PENDAHULUAN
Makanan yang memiliki warna yang mencolok ataupun warna yang beraneka
ragam tentunya akan menarik perhatian para konsumen. Namun, warna yang
Warna-warna yang ada pada makanan yang selama ini kita konsumsi dapat
berasal dari bahan alami maupun bahan buatan manusia. Seringkali ketika seorang
produsen kesulitan untuk menggunakan bahan alami sebagai pewarna makanan, maka
produsen makanan tersebut akan memilih menggunakan pewarna buatan. Alasan lain
adalah karena lebih mudah, lebih praktis, memiliki lebih banyak pilihan warna, warna
yang lebih mencolok, atau mungkin relatif lebih murah (Kulkarni dkk, 2014).
yang dilarang tidak boleh digunakan dalam makanan. Beberapa contoh peraturan
pemerintah yang mengatur penggunaan zat tambahan pada makanan adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan,
1
perubahan lampiran peraturan menteri kesehatan nomor : 239/Menkes/Per/V/85
tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya, dan Peraturan
Tidak dapat kita pungkiri bahwa saat ini masih banyak produsen makanan yang
menggunakan pewarna sintetik yang telah dilarang untuk mewarnai makanan yang
mereka produksi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan penyalahgunaan zat warna
sintetik pada makanan ini beberapa di antaranya adalah oleh karena harga zat warna
sintetik yang lebih murah dan juga mungkin karena kurangnya pengetahuan
masyarakat akan zat warna sintetik ini (Cahyadi, 2008). Beberapa contoh zat pewarna
makanan terlarang yang seringkali tetap digunakan oleh para produsen nakal adalah
kuning pada makanan. Kedua zat warna ini dapat memberikan warna mencolok pada
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan pengawasan dan
pengujian terhadap berbagai tempat di Indonesia. Dari hasil operasi pasar yang
dilakukan BPOM pada bulan Juli 2013, ditemukan 297 sampel makanan positif
siklamat yang melebihi batas) dari 1156 sampel makanan yang diteliti (Warta POM,
2013). Sebanyak 15 dari 85 sampel makanan berbuka puasa yang diuji oleh BPOM di
2
bulan puasa menunjukkan hasil positif mengandung bahan berbahaya (Warta POM,
2013).
Pada Bulan Juli-Agustus tahun 2013, BPOM Kota Mataram juga telah melakukan
operasi pasar dengan targetnya adalah Pasar Mandalika, Pasar Kebon Roek, Pasar
Kediri, dan Pasar Gunung Sari. Hasil yang didapatkan adalah ditemukannya 25
sampel tidak layak jual dari 85 sampel yang diteliti. Sampel tersebut dikatakan tidak
layak jual oleh karena tidak memiliki izin edar, telah kadaluwarsa, ataupun
kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan asap dan cendol (Astuti dkk, 2010).
2002).
terasi dalam kehidupan sehari-harinya. Penggunaan terasi yang cukup sering terutama
pada pembuatan sambal terasi yang merupakan jenis sambal yang cukup disukai di
Lombok.
Warna yang biasanya ditambahkan pada terasi adalah warna cokelat ataupun
merah pada terasi udang, dan warna kehitaman pada terasi ikan (Suprapti, 2002).
Telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa terasi sering menjadi sasaran
3
sampel terasi yang mereka teliti ternyata positif mengandung Rhodamin B (Astuti
dkk, 2010).
produsen makanan) akan bahan berbahaya masih cukup rendah. Seharusnya bahan-
bahan berbahaya tersebut tidak perlu ditemukan lagi pada makanan yang beredar di
berbahaya ini.
Efek yang ditimbulkan dari bahan berbahaya ini bukan merupakan efek secara
langsung, melainkan merupakan efek jangka panjang yang akan terus memburuk
terutama bila konsumsi terus dilakukan. Konsumen yang tidak jeli dalam memilih
makanan, terutama bagi para konsumen yang hanya menilai makanan dari
empuk bagi para pedagang nakal ini. jika konsumsi terus dilakukan, tentunya dampak
pasaran, maka pihak produsen sebenarnya merupakan sasaran yang paling tepat untuk
dikerjakan. Edukasi merupakan hal yang sangat penting demi menjaga keamanan
pangan di Indonesia ini. sebelum dapat melakukan edukasi, maka kita harus
pewarna makanan terlarang yang cukup besar agar nantinya tempat-tempat tersebut
4
Jenis sampel yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah terasi, sementara jenis
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, memberikan dasar bagi
pada terasi yang beredar di pasar-pasar tradisional yang terletak di Kota Mataram.
B pada terasi.
1. Sebagai salah satu acuan untuk sasaran edukasi pada pedagang yang
5
2. Memfasilitasi masyarakat untuk mengetahui ciri terasi yang mengandung
Rhodamin B.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pasar
pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko
modern menjelaskan bahwa pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah
penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisionl,
pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya (Permendag RI,
2013).
tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern adalah pasar yang dibangun dan
dikelola oleh Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta berupa tempat usaha yang
berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil,
menengah, koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan melalui proses jual
Jumlah pasar tradisional dalam suatu daerah, ditentukan oleh pemerintah daerah
setempat. Dengan begitu, maka suatu pasar tradisional tidak dapat begitu saja dibuat
7
kepadatan dan pertumbuhan penduduk, potensi ekonomi daerah setempat, arus lalu
perkembangan pemukiman baru, dan jam kerja toko modern yang sinergi sehingga
tidak menggeser aktivitas dan perkenomian dari pasar tradisional yang berada di
Demi menjaga kelancaran lalu lintas, maka sebaiknya sebuah pasar tradisional
harus memiliki area parkir yang cukup luas (perda no 5 tahun 2013). Tidak hanya itu,
pembeli.
2.2 Terasi
Terasi merupakan hasil pengawetan dari rebon yang sebelumnya telah melalui
Bahan baku yang biasanya digunakan berupa ikan kecil atau udang kecil. Ikan
ataupun udang kecil yang biasa digunakan inilah yang disebut rebon (Suprapti, 2002).
Rebon ini memiliki cangkang yang lunak yang mempermudah pembuatan terasi.
Teraasi yang beredar di pasaran dapat berupa terasi udang ataupun terasi ikan
(Suprapti, 2002).
Ikan ataupun udang yang terkandung dalam terasi tentunya yang membuat terasi
memiliki kandungan gizi yang tidak sedikit. Pada terasi udang, dapat ditemukan
8
kadar Yodium yang cukup tinggi yang dapat membantu dalam mencegah penyakit
gondok. Selain itu, terdapat juga kandungan vitamin A dan D. Ikan yang ada pada
terasi juga membuat terasi memiliki nilai gizi seperti misalnya protein hewani. Selain
protein, ikan juga memiliki kandungan mineral seperti misalnya Kalium, Klorida,
Fosfat, Sulfur, Natrium, Magnesium, Kalsium, Besi, Mangan, Zink, dll (Suprapti,
2002).
