Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jamu merupakan minuman tradisional turun temurun yang telah dikenal

luas oleh masyarakat Indonesia sebagai upaya menjaga kesehatan dan ketahanan

tubuh, pencegahan dan pengobatan penyakit yang menyerang manusia. Prosentase

konsumsi jamu pada masyarakat Indonesia menurut Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan (BPOM) dalam Perkasa (2016), secara nasional ialah sebanyak

59,12%. Selain itu, data Kementerian Kesehatan pada tahun 2010 dalam artikel

Departemen Kesehatan (2011) menunjukkan bahwa jenis obat tradisional yang

paling banyak dikonsumsi adalah berbentuk jamu cair 55,16%, bubuk 43,99%,

jamu seduh 20,43% dan jamu yang dikemas secara modern dalam bentuk

kapsul/pil/tablet 11,58%.

Jamu tradisional yang dijual di masyarakat terdiri dari jamu berlabel dagang

dan jamu tidak berlabel dagang. Jamu berlabel memiliki label dagang dan biasanya

dijual di toko jamu, supermarket dan dijual secara online. Sedangkan jamu tidak

berlabel yakni jamu yang tidak memiliki label dagang, dijual oleh penjual jamu

gendong dan mudah di temukan di pasar-pasar tradisional. Produk jamu tidak

berlabel dagang maupun berlabel dagang menawarkan keunggulannya masing-

masing, mulai dari khasiat, cita rasa hingga pengemasan produk. Beberapa jenis

jamu tradisional yang biasa dijajakan menurut Wulandari (2014) yaitu jamu beras

kencur, sinom, kunyit luntas, cabe puyang, kudu laos, kunyit asam, kunci sirih,
2

pahitan, uyup-uyup, temulawak dan sari rapet. Beberapa yang cukup menjadi

primadona dikalangan masyarakat adalah jamu kunyit asam, jamu kunyit luntas,

jamu beras kencur dan jamu sinom.

Pada dasarnya jamu terbuat dari bahan-bahan alami yang memiliki khasiat

sebagai obat. Namun, semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,

menyebabkan perubahan yang besar dalam hal pengolahan pangan. Selain

penggunaan bahan dasar untuk membuat makanan atau minuman seperti jamu,

pengolahan makanan dan minuman dapat ditambah dengan zat kimia tertentu untuk

memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan

gizi, menjaga makanan agar tahan lama serta tidak cepat busuk (Wijaya,2011).

Selain itu bertujuan untuk mempercepat dan mempertajam khasiat atau efek

farmakologisnya (Katno, 2008). Pada umumnya jamu memberikan dampak yang

positif bagi tubuh, namun akan menjadi negatif apabila ditambahkan zat kimia

berbahaya didalamnya.

Saat ini marak ditemukan adanya kandungan zat kimia dan bahan tambahan

pangan di dalam produk makanan dan minuman yang tidak memenuhi/melebihi

standar penggunaan maksimum khususnya penggunaan pewarna dan pemanis

sintetis. Banyak pewarna sintetis yang kerap disalahgunakan sehingga tidak

memenuhi standar penggunaan dalam makanan dan minuman, salah satunya adalah

Methanil Yellow. Methanil Yellow adalah salah satu zat pewarna sintetis berwarna

kuning yang digunakan pada industri cat dan tekstil. Penelitian yang dilakukan oleh

Wahyuni (2013), menunjukkan adanya kandungan pewarna sintetis Methanil

Yellow pada es lilin yang dijual di Kecamatan Ambulu, Jember pada tahun 2013.
3

Penggunaan zat pewarna sintetis Methanil Yellow dalam produk pangan sangat

berbahaya karena bersifat karsinogenik. Selain pewarna sintetis, beberapa pemanis

sintetis juga sering ditemukan dan acapkali melebihi batas penggunaan maksimum

dalam makanan dan minuman seperti Sakarin. Sakarin adalah salah satu pemanis

sintetis, yang memiliki rasa manis 300 kali lipat lebih manis dibandingkan gula

biasa. Penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2017), jamu kunyit asam yang dijual

di Malioboro dan di Pasar Beringharjo Yogyakarta positif mengandung Sakarin.

Diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Irwandani (2017), bahwasanya

jamu beras kencur di pasar Rejowinangun, Magelang mengandung pemanis

Sakarin dan melebihi batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan.

Tranggono (1990) menyampaikan bahwa Sakarin bersifat karsinogenik dan telah

dibuktikan pada percobaan binatang, dimana binatang tersebut terkena kanker

setelah diberikan asupan pemanis Sakarin yang cukup banyak dan terus menerus.

