Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu limbah organik yang ada di Indonesia termasuk limbah tongkol

jagung. Limbah tongkol jagung secara produktivitas perhektar menduduki tempat

terendah dibandingkan limbah pertanian lainnya. Sisa pengolahan industri pertanian

pada jagung akan menghasilkan limbah berupa tongkol jagung yang jumlahnya akan

terus bertambah seiring dengan peningkatan kapasitas produksi. Tongkol jagung

merupakan limbah organik yang memiliki karakteristik dan struktur khas, sehingga

membutuhkan teknik khusus untuk mengolah dan merakitnya. Tongkol jagung juga

mempunyai daya adsorpsi yang tinggi jika dijadikan karbon aktif bahan alam

(Chairunnisa dan Ciptadi, 2018: 262).

Ayat yang berhubungan dengan percobaan ini yaitu Q.S An-Naml: 27/ 88

yang berbunyi:

‫ا‬..‫ي ۢ ُر بِ َم‬..ِ‫ ۡي ۚ ٍء ِإنَّ ۥهُ خَ ب‬.‫ َّل َش‬.‫ي َأ ۡتقَنَ ُك‬


ٓ ‫ ۡن َع ٱهَّلل ِ ٱلَّ ِذ‬.‫ص‬ َّ ‫ ۡٱل ِجبَا َل ت َۡح َسبُهَا َجا ِمد َٗة َو ِه َي تَ ُمرُّ َم َّر‬.‫َوت ََرى‬
ِ ۚ ‫ َحا‬.‫ٱلس‬
ُ ‫ب‬
٨٨ َ‫ت َۡف َعلُون‬

Terjemahnya:
“Engkau akan melihat gunung-gunung yang engkau kira tetap di tempatnya,
padahal ia berjalan seperti jalannya awan. (Demikianlah) penciptaan Allah
menjadikan segala sesuatu dengan sempurna. Sesungguhnya Dia Mahateliti
terhadap apa yang kamu kerjakan”.
Ayat ini memberikan penjelasan bahwa segala benda yang tunduk pada

hukum gravitasi bumi, termasuk lautan, daratan, gunung- gunung, atmosfer dan

benda-benda lainnya, berotasi bersama-sama bumi dan berputar pula mengelilingi

matahari. Proses pergerakan itu akan mengakibatkan separuh belahan bumi akan

1
2

mengalami kegelapan selama enam bulan, sedang paroan lain akan mengalami siang

yang terang benderang selama masa yang sama. Tetapi kita sebagai penduduk bumi

tidak merasakan gerak perputaran itu. Persis saat kita menyaksikan gerak awan di

udara yang tidak menimbulkan bunyi. Allah Maha Kuasa untuk menjadikan bumi

berhenti, tidak berotasi pada porosnya atau menjadikan masa rotasinya sama dengan

masa yang dipergunakan bumi mengelilingi matahari (evolusi), dengan begitu

separuh permukaan bumi akan mengalami malam yang gelap gulita dan separuh yang

lain mengalami siang terang benderang sepanjang tahun. Hal itu tentu dapat berakibat

hilangnya keseimbangan temperatur bumi secara keseluruhan. Hal terakhir ini akan

mengakibatkan musnahnya semua makhluk yang ada di bumi (Shihab, 2017: 548).

Adsorpsi termasuk salah satu cara efektif untuk menyerap kandungan

berbahaya yang terdapat pada limbah cair. Adsorpsi sering dilakukan dalam proses

penanganan limbah cair industri. Adsorben yang digunakan untuk proses adsorpsi

relatif mahal sehingga diperlukan adsorben yang lebih murah dan ramah lingkungan,

misalnya yang berasal dari limbah biomassa. Adsorben yang diperoleh dari bahan

baku limbah untuk dijadikan karbon aktif selain mengurangi beban limbah padat di

lingkungan sekitar juga dapat menekan harga jual dari berbagai adsorben tersebut

(Haura, dkk., 2017: 48).

Karbon aktif telah diakui sebagai salah satu adsorben yang paling populer dan

banyak digunakan dalam pengolahan air dan air limbah di seluruh dunia. Sifat

adsorptif spesifik arang pertama kali ditemukan oleh Scheele pada tahun 1773 untuk

perawatan gas diikuti dengan penghilangan warna pada air pada tahun 1786. Karbon

aktif memiliki struktur berpori yang melimpah dan kapasitas adsorpsi yang kuat,

banyak digunakan di berbagai industri, termasuk dalam pemisahan, penghilangan zat


3

warna dan polutan. Karbon aktif mengandung mikropori, mesopori dan makropori

dalam strukturnya. Struktur ini memiliki peran penting dalam menentukan kinerja

karbon aktif sebagai adsorben (Lubis, dkk., 2020: 68). Berdasarkan uraian tersebut,

maka dilakukan percobaan isoterm adsorpsi untuk menentukan model isoterm

adsorpsi bagi proses adsorpsi metanil yellow pada karbon aktif dan untuk menentukan

nilai nilai kapasitas adsorpsi karbon aktif tongkol jagung (Zea mays L.).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana model isoterm adsorpsi bagi proses adsorpsi metanil yellow pada

karbon aktif?