Terasi dapat digunakan sebagai bumbu pada masakan, sebagai pemantap cita
rasa makanan, dan sebagai pengganti ikan atau udang pada pembuatan produk
penghancur, tempat fermentasi, perangkat penjemuran, lumpang alu, bak plastik, kalo
atau rege (alat penyaring yang terbuat dari anyaman bambu), plastic sealer, dan kain
saring. Sementara itu, bahan yang diperlukan untuk membuat terasi adalah bahan
baku (dapat berupa udang atau ikan), garam, pewarna, kain saring atau daun pisang,
dan bahan pengemas (Suprapti, 2002). Cara pembuatan terasi dapat melalui cara
tradisional ataupun cara modern. Berikut adalah bagan pembuatan terasi secara
tradisional.
9
1. penyiapan bahan baku (rebon)
2. pembersihan rebon
3. pencucian rebon
4. pengukusan rebon
5. penjemuran rebon hingga setengah kering
6. penumbukan rebon sambil menambahkan garam
7. pemeraman atau fermentasi selama 24 jam
8. penjemuran rebon untuk yang kedua kali
9. rebon ditumbuk kembali
10. pemeraman kembali selama 24 jam
11. rebon dijemur kembali
12. rebon ditumbuk kembali
13. pemeraman kembali selama 4-7 hari hingga mengeluarkan bau
khas terasi
14. pencetakan, pemotongan dan pengemasan terasi
15.
(Suprapti, 2002)
Gambar 2.1. langkah pembuatan terasi secara tradisional
terjadinya pembusukan jika bahan baku tidak dapat dikeringkan secara sempurna
dalam waktu 1 hari oleh karena sebelumnya bahan baku yang telah dicuci langsun
dijemur tanpa adanya penambahan garam. Selain itu, penumbukan bahan baku yang
dilakukan dalam kondisi setengah kering akan membuat bahan baku tersebut sulit
dihancurkan.
10
Cara kedua yang dapat digunakan adalah cara modern. Berikut adalah bagan
1. Penyiapan rebon
2. Pembersihan rebon
3. Pencucian rebon
4. Penggilingan rebon sambil menambahkan garam
5. Pemanasan dengan mendidih selama 5 menit
6. Pemeraman atau fermentasi selama kurang lebih 7 hari
7. Penjemuran hingga setengah kering
8. Penumbukan hingga liat
9. Penjemuran kembali hingga ¾ kering
10. Penumbukan dengan cara diuleni dan dibanting-banting
11. Pemeraman kembali selama kurang lebih 7 hari hingga
timbul bau khas terasi
12. Pemotongan dan pengemasan terasi
(Suprapti, 2002)
Gambar 2.2 Langkah pembuatan terasi secara modern
Dalam cara modern ini penjemuran dilakukan setelah bahan baku ditambah garam,
sehingga jika bahan baku tidak kering dalam satu hari, maka kemungkinan untuk
terjadinya pembusukan menjadi jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan karena
penambahan garam selain berfungsi untuk menambah cita rasa juga berfungsi sebagai
11
pengawet. Selain itu, garam juga berfungsi untuk membuat proses penghancuran
Zat warna adalah bahan yang digunakan untuk memberi warna dan atau
Terdapat dua jenis zat warna yang dapat digunakan pada makanan, yaitu zat warna
Zat warna alami biasanya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tanpa kita sadari,
sayur-sayuran yang sering kita konsumsi sehari-hari pun memiliki zat warna alami
yang sebenarnya dapat kita manfaatkan untuk mewarnai makanan lain, misalnya
Zat warna alami tentunya lebih aman untuk kesehatan dibandingkan dengan zat
warna sintetis. Beberapa contoh zat warna alami yang cukup sering digunakan untuk
pembuatan makanan adalah klorofil (zat hijau daun), karoten (warna oranye, dapat
ditemui pada makanan bewarna oranye seperti wortel), dan antosianin. Contoh zat
warna alami lain yang mungkin kurang dikenal adalah annatto, saffron, paprika, kulit
anggur, zinc oxide, caramel, beetroot, cochineal, dan turmeric (Kulkarni dkk, 2014).
12
2.3.2 Zat Warna Sintetis
Zat warna sintetis merupakan zat warna yang bukan berasal dari tumbuh-
tumbuhan ataupun hewan, melainkan hasil produksi kimia dari manusia. Saat ini,
sudah sangat banyak produsen makanan yang beralih ke pewarna sintetis oleh karena
lebih banyak tersedia di pasaran, lebih murah, dan lebih banyak pilihan/variasi warna
(Kulkarni dkk, 2014). Sebenarnya, zat warna sintentis memiliki efek yang tidak baik
bagi kesehatan jika digunakan secara berlebihan. Oleh sebab itu, penggunaan
Oleh karena maraknya penggunaan pewarna sintetis pada makanan saat ini, maka
penelitian dilakukan untuk menentukan pewarna sintetis yang aman untuk kesehatan
dilarang digunakan dalam makanan. Namun, sangat disayangkan bahwa saat ini
masih saja banyak produsen makanan tak bertanggungjawab yang tetap menggunakan
zat pewarna terlarang tersebut hanya karena lebih mengutamakan keuntungan dalam
bisnisnya.
Beberapa zat warna terlarang memiliki harga relatif lebih murah dibandingkan
dengan zat warna yang diperbolehkan. Selain itu, zat warna terlarang juga terkadang
memiliki warna yang lebih mencolok dibandingkan dengan zat warna lain sehingga
mungkin terlihat lebih menarik bagi beberapa orang. Hal ini sangat disayangkan oleh
13
karena zat warna terlarang sebenarnya memiliki efek yang sangat buruk bagi
kesehatan tubuh.
