Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ANALISIS BAHAN TAMBAHAN PANGAN HALAL

(PEWARNA)

OLEH :

KELOMPOK V

NIRWANA (60500120019)
NURUL AISYARAH (60500120025)
NUR WASILATUL JANNAH (60500120071)
HIKMAH ROHALYA FAERUZ (60500120067)

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah azza wajalla atas limpahan rahmat dan nikmat-

Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Analisis Bahan Tambahan

Pangan Halal dengan judul “Pewarna” secara tepat waktu. Selain itu, makalah ini

bertujuan untuk menambah wawasan terkait bahan tambahan pangan halal khususnya

pewarna makanan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kulia

Analisis Bahan Tambahan Pangan Halal, serta kepada semua pihak yang telah

membantu diselesaikannya makalah ini.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis

maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat

kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran

yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.

Gowa, September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL .....................................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................

A. Latar Belakang .................................................................................................


B. Rumusan Masalah ............................................................................................

C. Tujuan ..............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................

A. Pengertian Pewarna Makanan ..........................................................................

B. Sumber-sumber Pewarna Makanan..................................................................

C. Klasifikasi Pewarna Makanan ..........................................................................

D. Kode BTP Halal dalam Pewarna Makanan ......................................................

E. Analisis Pewarna Makanan ..............................................................................

BAB III PENUTUP ....................................................................................................

A. Kesimpulan

B. Saran .................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut peraturan Mentri Kesehatan RI No.003/2012 bahan tambah pangan (BTP)

adalah bahan yang bukan dari bahan makanan, tetapi merupakan makanan khas, yang

memiliki atau tidak memiliki nilai gizi yang sengaja ditambahkan dalam makanan untuk

teknologi pada saat pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan. Penggunaan BTP pada

produk makanan dapat meningkatkan umur simpan, produk lebih cerah, dan rasa gurih tanpa

memerlukan banyak biaya dan tenaga dalam pengolahnnya, sehingga produsen mendapat

keuntungan lebih besar. Hal ang perl diperhatikan dalam penggunaan BTP adalah sumbernya

(Faridah dan Aini, 2020).

Sumber bahan yang terkandung didalam suatu produk sangat penting untuk umat

islam dan harus teruji kehalalannya. Dalam perspektif persiapan makanan halal, LPPOM

Majelis Ulama Indonesia telah mengembangkan standar pedoman halal yang komprehensif

mencakup produksi, persiapan, penanganan, dan penyimpanan. Tujuan dari pedoman ini

adalah untuk memastikan semua makanan yang diizinkan diproduksi dengan bebas risiko dan

higienis yang berkaitan dengan hukum syariah (LPPOM MUI, 2014). Saat ini, perlu adanya

pendalaman terkait kesadaran tentang konsep Halalan Toyyiban. Terdapat suatu keharusan

bagi semua Muslim untuk memilih makanan yang berstatus Toyyib. Toyyib mengacu pada

makanan yang aman, bersih, bergizi, dan berkualitas, atau bahan- bahannya aman untuk

dikonsumsi, tidak beracun, tidak memabukkan, atau tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.

Salah satu jenis BTP yang perlu diperhatikan kehalalannya adalah pewarna makanan

(Fermanto dan Sholahuddin, 2020).


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 menyebutkan

pewarna sebagai salah satu bahan tambahan pangan dapat berupa pewarna alami (Natural

Colour) dan pewarna sintetis (Syntetic Colour), yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan

pada pangan mampu memberi atau memperbaiki warna. Pewarna sintetis pada umumnya

terbuat dari bahan-bahan kimia, misalnya Ponceau 4R, Carmoisin, Briliant Blue, Tartrazin,

atau Allura Red merupakan pewarna sintetis yang masih diperbolehkan penggunaannya.

Kadang-kadang pengusaha nakal juga menggunakan pewarna bukan makanan (non-food

grade) untuk memberikan warna pada makanan. Contoh pewarna bukan makanan adalah

Rhodamin B yang diperuntukan untuk pewarnaan tekstil (Handayani dan Larasati, 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pewarna?

2. Apa Saja Sumber-Sumber Pewarna?

3. Apa Saja Klasifikasi Pewarna?

4. Bagaimana Kode BTP Halal dalam Pewarna?

5. Bagaimana Analisis BTP dalam Pewarna?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pewarna.

2. Untuk Mengetahui Sumber-Sumber Pewarna.

3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Pewarna.

