Anda di halaman 1dari 55

1

LAPORAN LENGKAP
ANALISIS OBAT DAN MAKANAN

PERCOBAAN XI
IDENTIFIKASI BAHAN PEWARNA DENGAN REAKSI WARNA

OLEH :
RAHMAWATI AGUSTIN
14.71.015496

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-III FARMASI
2016
2

KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Alhamdulillahirabbilalamin, dengan mengucap syukur, segala puji bagi
Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan
hidayah-Nya. Tidak lupa pula salawat serta salam selalu mengalir untuk sang
Baginda Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke
zaman yang penuh akan ilmu pengetahuan. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada dosen mata kuliah Analisis Obat dan Makanan yang telah membimbing
penulis hingga terselesaikannya laporan lengkap Percobaan XI Identifikasi Bahan
Pewarna dengan Reaksi Warna.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, maka kritik dan
saran yang membangun sangat dibutuhkan. Besar harapan penulis, mudah-
mudahan laporan yang sederhana ini banyak memberi manfaat dan menjadi
sumber acuan dalam pencarian informasi mendalam tentang identifikasi bahan
pewarna degan reaksi warna pada makanan, baik untuk kalangan internal maupun
eksternal universitas.

WassalamualaikumWr. Wb.
Palangkaraya, Januari 2017

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1

B. Identifikasi Masalah...............................................................................5

C. Batasan Masalah....................................................................................6

D. Rumusan Masalah..................................................................................6

E. Tujuan Percobaan...................................................................................6

F. Manfaat Percobaan.................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7

A. Makanan.................................................................................................7

B. Kerupuk..................................................................................................8

C. Bahan Tambahan Pangan.....................................................................10

D. Pewarna................................................................................................15

E. Rhodamin B.........................................................................................21

F. Methanil yellow...................................................................................23

G. Identifikasi Pewarna.............................................................................23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................25

A. Waktu dan Tempat Percobaan..............................................................25

B. Metode Percobaan................................................................................25

C. Instrumen Pecobaan.............................................................................25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................28

A. Hasil Pengamatan.................................................................................28

B. Pembahasan..........................................................................................33
4

BAB V PENUTUP................................................................................................38

A. Kesimpulan..........................................................................................38

B. Saran.....................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum kesehatan merupakan hal yang paling utama yang sangat
diperlukan dalam diri setiap orang. Karena kesehatan merupakan faktor utama
penentu kelangsungan hidup kita. Tanpa adanya kesehatan, seluruh aktivitas
yang akan kita lakukan tidak akan berjalan dengan lancar. Kesehatan menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Kesehatan sangat berhubungan dengan makanan. Makanan sangat


mempengaruhi kesehatan seseorang. Manusia membutuhkan makanan sebagai
sumber tenaga untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu,
makanan yang dikonsumsi haruslah bergizi, aman, sehat, dan tidak
menimbulkan gangguan kesehatan serta layak untuk dikonsumsi.

Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer dari


kehidupan manusia. Tanpa adanya makanan, manusia tidak
mungkin bertahan hidup. Pada zaman primitif, manusia
memakan sesuatu yang memang bisa dimakan dan hanya
diolah dengan sangat sederhana, namun karena kemajuan
zaman, manusia mendapat hasrat untuk mendapat cita rasa
yang lebih dari makanan yang disantapnya. Karena itulah,
dalam pengolahan makanan, manusia melakukan banyak
inovasi, seperti menemukan bumbu, bahan makanan yang
baru, maupun cara pengolahannya.

Dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan


produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang tersaji
2

harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna
dan konsistensinya baik serta awet, untuk mendapatkan makanan seperti yang
diinginkan maka sering pada proses pembuatanya dilakukan penambahan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang disebut zat aditif kimia (Widyaningsih
dan Murtini, 2006). BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah
diteliti dan diuji sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang ada. BTP yang
sering ditambahkan kedalam makanan antara lain bahan pewarna, pengawet,
penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental, pemanis dan sebagainya.

Penambahan bahan tambahan pangan ke dalam produk sering


dilakukan oleh produsen guna menghemat biaya produksi, mengawetkan
makanan, membentuk makanan menjadi lebih baik dan menarik perhatian
konsumen. Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa (atau campuran berbagai
senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dalam
proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan dan bukan merupakan
bahan (Ingredient) utama. Bahan Tambahan Pangan tersebut dapat berupa
pengawet, pewarna, pemanis, penyedap, antioksidan, antikempal, dan
pengemulsi (Purba, 2009).

Salah satu jenis BTP yang sering ditambahkan ke dalam makanan agar
makanan terlihat lebih menarik adalah pewarna. Warna merupakan salah satu
sifat yang sangat penting dari makanan, disamping juga nilai gizi, cita rasa,
atau tekstur yang baik. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh
terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan. Penambahan zat
pewarna pada minuman dan makanan bertujuan untuk memberi kesan menarik
bagi konsumen.

Bahan pewarna merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang


digunakan pada produk olahan makanan dan minuman untuk memberikan
warna yang menarik pada produk. Pewarna terbagi menjadi dua jenis yaitu
pewarna alami dan pewarna sintetis. Pewarna alami adalah bahan pewarna
yang dapat diperoleh di alam. Misalnya warna hijau dari daun suji, warna
3

kuning dari kunyit dan lain sebagainya. Pewarna sintetis adalah pewarna yang
dibuat oleh manusia dari campuran bahan-bahan kimia. Karakteristik dari zat
pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki
variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.
Zat warna sintetis mempunyai banyak kelebihan bila dibandingkan dengan zat
warna alami antara lain keanekaragaman warna, kestabilan warna, lebih
mudah disimpan dan lebih tahan lama Bahan pewarna sintetik menjadi pilihan
utama bagi sektor industri karena memiliki banyak kelebihan antara lain
harganya relatif murah, mempunyai kekuatan mewarnai lebih kuat, warnanya
beragam, stabil, mudah disimpan, praktis dan tahan lama (Winarno et al,
2004). Meskipun begitu, penggunaan bahan pewarna alam lebih aman
daripada pewarna sintetik.

Pewarna sintetis ada yang boleh ditambahkan ke dalam makanan dan


ada juga yang tidak boleh. Alasan tidak diperbolehkannya beberapa pewarna
sintesis ditambahkan ke dalam makanan adalah dilihat dari keamanan dalam
mengkonsumsi zat pewarna tersebut. Ponceau 4R, Carmoisin, Briliant Blue,
Tartrazin, atau Allura Red merupakan pewarna sintetis yang masih
diperbolehkan penggunaannya dan ada pula zat warna sintesis yang tidak
boleh ditambahkan ke dalam makanan karena dapat membahayakan tubuh
manusia adalah rhodamin B dan methanil yellow.