2.4.1 Definisi
disebutkan bahwa Rhodamin B termasuk dalam salah satu bahan pewarna yang
baiknya kita mengetahui terlebih dahulu definisi dari makanan dan bahan tambahan
pangan yang akan kita bahas kemudian. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan menyatakan bahwa
pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
warna tertentu, yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya adalah bahan yang
digunakan untuk memberi warna dan atau memperbaiki warna bahan atau barang
14
2.4.2 Bahan pewarna makanan terlarang dan tidak terlarang menurut
peraturan pemerintah
tentang bahan tambahan makanan, telah disebutkan daftar nama-nama zat warna
sintetis yang boleh digunakan pada makanan. Daftar nama Bahan Tambahan Pangan
Tabel 2.1. Daftar Nama Zat Warna yang diizinkan Penggunaanya dalam Makanan
15
Lanjutan Tabel 2.1
6 Indigotin es krim dan sejenisnya, jem dan jeli, saus apel 0-5
kalengan, yoghurt beraroma dan produk yang
dipanaskan setelah fermentasi, dan makanan
lain
8 Kuning FCF lihat coklat ht, es krim dan sejenisnya, acar 0-4
ketacar ketimun dalam botol, yoghurt
beraroma dan produk yang dipanaskan setelah
fermentasi, jem dan jeli, saus apel kalengan,
marmalade, dan udang kalengan
9 Kuning Es krim dan sejenisnya, Makanan lain 0-5
Kuinolin
10 Merah Alura Lihat Coklat HT 0-7
kalengan
16
Lanjutan Tabel 2.1
No Nama BTP Jenis/ Bahan Makanan ADI
(mg/kgbb)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Rhodamin B tidak termasuk dari salah satu
penggunaan Rhodamin B tidak hanya diatur dalam satu buah peraturan, melainkan
17
untuk Industri tentang pengawasan produksi dan penggunaan bahan berbahaya untuk
keamanan, mutu dan gizi pangan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
salah satu bahan tambahan makanan atau zat warna yang tidak boleh digunakan
dalam makanan. Jika keempat peraturan ini dirangkum, maka kita akan mendapatkan
berbagai jenis zat warna dan bahan tambahan makanan lain yang juga dilarang
penggunaannya pada makanan. Daftar nama zat terlarang tersebut dapat dilihat pada
18
Lanjutan tabel 2.2
NO NAMA NOMOR INDEKS
WARNA (C. I. No.)
12. Guinea Green B (C. I Acid Green No. 3) 42085
24. Ponceau 3R (Acid Red 1) 16155
25. Ponceau SX (C. I Food Red 1) 14700
26. Ponceau 6R (C. I Food Red 8) 16290
27. Rhodamin B (C. I Food Red 15) 45170
28. Sudan I (C. I Solvent Yellow 14) 12055
29. Scarlet GN (Food Red 2) 14815
30. Violet 6 B 42640
33. Kuning Metanil 587-98-4
:239/Men.Kes/Per/V/85
2004 pasal 23c juga menyatakan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan
yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses
produksi pangan; (menurut penjelasan, yang dimaksud bahan terlarang adalah boraks,
Hal ini telah diatur dalam berbagai peraturan. Oleh karena itu, seseorang yang
19
melanggar peraturan ini tentunya dapat dikenakan hukuman sesuai dengan yang telah
disepakati.
2.5. Rhodamin B
Rhodamin B dapat disebut juga C.I. Basic Violet 10, CI 45170, Ethanaminium,
N-(9-(2-carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen-3-ylidene)-N-e- thyl-,
chloride, C.I. Food Red 15, atau D&C Red # 19 (EFSA, 2005).
adalah 329 F (165 ○C). Sifat senyawa ini adalah sangat mudah larut dalam air,
alkohol dan eter, namun sukar larut dalam Larutan HCl dan NaOH (BPOM, 2011).
(EFSA,2005)
Ketika Rhodamin B masuk ke dalam tubuh secara oral, tentunya Rhodamin B akan
melewati berbagai proses dalam traktus gastrointestinal, sama seperti makanan pada
20
yang baik dalam mengabsorpsi Rhodamin B. Sayangnya, kemampuan untuk
dapat ditemukan dalam urin atau feses dalam bentuk yang tidak diubah (Webb dan
Hansen, 1961). Sekitar 30% dari sampel Rhodamin b yang diinkubasi dengan
2005).
dari Rhodamin B. Rhodamin B tidak dapat dihancurkan lagi oleh tubuh dan tidak
dapat mengalami metabolisme lain lagi selain de-etilasi (Webb dan Hansen,
Rhodamin B dapat memberikan efek jangka pendek maupun jangka panjang bagi
tubuh. Efek jangka pendek Rhodamin B jika terkena kulit ataupun mata adalah
terjadinya iritasi pada area yang terkena. Namun pada saluran pencernaan, Rhodamin
B tidak memberikan efek jangka pendek yang signifikan (BPOM, 2011). Bila terjadi
keracunan akut pada Rhodamin B, efeknya pada saluran cerna adalah juga
mengiritasi saluran cerna tersebut. Jika ditelan secara berlebihan, maka Rhodamin B
dapat menyebabkan urin menjadi bewarna merah atau pink (BPOM, 2011).
21
Rhodamin B juga mengandung logam berat, sehingga Rhodamin B dapat
menimbulkan efek jangka pendek lain yaitu keracunan akut, nyeri perut, muntah,
diare, sakit kepala, pusing serta hipersalivasi. Efek jangka pendek lain yang dapat
berpikir, reaksi alergi, atau mungkin penurunan energi (Slamet dalam Putri dkk,
2012).
Rhodamin B memiliki dampak yang tidak baik bagi ginjal, hati, sistem saraf pusat,
sistem reproduksi, dan mungkin masih banyak lagi. Penelitian yang dilakukan oleh
2011).
misalnya timbal dan arsen. Kedua unsur inilah yang berperan cukup kuat dalam
Timbal yang terkandung di dalam Rhodamin B akan menjadi inhibitor yang kuat
Hal ini tentunya akan menyebabkan gangguan pada beberapa fungsi reproduksi
dan bahkan jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan infertilitas atau
22
mandul. Tidak hanya itu, arsen yang juga terkandung dalam Rhodamin B juga
karena Rhodamin B memiliki kandungan logam berat, namun juga akibat stress
oksidan yang dapat dibentuk oleh Rhodamin B itu sendiri ( Maryanti dkk, 2014).
Rhodamin B dapat dikatalisasi oleh cahaya dan membentuk singlet oxygen. Bentukan
ini setelah mengalami beberapa proses, akan memicu pembentukan radikal bebas.
Kadar radikal bebas yang berlebihan ini akan memicu kerusakan oosit dan sel
granulosa di dalam folikel ovarium. Hal ini juga akan sangat menggangu sistem
folikel De graff pada mencit (Maryanti dkk, 2014). Tidak hanya itu, penelitian
dari endometrium. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan kadar 17 β-
estradiol akibat penuruanan jumlah folikel yang dipicu oleh stress oksidan. Rhodamin
23
sel hipotalamus. Apoptosis diregulasi oleh beberapa protein. Protein ini terdiri dari
merupakan protein proapoptosis (sulistina dkk, 2014). Hal inilah yang dapat
Rhodamin B juga menyebabkan penurunan yang cukup berarti pada kadar FSH
dan LH serum (sulistina dkk, 2014). Penelitian ini menunjukkan bahwa hipotalamus
dan masih banyak lagi. Ketika rantai respirasi ini terganggu, maka akan terjadi
peningkatan kadar stres oksidan sehingga akan memicu jalur apoptosis. Hal lain yang
mungkin terjadi akibat terganggunya rantai respirasi ini adalah apoptosis sel neuronal.