4. Untuk Mengetahui Kode BTP Halal dalam Pewarna.

5. Untuk Mengetahui Analisis BTP dalam Pewarna.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pewarna dan Integrasi Ayat

Warna merupakan salah satu aspek penting dalam hal penerimaan konsumen

terhadap suatu produk pangan. Warna dalam bahan pangan dapat menjadi ukuran

terhadap mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau
kematangan. Apabila suatu produk pangan memiliki nilai gizi yang baik, enak dan

tekstur yang sangat baik akan tetapi jika memiliki warna yang tidak sedap dipandang

akan memberi kesan bahwa produk pangan tersebut telah menyimpang (subhan,

2019).

Zat Warna (bahan pewarna) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai

suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya.

Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai

situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan

menempel bahan pewarna. Berdasarkan cara memperolehnya zat warna dibedakan

menjadi dua yaitu zat warna alami dan zat warna buatan (sintetis). Zat warna alami

adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-

sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dahulu dan umumnya dianggap

lebih aman daripada zat warna sintetis (hafiyah, 2013).

Islam sebagai agama yang lengkap dan sempurna juga mengatur berbagai

makanan yang yang layak dikonsumsi. Oleh karena itu, dalam mengkonsumsi

makanan tidak semata ditinjau dari kehalalan tetapi juga kualitas makanan tersebut.

Banyak makanan halal tetapi tidak berkualitas atau tidak bergizi. Halal dan bergizi
menjadi syarat kelayakan suatu makanan untuk dikonsumsi sebagaimana sesuai

dalam Al Quran surat Al Maidah ayat 88:

             

Terjemahnya:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (bergizi) dari apa yang telah
Allah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya”.
Berdasarkan ayat di atas mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik
(bergizi) sangat diperlukan tubuh untuk menjaga kestabilan dan kesehatan tubuh.

Oleh karena itu, pentingnya umat Islam menjaga dan memperhatikan makanannya.

Karena makanan-makanan berdasarkan syariat halal adalah makanan yang tidak

mengandung bahan-bahan yang membahayakan bagi tubuh manusia.

B. Sumber-Sumber Pewarna

1. Pewarna Alami

Pewarna alami atau zat warna alami merupakan zat warna (pigmen) yang

diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Warna yang

dihasilkan beragam seperti; merah, oranye, kuning, biru, dan coklat. Zat warna ini

telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang

umumnya penggunaannya dianggap lebih aman dari pada zat warna sintetis. Pewarna
alami bersifat mudah terurai, tidak beracun, dan ramah lingkungan. Bila

dibandingkan dengan pewarna sintetis penggunaan pewarna alami mempunyai

keterbatasan-keterbatasan, antara lain, seringkali memberikan rasa dan flavor khas

yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah,

keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas seperti pada

pewarna sintetis (Paramita, 2022).


Pewarna alami merupakan zat warna yang berasaldari ekstrak tumbuhan

(seperti bagian buah, daun, bunga, biji), hewan atau dari sumber-sumber mineral yang

telah digunakan sejak dahulu sehingga sudah diakui bahwa aman jika masuk kedalam

tubuh. Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan mempunyai berbagai macam

warnayang dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis

tumbuhan, umur tanaman, tanah,waktu pemanenan dan faktor lainnya (Lubis, 2020)

Zat pewarna alami mempunyai warna yang indah dan khas yang sulit ditiru
dengan zat pewarna sintetik, sehingga banyak disukai. Sebagian besar bahan pewarna

alami diambil dari tumbuh-tumbuhan merupakan pewarna yang mudah terdegradasi.

Bagian-bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk pewarna alami adalah kulit,

ranting, batang, daun, akar, biji, bunga, dan getah. Pewarna alami dibuat dari ekstrak

bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun

suji, warna kuning, dari kunyit, warna coklat dari buah coklat, warna merah dari daun

jati, dan merah dari wortel. Pewarna alami bila dipakai sebagai BTP menghasilkan

warna yang pudar, dan tidak tahan lama jika dibandingkan dengan pewarna buatan

(Paramita, 2022).