Undang-Undang No. 7 tahun 1996 mengungkapkan bahwa terdapat kriteria

kualitas pangan yang dapat dikonsumsi diantaranya yaitu aman, mutu bergizi dan

harga terjangkau. Keamanan pangan perlu diawasi bersama. Peraturan tentang

penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang telah diatur dalam Permenkes

RI No. 239/Men.Kes/Per/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai

bahan berbahaya dan pewarna sintetis yang diizinkan telah diatur dalam Permenkes

RI No. 033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan. Akan tetapi pemakaian

bahan tambahan pangan seringkali disalahgunakan dimasyarakat. Cahyadi (2006)

mengungkapkan bahwa kemudahan untuk mendapatkan bahan tambahan pangan


4

sintetis dan tingkat pengetahuan yang kurang tentang efek negatif bahan tambahan

pangan sintetis menyebabkan meluasnya penggunaan di masyarakat.

Pada proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran Biologi, banyak

terdapat materi pelajaran yang berkaitan dengan makanan dan minuman,

kandungan nutrisi yang terdapat didalamnya hingga zat tambahan pangan yang

digunakan. Dalam penyampaian materi pembelajaran, perlu adanya media dan

sumber belajar sebagai alat penunjang suatu pembelajaran agar materi yang

diterima siswa dapat diterima dengan baik. Sumber belajar menurut Abdullah

(2012) merupakan sumber seperti pesan, orang, bahan, alat, teknik dan latar yang

dimanfaatkan peserta didik sebagai sumber untuk kegiatan belajar dan dapat

meningkatkan kualitas belajarnya. Haqqi (2016) menyatakan bahwa sumber belajar

harus memiliki syarat-syarat antara lain (1) Kejelasan potensinya; (2) Kejelasan

sasarannya; (3) Kesesuaian dengan tujuan belajar; (4) Kejelasan informasi yang

dapat diungkap; (5) Kejelasan pedoman eksplorasinya; dan (6) Kejelasan hasil yang

diharapkan.

Saat ini, belum ada penelitian yang membahas kandungan pewarna dan

pemanis sintetis pada jamu berlabel dagang dan tidak berlabel dagang sehingga

peneliti memandang perlu dilakukannya penelitian terkait Analisis kandungan

pewarna Methanil Yellow dan pemanis Sakarin pada berbagai produk jamu di kota

Malang sebagai sumber belajar Biologi.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa rumusan

masalah yaitu sebagai berikut:

1. Adakah kandungan pewarna Methanil Yellow dan pemanis Sakarin pada

berbagai produk jamu di kota Malang?

2. Bagaimana perbandingan kandungan pewarna Methanil Yellow pada jamu

tidak berlabel dagang dengan jamu berlabel dagang di kota Malang?

3. Bagaimana perbandingan kandungan pemanis Sakarin pada jamu tidak

berlabel dagang dengan jamu berlabel dagang di kota Malang?

4. Apakah hasil uji kualitatif kandungan pewarna Methanil Yellow pada berbagai

produk jamu sesuai dengan ketetapan Permenkes RI No. 239/Men.Kes/Per/85

tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya?

5. Apakah hasil uji kuantitatif kadar pemanis Sakarin pada berbagai produk jamu

sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM RI No. 4 Tahun 2014 tentang batas

maksimum penggunaan bahan tambahan pangan?

6. Bagaimana hasil penelitian analisis kandungan pewarna Methanil Yellow dan

pemanis Sakarin pada berbagai produk jamu di kota Malang apabila

dikembangkan menjadi sumber belajar Biologi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi ada atau tidaknya kandungan pewarna Methanil Yellow dan

pemanis Sakarin pada berbagai produk jamu di kota Malang


6

2. Mengetahui perbandingan kandungan pewarna Methanil Yellow pada jamu

tidak berlabel dagang dengan jamu berlabel dagang di kota Malang

3. Mengetahui perbandingan kandungan pemanis Sakarin pada jamu tidak

berlabel dagang dengan jamu berlabel dagang di kota Malang

4. Mengidentifikasi kesesuaian kandungan pewarna Methanil Yellow pada

berbagai produk jamu dengan ketetapan Permenkes RI No.