Pemakaian pewarna sintetis selain memiliki dampak positif bagi


produsen serta konsumen, dapat pula menimbulkan dampak negatif terutama
bagi konsumen. Apabila dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna
sintetis lebih memiliki dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini dikarenakan
zat-zat sintetis jika pemakaian yang terus menerus dan dalam jangka waktu
yang lama, akan mempengaruhi organ di dalam tubuh. Penggunaan bahan
pewarna baik pewarna buatan yang diperbolehkan maupun yang dilarang
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Pewarna yang dilarang dapat
meracuni ginjal dan mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker
4

karena umumnya pewarna yang dipakai merupakan pewarna tekstil (Irianto


dan Waluyo, 2007).

Rhodamin B merupakan bahan yang biasa dipakai oleh industri tekstil


sehingga memiliki sifat toksik dan karsinogenik jika masuk ke dalam tubuh
manusia. Tetapi sekarang ini banyak produsen nakal yang menambahkan
rhodamin B ke dalam makanan yang diproduksinya dengan tujuan untuk
memperoleh dan meperbaiki warna merah yang berkurang akibat penambahan
bahan lain. Rhodamin B sangat berbahaya jika masuk ke dalam tubuh manusia
baik dengan crara terhirup, tertelan atau terserap oleh kulit. Penggunaan
rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, dalam
konsentrasi tinggi rhodamin B dapat menyababkan kerusakan hati.

Methanil yellow merupakan bubuk yang berwarna kuning kecoklatan


yang biasa digunakan dalam produk tekstil, kayu dan cat tembok. Pewarna ini
sering disalahgunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan
padahal zat pewarna ini dilarang penggunaannya dalam makanan. Bahaya
utama terhadap kesehatan akibat paparan metanil yellow dalam waktu lama
dapat menyebabkan kanker pada saluran kemih dan kandung kemih. Gejala
akut bila terpapar metanil yellow yaitu iritasi pada kulit, gangguan
penglihatan. Jika terhirup akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan,
dalam jumlah banyak bisa menimbulkan kerusakan jaringan dan peradangan
pada ginjal.

Menurut penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan dari dari


Februari 2001 sampai dengan Mei 2003, terdapat 49% jajanan yang
mengandung rhodamin B, boraks 11% dan formalin 33% dari 315 sampel
jajanan yang diteliti dari seluruh Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2004
ditemukan 147 jajanan yang mengandung pewarna berbahaya dari 38 sampel
jajanan yang mengandung boraks dari 521 sampel jajanan anak sekolah yang
tidak memenuhi syarat. Pada tahun 2005, terdapat 344 jajanan yang tidak
memenuhi syarat dan 90 diantaranya mengandung pewarna yang dilarang.
5

Hasil penelitian di Yogyakarta juga menemukan sebanyak 10% jajanan yang


tidak memenuhi syarat dari 620 sampel jajanan yang didapatkan dari 128
Sekolah Dasar. Diantara produk jajanan tersebut 4% mengandung rhodamin B
dan 1% mengandung methanil yellow.

Kerupuk adalah makanan yang sangat popular di Indonesia.


Masyarakat Indonesia sering mengkonsumsi kerupuk sebagai cemilan dan
juga sebagai lauk makan. Kerupuk memiliki rasa yang gurih. Kerupuk
biasanya dibuat dengan berbahan dasar tepung, ada juga yang ditambahkan
dengan daging ikan, udang, kedelai dan lain-lainnya dengan variasi bentuk
tergantung pada kreativitas pembuatanya. Selain itu, biasanya kerupuk juga
sering ditambahkan dengan bahan tambahan seperti pewarna agar lebih
menarik dan menambah selera makanan tersebut. Untuk menghasilkan
kerupuk dengan warna yang cerah dan tahan lama terkandang produsen dapat
menambahkan pewarna sintetis berbahaya seperti rhodamin B dan methanil
yellow ke dalam produksinya. Hal ini bertujuan agar mengurangi biaya
produksi sehingga menghasilkan keuntungan yang lebih banyak. Untuk
mengetahui adanya rhodamin B dan methanil yellow dalam makanan dapat
dilakukan dengan uji reaksi warna dengan menggunakan reagen NH4OH, HCl
pekat, H2SO4 pekat dan NaOH.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan percobaan tentang


adanya kandungan pewarna rhodamin B dan methanil yellow dalam kerupuk
dengan uji reaksi warna dengan menggunakan reagen NH 4OH, HCl pekat, H2-
SO4 pekat dan NaOH.
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat


diidentifikasi penelitian masalanya, yaitu :

1. Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer dari


kehidupan manusia.
6

2. Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa atau campuran senyawa yang


sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan bukan merupakan bahan
utama.
3. Bahan pewarna merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang
digunakan pada produk olahan makanan dan minuman untuk memberikan
warna yang menarik pada produk.
4. Bahan pewarna yang digunakan pada produk olahan makanan dapat
berupa pewarna alami dan sintetis.
5. Rhodamin B merupakan bahan yang biasa dipakai oleh industri tekstil
tetapi sering disalahgunakan sebagai bahan tabahn pangan yang
memberikan warna merah.
6. Methanil yellow merupakan bubuk yang berwarna kuning kecoklatan yang
biasa digunakan dalam produk tekstil, kayu dan cat tembok dan sering
disalahgunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan.
7. Bahaya pewarna sintetis yang dilarang dapat mengakibatkan gangguan
fungsi ginjal, hati, dan kanker.

8. Untuk mengidentifikasi adanya kandungan rhodamin B dan methanil


yellow dalam makanan dapat dilakukan dengan uji reaksi warna.
C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Sampel yang digunakan dalam identifikasi rhodamin B adalah kerupuk


basah.

2. Sampel yang digunakan dalam identifikasi methanil yellow adalah


kerupuk kering.

3. Uji reaksi warna dilakukan dengan menambahkan reagen NH4OH, HCl


pekat, H2SO4 pekat dan NaOH.
7

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah


disebutkan diatas dapat diketahui rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prinsip dasar identifikasi rhodamin B dan methanil yellow ?

2. Apakah kerupuk basah mengandung bahan rhodamin B ?

3. Apakah kerupuk kering mengandung bahan methanil yellow ?

4. Sampel makanan apa saja yang mengandung bahan rhodamin B dan


methanil yellow ?
E. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui prinsip dasar identifikasi rhodamin B dan methanil


yellow.

2. Untuk mengetahui adanya kandungan rhodamin B pada kerupuk basah.

3. Untuk mengetahui adanya kandungan methanil yellow dalam kerupuk


kering.

4. Untuk mengetahui sampel makanan yang mengandung rhodamin B dan


methanil yellow.
F. Manfaat Percobaan

Manfaat dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui


prinsip dasar dan cara identifikasi rhodamin B dan methanil yellow yang
8

terdapat pada makanan dengan menggunakan uji reaksi warna yaitu dengan
cara menambahkan reagen NH4OH, HCl pekat, H2SO4 pekat dan NaOH.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Makanan

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan


setiap saat dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik
dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman,
manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Adapun pengertian makanan
menurut WHO (World Health Organization) yaitu semua substansi yang
diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansisubstansi yang
dipergunakan untuk pengobatan (Balinawati et al, 2004).

Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan


salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi
untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta
mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air,
mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di dalam mekanisme
pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2003).

Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi


mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan
sehat bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara
pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan yang
sesuai dengan ketentuan. Makanan sehat selain di tentukan oleh macam
makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,vitamin dan mineral
juga ditentukan oleh kondisi sanitasi (Notoatmodjo, 2003).

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa


makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit,
diantaranya :
10

1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki.

2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan


selanjutnya.

3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat
dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit.
dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang


dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

Makanan yang kita konsumsi biasanya selain makan pokok ada juga
makanan jajanan. Pada umumnya anak - anak lebih menyukai jajanan
diwarung maupun kantin sekolah dari pada makanan yang telah tersedia
dirumah dengan warna-warna yang menarik. Hampir sebagian besar industri
makanan baik skala kecil maupun besar menggunakan zat pewarna sebagai
bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberikan warna
pada makanan
B. Kerupuk

Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah


sangat dikenal oleh masyarakat. Kerupuk sangat beragam
dalam bentuk, ukuran, warna, bau, rasa, kerenyahan,
ketebalan ataupun nilai gizinya (Purba dan Rusmarilin, 2006).

Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang


dibuat dari adonan
tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang, ikan
atau bahan perasa yang lain. Kerupuk dibuat dengan
mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di
11

bawah sinar matahari atau alat pengering lain dan digoreng


dengan minyak goreng yang banyak.

Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari


bahanbahan yang mengandung pati cukup tinggi. Pengertian lain
menyebutkan bahwa kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang mengalami
pengembangan volume membentuk produk yang porus dan mempunyai
densitas rendah selama proses penggorengan. Demikian juga produk ekstrusi
akan mengalami pengembangan pada saat pengolahannya. Pengembangan
kerupuk merupakan proses ekspansi tiba-tiba dari uap air dalam struktur
adonan sehingga diperoleh produk yang volumenya mengembang dan porus.
Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan
pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan. Pada
proses penggorengan akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati
akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati
sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara
pada kerupuk yang telah digoreng (Koswara, 2009).

Berdasarkan penggunaan proteinnya, kerupuk dibagi menjadi kerupuk


tidak bersumber protein dan kerupuk bersumber protein. Kerupuk sumber
protein merupakan kerupuk yang mengandung protein, baik protein hewani
maupun nabati. Sedangkan kerupuk bukan sumber protein, tidak ditambahkan
bahan sumber protein seperti ikan, udang, kedelai dan sebagainya dalam
proses pembuatannya.

Dari segi gizi, apabila diamati komposisinya, kerupuk dapat


merupakan sumber kalori yang berasal dari pati (dan lemak apabila telah
digoreng), serta sumber protein (apabila ikan dan udang benar-benar
ditambahkan). Dari hasil analisis di laboratorium ditemukan bahwa kadar
protein kerupuk mentah bervariasi dari 0,97 % sampai 11,04 % berat basah
(dengan kadar air yang bervariasi dari 9,91 % sampai 14 %). Sedangkan kadar
patinya bervariasi dari 10,27 % sampai 26,37 % berat basah. Sesudah
12

digoreng, komposisinya berubah karena hilangnya sebagian kadar airnya


(karena menguap) dan masuknya minyak goreng ke dalam kerupuk. Hasil
analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar air kerupuk yang telah
digoreng berkurang menjadi sekitar 1,05 % sampai 5,48 %, sedangkan kadar
lemak yang asalnya sekitar 1,40 % sampai 12,10 % menjadi sekitar 14,83%
sampai 25,33 % berat basah (Koswara, 2009).

Di pasaran dapat dijumpai bermacam-macam jenis kerupuk, sehingga


kadang-kadang membingungkan konsumen untuk memilihnya. Ada yang
disebut kerupuk ikan atau udang, kerupuk mie, kerupuk gendar (dibuat dari
nasi), kerupuk kulit (dibuat dari kulit kerbau atau sapi), kerupuk sayuran dan
sebagainya. Dilihat dari namanya saja jelas bahwa masing-masing mempunyai
kekhususan. Berdasarkan bahan-bahan pemberi rasa yang digunakan dalam
pengolahannya, dikenal kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk terasi dan
beberapa jenis lainnya. Berdasarkan cara pengolahan, rupa dan bentuk
kerupuk dikenal beberapa kerupuk seperti kerupuk mie, kerupuk kemplang,
kerupuk atom, kerupuk merah dan lain sebagainya (Koswara, 2009).
C. Bahan Tambahan Pangan

Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) Dalam Peraturan Menteri


Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 adalah bahan yang tidak di maksudkan
untuk dikonsumsi secara langsung dan atau tidak diperlakukan sebagai bahan
baku pangan, dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja
ditambahkan kedalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan,
pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan atau
pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara
langsung atau tidak langsung.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033


Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan disebutkan syarat bahan
tambahan pangan yang digunakan tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi
13

secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan,


dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan
ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan
pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen
atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak
langsung. Dan tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat


meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan,
membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi
menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam


makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan
membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan


yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara
tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat
perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan
ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja
ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah untuk penanganannya
yang masih terus terbawa kedalam makanan yang terus dikonsumsi.
Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),
antibiotika, dan hidrokarbon aromatik polisiklis (Cahyadi, 2009).
14

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan


apabila:

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam


pengolahan.

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah


atau tidak memenuhi persyaratan.

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan


dengan cara produksi yang baik untuk pangan.

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.


(Cahyadi, 2009).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun


2012 tentang bahan tambahan pangan yang diizinkan antara lain :

1. Antibuih (Antifoaming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk


mencegah atau mengurangi pembentukan buih. Contohnya Kalsium
alginat (Calcium alginate).

2. Antikempal (Anticaking Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk


mencegah mengempalnya produk pangan. Contohnya Kalsium karbonat
(Calcium carbonate).

3. Antioksidan (Antioxidant) adalah bahan tambahan pangan untuk


mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi. Contohnya
Asam askorbat (Ascorbic acid).
15

4. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent) adalah bahan tambahan


pangan untuk membentuk karbonasi di dalam pangan. Contohnya Karbon
dioksida (Carbon dioxide).

5. Garam Pengelmusi (Emulsifying Salt) adalah bahan tambahan pangan


untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan
lemak. Contohnya Dikalium fosfat (Dipotassium orthophosphate).

6. Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas) adalah bahan tambahan pangan


berupa gas, yang dimasukkan kedalam kemasan pangan sebelum, saat
maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan
mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan. Contohnya Nitrogen
(Nitrogen).