2. Pewarna Sintetis
Pewarna sintesis atau pewarna buatan adalah pewarna hasil buatan manusia.

Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna buatan memiliki beberapa kelebihan,

yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, lebih tahan lama,

dan lebih murah. Namun, pewarna buatan juga mempunyai kekurangan, yaitu dapat

menimbulkan berbagai macam penyakit terutama jika digunakan dengan dosis yang

berlebihan atau pemakaiannya sedikit tetapi dikonsumsi secara rutin dalam waktu

yang lama (Paramita, 2022).


Pewarna sintetis sering disebut juga sebagai pewarna buatan. Pewarna ini

berasal dari bahan- bahan kimia. Pewarna tekstil terbuat dari arang, batu bara, minyak

bumi, atau juga dapat menggunkan ter. Pewarna sintetis menghasilkan warna-warna

terang, zat yang terdapat dari pewarna sintetis dapat menyerap kedalam serat tekstil.

Pewarna sintetis mudah ditemui. Banyak orang cenderung memilih warna sintetis,

dikarenakan mudah, praktis menggunakannya, hemat waktu dalam pengerjaannya.

Pewarna sintetis memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan dengan pewarna
alam (Sari, 2020).

C. Klasifikasi Pewarna

Secara garis besar, pewarna dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pewarna

alami dan pewarna sintetis.

1. Pewarna Alami

Zat warna alami dapat digolongkan berdasarkan, pemakaiannya, warna yang

ditimbulkan, struktur molekul, dan lainnya. Berdasarkan pemakaiannya, digolongkan

menjadi zat warna substantif (langsung dapat digunakan untuk pewarnaan) dan zat

warna reaktif (tidak dapat langsung digunakan atau yang memerlukan bahan

pembantu untuk pewarnaannya) (Titiek Pujilestari, 2015).

Berdasarkan warna yang ditimbulkan (coloring matter), dibagi menjadi empat

golongan yaitu zat warna: mordan (alam), direk, asam/basa, dan bejana. Sebagian

besar zat pewarna alami termasuk dalam zat warna mordan alam. Agar warna dapat

terikat dengan baik, maka pada proses pewarnaannya diperlukan bahan tambahan

untuk pengikat atau fiksator. Sebagai contoh zat warna kuning dari daun jati dan

merah dari madder memerlukan mordan dari alum yang berfungsi sebagai bahan
pengikat warna . Zat warna direk melekat diserat berdasarkan ikatan hidrogen,
sehingga ketahanannya rendah, contoh zat warna kurkumin dari kunyit. Zat warna

asam/basa memiliki gugus kombinasi asam dan basa, cocok untuk diterapkan pada

serat sutera atau wol, dan tidak memberikan pewarnaan yang permanen pada kain

katun. Sebagai contoh zat warna flavonoid (Titiek Pujilestari, 2015).

Menurut Azmalina dan Irma (2019: 223), Jenis zat warna alami yang sering

digunakan untuk pewarna makanan antara lain ialah :

a. Karotenoid
Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna kuning, merah dan

oranye yang secara alami terdapat dalam tumbuhan dan hewan, seperti dalam

wortel, tomat, jeruk, algae, lobster, dan lain-lain. Lebih dari 100 macam

karotenoid terdapat di alam, tetapi hanya beberapa macam yang telah dapat

diisolasi atau disintesa untuk bahan pewarna makanan. Diantaranya ialah

betakarotein, canthaxantin, bixin dan xantofil. Karotenoid merupakan

senyawa yang tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam minyak atau lemak.

Karotenoid terdapat dalam buah pepaya, kulit pisang, tomat, cabai merah,

mangga, wortel, ubi jalar, dan pada beberapa bunga yang berwarna kuning

dan merah
b. Antosianin

Zat warna (pigmen) ini larut dalam air dan warnanya oranye, merah dan biru.

Secara alami terdapat dalam anggur, stawberry, rasberry, apel, bunga ros, dan

tumbuhan lainnya. Pada suasana asam antosianin sama dengan warna

amaranth, tetapi jika pH bahan di atas 4 warna dapat cepat berubah.