2. Berapa nilai kapasitas adsorpsi karbon aktif tongkol jagung (Zea mays L.)?

C. Tujuan Percobaan
Tujuan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menentukan model isoterm adsorpsi bagi proses adsorpsi metanil

yellow pada karbon aktif.

2. Untuk menentukan nilai nilai kapasitas adsorpsi karbon aktif tongkol jagung
(Zea mays L.).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tongkol Jagung (Zea mays L.)


Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris

dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Buku ruas terdapat tunas yang

berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol

yangproduktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit

(epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler) dan pusat batang (pith). Batang

tanaman jagung silindris dan tidak berlubang seperti halnya batang tanaman padi.

Batang tanaman jagung yang masih muda (hijau) rasanya manis karena cukup banyak

mengandung zat gula. Rata-rata panjang (tinggi) tanaman jagung antara satu sampai

tiga meter di atas permukaan tanah (Fitrianti, 2016: 15).

Gambar 2.1: Tongkol Jagung


(Sumber: Dokumentasi Praktikum)
Menurut Rizky (2015: 7), klasifikasi tanaman jagung adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Kelas : Monoctyledone

4
5

Ordo : Ginae

Famili : Gineae

Genus : Zea

Species : Zea mays Linn.

Tongkol jagung merupakan bagian yang cukup penting, karena manfaatnya

cukup banyak salah satunya yaitu digunakan sebagai alat penggosok dengan tekstur

yang cukup halus, sebagai pipa yang dapat menyerap asap rokok tembakau atau

disebut “pipa tongko”. Selain itu juga tongkol jagung sangat berpotensi untuk

mengatasi polutan logam berat. Dinding sel tongkol jagung sebagian tidak mudah

pecah atau larut dalam air karena tersusun atas selulosa dan hemiselulosa, lignin,

kandungan tanin dan struktur protein. Tongkol jagung merupakan bunga betina yang

selalu dibungkus oleh kelopak-kelopak bunga yang jumlahnya sekitar 6-14 helai yang

merupakan salah satu alat perkembangbiakan dari tanaman jagung itu sendiri. Jagung

biasanya dipanen apabila telah memenuhi kriteria tongkol berukuran maksimal, biji

padat (penuh), mengkilap dan berumur 70-85 hari setelah tanam (Rizky, 2015: 6).

Tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji

jagung selama melekat pada tongkol. Panjang tongkol jagung bervariasi antara

8-12 cm, jagung mengandung kurang lebih 30% tongkol jagung dan sisanya adalah

biji dan kulit. Tongkol jagung terdiri dari serat kasar 35,5%, protein 2,5%, kalsium

0.12%, fosfor 0,04%, kandungan selulosa sekitar 44,9%, kandungan lignin 33,3% dan

zat-zat lain sisanya 38,16%. Kandungan protein dan karbohidrat dalam bentuk

monosakarida, disakarida atau polisakarida yang terdapat pada tongkol jagung

merupakan nutrisi yang cukup potensial untuk pertumbuhan A. flavus karena A.

flavus mampu tumbuh dengan baik pada substrat yang cukup mengandung sukrosa,
6

glukosa, ribosa, xilosa dan gliserol serta protein, baik organik maupun anorganik

(Haluti, 2014: 8).

B. Karbon Aktif
Karbon aktif dapat didefinisikan sebagai bahan karbon dengan struktur amorf

dan luas permukaan internal yang besar dengan tingkat porositas yang tinggi. Karbon

aktif memiliki bentuk karbon mikrokristalin dan non-grafit. Bentuk non-grafit berarti
terdiri dari sejumlah kecil hidrogen atau sejumlah besar oksigen dalam strukturnya.

Karbon aktif memiliki kinerja tinggi dalam konduktivitas listrik, stabilitas termal

yang baik, serta reaktivitas permukaan yang menjadi alasan utama karbon aktif

digunakan dalam beberapa tahun terakhir. Karbon aktif mengandung mikropori,

mesopori dan makropori dalam strukturnya. Struktur ini memiliki peran penting

dalam menentukan kinerja karbon aktif sebagai adsorben. Karbon aktif dikategorikan

dalam karbon non-grafit karena memiliki kerapatan rendah dan struktur berpori.

