan pasar Pinasungkulan, dari 10 sampel ikan asin yang diteliti di
dapatkan hasil semuanya positif mengandung formalin; Mirna dkk (2016),
xiii
dalam penelitiannya juga menemukan kadar formalin yang terkandung dalam
ikan asin yang diperdagangkan di pasar tradisional Kota Kendari cukup tinggi.
Kasus penambahan bahan tambah pangan( BTP) formalin pada tahu
yang di jual di beberapa pasar kota palu.Dari hasil penelitian ini diperoleh
bahwa 66,7 % dari keseluruhan sampel tahu teridentifikasi mengandung
formalin.Hasil tersebut juga didukung oleh ciri fisik dari sampel tahu berupa
teksturnya. Hal ini menunjukkan bahwa Produsen Tahu di kota Palu masih
menggunakan formalin sebagai pengawet dalam pengolahan Tahu tersebut.
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Umum
1. Tujuan Khusus
a. Untuk mengukur kandungan formalin pada ikan asin yang dicurigai
mengandung formalin secara kuantitatif
b. Untuk mengukur kadar formalin pada ikan asin yang positif
mengandung formalin secara kuantitatif,experiment
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memperkaya
khasanah pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang analisis kesehatan,
khususnya dalam hal analisis kandungan formalin dan dengan melihat dari
tekstur, bau dan warna pada ikan asin di Pasar Inpres Kota Palu
2. Manfaat praktis
a. Manfaat bagi peneliti
xiv
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan menambah
pengetahuan penulis tentang pemilihan pangan yang baik dengan
mengetahui ciriciri kemungkinan zat berbahaya yang ada dalam pangan.
a. Manfaat bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
masyarakat mengenai pentingnya bahaya bahan tambahan pangan
yang mungkin ditambahkan pada makanan sehingga dapat memilih
makanan dengan mengetahui ciri-ciri ikan berformalin.
b. Manfaat bagi pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan peran
Pemerintah dalam mengawasi peredaran makanan dan dapat
meminimalisir penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang
penggunaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 033
Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan pangan.
xv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia,
karena dari makanan manusia mendapatkan zat-zat gizi yang dibutuhkan
tubuh. Zat gizi dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan, mempertahankan dan
memperbaiki jaringan tubuh, mengatur proses dalam tubuh, dan menyediakan
energi bagi fungsi tubuh. Bahan pangan yang dibutuhkan oleh tubuh adalah
bahan pangan yang sehat dan aman
Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012,
yang dimaksud pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan
perairan, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 :
a. Pangan Segar Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami
pengolahan.
b. Pangan Olaha Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil dari
proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa
bahan tambahan.
c. Pangan Olahan Tertentu Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang
diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan
meningkatkan kualitas Kesehatan
xvi
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan.
Persyaratan keamanan pangan yang akan dikonsumsi tersebut semestinya menjadi
persyaratan utama yang harus dipenuhi sebelum persyaratan lainnya.terdapat tiga
jejaring yang diperlukan dalam system keamanan pangan terpadu yaitu : Food
Intelligence, Food Safety Promotion, Food Safety Control (2011).
1. Food Intelligence, adalah jejaring yang menghimpun informasi kegiatan
pengkajian resiko keamanan pangan dari lembaga terakit seperti surveilan,
inspeksi, riset keamanan pangan.
2. Food Safety Promotion, adalah jejaring keamanan pangan yang meliputi
pengembangan bahan promosi, kegiatan pendidikan dan serta penyuluhan tentang
keamanan pangan untuk industri pangan.
3. Food Safety Control, adalah jejaring kerjasama antar lembaga dalam kegiatan
yang terkait dengan pengawasan keamanan pangan yang meliputi pengujian
laboratorium, sertifikasi pangan.
2.3 Bahan Tambahan Pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan sangat sulit untuk dihindari,
mengingat bahan ini sangat bermanfaat dalam pengolahan makanan.Bahan
tambahan pangan memiliki efek samping terhadap kesehatan. Namun, masyarakat
harus memiliki pengetahuan mengenai bahan tambahan pangan sebelum
menggunakannya.Untuk membuat makanan lezat, menarik, dan tahan lama,
diperlukan bahan tambahan pangan yang tepat. Memang penggunaan bahan
tambahan pangan bukan suatu keharusan, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
bahan ini dapat memberikan nilai tambah jual terhadap suatu produk. Makanan
tanpa bahan tambahan pangan akan terlihat hambar dan kurang menarik.
xvii
Bahan pengawet makanan merupakan salah satu bahan tambahan
pangan (BTP). Menurut Food Agriculture Organization (FAO) di dalam Furia
(1980), BTP adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dalam
jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan,
atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki 6 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, warna,
bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan
merupakan bahan utama.