Antosianin juga tidak tahan terhadap asam askorbat, metal-metal dan cahaya.
Tetapi untuk sirop, nektar dan esen buah-buahan, penambahan garam

alumunium sampai 200 ppm dapat membantu menstabilkan warnanya.

c. Kurkumin

Kurkumin merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman kunyit

(Zingeberaceae). Zat warna ini dapat dipakai dalam minuman tidak

beralkohol, seperti sari buah. Akan tetapi zat warna ini masih kalah oleh zat

warna sintesis dalam hal warnanya.


d. Biksin

Zat ini diperoleh dari ektraksi kulit biji pohon Bixa orellana yang banyak

terdapat pada daerah tropis. Biksin larut dalam lemak sedangkan nor – biksin

larut dalam air dan warna yang dihasilkannya adalah kuning mentega sampai

kuning warna buah persik. Zat pewarna ini sangat stabil terhadap oksidasi tapi

tidak tahan terhadap cahaya dan panas. Biksin sering digunakan untuk

mentega, margarin, minyak jagung, dan salad dressing. Walaupun harganya

lebih tinggi daripada certified color,namun masih lebih murah daripada

karoten.

e. Karamel
Karamel berbentuk amorf yang berwarna coklat gelap dan dapat diperoleh

dari pemanasan yang terkontrol terhadap molase, hidrolisa pati, dekstrosa,

gula inverb, laktosa, syrup malt, dan glukosa. Komposisi karamel sangat

kompleks dan sukar didefinisakan. Bila diencerkan karamel mebntuk koloid

yang bermuatan listrik. Karena sifat ini pemakaian karamel harus

memperhatikan pH di bawah 2.0 (titik isolistrik karamel),.

f. Titanium oksida
Dalam bentuk kasar atau mutu rendah titanium oksida digunakan sebagai

warna dasar cat rumah. Ada dua macam kristal titanium oksida yaitu rutil dan

anastase, tetapi anastase yang boleh dipakai untuk mewarnai makanan. Zat

pewarna ini mewarnai bahan dengan cara dispersi (seperti FD&C lake) dan

dipergunakan dalam larutan yang kental atau produk semi solid. Titanium

oksida digunakan bersama-sama dengan FD&C lake sehingga menghasilkan

warna berupa cat, dan penggunaan lake dapat dikurangi. Secara tersendiri
titanium oksida digunakan dalam sirup yang dipakai untuk melapisi tablet

obat. Penggunaan titanium oksida diijinkan sejak tahun 1966 dengan batas 1%

BB.

g. Cochineal, karmin dan asam karminat

Cochineal adalah zat yang berwarna merah yang diperoleh dari hewan coccus

cacti betina yang dikeringkan. Hewan ini hidup pada sejenis kaktus di

Kepulauan Canary dan Amerika Selatan. Zat pewarna yang terdapat di

dalamnya adalah asam karminat. Karmin diperoleh dari mengekstraksi asam

karminat, kemudian dilapisi dengan alumunium, jadi merupakan lake asam

karminat.

2. Pewarna Sintesis
Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut

“Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives” (JECFA) dapat

digolongkan dalam beberapa kelas, yaitu : azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan

indigoid. Kelas azo merupakan zat warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan

mencakup warna kuning, oranye, merah, ungu, dan coklat, setelah itu kelas

triarilmetana yang mencakup warna biru dan hijau. Berbeda dengan yang alami,
pewarna buatan diciptakan dari pabrik dengan menggabungkan berbagai unsur kimia.

Meski terdengar menyeramkan, ternyata badan pengawas pangan membolehkan

penggunaan beberapa jenis pewarna buatan dalam makanan, seperti Tartrazine CI

No.19140, kuning FCF CI No.15985, dan Eritrosin CI No.45430 yang berwarna

merah (Finisa, 2013: 76).