Karbon aktif dapat diproduksi dari bahan yang mengandung karbon salah satunya

dari limbah pertanian seperti cangkang kelapa sawit, kulit buah, tempurung, akar,

batang, kulit kayu, bunga, daun dan kulit buah (Lubis, 2020: 68).

Gambar 2.2 Karbon Aktif


(Sumber: Dokumentasi Praktikum)
Karbon aktif berbentuk amorf, berwarna hitam, tak berbau, tak berasa, serta

mempunyai daya adsorpsi jauh lebih besar dibandingkan dengan arang yang belum
7

diaktifasi. Daya adsorpsi dapat digambarkan oleh luas permukaan spesifik, yang

mana luas permukaan spesifik berkisar antara 500 dan 1500 m2/g. Struktur pori

berhubungan dengan luas permukaan, dimana semakin besar pori-pori arang aktif

mengakibatkan luas permukaan semakin besar dan kecepatan adsorpsi bertambah.

Peningkatan adsorpsi dianjurkan menggunakan karbon aktif yang telah dihaluskan.

Komposisi karbon aktif terdiri atas selulosa, karbon, kadar air dan kadar debu.

Selulosa dalam karbon merupakan pembersih partikel dalam air keruh karena bersifat

keras dan tidak mudah larut dalam air sehingga air menjadi jernih (Rizky, 2015: 9).

Pembuatan karbon aktif meliputi 3 tahapan yaitu dehidrasi, karbonisasi dan

aktivasi. Dehidrasi merupakan pengurangan kadar air yang ada pada arang aktif agar

proses karbonisasi dapat berlangsung sempurna. Karbonisasi adalah peristiwa

terurainya senyawa organik menjadi unsur selulosa, hemiselulosa dan unsur-unsur

karbon serta sebagian faktor non karbon akan hilang lalu membentuk struktur pori

yang mulai terbuka. Proses aktivasi adalah proses meningkatkan luas permukaan

karbon dengan perlakuan penguapan hidrokarbon yang menutupi pada arang. Proses

aktivasi dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu aktivasi fisika, aktivasi kimia dan

aktivasi fisika-kimia. Aktivasi fisika biasanya menggunakan uap atau CO 2 karena

dapat menghasilkan karbon aktif dengan permukaan yang relatif lebih besar. Salah

satu metode pengaktifan untuk menghasilkan karbon aktif adalah aktivasi kimia.

Agen pengaktivasi dalam aktivasi kimia, seperti seng (II) klorida (ZnCl2), kalium

hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH) dan asam fosfat (H 3PO4) digunakan

untuk mengaktifkan karbon (Kusuma, 2021: 10).


8

C. Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang terserap pada

zat padat terhadap konsentrasi larutan. Secara umum, isoterm adsorpsi adalah kurva

berharga yang menggambarkan fenomena yang mengatur retensi (atau pelepasan)

atau mobilitas suatu zat dari media berpori berair atau lingkungan akuatik ke fase

padat pada suhu dan pH konstan. Kesetimbangan adsorpsi (perbandingan antara

jumlah teradsorpsi dengan sisa dalam larutan) terbentuk ketika fase yang

mengandung adsorbat telah dikontakkan dengan adsorben untuk waktu yang cukup,

dengan konsentrasi adsorbatnya dalam larutan curah berada dalam keseimbangan

dinamis dengan konsentrasi antarmuka. Biasanya, korelasi matematis, yang

merupakan peran penting terhadap analisis pemodelan, desain operasional dan praktik

yang berlaku dari sistem adsorpsi biasanya digambarkan dengan secara grafis

mengekspresikan fase padat terhadap konsentrasi residu (Foo dan Hameed, 2010: 3).

Menurut Astuti (2018: 22-24), model isoterm adsoprsi dapat dibagi menjadi

sebagai berikut:

1. Isoterm Langmuir

Langmuir merupakan ilmuwan yang pertama kali mengusulkan teori koheren

tentang adsorpsi pada permukaan datar berdasarkan sudut pandang kinetik, yaitu

adanya proses pengisian molekul ke permukaan padatan dan pelepasan kembali

molekul dari permukaan padatan secara terus menerus untuk mempertahankan tingkat

akumulasi nol di permukaan pada saat kesetimbangan. Beberapa asumsi yang

melandasi model isoterm Langmuir diantaranya adalah bahwa permukaan padatan

bersifat homogen. Hal ini berarti energi adsorpsi konstan di semua situs. Selain itu,

adsorpsi di permukaan bersifat adsorpsi lokal, dimana atom atau molekul akan

teradsorpsi pada situs tertentu dan terlokalisasi hanya pada situs tersebut. Asumsi
9

terakhir, tiap-tiap situs adsorpsi hanya dapat mengakomodasi satu molekul adsorbat

saja.