7. Humektan (Humectant) adalah bahan tambahan pangan untuk


mempertahankan kelembaban pangan. Contohnya Natrium Laktat
(Sodium lactate).

8. Pelapis (Glazing Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk melapisi


permukaan pangan sehingga memberikan efek perlindungan dan
penampakan mengkilap. Contohnya Lilin kandelila (Candelilla wax).

9. Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis


alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk
pangan. Contohnya Sorbitol (Sorbitol).

10. Pembawa (Carrier) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan


untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan
tambahan pangan lain atau zat gizi di dalam pangan dengan cara
melarutkan, mengencerkan, mendispersikan atau memodifikasi secara fisik
bahan tambahan pangan lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan
16

tidak mempunyai efek teknologi pada pangan. Contohnya Propilen Glikol


(Propylene glycol).

11. Pembentukan Gel (Gelling Agent) adalah bahan tambahan untuk


membentuk gel. Contohnya Asam alginat (Alginic acid).

12. Pembuih (Foaming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk


membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan
berbentuk cair atau padat. Contohnya Gom xanthan (Xanthan gum).

13. Pengatur keasaman (Acidity Regulator) adalah bahan tambahan pangan


untuk mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman
pangan. Contohnya Asam asetat (Acetic acid).

14. Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk


mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan
perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Contohnya Asam benzoat (Benzoic acid).

15. Pengembang (Raising Agent) adalah bahan tambahan pangan berupa


senyawa tunggal atau canpuran untuk melepaskan gas sehingga
meningkatkan volume adonan. Contohnya Amonium karbonat
(Ammonium carbonate).

16. Pengemulsi (emulsifier) adalah bahan tambahan pangan untuk


membantu terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase
yang tidak tercampur seperti minyak dan air. Contohnya Lesitin
(Lecithins).
17

17. Pengental (Thickener) adalah bahan tambahan pangan untuk


meningkatkan viskositas pangan. Contohnya Natrium laktat (Sodium
lactate).

18. Pengeras (Firming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk


memperkeras atau mempertahankan jaringan buah dan sayur. Contohnya
Trikalsium sitrat (Tricalcium citrate).

19. Penguat Rasa (Flavour enhancer) adalah bahan tambahan pangan


untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan aroma yang telah ada
dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa atau aroma baru. Contohnya
Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts).

20. Peningkat volume (Bulking Agent) adalah bahan tambahan pangan


untuk meningkatkan volume pangan. Contohnya Gom arab (Arabic
gum).

21. Penstabilan (Stabilizer) adalah bahan tambahan pangan untuk


menstabilkan sistem dispersi yang homogen pada pangan. Contohnya
Lesitin (Lecithins).

22. Peretensi warna (Colour Retention Agent) adalah bahan tambahan


pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat
intensitas warna pangan tanpa menibulkan warna baru. Contohnya
Magnesium karbonat (Magnesium carbonate).

23. Perisa (Flavouring) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat


konsentrat yang digunakan untuk memberi flavour dengan pengecualian
rasa asin, manis, dan asam.
18

24. Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent) adalah bahan tambahan


pangan yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu
adonan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang
tepung. Contohnya Amonium klorida (Calcium chloride).

25. Pewarna (Colour) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami
dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan pada pangan mampu
memberi atau memperbaiki warna. Contohnya Kurkumin CI Nomor
75300 (Curcumin) dan Karmoisin.

26. Propelan (Propellant) adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk
mendorong pangan keluar dari kemasan. Contohnya Nitrogen dan
Propana.

27. Sekuestan (Sequestrant) adalah bahan tambahan pangan yang dapat


mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga
meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 juga


disebutkan BTP yang dilarang digunakan dalam makanan terdiri atas beberapa
golongan sebagai berikut :

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)

3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Formalin (Formaldehid)
19

6. Kalium bromat (Potassium Bromate)

7. Kalsium Klorat (Potassium Chlorat)

8. Kloramfenikol (Choramphenicol)

9. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)

10. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

11. Dulkamara (Dulcamara)

12. Kokain (Cocaine)

13. Nitrobenzen (Nitrobenzene)

14. Sinamil Antranilat (Cinnamyl Anthranilate)

15. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)

16. Biji Tonka (Tonka Bean)

17. Minyak Kalamus (Calamus Oil)

18. Minyak Tansi (Tansy Oil)

19. Minyak Sasafras (Sasafras Oil)


20

D. Pewarna

Warna adalah salah satu kriteria untuk mengidentifikasi suatu objek.


Pada analisis spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk
menganalisis spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi
elektromagnetik (Khopkar, 1990).

Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas


suatu benda termasuk juga makanan, antara lain warna dapat memberikan
petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makan tersebut, sehingga warna
dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang
sangan penting. Bahan pewarna makanan kadang-kadang ditambahkan dalam
makan untuk membantu mengenali identitas atau karakteristik dari suatu
makan, mempertegas warna alami dari makan; untuk mengkoreksi variasi
alami dalam warna, menjaga keseragaman warna, dimana variasi tersebut
biasa terjadi pada intensitas warna dan memperbaiki penampilan makanan
yang mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan
maupun penyimpanan.

Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk


member warna suatu objek. Terdapat banyak sekali senyawa organik berwarna
saaat ini, namun hanya beberapa saja yang sesuai untuk zat warna. Molekul
zat warna gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai
pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat zat
organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah
senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya,
fenol dan turunannya serta senyawasenyawa hidrokarbon yang mengandung
nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi
berwarna (Hardjono, 1991).

Menurut Winarno (1997), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah


bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang
21

berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi
warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan menarik. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 tentang
Bahan Tambahan Pangan yang dimaksud dengan pewarna adalah bahan
tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika
ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau
memperbaiki warna.

Tujuan dari penambahan zat pewarna makanan menurut


Winarno
(2002), yaitu:

1. Memberikan kesan menarik bagi konsumen.

2. Menyeragamkan dan menstabilkan warna makanan.

3. Menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan


penyimpanan.

Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat


pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu
pewarna alami dan pewarna sintetis (Cahyadi, 2009).

1. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan


yang dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna
alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan
kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa
(karamel) ke bahan olahannya (Cahyadi, 2009).
22

Bahan pewarna alami memiliki beberapa sifat-sifat khusus yang


setiap bahannya memiliki sifat yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
bahan dasar pewarna alami tersebut misalnya dari daun atau dari umbi dan
lain sebagainya.