Menurut Azmalina dan Irma (2019: 224), Jenis pewarna sintesis pada

produk makanan dan batas maksimum penggunaan:

No. Nama BTN Jenis atau Bahan Makanan Maksimum


Penggunaan
1. Biru Betlian Kapri kalengan, ercis kalengan, 100 mg – 300 mg/
es krim, jem, acar kentimun kg
dalam botol, saus apel keleng
makanan lain, jelly
2. Coklat HT Minuman ringan, makanan cair 70 mg – 300 mg/kg
3. Eritisin Es krim, buah pir kalengan, jem, 15 mg – 300 mg/kg
udang beku, saus apel kalengan,
jelli
4. Hijau FCF Yoghurt, iritasi, daging, olehan 100 mg – 300
es, krim, buah pir kalengan mg/kg
5. Hijau S Minuman Ringan 70 mg – 300 mg/kg
6. Indigotin Es krim, jeli, yoghurt 6 mg- 300 mg/ kg
7. Karmiosin Minuman ringan, makanan lain, 57 mg- 300 mg/kg
es krim, yoghurt
8. Kuning FCF Minuman ringan, makanan, es 12 mg- 300 mg/kg
krim
9. Kuning kuinolin Es krim, makanan lain 50 mg-300 mg/kg
10. Merah alura Minuman ringan, makanan 70 mg- 300 mg/kg
11. Poncceau 4R Minuman ringan, makanan lain, 30 mg- 300 mg/kg
es krim, yoghurt, jem, jeli
12. Tartazie Makanan ringan, makanan cair, 18 mg- 300 mg/kg
es krim, yoghurt
D. Kode BTP Pewarna

1. Pewarna Alami

Beberapa pewarna alami yang di izinkan digunakan dalam pangan menurut

PERMENKES RI No.033 Tahun 2012 diantaranya adalah:

a. Caramel, yaitu pewarna alami berwarna coklat.

b. Beta-caroten, yaitu pewarna berwarna merah-orange.

c. Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau.


d. Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-orange.

Nama Pewarna Indeks Warna


Anato 75120
Beta-apo-8-karotenoat 80820
Etil-beta-apo-8-karatenoat 40825
Kantasantine 40850
Caramel, amonisa sulfit prosis -
Caramel -
Beta karaten 75130
Klorofil/ tembaga konplk 75810
Kurkumin 75300
Karmin 75470
Riboflavin -
Titanium dioksida 77891

2. Pewarna sintesis
Selain pewarna alami, pewarna sintetis juga ada digunakan sebagai pewarna

untuk memudahkan dalam pemakaian. Pengertian pewarna sintesis menurut

PERMENKES RI No.033 Tahun 2012 “Pewarna sintetis (synthetic colour) adalah

pewarna yang diperoleh secara sintetis kimiawi”. Adapun zat pewarna sintetis yang

diperbolehkan oleh PERMENKES RI No.033 tahun 2012 tentang BTP adalah

sebagai berikut:
Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Amaran Amaraan: CI Food Red 9 16185
Biru berlian Brilliant blueFCF: CI 42090
Eritrosin Food red 2 Erithrodin: CI 45430
Hijau FCF Food red 14 fast green FCF: 42053
CI
Hijau S. Food green 3 green S: CI. 44090
Food
Ponccauu 4R Blue 1 Poncceau 4R: CI 16255
food red 7
Kuning Food red 7 74005
Kuineelin Quineline yellow CL food 15980
yellow
Kuning FCF Sunset yellow CI. Food -
yellow 3
Riboflavin Tartazine Riboflavin Tartazine 19140

E. Analisis Zat Pewarna Bahan Tambahan Pangan

Warna merupakan salah satu aspek penting dalam hal penerimaan konsumen

terhadap suatu produk pangan. Warna dalam bahan pangan dapat menjadi ukuran

terhadap mutu. Selain itu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran

atau kematangan. Tentunya, untuk mendapatkan warna yang menarik, diperlukan

adanya Bahan Tambah Pangan (BTP) berupa zat pewarna. Di Indonesia undang-

undang penggunaan zat pewarna belum menyebar luas ke masyarakat sehingga

terdapat kecenderungan penyimpangan pemakaian zat pewarna untuk berbagai bahan

pangan oleh produsen, misalnya pemakaian zat pewarna tekstil dan kulit dipakai

untuk mewarnai makanan seperti Rhodamin B, dan methanyl yellow sehingga

makanan menjadi lebih menarik dan tampak segar. Analisis zat warna sebagai bahan
tambahan pangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sebagai berikut (Subhan,

2019):

a. Analisis Kualitatif

Identifikasi zat pewarna sintetis pada analisa kualitatif dapat menggunakan

metode Kromatografi Kertas (Papper Chromatografhy). Prinsip uji bahan Pewarna

Tambahan Makanan (BTP) adalah zat warna dalam contoh makanan/minuman

diserap oleh benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan kemudian
dilakukan kromatografi kertas.