Selain itu, Rhodamin B diduga dapat berdampak kepada sel basofilik dalam
adenohipofisis. Sel inilah yang mensekresi FSH dan LH. Ketika hal ini terus
berlanjut, maka akan terjadi hiposekresi FSH dan LH sehingga tentunya akan
Efek lain Rhodamin B yang telah diteliti adalah efek Rhodamin B terhadap
kerusakan glomerulus pada ginjal mencit (Mayori dkk, 2013). Tidak hanya itu,
24
Rhodamin juga dapat menyebabkan penyempitan ruang kapsula bowman, hipertrofi
terjadi pada glomerulus ataupun adanya proliferasi dari epitel kapsula bowman.
Berbagai macam gangguan yang terjadi pada unit fungsional ginjal ini tentunya akan
menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal, seperti misalnya gangguan pada fungsi
filtrasi dan reabsorpsi ginjal. Penelitian yang dilakukan oleh Mayori dan teman-
diberikan, maka akan semakin tinggi tingkat kerusakan komponen penyusun ginjal
retardasi mental, dan hemolisis pada sel darah merah, namun penjelasan lebih lanjut
masih belum dipaparkan (Kulkarni dkk, 2014). Selain itu, ternyata Rhodamin B juga
visual
Kita sebagai konsumen yang cerdas, harus mampu membedakan makanan yang
melakukan uji analisa lab pada tiap makanan berwarna merah yang berpotensi
menggunakan Rhodamin B. Hal yang setidaknya harus mampu kita lakukan adalah
25
bisa membedakan secara kasat mata atau secara visual rupa makanan yang
tidak merata), rasa agak pahit bila dikonsumsi. Biasanya, produk yang mengandung
Rhodamin B tidak mencamtumkan kode, label, merek, atau ijin edar dari BPOM.
Makanan memiliki sertifikasi dari BPOM setidaknya tentu lebih terjamin tidak
Masyarakat diharapkan dapat lebih cerdas dalam memilih makanan yang aman
dengan mengetahui ciri-ciri makanan dengan Rhodamin B tersebut. Jika ragu pada
makanan yang akan dibeli, sebaiknya tidak usah membeli makanan tersebut. Tempat
yang mahal dan bermerek tidak menjamin bahwa makanan yang dijual di tempat
tersebut merupakan makanan yang aman dan tidak mengandung zat berbahaya, begitu
pula sebaliknya, tempat yang tidak mewah belum tentu menjual makanan yang
26
2.5.4. Mengidentifikasi makanan dan minuman dengan Rhodamin B dengan
metode laboratorium
2002).
Rahman, 2011). Teknik lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan
kertas saring (Utami, 2013). Jika ingin teknik yang lebih instan, maka peneliti dapat
menggunakan metode yang sering digunakan BPOM untuk memeriksa jajanan atau
makanan di pasaran, yaitu dengan Rapid Test Kit (warta POM, 2013).
terlebih dahulu membuat ekstrasi sample dan membuat ekstrasi tersebut menjadi
asam dengan menambahkan larutan asam asetat. Setelah dipanaskan, cairan tersebut
gelas berisi air dan dibiarkan hingga air merembes ke kertas saring tersebut. (utami,
2013).
lapis tipis dilakukan dengan melibatkan benang wol yang direndam dengan eter dan
27
spektofotometer untuk melihat panjang gelombang. Setelah itu dilakukan berbagai
perhitungan dan dibandingkan dengan baku standar tertentu (Utami, 2013). Di lain
sisi, kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis dalam pengerjaannya. Hasil akhir
dari kromatografi lapis tipis juga diuji dengan spektofotometer (Silalhi dan Rahman,
2011).
Rapid test kit merupakan metode yang lebih sederhana dibandingkan dengan
metode lain oleh karena kita hanya tinggal menambahkan air mendidih ataupun air
ini yang sering digunakan oleh BPOM saat melakukan operasi pasar (Warta POM,
2013).
Prisip kerja dari test kit tergantung dengan tempat produksi test kit tersebut, salah
satu prinsip yang dapat digunakan adalah terbentuknya perubahan warna pada hasil
uji yang awalnya bewarna merah, lalu berubah menjadi bewarna ungu oleh karena
berperan sebagai reagen. Reaksi antara kedua zat ini akan membentuk senyawa
2013).
28
Tabel 2.3 Tabel Daftar Kajian Terdahulu
29
Lanjutan Tabel 2.3
30
Lanjutan Tabel 2.3
No Peneliti Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian
5 Lestari Keberadaan Metode penelitian adalah 1 sampel
Rhodamin B dengan menggunakan studi (6,3%) terasi
pada Terasi survey analitik dengan bermerek dan 9
Bermerek dan rancangan sampel (47,4%)
Tidak Bermerek cross sectional. Sampel terasi terasi tidak
yang Diproduksi yang diambil sebanyak bermerek positif
dan Beredar di 35 sampel yang terdiri dari mengandung
Kota Tegal Jawa lima sampel terasi produksi Rhodamin B
Tengah bermerek, empat sampel
produksi tidak bermerek,
sebelas sampel terasi beredar
bermerek. dan lima belas
sampel terasi beredar tidak
bermerek. Metode uji sampel
adalah secara kualitatif
dengan menggunakan teknik
kromatografi lapis tipis
31
Lanjutan Tabel 2.3
32
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belum ada
penelitian mengenai uji kandungan Rhodamin B secara kualitatif pada terasi di pasar
pengambilan sampel dan juga menggunakan rapid kit test pada metode uji Rhodamin
B.
33
2.7.Kerangka Teori
Maraknya penggunaan
pewarna makanan
Terasi di pasar
kuantitatif kualitatif
34
2.8. Kerangka Konsep Penelitian
KETERANGAN:
= diteliti
= tidak diteliti
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
cross sectional, karena penelitian ini semua pengukuran variabel yang diteliti
dilakukan hanya satu kali dan pada waktu yang sama tanpa periode follow up
kandungan Rhodamin B yang terdapat pada terasi yang di jual di pasar tradisional se-
Kota Mataram.
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian kali ini adalah semua terasi di pasar tradisional yang terletak
di Kota Mataram.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah terasi yang terdapat di Pasar tradisional yang
sampel untuk uji laboratorium adalah terasi yang diduga mengandung Rhodamin B
36
dengan penampakan warna merah atau kecoklatan yang tidak merata. Sampel terasi
yang diambil sebanyak 1 sampel pada tiap pedagang. Sampel diambil dengan cara
Pada penelitian ini, perhitungan besar sampel menggunakan rumus besar sampel
deskriptif kategorik yang didapatkan dari buku karangan Sopiyudin Dahlan tentang
𝑧𝛼 2 . 𝑃. 𝑄
𝑛=
𝑑2
Keterangan:
Q = 1-P
D = presisi
Telah ditentukan bahwa deviat baku alfa yang akan digunakan adalah 1.96.
Proporsi yang digunakan diambil dari kepustakaan, yaitu dari penelitian yang
1.962 𝑥0.25𝑥0.75
𝑛= = 72.03
0.12
37
Jadi, jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah berkisar 72 sampel.