xviii
Beberapa bahan pengawet tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 Tahun 2012 sebagai
beriku:
d. Dulsin (Dulcin)
e. Formalin (Formaldehyd)
i. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
k. Nitrofurazon (nitrofuranzone)
l. Dulkamara (Dulcamara)
m. Kokain (Cocaine)
n. Nitrobenzen (Nitrobenzene)
p. Dihidrosafrol (Dyhidrosafrole)
xix
s. Minyak tansi (Tansy oil)
Rumus Molekul : O
Berat Molekul : 30,03 g/mol
Titik Leleh/Titik didih : -117°C/-19,3°C (berupa gas)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 formalin
merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan.
xx
Formalin merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang ditambahkan
dalam makanan karena mempunyai efek negatif bagi kesehatan manusia.
Sifat formalin sangat mudah dalam air, maka jika dicampur dengan ikan,
formalin dengan mudah terserap dalam daging ikan. Selanjutnya, formalin akan
mengeluarkan isi sel daging ikan, dan menggantikannya dengan formaldehid yang
lebih kaku. Akibatnya bentuk ikan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain
itu, karena sifatnya yang mampu membunuh mikroba, daging ikan tidak akan
mengalami pembusukan.
xxi
memerlukan waktu 1-2 hari. Sementara, tanpa formalin ikan baru akan kering setelah
7-8 hari. Ikan asin dengan penambahan formalin bisa bertahan selama sebulan dalam
penyimpanan, sedangkan jika tidak dicampur formalin hanya mampu bertahan selama
10 hari. Namun demikian, ikan asin yang menggunakan formalin warna dagingnya
pucat dan jika sudah lama disimpan akan ditumbuhi jamur.
xxii
Menurut WHO (2002) karakteristik resiko yang membahayakan bagi kesehatan
manusia yang berhubungan dengan formaldehid adalah berdasarkan konsentrasi dari
substansi formaldehid yang terdapat di udara dan juga dalam produk- produk pangan.
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika
kandungan dalam tubuhnya tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua
zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang
menyebabkan keracunan dalam tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi
dalam tubuh menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (penyebab
kanker), mutagenik (menyebabkan adanya perubahan fungsi sel atau jaringan), dan
menyebabkan kematian akibat kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di
udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan
sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata (Cahyadi, 2012).
Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengendalikan kebusukan ikan yang
paling umum digunakan dan merupakan metode yang paling tua dalam sejarah pengawetan
ikan. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi atau menurunkan kadar air yang terkandung
dalam daging ikan sampai batas waktu tertentu, sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk
dapat dicegah dan selain itu kegiatan enzim-enzim endogen dalam daging ikan dapat
dihentikan. Pada konsentrasi tinggi, garam dapat mencegah kerusakan ikan.
xxiii
xxiv
B. Tinjauan Empiris
Beberapa studi terdahulu yang terkait dengan penilitian ini adalah:
xxv
(BTP) berbahaya khususnya formalin, untuk dijadikan sebagai bahan
pengawet ikan asin karena dapat membahayakan Kesehatan.
3. Penilitian yang di lakukan oleh Hendra Simanjuntak & Mastiur Verawaty
Silalahi ( 2022) yang berjudul “ Kandungan Formalin pada Beberapa Ikan di
Pasar Tradisional Perluasan Kota Pematangsiantar” penelitian ini adalah
menganalisis kadar formalin pada beberapa ikan segar. Metode yang
dilakukan adalah uji kuantitatif kadar formalin dengan test kit formalin.
Sampel penelitian menggunakan 5 jenis ikan segar dari 10 responden. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelima sampel ikan segar terdapat
kandungan formalin dikarenakan kelima ikan tersebut termasuk ikan “one the
fishing”. Pelayan lebih memilih cara yang cepat tanpa memikirkan dampak
terhadap kesehatan konsumen. Penggunaan formalin merupakan cara yang
kebanyakan nelayan gunakan untuk mengawetkan tangkapan ikan agar
terlihat tetap segar meskipun berhari-hari. Kandungan formalin yang paling
banyak terdapat pada ikan kakap, yaitu sebesar 3.42 mg/L. Kadar formalin
pada ikan tongkol sebanyak 1.73 mg/L, ikan tuna sebanyak 1.40 mg/L, ikan
bawal 0.528 mg/L, dan ikan kerapu sebanyak 2.47 mg/L.