2. Isoterm Freundlich

Persamaan Freundlich sangat populer digunakan untuk menggambarkan

adsorpsi cair senyawa organik oleh karbon aktif dan adsorpsi gas pada permukaan

heterogen asalkan kisaran tekanan tidak terlalu lebar karena persamaan isotermik ini

tidak memiliki perilaku hukum Henry yang tepat pada tekanan rendah, serta tidak

memiliki ambang batas ketika tekanan cukup tinggi. Oleh karena itu, persamaan ini

umumnya berlaku untuk kisaran sempit dari data adsorpsi. Persamaan Freundlich

pada awalnya diusulkan sebagai persamaan empiris, namun kemudian dapat

digunakan untuk menyatakan heterogenitas permukaan. Asumsi yang digunakan

adalah bahwa topografi permukaan adsorben terbagi dalam daerah-daerah dimana

situs yang mempunyai energi adsorpsi sama dimasukkan ke dalam daerah (patch)

yang sama. Energi adsorpsi adalah energi interaksi antara adsorbat dengan adsorben.

Tiap-tiap bagian berdiri sendiri dan tak ada interaksi antara satu bagian dengan

bagian yang lain. Asumsi lain pada tiap-tiap patch, molekul adsorbat hanya dapat

diadsorpsi oleh satu situs adsorpsi.

D. Metanil Yellow (C18H14N3O3SNa)


Metanil yellow (C18H14N3O3SNa) merupakan pewarna golongan azo, dimana

dalam strukturnya terdapat ikatan N=N dengan nama kimia adalah Natrium

3-[(4-N-phenylamino)phenylazo] benzen sulfonat dan juga garam natrium dari

metanilyazodiphenilamine. Bentuk fisik serbuk atau pada dan berwarna kuning

kecokelatan. Memiliki nama lain sunset yellow, food yellow, disodium salt. Metanil

yellow dengan warna kuning dibuat dari asam metanilat dan difenilamin. Metanil
10

yellow adalah zat warna sintetik yang berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan,

larut dalam air, dan agak larut dalam aseton. Metanil yellow merupakan senyawa

kimia azo aromatik amin yang dapat menyebabkan tumor dari berbagai jaringan hati,

kandung kemih, saluran pencernaan, atau jaringan kulit. Methanyl yellow memiliki

titik leleh > 3000 °C dan titik lebur 390 °C. Kelarutan dalam air 5-10% g/100 ml pada

suhu 24 °C dan panjang gelombang maksimum pada 485 nm. Senyawa ini memiliki

berat molekul 452,37 g/meq (Bhernama, 2015: 117).

Gambar 2.3 Metanil Yellow


(Sumber: Susilo dan Ismail, 2014: 7)
Metanil yellow dibentuk dari asam metanilat dan difenilamin yang bersifat

toksik. Metanil yellow merupakan zat warna sintetis yang digunakan untuk memberi

warna kuning pada industri tekstil, kertas, tinta, plastik, kulit dan cat. Asam
mempunyai efek korosif pada jaringan dan dapat menyebabkan penghancuran dan

penguraian protein yang akan merusak struktur ikatan jaringan. Nefrotoksisitas akibat

zat toksik seperti metanil yellow dapat menyatukan beberapa jalur mekanisme cedera

sel melalui kegagalan membran dan gangguan metabolik. Kegagalan membran

merupakan mekanisme awal terjadinya cedera sel yang dapat mempengaruhi

keseimbangan ionik dan keutuhan enzim kofaktor, sedangkan gangguan metabolik

dapat berupa kerusakan atau hilangnya DNA yang bepengaruh pada sistem respirasi
11

seluler dan sintesis protein, yang menyebabkan munculnya stres oksidatif akibat

radikal bebas (Susilo dan Ismail, 2014: 2).

Gambar 2.4 Struktur Kimia Metanil Yellow


(Sumber: Dokumentasi Kelompok II)
Metanil yellow merupakan pewarna sintetik yang digolongkan dalam pewarna

azo. Ikatan azo pada molekul pewarna azo merupakan ikatan yang paling labil

sehingga dapat dengan mudah diurai oleh enzim azo reduktase di dalam tubuh

manusia, pada tubuh manusia enzim azo reduktase dapat dijumpai pada berbagai

organ diantaranya, hati, jantung, paru-paru, limpa, otak, ginjal dan jaringan otot.