Oleh karena peneliti tidak mendapatkan sampling frame yang pasti mengenai
jumlah pedagang terasi di pasar di Kota Mataram, maka peneliti memilih teknik
pengambilan sampel non probability. Jenis metode non probability yang digunakan
pada penelitian kali ini adalah consecutive sampling, yaitu semua sampel yang ada
sampel penelitian terpenuhi. Agar sampel yang diambil dapat mewakili seluruh pasar
yang ada di Kota Mataram, maka peneliti mengambil sampel berdasarkan kelompok-
kelompok pasar yang akan ditentukan oleh peneliti. Kelompok pasar ditentukan oleh
peneliti berdasarkan omsetnya per bulan. Data mengenai omset pasar didapatkan dari
Dinas Pasar.
Total jumlah pasar adalah 17 pasar. Peneliti kemudian mencari rata-rata dari
omset semua pasar. Setelah itu, pasar kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
pasar besar dan pasar kecil. Pasar besar adalah pasar dengan omset per bulan berada
di atas rata-rata dan pasar kecil adalah pasar dengan omset per bulan berada di bawah
rata-rata. Total akhir didapatkan 5 pasar dengan besar dan 12 pasar kecil.
pembagian kuota pengambilan sampel pada tiap pasar agar sesuai dengan jumlah
sampel minimal yang telah ditentukan. Pasar besar akan memiliki kuota pengambilan
sampel yang lebih banyak dibandingkan dengan pasar kecil. Dalam penelitian ini,
akan diambil 6 sampel pada tiap pasar besar dan 4 sampel pada tiap pasar kecil.
38
Langkah terakhir merupakan langkah pengambilan sampel dengan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan pada tahap-tahap sebelumnya. Sampel terasi yang
dilakukan langsung oleh pihak peneliti. Setelah didapatkan hasil pengujian, maka
hasil-hasil tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah dengan SPSS untuk ditulis
Terasi yang akan dijadikan objek penelitian adalah terasi yang memenuhi kriteria
berikut:
Variabel terikat penelitian ini adalah hasil pemeriksaan kualitatif dari Rhodamin
B.
39
3.6 Definisi Operasional
3.6.1 Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berbentuk padat, kristal ataupun
2011).
saring, ataupun rapid test kit (Silahi dan Rahman, 2011; Utami, 2013; warta
POM, 2013). Metode Hasil uji kualitatif dikatakan positif jika warna cairan
Alat yang dibutuhkan untuk analisa laboratorium adalah tes kit. Tahapan yang
2. Tes kit
3. Air
4. Reagen A dan B
5. Tabung reaksi
40
3.7.2 Cara kerja
1. Mengambil satu sendok teh bahan makanan yang akan diuji, lalu mencacah atau
2. Menambahkan air mendidih sebanyak dua sendok makan (10 ml) lalu
mengaduknya agar Rhodamin B yang ada pada makanan tertarik ke dalam fase
3. Memasukkan satu tetes reagen A dan reagen B dan 4 tetes reagen B2 ke botol uji
atau tabung reaksi. Kemudian mengocok selama 1 menit agar tercampur rata.
4. Memasukkan satu sendok makan atau sekitar 5 ml cairan uji (airnya saja) ke
dalam botol atau tabung reaksi yang telah berisi campuran reagen. Kocok
5. Bila warna cairan uji berubah menjadi ungu, maka cairan positif mengandung
Rhodamin B
Data yang terkumpul tentang hasil pemeriksaan yang dilakukan, yaitu hasil
41
3.9. Kerangka Alur Penelitian
Terasi di pasar
Analisis visual
Penyajian data
42
3.10 Rencana Penelitian
43
BAB IV
perdagangan yang tidak kalah pesat dengan kota-kota lain. Aktivitas perdagangan ini
dapat terjadi di pasar modern ataupun pasar tradisional. Menurut data yang diperoleh
dari Dinas Pasar Kota Mataram, jumlah pasar yang ada di Mataram adalah 19 pasar.
Dua pasar diantaranya hanya menjual ternak atau hewan, sementara 17 pasar lainnya
Terasi merupakan salah satu produk yang cukup banyak dicari oleh masyarakat.
Warna terasi yang merah dapat menjadi kesempatan bagi beberapa oknum untuk
terasi di pasar se Kota Mataram. Terasi yang dijadikan sampel adalah terasi yang
secara kasat mata dicurigai mengandung Rhodamin B, yaitu terasi dengan warna
merah dan pewarnaan yang tidak merata (Pemerintah Kabupaten Bangka Barat,
2014).
Populasi penelitian ini adalan terasi pada pasar Se Kota Mataram. Pasar yang
dijadikan tempat penelitian adalah 17 pasar yang menjual kebutuhan kelontong dll.
44
Agar pengambilan sampel lebih proposional, maka pasar dibagi menjadi kelompok
pasar besar dan kelompok pasar kecil. Pengelompokan pasar didasarkan pada omset
Pasar besar adalah pasar yang memiliki omset pasar per bulan lebih besar omset
rata-rata keseluruhan pasar di Kota Mataram, yaitu Rp. 16.982.382, sementara pasar
kecil adalah pasar dengan omset per bulan lebih kecil dari Rp. 16.982.382. Sampel
acak yang diambil dari pasar besar berjumlah 6 sampel, sementara untuk pasar kecil
Pasar yang temasuk ke dalam kelompok pasar besar adalah Pasar Mandalika,
Pasar Cakra, Pasar Kebon Roek, Pasar Dasan Agung, dan Pasar Pagesangan. Pasar
yang termasuk ke dalam kelompok pasar kecil adalah Pasar Karang Sukun, Pasar
Karang Medain, Pasar Karang Lelede, Pasar Cemara, Pasar Perumnas, Pasar Pagutan,
Pasar Karang Seraya, Pasar Sindu, Pasar Abian Tubuh, Pasar Rembiga, Pasar
Sayang-Sayang, dan Pasar Ampenan. Total sampel minimal yang diambil adalah 72
sampel.
mengambil terasi dari pasar induk, yaitu Pasar Mandalika. Sementara itu, pedagang
terasi yang beroperasi di Pasar Mandalika mendapatkan terasi tersebut dari luar
pulau, namun terdapat juga pedagang yang mengaku membuat terasi tersebut sendiri.
45
Berikut tabel distribusi Pasar menurut kecamatan:
46
Tabel 4.2. Hasil Penelitian Kualitatif
sampel acak terasi ternyata positif mengandung Rhodamin B. Besar kecilnya pasar
B. Terasi yang positif ditemukan pada Pasar Abian Tubuh, Pasar Ampenan/ACC,
47
Pasar Cemara, Pasar Karang Sukun, Pasar Kebon Roek, Pasar Mandalika, Pasar
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa belum tentu hanya terasi yang berada
diambil hanyalah sampel acak dan bukan semua terasi yang ada di pasar tersebut,
banyak terasi yang positif Rhodamin B di pasar yang ada di Kota Mataram.