4. Penilitian yang di lakukan oleh Intan lestari,Gebi Sangra & Pratiwi (2022)
yang berjudul “ Analisis Kandungan Formalin Pada Ikan Asin Yang Berada Di
Pasar Tradisionl Kota Jambi”Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dimana
sampel diambil secara acak dari beberapa Pasar yang ada di Kota Jambi,
Indonesia. Data dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui karakteristik
fisik ikan asin. Selain itu, analisis kuantitatif juga dilakukan untuk mengetahui
kadar formalin yang ada pada ikan asin menggunakan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 520 nm.Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
25 sampel Batu Kepala Ikan Asin yang dianalisis, diambil dari pasar
tradisional yaitu pasar A, Pasar B, Pasar C, Pasar D dan Pasar E, yang
diperoleh kadar formalin di setiap pasar bervariasi dengan nilai tertinggi di
xxvi
pasar mama.Secara keseluruhan sampel Ikan Asin yang di ambil di pasar
tradisional kota jambi positif formalin
C. Kerangka Teori
Pangan
Senyawa
Ornanik
xxvii
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Yang Di Teliti
Masyarakat membutuhkan produk pangan yang lebih baik untuk masa
yang akan datang, yaitu pangan yang aman, bermutu dan bergizi untuk
dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan produk pangan bagi masyarakat
yang bebas dari kerusakan dan kontaminasi, baik kontaminasi
toksin/mikroba dan senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan
faktor penting untuk diperhatikan dan diterapkan dalam proses pengolahan
pangan.
IKAN ASIN MERUPAKAN BAHAN PANGAN YANG DIMINATI
OLEH MASYARAKAT. Ikan asin menjadi salah satu produk yang banyak
terdapat di Indonesia. Ikan asin merupakan salah satu produk perikanan
yang mempunyai kedudukan penting.hampir 65% produk perikanan masih
diolah dan diawetkan dengan cara penggaraman. Pemerintah Indonesia
menetapkan ikan asin sebagai salah satu dari sembilan bahan pokok
masyarakat.Ikan asin yang menggunakan bahan tambahan formalin menjadi
lebih awet dan tidak ditumbuhi oleh jamur.Namun, penggunaan formalin
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Penggunaan formalin sebagai
bahan pengawet pada makanan sudah di larang oleh Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Pangan.
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety),
secara umum ambang batas aman formalin di dalam tubuh adalah 0,1 mg
per liter. Namun, demikian penggunaan formalin sebagai bahan pengawet
pada makanan tetap dilarang. Formalin merupakan bahan berbahaya yang
dapat mengancam kesehatan tubuh. Formalin sangat berbahaya jika
terhirup, mengenai kulit, iritasi pada saluran pernapasan, reaksi alergi, dan
xxviii
bahaya kanker pada manusia. Bahkan untuk kadar formalin sebanyak 30
mililiter atau sekitar 2 sendok makan dapat menyebabkan kematian.
B. Alur Kerang Konsep
xxix
C. Definisi Oprasional Dan Kriteria Objektif
1. IKAN ASIN YANG DIMAKSUD DALAM PEELITIAN INI
ADALAH IKAN ASIN YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR.
secara umum ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter.
Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang
dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari
xxx
xxxi
BAB IV
METODE PENILITIAN
A. Jenis penilitian
Jenis penilitian yang di lakukan adalah deskriptif Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala– gejala,
fakta–fakta dan kejadian–kejadian secara sistematis dan akurat mengenai
sifat–sifat populasi atau daerah tertentu (Zuriah, 2009) DENGAN
PENGUJIAN DI LABORATORIUM
xxxii
c. Ikan asin tidak beraroma khas ikan
xxxiii
Data yang sudah diperoleh, dilanjutkan dengan memproses data yang
sudah dimasukkan ke dalam software computer untuk dianalisis lebih
lanjut. Pemrosesan dilakukan dengan cara memasukkan hasil laboratorim
ke dalam software komputer. Adapun Software yang digunakan pada
penelitian ini adalah SPSS.
D. Cleaning
Data yang sudah di entry kemudain dilakukan pengecekkan ulang untuk
melihat apakah data yang masuk sudah relevan dan memberikan
kesempatan untuk dilakukan perbaikan sebelum dilakukannya analisis
data untuk menghindari adanya kesalahan data baik itu missing data
ataupun data yang tidak bervariasi/tidak konsisten
3. Analisis data
Data yang terkumpul di olah dengan menggunakan computer melaluli
program yang sesuai yaitu dengan program Statistical Pockage for sosial
Sciene (SPSS).Analisis data di lakukan dengan menggunakan analisis
statistik deskriptif sederhana ( prngelompokan data dan presentasi).Analis
data dalam penilitian ini yaitu
a. Analisis univariat
Analisis yang di lakukan terhadap masing-masing variabel dan hasil
penilitian pada umumnya.Dalam analisis ini hanya menghasilkan
kontribusi dari setiap variabel.Analisis univariat dalam penilitian ini
meliputi hasil secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi
frekunsi.