Salah satu tahapan uji kualitatif adalah ekstraksi. Ekstraksi pada minuman tak

beralkohol dapat dilakukan secara langsung, sehingga zat warna dapat langsung

ditarik dengan benang wol. Untuk contoh makanan jajanan dengan komponen utama

pati dan contoh makanan jajanan yang mengandung banyak lemak dilakukan

ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik. Hasil ekstraksi dipekatkan kemudian

zat warna ditarik dengan benang wol dalam suasana asam dengan pemanasan. Zat

warna yang terikat pada benang wol dilarutkan dalam larutan ammonium hidroksida

diserta pemanasan. Ekstraksi yang dilakukan pada suasana asam dapat menggunakan

asam asetat 10 % serta pada suasana basa menggunakan amoniak 10%, dengan
isolasi dan absorpsi oleh benang wool.

Larutan ammonium hidroksida dipekatkan dan pekatan zat warna hasil isolasi

pada preparasi contoh makanan jajanan ditotolkan (spotting) pada jarak kira-kira 2

cm dari ujung kertas kromatografi. Jumlah sampel yang ditotolkan kurang lebih 1µl,

dengan menggunakan mikropipet Tetesan sampel harus diusahakan sekecil mungkin

dengan meneteskan berulang kali, dibiarkan mengering sebelum totolan berikutnya

dikerjakan.
Pengembangan dilakukan dengan mencelupkan dasar kertas kromatografi

yang telah ditotoli sampel dalam sistem pelarut untuk proses pengembangan. Proses

pengembangan dilakukan dengan cara dikerjakan searah atau satu dimensi. Eluen

Pemilihan eluen ini sangat mempengaruhi hasil pemisahan. Akibatnya pada eluen

yang berbeda akan memberikan hasil Rf yang berbeda pula. Warna yang terjadi

diamati, membandingkan Rf (Retardation factor) antara Rf sampel dan Rf standar.

Perhitungan:

Rf =

Selain itu, identifikasi zat pewarna Rhodamin B juga dapat dilakukan

menggunakan Kromatografi Lapis Tipis dengan membandingkan nilai Rf dan apabila

dilihat secara visual bewarna merah jambu, dan jika dilihat dibawah sinar UV 254 nm

akan berflorosensi kuning. Hasil Kromatografi Lapis Tipis juga dilihat berdasarkan

nilai Rf dan warna bercak setelah dilakukan replikasi 3 kali. Nilai Rf sampel

kemudian dibandingkan nilai Rf Baku.

b. Analisis Kuantitatif

Pengukuran zat pewarna sintetik pada analisa kuantitatif dapat digunakan

metode Spektrofotometri UV-Visibel. Analisis secara kuantitatif digunakan

menentukan berapa konsentrasi zat-zat pewarna tersebut dalam bahan pangan.

Pewarna yang paling sering digunakan yaitu Tartrazin dan yang dilarang

penggunaannya menurut peraturan Menteri kesehatan No. 239/Menkes/Per/IX/85

yaitu Rhodamin B. Pengerjaan diulang 3 kali, diawali pembuatan kurva kalibrasi,

yaitu dengan membuat seri larutan baku yang nilainya berupa kelipatan misalnya

0,25; 0,50 ppm dalam berbagai konsentrasi, kemudian absorbansi tiap konsentrasi
diukur, dan selanjutnya dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi

dengan konsentrasi. Sebelum penentuan kadar Rhodamin B dilakukan penanganan

sampel dengan memasukkan 20 gram sampel jajanan ke dalam gelas beaker 100 mL

dan ditambahkan akuades. Kemudian diasamkan dengan menambahkan 5 mL asam

asetat 10%. Setelah itu diukur kadar Rhodamin B dengan mengatur panjang

gelombang pada 470 nm dalam kondisi visibel. Kemudian blanko diukur dengan

panjang gelombang yang ditentukan, sebelumnya blanko harus terbaca 0 (zero).


Sampel diukur dengan panjang gelombang yang sama. Absorbansi yang terbaca

dicatat. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran spektrofotometer diolah secara

kuantitatif dan dibandingkan dengan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/1999.