Jika digambarkan dalam bentuk grafik, maka akan terlihat seperti berikut
4.2. Pembahasan
Rhodamin B merupakan zat warna yang tidak diijinkan digunakan pada makanan
48
Dari hasil penelitian terhadap 17 pasar di Mataram, ditemukan adanya
(sekitar 15.38%) yang positif mengandung Rhodamin B. Dari hasil penelitian, dapat
B.
Ketika ditanya, hampir seluruh pedagang mengaku bahwa terasi yang mereka
jual berasal dari terasi di Pasar Mandalika. Namun, walaupun terasi yang ada di
pasar-pasar di Kota Mataram sebagian besar berasal dari Pasar Mandalika, hal ini
tidak berarti sumber penggunaan Rhodamin B tersebut berasal dari Pasar Mandalika.
Menurut BPOM, beberapa pedagang tidak jarang mengolah kembali terasi yang
hampir rusak karena sudah terlalu lama tidak laku terjual. Saat pedagang-pedagang
2015).
di pasar dari zat-zat berbahaya, salah satunya adalah Rhodamin B. Program yang
mulai digalakkan pada 27 Juni 2013 ini ini disebut Program Pasar Aman dari Zat
49
Program ini terutama ditujukan pada pasar-pasar besar di Kota Mataram terlebih
dahulu, yaitu Pasar Mandalika, Pasar Pagesangan, Pasar ACC Ampenan dan Pasar
Dasan Agung (BPOM, 2013). Walaupun telah diberikan penyuluhan, ternyata masih
ada saja penggunaan Rhodamin B pada terasi di pasar, hal ini menunjukkan bahwa
B. Hal ini terbukti dari hasil dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa terasi
dengan warna merah mencolok ternyata negatif Rhodamin B. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena penggunaan pewarna makanan yang terlalu banyak. Dari
pengamatan di lapangan yang dilakukan peneliti, ternyata agak sulit bagi masyarakat
awam untuk melihat adanya penyebaran warna yang tidak merata (gumpalan warna)
BPOM mengatakan bahwa gumpalan warna yang sulit dilihat pada terasi yang
Rhodamin B yang tidak terlalu banyak (BPOM, 2015). Oleh sebab itu, semua terasi
dikonsumsi. Efek yang ditimbulkan lebih mengarah kepada efek jangka panjang,
50
Efek lain yang dapat ditimbulkan pada penggunaan jangka panjang Rhodamin B
adalah gangguan pada fungsi reproduksi Rhodamin B ( Maryanti dkk, 2014). Selain
itu, Rhodamin B juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hemolisis darah, dan
kelebihan penelitian kali ini jika dibandingkan dengan penelitian lainnya. Penelitian
ini menggunakan studi analitik deskriptif dengan teknik ujinya adalah menggunakan
Prinsip uji Rapid Test Kit adalah adalah terbentuknya perubahan warna pada
hasil uji menjadi bewarna ungu.. Perubahan warna ini dapat terjadi salah satunya oleh
sebagai reagen. Sampel yang telah diambil di pasar kemudian dibawa ke laboratorium
cara yang diteliti adalah menggunakan metode-metode yang hanya dapat diterapkan
di laboratorium dan hanya efektif menghilangkan Rhodamin B dalam fase cair. Cara
Rhodamin B terutama dalam fase cair adalah dengan menggunakan bahan kimia
bahan alami, tetap saja beberapa proses yang diperlukan untuk menghilangkan
51
Rhodamin B tersebut membutuhkan metode-metode yang hanya dapat dilakukan di
laboratorium.
cairan misalnya adalah bubuk kopi (Shen dan Gondal, 2013). Cara lain yang dapat
dilakukan adalah dengan membuat semacam Activated Carbon dari beberapa jenis
dactylon, dan minyak pohon palem (Hema dan Arivoli, 2009; Lalitha dan Sangeetha,
2008; Venkatraman dkk, 2014; Auta, 2014). Tumbuhan lain yang dapat digunakan
adalah Raphia hookerie (Inyinbor dkk, 2014). Selain melalu bahan alami, dapat juga
Kabupaten Rembang (Astuti dkk, 2010). Hasil yang didapatkan dari penelitian ini
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Astuti dan teman-
temannya ini, tentu saja penggunaan Rhodamin B jauh lebih sedikit di Mataram.
Namun, jika dibandingkan oleh penelitian Astuti, lingkup penelitian kali ini terhitung
lebih luas. Penelitian kali ini menggunakan 78 sampel, sementara penelitian Astuti
kali ini menggunakan teknik uji rapid test kit yang biasanya digunakan oleh BPOM,
sementara pada penelitian Astuti juga meminta bantuan BPOM untuk mengujinya.
52
Walaupun tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai teknik ujinya, namun kemungkinan
pada terasi. Salah satu contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lestari.
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di Kota Tegal Jawa Tengah. Hasil
dari penelitian Lestari ini adalah didapatkan 1 sampel terasi bermerek dan 9 sampel
terasi tidak bermerek yang positif Rhodamin B, atau sekitar 10 sampel dari 35 sampel
penelitian kali ini, penelitian Lestari memiliki jumlah sampel yang lebih sedikit.
Namun, kelebihan dari penelitian Lestari adalah teknik uji yang lebih akurat jika
Kromatografi Lapis Tipis. Jika dibandingkan dengan penelitian kali ini, maka
penelitian kali ini memiliki jumlah sampel positif yang lebih sedikit.
Penelitian lain yang meneliti tentang Rhodamin B dalam terasi adalah penelitian
Bangkalan dengan menggunakan teknik rapid test kit, yaitu teknik yang sama yang
juga digunakan pada penelitian kali ini. Hanya saja, jumlah sampel yang digunakan
jauh lebih sedikit dibandingkan penelitian kali ini. Penelitian oleh Kamalatul
Rhodamin B lebih banyak dibandingkan penelitian kali ini, yaitu 25% (Khorriyah,
2014).
53
Masih adanya penggunaan Rhodamin B pada terasi di pasar-pasar yang ada di
Kota Mataram ini mungkin disebabkan oleh karena program dari BPOM yang kurang
54
BAB V
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, didapatkan 15.38% sampel terasi positif mengandung
Rhodamin B. Jumlah sampel positif ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan
beberapa penelitian lain di luar Kota Mataram yang juga meneliti mengenai
dengan penelitian lain, penggunaan Rhodamin B pada terasi tetap harus diwaspadai.
Terasi yang bewarna merah mencolok belum tentu mengandung Rhodamin B, begitu
pula sebaliknya, terasi yang warnanya bukan merah mencolok belum tentu tidak
mengandung Rhodamin B.