4. Penyajian data
Data yang telah di olah di sajiakan dalam bentuk tabel deskriptif dan
narasi sebagai penjelasan
xxxiv
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W., Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2012
Rahman, T. Analisa Kadar Formalin Pada Ikan Asin yang Dipasarkan di Kota
Gorontalo [Tesis]. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo; 2014
xxxv
Fong, A. P., Yogisutanti, G., & Fuadah, F. (2022). Analisis Kandungan Formalin pada
Ikan Asin Jambal Roti di Pasar Sentral Kabupaten Mimika Papua Tahun
2021. Jurnal Ilmu Kesehatan Immanuel, 16(1), 8-12.
Fatimah, S., Astuti, D. W., & Awalia, N. H. (2017). Analisis Formalin Pada Ikan Asin
di Pasar Giwangan dan Pasar Beringharjo Yogyakarta. Analit: Analytical and
Environmental Chemistry, 2(1).
Hasanah, S. I., Kurniawan, M. F., & Aminah, S. (2021). Analisis kandungan formalin
pada ikan asin di pasar tardisional Sukabumi serta hubungannya dengan pengetahuan
penjual tentang formalin. J. Gipas, 5(2), 18-34.
Habibah, T.P.Z. 2014. Identifikasi Penggunaan Formalin pada Ikan Asin dan
FaktorPerilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang. Unnes Journal of Public
Health. 3(3), pp. 1–10. (online) tersedia dalam:
https://journal.unnes.ac.id/artikel_sju/ujph/3031. Diakses pada 19 Mei 2018
Hastuti,S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di
Madura. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Trunojoyo. pp. 132–137. (online) tersedia dalam: http://
journal.trunojoyo.ac.id/agrointek/article/view/1366. Diakses pada 10 Maret 2018
Ichya, M. 2014. Analisis Kadar Formalin dan Uji Organoleptik Ikan Asin dibeberapa
Pasar Tradisional di Kabupaten Tuban. (online) tersedia dalam: http:// etheses.uin-
malang.ac.id/8252/1/09630034.pdf. diakses pada 5 Juli 2018
Karimuna, L. dan Asyik, N. 2016. Analisis Formalin pada Ikan Asin di Beberapa
Pasar Tradisional Kota Kendari. 1(1), pp. 31–36. (online) tersedia dalam: http://
ojs.uho.ac.id/index.php/jstp/article/download/1036/676. Diakses pada 17 Maret 2018
8.1 (2022): 47-54.
xxxvi
Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP]. 2020. Forum Merdeka Barat 9
Kementerian Komunikasi danInformasi : Produktivitas Perikanan Indonesia.
Jakarta, 19 Januari 2018. http://kkp.go.id(diakses 25 Juni 2020)
Puspasari, G., K.Hadijanto, Uji Kualitatif Formalin dalam Tahu Kuning di Pasar X
Kota Bandung Tahun 2014. Dipetik 1 September 2017, dari Uji Kualitatif Formalin
Makalah Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.
xxxvii
Simanjuntak, H., & Silalahi, M. V. (2022). Kandungan Formalin Pada Beberapa Ikan
Segar di Pasar Tradisional Parluasan Kota Pematangsiantar. Jurnal Sains Dan
Teknologi, 11(1), 223-28.
Widayanti, N.P. dan Laksmita, W.A.S. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penjual
Terhadap Identifikasi Formalin pada Ikan Asin Di Pasar Tradisional Kota Denpasar
Tahun 2017. Medicamento.3(1), pp. 44–47. (online) tersedia dalam: http://
journal.farmasisaraswati.ac.id
/index.php/mento/article/download/Formalin/pdf_14.Diakses pada 23 Juni 2018
Yusuf, Y., Zuki, Z. dan Amanda, R.R. 2015. Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap
Pengurangan Kadar Formalin pada Ikan yang Ditentukan Secara Spektrofotometri,
J.Ris. Kim, 8(2). (online) tersedia dalam: http://
jrk.fmipa.unand.ac.id/index.php/jrk/article/view/238. Diakses pada 2 Juli 2018
Zuriah, N.2009. Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan. jakarta: Bumi Aksara.
Girsang, D. Y., Rangga, A., & Susilawati, S. (2014). KASUS DISTRIBUSI DAN
PENGGUNAAN FORMALIN DALAM PENGAWETAN KOMODITI IKAN LAUT SEGAR
(STUDI KASUS DI KOTA BANDAR LAMPUNG)[Formaldehyde Distribution and Using for
Preserving Fresh Fish (A Case Study in Bandar Lampung City)]. Jurnal Teknologi & Industri
Hasil Pertanian, 19(3).
Sikanna, R. (2016). Analisis Kualitatif Kandungan Formalin Pada Tahu Yang Dijual
Dibeberapa Pasar Di Kota Palu. KOVALEN: Jurnal Riset Kimia, 2(2).
xxxviii