Setelah ikatan azo terurai secara enzimatik, maka bagian amina aromatik akan

diabsorpsi oleh usus dan di ekskresikan melalui urin, sehingga dinyatakan bahwa

produk yang di degradasi oleh pewarna azo. Metanil yellow dapat menyebabkan

karsinogenik. Dampak yang ditimbulkan akibat mengonsumsi pangan yang

mengandung metanil yellow yaitu menyebabkan iritasi saluran cerna, mual, muntah,

sakit perut, diare, demam, lemah dan hipotensi, sedangkan jika dikonsumsi dalam

jumlah banyak dan terus-menerus (kronis) dapat menyebabkan kanker pada saluran

kemih dan kandung kemih (Sahani dan Juliani, 2017: 58).


12

E. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri merupakan suatu alat yang didasarkan pada pengukuran

serapan sinar monokromatis suatu jalur larutan dengan menggunakan monokromator

sistem prisma atau kisi difraksi dan detektor fotosel. Spektrofotometer terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan

panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya

yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur

energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan

sebagai fungsi gelombang. Radiasi elektromagnetik UV-Vis tersebut mempunyai

panjang gelombang berkisar 200-800 nm dan sinar UV mulai dari 200-400 nm dan

sinar tampak 400-800 nm. Pada pengukuran secara kuantitatif, metode

apektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan, dimana

absorbsi sinar oleh larutan merupakan fungsi kosentrasi (Bhernama, 2014: 114).

Gambar 2.5 Spektrofotometer UV-Vis


(Sumber: Dokumentasi Praktikum)
Prinsip kerja Spektrofotometer UV-Vis yaitu apabila cahaya monokromatik

melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian

dipantulkan dan sebagian lagi dipancarkan. Aplikasi rumus tersebut dalam

pengukuran kuantitatif dilaksanakan dengan cara komparatif menggunakan kurva

kalibrasi dari hubungan konsentrasi deret larutan alat untuk analisa suatu unsur yang
13

berkadar rendah baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, pada penentuan

secara kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan spektrum dari suatu

unsur tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan secara

kuantitatif berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum dengan adanya

senyawa pengompleks sesuai unsur yang dianalisisnya. Adapun yang melandasi

pengukuran spektrofotometer ini dalam penggunaannya adalah hukum Lambert-Beer

yaitu bila suatu cahaya monokromatis dilewatkan melalui suatu media yang.

transparan, maka intensitas cahaya yang ditransmisikan sebanding dengan tebal dan

kepekaan media larutan yang digunakan (Yanlinastuti dan Fatimah, 2016: 23).

Spektrofotometer UV-VIS pada umumnya digunakan untuk menentukan jenis

kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa

organik serta menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang

maksimum suatu senyawa. Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu

hidrogen atau deuterium untuk pengukuran uv dan lampu tungsten untuk pengukuran

pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh

pemisah panjang gelombang (wavelength separator) seperti prisma atau

monokromator. Spektrum didapatkan dengan cara scanning oleh wavelength

separator sedangkan pengukuran kuantitatif bisa dibuat dari spektrum atau pada

panjang gelombang tertentu (Dachriyanus, 2004: 3).


BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini telah dilaksanakan pada hari Kamis, 23 Juni 2022 pukul

13.30-16.00 WITA di Laboratorium Kimia Fisika dan Laboratorium Riset Fakultas

Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

B. Alat dan Bahan


1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah spektrofotometer

UV-Vis, oven, neraca analitik, shaker, pipet skala 10 mL, pipet volume

25 mL, labu takar 100 mL, gelas kimia 100 mL, erlenmeyer 250 mL, lumpang dan

alu, corong, pipet tetes, bulp, batang pengaduk, spatula dan botol semprot.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan yaitu akuades (H2O),

aluminium foil, kapas, kasa, kertas saring, label, methanil yellow (C18H14N3NaO3S),

natrium hidroksida (NaOH), tissu, tongkol jagung (Zea mays) dan water one.
C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Karbon Aktif

Dibakar tongkol jagung dengan pembakaran udara terbatas (karbonisasi).

Dihaluskan karbon yang terbentuk kemudian diayak menggunakan pengayakan.

Selanjutnya, diaktivasi karbon dengan aktivasi fisik dan kimia. Aktivasi fisik dengan

suhu 100 °C selama 2 jam dan aktivasi kimia dengan cara direndam menggunakan

larutan NaOH selama 24 jam. Disaring karbon dan dicuci dengan akuades (H 2O)

14
15

sehingga filtrat bersifat netral kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 °C

selama 2 jam.