5.2. Saran
55
5. Konsumen sebaiknya lebih waspada dan mulai belajar untuk
56
DAFTAR PUSTAKA
57
Braakman, I. dkk. (1989).’The Journal of Pharmacology and Experimental
Therapeutic’. Zonal Compartmentation of Perfused Rat Liver: Plasma
Reappearance of Rhodamine B Explained [internet]. 249(3), 869-873.
Avaible from:
http://dspace.library.uu.nl/bitstream/handle/1874/5122/6306.pdf?sequence
=2 (diakses tanggal 22 Oktober 2015)
Cahyadi, W. (2008) Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan ed 2.
Sinar Grafika Offset: Jakarta.
Dahlan, S. (2013) Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Salemba Medika:
Jakarta.
Dawile, S., Fatimawali, dan Wehantouw, F. (2013), ‘Jurnal Ilmiah Farmasi’, Analisis
Zat Pewarna Rhodamin B pada Kerupuk yang Beredar di Kota Manado
[internet], 2(3), 86-90. Avaible From:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/viewFile/2386/19
20 [diakses tanggal 8 maret 2015]
Day, RA. dan Underwood, AL. (2002) Analisis Kimia Kuantitatif ed 6. Jakarta:
Erlangga.
EFSA. (2014), ‘The EFSA Journal’, Opinion of the Scientific Panel on Food
Additives, Flavourings, Processing Aids and Materials in Contact with
Food on a request from the Commission to Review the toxicology of a
number of dyes illegally present in food in the EU [internet], 263, 1-71.
Avaible From: http://www.efsa.europa.eu/en/scdocs/doc/263.pdf
[diakses tanggal 5 Februari 2015]
Febrina,Rina dkk. (2013),’Jurnal Biologi’, Pengaruh Pemberian Rhodamin B
Terhadap Siklus Estrus Mencit (Mus Musculus L.) Betina [internet], 17(1),
21–23. Avaible From:
http://ojs.unud.ac.id/index.php/BIO/article/download/8328/6205 [diakses
tanggal 25 December 2014]
58
Georgescu,Bogdan dkk. (2011), ‘Scientific Papers: Animal Science and
Biotechnologies’, Heavy Metals Acting As Endocrine Disrupters
[internet], 44(2), 89–93. Avaible From: http://www.usab-
tm.ro/utilizatori/ZOOTEHNIE/file/REVISTA%202011/vol%2044/2/BIO
CHIM/Georgescu.pdf [diakses tanggal 30 Januari 2015]
Harwanti. (2014) Bahan Tambahan Pada Pangan Dan Bahayanya (Formalin, Boraks
Dan Pewarna Buatan). Avaible at :
http://portal.bangkabaratkab.go.id/id/informasi/bahan-tambahan-pada-
pangan-dan-bahayanya-formalin-boraks-dan-pewarna-buatan (diakses
tanggal 25 Desember 2014)
Hema, M. dan Arivoli, S. (2009). ‘Indian Journal of Chemical Technology’,
Rhodamine B absorption by Activated Carbon: Kinetic and Equilibrium
Studies [internet]. 16(1), 38-45. Avaible at:
http://nopr.niscair.res.in/bitstream/123456789/3211/1/IJCT%2016(1)%20
38-45.pdf [diakses tanggal 10 Oktober 2015]
Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan (2013) Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pewarna. Jakarta: Kantor BPOM RI. Avaible
at:
http://jdih.pom.go.id/showpdf.php?u=Cwz64Bj9OPinOJI%2Bk
4%2BRloz%2FFtdUIuPm7dPnQTWo5xo%3D (diakses tanggal
10 Oktober 2015)
Indonesia. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (1990) Keputusan
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia nomor :00386/C/Sk/Ii/90 tentang
Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan
Sebagai Bahan Berbahaya. Jakarta: Kantor Pemerintah Indonesia.
59
Avaible at:
http://www.pom.go.id/pom/hukum_perundangan/pdf/SK_Dirjenpom_003
86.pdf (diakses tanggal 24 Januari 2015)
Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1985) Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor :239/Men.Kes/Per/V/85 tentang Zat
Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya. Jakarta:
Kantor Pemerintah Indonesia. Avaible at:
https://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/permenkesrino-239_zat-
warna-berbahaya.pdf (diakses tanggal 24 Januari 2015)
Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1988) Lampiran I Peraturan
Menteri Kesehatan RI nomor : 722/Menkes/Per/X/88 tentang Bahan
Tambahan Makanan. Jakarta: Kantor Pemerintah Indonesia. Avaible at:
http://rulebook-
jica.ekon.go.id/pdfs/070_722_MENKES_PER_IX_1988_i_Lamp1%265.p
df (diakses tanggal 24 Januari 2015)
Indonesia. Menteri Perdagangan Republik Indonesia (2013) Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 70/M-Dag/Per/12/2013
tentang Pedoman Pembinaan dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern. Jakarta: Kantor Pemerintah Indonesia.
Avaible at: http://www.kemendag.go.id/files/regulasi/2013/12/12/70m-
dagper122013-id-1387441243.pdf (diakses tanggal 8 Maret 2015)
Indonesia. Menteri Perindustrian Republik Indonesia (2006) Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 24/M-Ind/Per/5/2006 tentang
Pengawasan Produksi dan Penggunaan Bahan Berbahaya untuk Industri.
Jakarta: Kantor Pemerintah Indonesia. Avaible at:
http://hukum.unsrat.ac.id/men/menindustri_24_2006.pdf (diakses
tanggal 24 Januari 2015)
Indonesia. Menteri Perindustrian Republik Indonesia (2006) Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 24/M-Ind/Per/5/2006 tentang
60
Pengawasan Produksi dan Penggunaan Bahan Berbahaya untuk Industri.
Jakarta: Kantor Pemerintah Indonesia. Avaible at:
http://hukum.unsrat.ac.id/men/menindustri_24_2006.pdf (diakses
tanggal 24 Januari 2015)
Indonesia. Pemerintah Kabupaten Sumenep (2013) Peraturan Daerah Kabupaten
Sumenep Nomor : 5 Tahun 2013 Tentang Perlindungan, Pemberdayaan
Pasar Tradisional Dan Penataan Pasar Modern. Jakarta: Kantor
Kabupaten Daerah Sumenep. Avaible at:
http://www.sumenep.go.id/data/perda/Perda%20No.%205%20th%202013
%20ttg%20Pasar%20tradsional%20%26%20Modern.pdf (diakses tanggal
8 Maret 2015)
Inyinbor, A. dkk. (2014). ‘Covenant Journal of Physical and Life Sciences’,
Adsorption of Rhodamine B from Aqueous Solution Using Treated
Epicarp of Raphia Hookerie [internet]. 2(2), 83-101. Avaible at:
http://journals.covenantuniversity.edu.ng/cjls/published/December2014/In
yinbor.pdf [diakses tanggal 10 Oktober 2015]
Khorriyah, K.(2014) Uji Kandungan Rhodamin B Total Mikroba dan Bakteri
Coliform pada Terasi yang Beredar di Kabupaten Bangkalan . Avaible at:
http://pta.trunojoyo.ac.id/welcome/detail/100331100066# (diakses
tanggal 25 April 2014)
Kulkarni,J. dkk. (2014), ‘ International Journal Of Research –Granthaalayah’,
Synthetic Food Colors - Are They Safe? [internet], 1-5. Avaible From
http://granthaalayah.com/Composition_of_colours/Articles/06_IJRG14_C
C11_20.pdf [diakses tanggal 5 Februari 2015]
Lalitha, P. dan Sangeetha, N.S. (2008). ‘Oriental Journal of Chemistry’, Experimental
Investigation of the Adsorption Of Rhodamine-B from Aqueous Solution
onto Activated Carbon from Water Hyacinth [internet], 24(3), 1-6.