Tabel 1 Sifat- sifat Bahan Pewarna Alami


Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas
Gula
Karamel Cokelat Air Stabil
dipanaskab
Peka
Jingga
terhadap
Anthosianin Merah Tanaman Air
panas dan
Biru
pH
Stabil
Tampak
Flavonoid tanaman Air terhadap
kuning
panas
Stabil
Leucoantho Tidak
Tanaman Air terhadap
sianin berwarna
panas
Stabil
Tidak
Tannin Tanaman Air terhdap
berwarna
panas
Sensitif
Kuning,
Batalain Tanaman Air terhadap
merah
panas
Tanaman Stabil
Kuning-
Quinon bakteria Air terhadap
hitam
lumut panas
Stabil
Xhanton Kuning Tanaman Air terhadap
panas
Tampak Stabil
Tanaman/
Karotenoid kuning- Lipida terhadap
hewan
merah panas
Sensitif
Hijau, Lipida dan
Klorofil Tanaman terhadap
Cokelat air
panas
Sensitif
Merha,
Heme Hewan Air terhadap
cokelat
panas

Sumber : Cahyadi, 2009


23

2. Pewarna Sintetis

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, zat warna hasil


rekayasa teknologipun kian berkembang. Oleh karena itu berbagai zat
warna sintetik diciptakan untuk berbagai jenis keperluan misalnya untuk
tekstil, kulit, peralatan rumah tangga dan sebagainya (Djalil et al, 2005).

Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai


prosedur pengujian sebelum digunakan sebagai pewarna makanan. Proses
pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam
sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau
logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik
sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang
kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau
terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2009).

Menurut Cahyadi (2009) berdasarkan kelarutannya pewarna buatan


dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Dye

Dye adalah zat pewarna yang umum bersifat larut dalam air,
sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk
mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah
propelin glikol, gliserin, atau alkohol, sedangkan dalam semua jenis
pelarut organik, dye tidak dapat larut. Dye terdapat dalam bentuk
bubuk, granula, cairan, campuran warna, pasta, dan dispersi (Cahyadi,
2009).

b. Lake
24

Zat pewarna ini dibuat melalui proses pengendapan dan


absorpsi dye pada radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan
alumunium hidrat (alumina). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air,
sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Lake sering
kali digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan
minyak serta produk yang padat airnya rendah, misalnya campuran
adonan kue dan donat, permen, permen karet, dan lain-lain.
Dibandingkan dengan dye, maka lake pada umumnya bersifat lebih
stabil terhadap cahaya, kimia, dan panas sehingga harga lake umumnya
lebih mahal daripada harga dye (Cahyadi, 2009).

Tabel 2 Bahan pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia


Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Tartrazinee 19140
Qunoline Yellow 47005
Sunset Yellow FCF 15985
Carmoisine 14720
Ponceau 4R 16255
Erythrosine 45430
Allura Red 16035
Indigotine 73015
Brilliant Blue FCF 42090
Hijau FCF 42053
Brown HT 20285

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 033 Tahun 2012

Sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk


sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk
mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah
pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin,
Methanyl Yellow dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang
ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus,
bakpau, kue basah, pisang goreng, tahu, kerupuk, es cendol dan manisan
(Yuliarti, 2007).
25

Tabel 3. Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia

Nomor Indeks Warna


Pewarna
(C.I.No)
Auramine (Food Yellow No.14) 41000
Butter Yellow (Basic Orange No.12) 11020
Chrysoidine (Basic Violet No.14) 11270
Chrysoine (Food Yellow No.8) 14270
Citrus Red No. 2 12156
Fast Red E (Food Red No. 4) 16045
Guinea Green B (Food Red No. 5) 42085
Magenta (Acid Green No. 3) 42510
Methanil Yellow (Food Yellow No.2) 13065
Oil Oranges SS (Solvent Yellow No. 2) 12100
Oil Oranges XO (Solvent Yellow No. 7) 12140
Oil Yellow AB (Solvent Yellow No. 5) 11380
Oil Yellow AB (Solvent Yellow No. 6) 11390
Ponceau 3 R(Red G) 16155
Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700
Ponceau 6R (Food Red No. 8) 16290
Rhodamine B (Food Red No. 1) 45170
Sudan I (Solveent Yellow No. 2) 12055
Scarlet GN (Food Red No. 2) 14815
Violet 6B 42640

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012

Kembali kepada kepercayaan saat ini bahwa zat-zat alami


bagaimanapun aman dibandingkan zat-zat sintetis di laboratorium. Hal ini
pastilah disebabkan oleh keadaan kasusnya. Perubahan, baik genetik dan
budaya telah melengkapi manusia dengan berbagai mekanisme perlindungan
dan perlakuan yang mengurangi unsur bahaya dari lingkungan alam.

Disetujui bahwa jumlah suatu zat aditif yang diizinkan untuk


digunakan dalam bahan pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk
mendapatkan pengaruh yang dikehendaki. Jika penggunaan bahan-bahan
tersebut secara terus menerus dan melebihi dari kadar yang sudah ditentukan,
maka akan terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang akhirnya dapat
merusak jaringan atau organ tertentu. Sebagai contoh, karena tingginya kadar
26

bahan pewarna maka hati akan bekerja keras untuk merombaknya agar dapat
dikeluarkan dari hati (Irianto dan Waluyo, 2007).

Pemakaian bahan pewarna sintetis dalam pangan walaupun


mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat
membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan
mengembalikan warna pangan dari bahan dasar yang hilang atau berubah
selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan
manusia (Cahyadi, 2009).

Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi


apabila :

1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun


berulangulang.

2. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jangka waktu lama.

3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda yaitu


tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan
seharihari, dan keadaan fisik.

4. Berbagai masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis secara


berlebihan.

5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang


tidak memenuhi persyaratan.

Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya


kandungan bahan pada pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan
27

pencernaan maupun kesehatan saat dikonsumsi dalam jumlah sedikit ataupun


banyak serta tidak menunjukkan bahaya apabila dikonsumsi secara terus-
menerus. Oleh sebab itu kadang suatu bahan pewarna sintetis diperbolehkan
dipakai, tetapi dikemudian hari tidak diperkenankan (Femelia, 2009).
E. Rhodamin B

Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal


berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada
konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah
(Trestiati, 2003). D & C Red 19 termasuk golongan pewarna xanthene basa
(Marmion, 1984). Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik
anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan
(Nainggolan dan Sihombing, 1984).

Pemerian rhodamin B yaitu hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan


dan berfluoresensi. Rhodamin B sangat mudah larut dalam air dan dalam
alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Rhodamin B
digunakan sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas,
tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik
China (Budavari, 1996).

Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat


kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu (Merck
Index, 2006).