2. Pembuatan Larutan Induk dan Larutan Baku Kerja

Ditimbang methanil yellow sebanyak 0,1 gr konsentrasi 1000 ppm. Dilarutkan

menggunakan water one. Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Kemudian

dihimpitkan hingga tanda batas dan dihomogenkan. Kemudian dipipet larutan induk

ke dalam labu takar 100 mL sebanyak 10 mL untuk menghasilkan larutan baku kerja.

Lalu, dihimpitkan hingga tanda batas dan dihomogenkan.

3. Pembuatan Larutan Contoh

Dimasukkan larutan baku kerja ke dalam labu dengan konsentrasi 2 ppm,

4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm. Ditambahkan akuades (H2O) hingga tanda batas

dan dihimpitkan lalu dihomegenkan. Setelah itu, ditimbang methanil yellow sebanyak

0,25 gram, 0,5 gram, 0,75 gram, 1 gram dan 1,25 gram. Kemudian sampel

dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan larutan contoh. Setelah itu

ditutup dan dihomogenkan.

4. Pembuatan Larutan Standar

Dipipet larutan baku ke dalam labu takar dengan konsentrasi 0,5 ppm,

1 ppm, 2 ppm, 4 ppm dan 8 ppm. Ditambahkan akuades hingga tanda batas dan

dihimpitkan lalu dihomogenkan.

5. Prosedur Analisis

Ditimbang sampel sebanyak 0,5 gram sebanyak 5 kali, lalu dibuat

penutup erlenmeyer. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan

ditambahkan dengan larutan larutan baku standar 2 ppm untuk erlenmeyer 1.

Selanjutnya dengan erlenmeyer 2, 3, 4 dan 5 ditambahkan dengan larutan baku kerja


16

dengan konsentrasi 4, 6, 8 dan 10 ppm. Kemudian dihomogenkan selama 60 menit

dengan kecepatan 150 rpm. Lalu disaring menggunakan kertas saring whattman.

Kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometri Uv-Vis. Kemudian, ditimbang

juga methanil yellow sebanyak 0,25 gram, 0,5 gram, 0,75 gram, 1 gram dan 1,25

gram sebagai variasi massa. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan

ditambahkan dengan larutan contoh. Kemudian dihomogenkan selama 60 menit

dengan kecepatan 150 rpm. Lalu disaring menggunakan kertas saring whattman.

Kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometri Uv-Vis.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Larutan Standar

N
Larutan X (ppm) Y x.y X2 Y2
o

1. Standar 1 0,5 0,0304 0,0152 0,25 0,0009

2. Standar 2 1 0,0613 0,0613 1 0,0037

3. Standar 3 2 0,1185 0,237 4 0,0140

4. Standar 4 4 0,2278 0,9112 16 0,0519

5. Standar 5 8 0,3995 3,196 64 0,1596

n=5 Σ =15,5 Σ =0,8375 Σ =4,4207 Σ =85,25 Σ =0,2301

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Larutan Contoh

No X (ppm) Y (Absorbansi) Panjang Gelombang

1. 2 0,1038 430 nm

2. 4 0,2100 430 nm

3. 6 0,2812 430 nm

4. 8 0,4068 430 nm

5. 10 0,5086 430 nm

17
18

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Larutan Contoh

No Massa (gr) Absorbansi Panjang Gelombang

1. 0,25 0,3158 430 nm

2. 0,5 0,3204 430 nm

3. 0,75 0,2973 430 nm

4. 1 0,2786 430 nm

5. 1,25 0,2729 430 nm

2. Grafik
19
20
21

Isoterm Adsorpsi Langmuir


3.5

3
f(x) = 1.79694196687131 x + 1.21692227499131
R² = 0.481757958143798
2.5

2
Ce/qe

1.5

0.5

0
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1
Ce

Grafik 4.4 Isoterm Langmuir

a. Freundlich
Isoterm Adsorpsi
0
0 1 2 3 4 5 6 7
-0.5
f(x) = − 0.335085714285714 x − 0.3232
-1 R² = 0.475989937441572
Log qe

-1.5

-2

-2.5

-3
Log Ce

Grafik 4.5 Isoterm Freundlich


22

B. Pembahasan

Isoterm adsorpsi, merupakan landasan penting untuk memahami suatu proses

adsorpsi, khususnya untuk mengetahui seberapa banyak molekul-molekul adsorbat

dapat dijerap oleh suatu material berpori. Model kesetimbangan adsorpsi untuk

komponen murni didasarkan pada teori Langmuir (1981) tentang adsorpsi monolayer

pada permukaan ideal. Hal ini ideal berarti bahwa fluktuasi energi pada permukaan

adalah periodik dan lebih besar dari energi termal molekul (kT), dimana palung dari

fluktuasi energi bertindak sebagai situs adsorpsi. Jika jarak antara dua palung yang

berdekatan lebih besar dari diameter molekul adsorbat maka proses adsorpsi

merupakan adsorpsi tiap bagian dan tiap-tiap molekul adsorbat akan mengisi satu

situs adsorpsi (Astuti, 2018: 19).