239/Men.Kes/Per/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan

berbahaya

5. Mengidentifikasi kesesuaian kadar pemanis Sakarin pada berbagai produk

jamu dengan Peraturan Kepala BPOM RI No. 4 Tahun 2014 tentang batas

maksimum penggunaan bahan tambahan pangan

6. Mengembangkan hasil penelitian tentang pewarna Methanil Yellow dan

pemanis Sakarin pada berbagai produk jamu sebagai sumber belajar Biologi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat

diantaranya:

1. Secara Teoretis:

a. Memberikan pengalaman peneliti dalam pengujian pewarna Methanil

Yellow dan pemanis Sakarin pada berbagai produk jamu

b. Memperkaya khazanah pengetahuan peneliti dalam pengembangan mata

kuliah Dasar-dasar Ilmu Gizi, Keamanan Pangan dan Kesehatan

Masyarakat
7

2. Secara Praktis:

a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pewarna Methanil

Yellow dan pemanis Sakarin pada berbagai produk jamu

b. Sebagai sumber belajar untuk siswa yang dikembangkan dari hasil

penelitian

1.5 Batasan Penelitian

Batasan penelitian bertujuan untuk membatasi penelitian yang dilakukan

untuk menghemat waktu dan biaya penelitian. Adapun batasan penelitian ini yaitu:

1. Sampel yang digunakan terdiri dari jamu tradisional berlabel dagang dan tidak

berlabel dagang yang terdiri dari empat jenis jamu yang berwarna kuning

diantaranya jamu kunyit asam, jamu kunyit luntas, jamu beras kencur dan jamu

sinom. Masing-masing jenis jamu terdiri dari dua sampel jamu tidak berlabel

dan dua sampel jamu berlabel dagang. Sehingga total sampel penelitian yaitu 16

sampel.

2. Jamu tidak berlabel dagang yang dijadikan sebagai sampel penelitian adalah

jamu yang diambil di pasar-pasar besar yang terdapat di lima kecamatan di kota

Malang yaitu Kecamatan Klojen (Pasar Besar Kota Malang dan Pasar Klojen),

Kecamatan Blimbing (Pasar Blimbing dan Pasar Pandanwangi), Kecamatan

Lowokwaru (Pasar Dinoyo dan Pasar Tawangmangu), Kecamatan Gadang

(Pasar Induk Gadang) dan Kecamatan Sukun (Pasar Kasin).

3. Jamu Berlabel dagang yang diambil sebagai sampel penelitian merupakan label

dagang jamu lokal Malang yang terdiri dari Jamu Kunyit Asam (label dagang
8

Jamune #24 dan Jamu Kusapa), Jamu Kunyit Luntas (Jamumu Id dan Jamu Gle-

gek), Jamu Beras Kencur (Jamu Lipursarie dan Jamu Mbak Iti), dan Jamu Sinom

(Sinome Nyoto dan Sinom Sariati).

4. Pewarna sintetis yang diteliti adalah Methanil Yellow dan pemanis sintetis yang

diteliti adalah Sakarin

5. Indikator yang digunakan untuk uji kualitatif kandungan pewarna Methanil

Yellow pada berbagai produk jamu menggunakan metode kromatografi lapis

tipis.

6. Indikator yang digunakan untuk uji pemanis Sakarin pada berbagai produk jamu

menggunakan spektrofotometer.

1.6 Definisi Istilah

Beberapa istilah yang perlu didefinikan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Methanil Yellow merupakan zat pewarna sintetis kuning yang digunakan pada

industri cat dan tekstil. Pewarna sintetis ini sangat berbahaya apabila terhirup,

terkena kulit dan mata ataupun tertelan (Wijaya, 2011).

2. Sakarin merupakan salah satu pemanis sintetis yang secara luas telah digunakan

sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang stabil, nilai kalori rendah,

dan harganya relatif murah jika dibandingkan dengan pemanis sintetis yang

lainnya (Kusumawati, 2013).


9

3. Jamu merupakan sebutan orang jawa terhadap obat hasil ramuan tumbuh-

tumbuhan asli dari alam yang tidak menggunakan bahan kimia sebagai zat

tambahan (Hidayat, 2012).

4. Pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari

satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,

mall, plasa, pusat perdagangan ataupun sebutan lainnya (Peraturan Presiden No.

112 Tahun 2007).

5. Kota Malang merupakan salah satu daerah otonom serta merupakan kota besar

kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya yang memiliki 5 kecamatan yaitu

Kedungkandang, Klojen, Blimbing, Lowokwaru dan Sukun (Badan

Perencanaan dan Pembangunan daerah Kota Malang, 2016).

6. Sumber Belajar merupakan segala apa saja yang dapat digunakan serta

dimanfaatkan dalam proses pembelajaran guna memudahkan pencapaian tujuan

pembelajaran (Adipurnomo, 2006).

7. Biologi merupakan ilmu-ilmu atau pengetahuan yang berhubungan dengan

kehidupan di alam semesta (Rudyatmi, 2016).

Anda mungkin juga menyukai