Penggunaan Rhodamin B dalam pangan tentunya berbahaya bagi


kesehatan. Adanya produsen pangan yang masih menggunakan rhodamin B
pada produknya mungkin dapat disebabkan oleh pengetahuan yang tidak
memadai mengenai bahaya penggunaan bahan kimia tersebut pada kesehatan
dan juga karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Selain itu,
rhodamin B sering digunakan sebagai pewarna makanan karena harganya
relatif lebih murah daripada pewarna sintetis untuk pangan, warna yang
28

dihasilkan lebih menarik dan tingkat stabilitas warnanya lebih baik daripada
pewarna alami. Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk,
terasi, cabe merah giling, agaragar, aromanis/kembang gula, manisan, sosis,
sirup, minuman, dan lainlain. Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin B
antara lain :

1. Warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok.

2. Terkadang warna terlihat tidak homogen (rata)

3. Ada gumpalan warna pada produk

4. Bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit.

Biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak


mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya. Menurut
World Health Organitation, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia
karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung
senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang
berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha
mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam
tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, Rhodamin B juga
memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga
dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh.

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam jangka waktu yang


lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun
demikian, bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B
tersebut masuk melatui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada
saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan yang ditandai
29

dengan urin yang berwarna merah ataupun merah muda. Jangankan lewat
makanan, menghirup rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan kesehatan,
yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula apabila zat
kimia ini mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang
terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yg ditandai dengan mata
kemerahan dan timbunan cairan atau edema pada mata. Hasil suatu penelitian
menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan
terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di
sekitarnya mengalamidisintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai
dengan adanya piknotik(sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik
dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Cahyadi, 2006)
F. Methanil yellow

Methanyl Yellow adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna


kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit
larut dalam aseton. Methanyl yellow umumnya digunakan sebagai pewarna
tekstil dan cat serta sebagai indicator reaksi netralisasi asam-basa. Methanyl
yellow adalah senyawa kimi azo aromatic amin.

Pewarna methanyl yellow sangat berbahaya jika


terhirup, mengenai kulit, mengenai mata, dan tertelan.
Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran
pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya
kanker pada kandungan dan saluran kemih. Apabila tertelan
dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas,
rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya lebih
lanjutnya yakni menyebabkan kanker dan kandungan pada
saluran kemih. Pewarna ini merupakan tumor promoting
agent. Methanyl yellow memiliki LD50 sebesar 5000mg/kg
pada tikus dengan pemberian secara oral (Gupta, 2003).
30

G. Identifikasi Pewarna

Analisis kualitatif zat pewarna dapat dilakukan dengan beberapa cara


seperti cara reaksi kimia, cara kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis
(KLT) dan spektrofotometer sinar tampak.

1. Reaksi Kimia

Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi


berikut : HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH4OH 10%. Lalu
diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel yang
sudah dilakukan pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (Cahyadi,
2008).

2. Kromatografi Kertas

Sejumlah cuplikan ditambahkan dengan asam asetat encer kemudian


dimasukkan benang wool bebas lemak dipanaskan di atas penangas air
sambil diaduk-aduk. Benang wool dicuci dengan air hingga bersih.
Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan amoniak 10%
diatas penangas air hingga sempurna. Totolkan pada kertas kromatografi,
juga totolkan baku pembanding. Elusi dengan eluen I (etilmetalketon :
aseton : air = 70 : 30 : 30) den eluen II (2 g NaCl dalam 100 ml etanol
50%) (Cahyadi, 2008).

3. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang


paling sederhana. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang dapat dipakai
dengan dua tujuan. Pertama, digunakan untuk uji identifikasi senyawa
baku. Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengna
31

menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis semprot. Teknik spiking
dengan menggunakan senyawa baku yang telah diketahui sangat
dianjurkan untuk lebih memantapkan pengambilan keputusan identifikasi
senyawa. Kedua digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama
bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas
atau densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu
menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut
dengan metode analisis lain, misalkan dengan metode spektrofotometri
(Rohman, 2007).
32

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Percobaan

Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini dilakukan pada tanggal


29 Desember 2016, dilaksanakan di Laboratorium Biologi dan Laboratorium
Kimia Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya.
B. Metode Percobaan

Penelitian ini merupakan eksperimen atau percobaan (experiment


research) dengan pendekatan laboratorium yang dilakukan melalui
serangkaian percobaan.
C. Instrumen Pecobaan
1. Alat
a. Beaker glass 100 mL
b. Batang pengaduk
c. Botol semprot
d. Gelas ukur 100 mL
e. Pipet ukur 5 mL
f. Kertas saring
g. Pipet tetes
h. Corong kaca
i. Tabung reaksi
j. Rak tabung reaksi
k. Mortir
l. Stamper
2. Bahan
a. HCl pekat
b. NaOH 10%
c. NH 4OH 10%
d. H2SO4 pekat
e. Methanil yellow
f. Rhodamin B
g. Kerupuk basah (sampel)
h. Kerupuk kering (sampel)

3. Cara Kerja
a. Identifikasi Rhodamin B dengan Reaksi Warna
33
34

b. Identifikasi Methanil Yellow dengan Reaksi warna


35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Uji Organoleptis
a. Kerupuk basah

Organoleptis Hasil
Bau Khas ikan
Bentuk Padat
Rasa Gurih
Warna Merah

b. Kerupuk Kering

Organoleptis Hasil
Bau Tidak berbau
Bentuk Bulat berongga
Rasa Tawar
Warna Kuning

2. Hasil pengamatan Baku


a. Rhodamin B

Perlakuan Hasil
Timbang rhodamin B 0,0105 g Merah

Larutkan dengan 20 mL aquadest Larutan merah muda fanta

Masukan masing-masing 5 mL ke Tetap merah muda fanta


dalam 4 tabung reaksi

Lakukan uji reaksi dengan


menambahkan 3 tetes
1. HCl pekat 1. Merah muda
2. H2SO4 pekat 2. Merah muda
3. NaOH 10% 3. Merah muda
4. NH4OH 10% 4. Merah muda

Amati perubahan yang terjadi (+) Positif Rhodamin B


36

b. Methanil Yellow

Perlakuan Hasil
Timbang methanil yellow 0,0105 g Kuning tua

Larutkan dengan 20 mL aquadest orange

Masukan masing-masing 5 mL ke orange


dalam 4 tabung reaksi

Lakukan uji reaksi dengan


menambahkan 3 tetes
1. HCl pekat 1. Ungu
2. H2SO4 pekat 2. Ungu
3. NaOH 10% 3. Jingga
4. NH4OH 10% 4. Jingga

Amati perubahan yang terjadi (+) Positif Rhodamin B


37

3. Identifikasi Sampel
a. Identifikasi rhodamin B pada kerupuk basah

No Perlakuan Hasil
Timbang sampel 20 g 20,0035 g, berwarna merah

Larutkan dengan 20 mL aquadest Larutan merah muda susu

Saring dan tampung Tetap

Masukan masing-masing 5 mL ke Tetap


dalam 4 tabung reaksi
1

Lakukan uji reaksi dengan


menambahkan 3 tetes
1. HCl pekat 1. Merah muda susu
2. H2SO4 pekat 2. Merah muda susu
3. NaOH 10% 3. Merah muda susu
4. NH4OH 10% 4. Merah muda susu