Avaible at: http://orientjchem.org/dnload/P-LALITHA-and-S-NITHYA-
61
SANGEETHA/OJCV024I03P983-988.pdf [diakses tanggal 10 Oktober
2015]
Lee, H. dkk. (2013). ‘Chemistry Central Journal’. Rapid Destruction of The
Rhodamine B Using Tio2 Photocatalyst In The Liquid Phase Plasma
[internet]. 7(156), 1-5. Avaible at:
http://journal.chemistrycentral.com/content/pdf/1752-153X-7-156.pdf
Lestari (2010), Keberadaan Rhodamin B pada Terasi Bermerek dan Tidak Bermerek
yang Diproduksi dan Beredar di Kota Tegal Jawa Tengah [internet],
Avaible From: http://eprints.undip.ac.id/31406/1/3798.pdf [diakses
tanggal 28April 2015]
Maryanti, SA. dkk. (2014), ‘Cukurova Medical Journal’, Rodamine B Triggers
Ovarian Toxicity Through Oxidative Stress [internet], 39(3), 451–457.
Avaible From:
http://dergipark.ulakbim.gov.tr/cukmedj/article/download/5000047260/50
00044591 [diakses tanggal 25 Desember 2014]
Mayori, R. dkk. (2014), ‘Jurnal Biologi Universitas Andalas’, Pengaruh Pemberian
Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih (Mus
musculus L.) [internet], 2(1), 43-49. Avaible From: http://jurnalsain-
unand.com/FilesJurnal/658653546Riska%20Mayori%20final%2043-
49.pdf [diakses tanggal 25 Desember 2014]
Prabowo, IE., Supriyanto, G., Raharjo, Y. (2013), ‘Jurnal Universitas Airlangga’,
Sensor Kimia Bentuk Stik Menggunakan Reagen Zn(Cns)2 untuk
Mendeteksi Rhodamin B dalam Sampel Makanan [internet], 1(1), 1-15.
Avaible from:
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/MINI%20JURNAL%20fix.pdf (diakses
tanggal 28 Mei 2015).
Putri, NKL., Suriani, NL., Yulihastuti, DA (2012), ‘Jurnal Biologi’, Penentuan Jenis
dan Kadar Zat Pewarna Merah pada Makanan yang Beredar di Sekolah
Dasar di Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten
62
Badung – Bali [internet],16(2), 48-51. Avaible From:
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/download/465/440
[diakses tanggal 22 Mei 2015]
Shen, K. dan Gondal, M.A. (2013), ‘Journal of Saudi Chemical Society’, Removal Of
Hazardous Rhodamine Dye from Water by Adsorption onto Exhausted
Coffee Ground [internet], 2013, 1-8. Avaible from: http://ac.els-
cdn.com/S131961031300118X/1-s2.0-S131961031300118X-
main.pdf?_tid=1c6290c0-6778-11e5-93b3-
00000aacb362&acdnat=1443620307_570fa160c0ce12d964bb29811fb4fb
65 [diakses tanggal 10 Oktober 2015]
Silalahi, J. dan Rahman, F. (2011), ‘Journal Indonesian Medical Association’,
Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten
Labuhan Batu Selatano Sumatera Utara [internet], 61(7), 293-298.
Avaible From:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/10
09/1011 [diakses tanggal 22 Januari 2015]
Sulistina,DR. dkk. (2014), ‘Asian Pacific Journal of Reproduction’, Rodamine B
increases hypothalamic cell apoptosis and disrupts hormonal balance in
rats [internet], 3(3), 180-183. Avaible From:
http://www.apjr.net/Issues/201403/PDF/3.PDF.pdf [diakses tanggal 25
Desember 2014]
Suprapti, M. (2002) Membuat Terasi. Kanisius: Yogyakarta.
Supraptini (2011), Laporan Hasil Penelitian Kualitas Bahan Makanan di Pasar
Tradisional di Beberapa Kota Di Indonesia ( Kota Sragen Di Jateng Dan
Gianyar Bali) [internet], Avaible From:
http://km.ristek.go.id/assets/files/468.pdf [diakses tanggal 24 Mei 2015]
Utami, N. (2013), ‘Unnes Journal of Public Health’, Uji Sensitivitas Kertas Saring
untuk Identifikasi Pewarna Rhodamin B pada Makanan Jajanan
[internet], 2(2), 1-9. Avaible From:
63
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/2995/2770
[diakses tanggal 4 April 2015]
Utami, W. dan Suhendi, A. (2009), ‘Jurnal Penelitian Sains & Teknologi’, Analisis
Rhodamin B dalam Jajanan Pasar dengan Metode Kromatografi Lapis
Tipis [internet], 10(2), 148-155. Avaible From:
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/442/6.%20
WAHYU%20UTAMI%20c.pdf [diakses tanggal 8 Maret 2015]
UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta:
Kantor Pemerintah Indonesia. Avaible at:
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/regulasi/pp/PP-No.-28-
Th-2004.pdf (diakses tanggal 24 Januari 2015)
Venkatraman, B.R. dkk. (2012). ‘Der Chemica Sinica’, Removal of Rhodamine B Dye
from Aqueous Solution Using The Acid Activated Cynodon Dactylon
Carbon [internet]. 3(1), 99-113. Avaible at:
http://pelagiaresearchlibrary.com/der-chemica-sinica/vol3-iss1/DCS-2012-
3-1-99-113.pdf (diakses tanggal 10 Oktober 2015)
Webb, J dan Hansen, W. (1961).’Elsevier’. Studies of the metabolism of Rhodamine
B [internet]. 3(1), 86-95. Avaible at:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0041008X61900126
(diakses tanggal 22 Oktober 2015)
64
Lampiran 1
65
Lampiran 2
66
Lampiran 3
67
Lampiran 4
68
Lampiran 5
69
Lanjutan Lampiran 5
70
Lanjutan Lampiran 5
71
Lanjutan Lampiran 5
72
Lampiran 6
Foto-Foto Penelitian