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan model adsorpsi pada karbon aktif

dan kapasitas adsorpsi dari karbon aktif berbahan tongkol jagung. Terdapat dua

model isoterm adsorpsi yang umum digunakan yaitu isoterm Freundlich dan isoterm

Langmuir. Isoterm Freundlich menggambarkan adsorpsi jenis fisika dimana adsorpsi

terjadi pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat. Isoterm Freundlich juga

mengasumsikan bahwa tempat adsorpsi bersifat heterogen, sedangkan isoterm

menurut Langmuir berasumsi bahwa permukaan padatan bersifat homogen. Hal ini

berarti energi adsorpsi konstan di semua situs. Selain itu, adsorpsi di permukaan

bersifat localised adsorption, dimana atom atau molekul akan teradsorpsi pada situs

tertentu dan terlokalisasi hanya pada situs tersebut.


23

1. Pembuatan Karbon Aktif

Tongkol jagung terlebih dahulu diubah menjadi arang atau karbon dengan

pembakaran agar kandungan air dan material-material lain dapat hilang. Arang yang

telah jadi dihaluskan agar pada saat pengayakan didapatkan butir karbon yang dapat

melewati mess. Pengayakan dilakukan dengan shieve shaker untuk mendapatkan

butiran karbon yang lebih halus laagi dan memisahkan dengan partikel pengganggu.

Aktivasi dilakukan untuk membuka pori-pori dari karbon sehingga daya jerap dari

karbon dapat aktif. Aktivasi dilakukan dengan dua metode, yaitu pertama dengan

metode fisika dengan menggunakan pemanasan dan kedua dengan metode kimia

yaitu dengan perendaman menggunakan NaOH. Pada saat aktivasi kimia dilakukan

pembilasan dengan aquadest secara terus menerus agar pH dari karbon aktif yang

tadinya basa akibat NaOH dapat menjadi netral. Pemanasan dengan oven untuk

menghilangkan kandungan air sisa dari pengaktivasian.

2. Pembuatan Larutan Induk dan Larutan Baku Kerja

Zat warna yang digunakan pada percobaan ini adalah metanil yellow. Metanil

yellow digunakan sebagai indikator untuk melihat daya jerap karbon aktif terhadap

zat warna. Larutan induk dibuat untuk membuat larutan baku kerja. Larutan baku

kerja dibuat untuk membuat larutan contoh dan larutan standar. Water one digunakan

agar tidak ada kandungan senyawa lain yang ikut dengan metanil yellow.

Dihimpitkan larutan agar sesuai dengan volume yang diinginkan.

3. Pembuatan Larutan Standar dan Larutan Contoh

Digunakan berbagai variasi konsentrasi untuk melihat pada konsentrasi mana

karbon aktif bekerja dengan baik sehingga dapat digunakan sebagai indikator pada

variasi massa dan konsentrasi pada larutan contoh. Dihomogenkan agar larutan dapat
24

menyatu dengan baik. Digunakan berbagai variasi massa dan konsentrasi untuk

larutan contoh agar diketahui pada massa dan konsentrasi berapa karbon aktif bekerja

dengan baik. Hasil absorbansi dari variasi massa dan konsentrasi akan digunakan

untuk mencari kapasitas adsorpsi karbon aktif.

4. Prosedur analisis

Ditutup Erlenmeyer agar tidak ada zat pengotor yang masuk ke Erlenmeyer.

Dikocok larutan dengan Shaker agar antara karbon aktif dan metanil yellow dapat

melarut sempurna atau bercampur secara homogen, dibuat kondisi adsorben jenuh

sehingga tidak menyerap adsorbat lagi karena karbon aktif juga mempunyai kapasitas

daya serap tertentu. Tujuan dilakukan penyaringan untuk memisahkan adsorben dan

adsorbatnya. Kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis untuk ditentukan

nilai absorbansinya sehingga dapat digunakan dalam perhitungan nanti.