Amati perubahan yang terjadi (-) negatif Rhodamin B


2 Timbang sampel 20 g 20,0035 g, berwarna merah

Larutkan dengan 20 mL aquadest Larutan merah muda susu

Saring dan tampung Tetap

Masukan masing-masing 5 mL ke Tetap


dalam 4 tabung reaksi

Lakukan uji reaksi dengan


menambahkan 3 tetes
1. HCl pekat 1. Merah muda susu
2. H2SO4 pekat 2. Merah muda susu
3. NaOH 10% 3. Merah muda susu
4. NH4OH 10% 4. Merah muda susu
38

Amati perubahan yang terjadi (-) negatif Rhodamin B

b. Identifikasi methanil yellow pada kerupuk kering

No Perlakuan Hasil
Timbang sampel 20 g 20,0041 g, berwarna kuning

Larutkan dengan 20 mL aquadest Larutan kuning

Saring dan tampung Larutan kuning

Masukan masing-masing 5 mL ke Larutan kuning


dalam 4 tabung reaksi
1

Lakukan uji reaksi dengan


menambahkan 3 tetes
5. HCl pekat 1. Kuning pucat
6. H2SO4 pekat 2. Kuning pucat
7. NaOH 10% 3. Kuning pucat
8. NH4OH 10% 4. Kuning pucat

Amati perubahan yang terjadi (-) negatif methanil yellow


2 Timbang sampel 20 g 20,0041 g, berwarna kuning

Larutkan dengan 20 mL aquadest Larutan kuning

Saring dan tampung Larutan kuning

Masukan masing-masing 5 mL ke Larutan kuning


dalam 4 tabung reaksi

Lakukan uji reaksi dengan


menambahkan 3 tetes
5. HCl pekat 1. Kuning pucat
6. H2SO4 pekat 2. Kuning pucat
39

7. NaOH 10% 3. Kuning pucat


8. NH4OH 10% 4. Kuning pucat

Amati perubahan yang terjadi (-) negatif methanil yellow

4. Data Kelas Rhodamin B

Hasil Pengamatan
Ke
Nama Sampel NH4OH NaOH H2SO4 HCl
l
10% 10% P P
1 Saos gorengan Jl. RA. Kartini (-) (-) (-) (-)
2 Red velvet (-) (-) (-) (-)
3 Saos pentol Jl. Murjani (-) (-) (-) (-)
4 Saos pentol jl. C.Mihing (-) (-) (-) (-)
5 Sirup di Pasar besar (-) (-) (-) (-)
6 Kerupuk basah (-) (-) (-) (-)
Saos pentol Jl. Jawa Pasar
7 (-) (-) (-) (-)
besar
8 Cenil bu zanah di Pasar besar (-) (-) (-) (-)
Saos pentol bakso Jl.
9 (-) (-) (-) (-)
K.S.Tubun
Sosis sapi Jl. A.yani depan
10 (-) (-) (-) (-)
citra
Saos gorengan di Pal 8 cilik
11 (-) (-) (-) (-)
riwut
12 Tempura Jl. Ais nasution (-) (-) (-) (-)
13 Saos pentol Jl. Yos sudarso (-) (-) (-) (-)
14 Saos gorengan pasar rajawali (-) (-) (-) (-)
Saos gorengan Jl. Bukit
15 (-) (-) (-) (-)
keminting

5. Data Kelas Methanil yellow

Hasil Pengamatan
Ke
Nama Sampel NH4OH NaOH H2SO4 HCl
l
10% 10% P P
Rainbow cake kuning Jl.
1 (-) (-) (-) (-)
Galaxi
2 Roti manis (-) (-) (-) (-)
3 Manisan nanas Jl. Tingang (-) (-) (-) (-)
4 Apam Jl. Cempaka (-) (-) (-) (-)
5 Kue singkong Jl. Singkong (-) (-) (-) (-)
6 Kerupuk kering (-) (-) (-) (-)
7 Nasi kuning Jl. Kahayan (-) (-) (-) (-)
8 Manisan nanas di Pasar besar (-) (-) (-) (-)
9 Manisan kedondong Jl. (-) (-) (-) (-)
40

Diponegoro
10 Manisan nanas Jl. Pinus (-) (-) (-) (-)
11 Nasi kuning Jl. Beruk angis (-) (-) (-) (-)
Rainbow cake kuning Jl.
12 (-) (-) (-) (-)
Cempaka
13 Makaroni (-) (-) (-) (-)
14 Manisan nanas Jl. Badak (-) (-) (-) (-)
Manisan mangga di koperasi
15 (-) (-) (-) (-)
UMP
B. Pembahasan

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia. Makanan memiliki


fungsi yang sangat penting bagi manusia diantaranya berfungsi untuk
memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta
mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air,
mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di dalam mekanisme
pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.

Salah satu ciri makanan yang baik adalah makanan yang sehat.
Makanan yang sehat merupakan makanan yang tidak mengandung bahan yang
dapat merugikan makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Makanan sehat
merupakan makanan yang higienis dan bergizi mengandung zat hidrat arang,
protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat bagi konsumen diperlukan
persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara
penyimpanan yang benar, dan pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan.

Dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan


produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang tersaji
harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna
dan konsistensinya baik serta awet, untuk mendapatkan makanan seperti yang
diinginkan maka sering pada proses pembuatanya dilakukan penambahan
Bahan Tambahan Pangan (BTP).
Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa (atau campuran berbagai
senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dalam
41

proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan dan bukan merupakan


bahan (Ingredient) utama. Bahan Tambahan Pangan tersebut dapat berupa
pengawet, pewarna, pemanis, penyedap, antioksidan, antikempal, dan
pengemulsi.

Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki


warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan
atau untuk member warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan
menarik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033
Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang dimaksud dengan pewarna
adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis,
yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi
atau memperbaiki warna.

Pewarna terbagi menjadi dua jenis yaitu pewarna alami dan pewarna
sintetis. Pewarna alami adalah bahan pewarna yang dapat diperoleh di alam.
Misalnya warna hijau dari daun suji, warna kuning dari kunyit dan lain
sebagainya. Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat oleh manusia dari
campuran bahan-bahan kimia. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah
warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna yang lebih
banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Zat warna sintetis
mempunyai banyak kelebihan bila dibandingkan dengan zat warna alami
antara lain keanekaragaman warna, kestabilan warna, lebih mudah disimpan
dan lebih tahan lama Bahan pewarna sintetik menjadi pilihan utama bagi
sektor industri karena memiliki banyak kelebihan antara lain harganya relatif
murah, mempunyai kekuatan mewarnai lebih kuat, warnanya beragam, stabil,
mudah disimpan, praktis dan tahan lama (Winarno et al, 2004). Meskipun
begitu, penggunaan bahan pewarna alam lebih aman daripada pewarna
sintetik.