Kadar zat pewarna merah diperoleh dengan memplotkan absorban zat pewarna

tersebut dengan kurva kalibrasi dengan standar berbagai konsentrasi (Sumarlin,

2019).

Gambar 1. Kurva Kalibrasi dengan Standar Berbagai Konsentrasi


Keterangan:
A = Absorban
c = Konsentrasi
a = Slope
b = Intersep
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa diperoleh dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Zat Warna (bahan pewarna) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai

suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang

diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut
dalam air

2. Pewarna alami bersumber dari ekstrak tumbuhan (seperti bagian buah, daun,

bunga, biji), hewan atau dari sumber-sumber mineral. Sedangkan pewarna

sintetis berasal dari bahan-bahan kimia yang dibuat oleh manusia.

3. Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua yaitu pewarna alami dan

sintesis. Pewarna alami meliputi,karotenoid, antosianin, kurkumin, Biksin,

Karamel, titanium oksida, cochineal, karmin dan asam karminat. Sedangkan

pewarna sintesis meliputi biru betlian, coklat HT, eritisin, hijau FCH dan lain-

lain.

4. Kode BTP pewarna yang diperbolehkan oleh PERMENKES RI dapat dilihat


dalam peraturan PERMENKES RI No.033 tahun 2012 tentang BTP

5. Analisis zat warna sebagai bahan tambahan pangan dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa pada makalah ini masih banyak kekurangan dan

keterbatasan. Maka penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran

yang dapat membangun untuk memperbaiki makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Azmalina A., Irma Z. “ Pendidikan untuk Masyarakat tentang Bahaya Pewarna


melalui Publikasi Hasil Analisis Kualitatif Pewarna Sintesis dalam Saus”.
Serambi Ilmu 20, no. 2 (2019): h. 217-236.
Faridah, A. dan Ainy, T.N. “Bahan Tambahan Pangan pada Pengolahan Mie Basah di
Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya”. Jurnal Pendidikan dan
Keluarga, 13, no. 1 (2021): h. 14-18.
Fermanto dan Sholahuddin, M.A. “Studi Ilmiah Halal Food Additive yang Aman
Dikonsumsi dan Baik Bagi Kesehatan”. Journl of Halal Product Research, 3,
no. 2 (2020): h. 93-104.
Hafiyah. “Kinetika Adsorpsi Zat Warna Rhodamin B Menggunakan Karbon Aktif
Sekam Padi (Oryza Sativa L.”. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi:
Universitas islam Negeri Alauddin Makassar, 2022.
Handayani, R. dan Larasati , H.Y. “Indentifikasi Pewarna Sintetis pada Produk
Olahan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) dengan Metode Kromatografi
Lapis Tipis”. Anterior Jurnal, 17, no. 2 (2018): h. 130-135.
Karunia F.B.”Kajian Penggunaan Zat Adiktif makanan (pemanis dan pewarna) pada
kudapan bahan pangan lokal dipasar kota semarang. FSCEJ 2, no.2 (2013): h.
72-78.
Lubis, dkk. “Pemanfaatn Pewarna Alami Kulit Buah Naga Merah Serta Aplikasinya
pada Makanan”. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 4, no. 2 (2020): h.
110-114.
Paramita, O. “OPTIMALISASI JENIS PELARUT PADA PERWARNA KULIT
UBI”. Kimia 2, no. 1 (2022): h. 222-248.
Pujilestari T. “Sumber dan Pemanfaatan zat warna alam untuk keperluan industry”.
Dinamika kerajinan dan batik 32, no.2 (2015): h. 93-106.
Sari, Y. D. “Penggunaan Pewarna Sintetis Dan Alam Pada Lukis Kain The Use Of
Synthetic And Natural Colors In Fabric Painitng”. Archives 12, no. 2 (2020):
h. 1-11.
Subhan, dkk. “Uji Kualitatif Zat Pewarna Sintetis pada Jajanan Makanan Daerah
Ketapang Koya Banda Aceh.” AMINA 1, no. 2 (2019): h. 67-71.
Sumarlin, L. O. “Identifikasi Pewarna Sintetis Pada Produk Pangan Yang Beredar di
Jakarta dan Ciputat.” Kimia Valensi 1, no. 6 (2010): h. 274-283

Anda mungkin juga menyukai