Hasil yang didapatkan yaitu nilai kapasitas isoterm adsorpsi menurut

Freundlich sebesar 1,81 sedangkan berdasarkan langmuir sebesar 20,22 dengan

energi aktivasi sebesar 7.449,58 J. mol-1. Kemudian kapasitas adsorpsi untuk

konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm berturut-turut adalah 0,03

mg/gr, 0,006 mg/gr, 0,11 mg/gr, 0,004 mg/gr dan -0,01 mg/gr dengan efektivitas

adsorpsi karbon aktif pada konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm

berturut-turut sebesar 9,94 %, 1,67 %, 9,69 %, 0,25 % dan -0,54 %. Hasil yang

didapatkan tidak sesuai teori Sudarmi (2010: 74) yang menyatakan bahwa makin

tinggi konsentrasi zat warna maka jumlah zat warna yang terlarut juga semakin besar

sehingga semakin banyak pula jumlah molekul zat warna yang teradsorpsi oleh

karbon aktif tongkol jagung.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Isoterm adsorpsi Freundlich, dimana adsorben mengadsorpsi larutan organik

(asam klorida). Semakin luas permukaan adsorben (karbon aktif), maka

semakin tinggi daya adsorpsinya pada zat terlarut. Semakin tinggi konsentrasi

maka semakin tinggi daya adsorpsinya dan semakin banyak pula zat yang

teradsorpsi demikin juga sebaliknya. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan

didapat nilai kapasitas isoterm adsorpsi untuk persamaan Frendlich adalah

1,810720287360 mg/gr dan untuk persamaan Langmuir adalah

20,225085630442 mg/gr.

2. Kapasitas adsorpsi untuk konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10

ppm berturut-turut adalah 0,03 mg/gr, 0,006 mg/gr, 0,11 mg/gr, 0,004 mg/gr

dan -0,01 mg/gr.

B. Saran
Saran pada percobaan ini adalah sebaiknya digunakan sampel lain seperti

rhodamin B (C28H31CIN2O3) untuk dijerap zat warnanya oleh karbon aktif dengan

berbagai variasi konsentrasi dan variasi massa.


DAFTAR PUSTAKA

Astuti, W. Adsorpsi Menggunakan Material Berbasis Lignoselulosa. Semarang:


UNNES Press, 2018.
Bhernama, B, G. “Degradasi Zat Warna Metanil Yellow dengan Penyinaran Matahari
dan Penambahan Katalis TiO2-SnO2”. Lantanida 3, no. 2 (2015): h. 116-126.
Chairunnisa, M dan Ciptadi, F. “Pengolahan Material Limbah Bonggol Jagung
Sebagai Produk Aksesoris Fesyen”. ATRAT 6, no. 3 (2018): h. 261-271.
Dachriyanus. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang:
LPTIK unand, 2004.
Fitrianti, I. “Uji Konsentrasi Formulasi Bacillus subtilis Bnt8 Terhadap Pertumbuhan
Benih Jagung (Zea mays L.) Secara In Vitro”. Skripsi. Makassar: Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2016.
Foo, K, Y dan Hameed, B, H. “Insights into the modeling of adsorption isotherm
systems”. Chemical Engineering 15, no. 6 (2010): h. 2-10.
Haluti, S. “Pemetaan Potensi Limbah Tongkol Jagung Sebagai Energi Alternatif di
Wilayah Provinsi Gorontalo”. Skripsi. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2014.
Haura, U., Razi, F., Meilina, H. “Karakterisasi Adsorben dari Kulit Manggis dan
Kinerjanya pada Adsorpsi Logam Pb(II) dan Cr(VI)”. Biopropal Industri 8,
no. 1 (2017): h. 47-54.
Kusuma, A, A. “Pengaruh Penambahan Limbah Aktif Arang Aktif Limbah Tongkol
Jagung Untuk Mengurangi Kadar Kesadahan Total”. Skripsi. Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2021.
Lubis, R, A, F., Nasution H, I., Zubir, M. “Production of Activated Carbon from
Natural Sources for Water Purification”. IJCST 3, no. 2 (2020): h. 67-73.
Rizky, I, P. “Aktivasi Arang Tongkol Jagung Menggunakan HCl Sebagai Adsorben
Ion Cd(II)”. Skripsi. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang, 2015.
Sahani, W dan Juliani, Y. “Kandungan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Tepung
Panir yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Makassar”. Sulolipu 17, no. 1
(2017): h. 56-59.
Shihab, Q. Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta:
Lentera Hati, 2017.
Sudarmi. “Kapasitas Adsorpsi Karbon Aktif Tongkol Jagung (Zea mays L.) Terhadap
Zat Warna Rhodamin B”. Skripsi. Makassar: Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2010.
Susilo, A dan Ismail, A. “Pengaruh Pemberian Metanil Yellow Peroral Dosis
Bertingkat Selama 30 Hari Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit
BALB/C”. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
2014.
Yanlinastuti dan Fatimah, S. “Pengaruh Konsentrasi Pelarut untuk Menentukan
Kadar Zirkonium dalam Paduan U-Zr dengan Menggunakan Metode
Spektrofotometri UV-Vis”. Batan 9, no. 17 (2016): h. 22-33.

Anda mungkin juga menyukai