Pewarna sintetis ada yang boleh ditambahkan ke dalam makanan dan


ada juga yang tidak boleh. Alasan tidak diperbolehkannya beberapa pewarna
42

sintesis ditambahkan ke dalam makanan adalah dilihat dari keamanan dalam


mengkonsumsi zat pewarna tersebut. Ponceau 4R, Carmoisin, Briliant Blue,
Tartrazin, atau Allura Red merupakan pewarna sintetis yang masih
diperbolehkan penggunaannya dan ada pula zat warna sintesis yang tidak
boleh ditambahkan ke dalam makanan karena dapat membahayakan tubuh
manusia adalah rhodamin B dan methanil yellow.

Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal


berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada
konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah.
Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit
kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu.

Penggunaan rhodamin B pada makanan dan minuman


dalam waktu lama kronis) akan mengakibatkan kanker dan
gangguan fungsi hati. Namun demikian, bila terpapar
rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat
akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin
B tersebut masuk melalui makanan akan mengakibatkan
iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala
keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun
merah muda. Selain melalui makanan dan minuman,
rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan,
jika terhirup akan terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata
yang terkena rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang
ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau
udem pada mata.Jika terpapar pada bibir dapat menyebabkan
bibir akan pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir
terkelupas (Yulianti, 2007).

Methanyl Yellow adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna


kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit
43

larut dalam aseton. Methanyl yellow umumnya digunakan sebagai pewarna


tekstil dan cat serta sebagai indicator reaksi netralisasi asam-basa. Methanyl
yellow adalah senyawa kimi azo aromatic amin. Methanil yellow sering
disalahgunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan.

Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan


rhodamin B dan methanil yellow yang terdapat pada makanan dengan metode
reaksi warna. Reaksi warna yaitu adanya perubahan warna pada sampel karena
adanya penambahan suatu reagen. Sampel yang digunakan pada percobaan ini
adalah kerupuk basah untuk identifikasi rhodamin B dan kerupuk kering untuk
identifikasi methanil yellow.

Sebelum melakukan identifikasi terhadap sampel, dilakukan terlebih


dahulu larutan baku atau kontrol positif dari rhodamin B . Baku rhodamin B
dibuat dengan melarutkan sejumlah rhodamin B dengan aquadest sehingga
membentuk warna merah muda fanta kemudian ditambahkan dengan reagen
HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH 10% sebanyak 3 tetes
kemudian amati yang terjadi. Warna larutan tersebut berubah menjadi merah
muda. Sehingga kontrol positif tersebut dapat dijadikan pembanding dari
sampel kerupuk basah. Untuk methanil yellow dilakukan dengan melarutkan
sejumlah methanil yellow dengan aquadest sehingga membentuk warna
orange. Kemudian ditambahkan dengan reagen HCl pekat, H2SO4 pekat
sebanyak 3 tetes warna larutan tersebut berubah menjadi ungu dan pada saat
larutan ditambah dengan NaOH 10% dan NH4OH 10% sebanyak 3 tetes akan
membentuk warna larutan tetp berwarna jingga. Tidak ada perbedaan antara
warna orange dan jingga. Orange meupakan sebutan warna jingga dalam
bahasa Inggris. Keduanya memiliki makna dan arti yang sama yang
merupakan gabungan antara warna merah dan kuning.

Selanjutnya dilakukan identifikasi rhodamin b pada sampel yang


dilakukan sebanyak 2 kal. Sampel kerupuk basah adalah sampel yang
digunakan dalam identifikasi rhodamin B. Pada sampel kerupuk basah bagian
44

yang digunakan adalah bagian luar dari kerupuk basah tersebut karena hanay
bagian luar dari kerupuk basah yang memiliki warna merah. Perta yang harus
dilakukan adalah memisahkan bagian yang berwarna merah dari kerupuk
basah. Selanjutnya dihancurkan atau digerus dengan menggunakan mortar dan
stamper. Penggerusan ini bertujuan agar sampel kerupuk basah dapat larut
dengan aquadest kemudian ditimbang sebanyak 20,0035 g dan dilarutkan
dengan aquadest membentuk warna merah muda susu. Setelah itu disaring dan
diambil filtratnya masing-masing sebanyak 5 mL dan masukkan ke dalam
tabung reaksi. Pada tabung 1 larutan sampel ditambahkan dengan reagen HCl
pekat sebanyak 3 tetes dan tidak terjadi perubaha warna sehingga warnanya
tetap berwana merah muda susu. Pada tabung 2 ditambahkan dengan H 2SO4
pekat sebanyak 3 tetes dan tidak terjadi perubaha warna sehingga warnanya
tetap berwana merah muda susu. Pada tabung 3 ditambahkan dengan NaOH
10% sebanyak 3 tetes dan tidak terjadi perubaha warna sehingga warnanya
tetap berwana merah muda susu. Pada tabung 4 ditambahkan dengan NH 4OH
10% sebanyak 3 tetes dan tidak terjadi perubaha warna sehingga warnanya
tetap berwana merah muda susu. Tidak adanya perubahan warna yang sama
dengan larutan baku atau kontrol positif menunjukan bahwa sampel kerupuk
basah tidak mengandung rhodamin B.

Selanjutnya dilakukan identifikasi methanil yellow pada sampel yang


dilakukan sebanyak 2 kali. Sampel kerupuk kering adalah sampel yang
digunakan dalam identifikasi methanil yellow kemudian ditimbang sebanyak
20,0041 g dan dilarutkan dengan aquadest membentuk larutan warna kuning.
Setelah itu disaring dan diambil filtratnya masing-masing sebanyak 5 mL dan
masukkan ke dalam tabung reaksi. Pada tabung 1 larutan sampel ditambahkan
dengan reagen HCl pekat sebanyak 3 tetes dan terjadi perubahan warna kuning
pucat. Pada tabung 2 ditambahkan dengan H2SO4 pekat sebanyak 3 tetes dan
terjadi perubahan warna kuning pucat. Pada tabung 3 ditambahkan dengan
NaOH 10% sebanyak 3 tetes dan terjadi perubahan warna kuning pucat. Pada
tabung 4 ditambahkan dengan NH4OH 10% sebanyak 3 tetes dan terjadi
perubahan warna kuning pucat. Perubahan warna yang tidak sama dengan
45

larutan baku atau kontrol positif menunjukan bahwa sampel kerupuk kering
tidak mengandung methanil yellow.

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sampel


kerupuk basah dan kerupuk kering tidak mengandung rhodamin B dan
methanil yellow sehingga kerupuk basah dan kerupuk kering aman untuk
dikonsumsi.
46

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Prinsip dasar identifikasi pewarna dengan reaksi warna


adalah dengan menambahkan pereaksi-pereaksi berikut :
HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH4OH 10% lalu
diamati perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna
sampel menjadi merah muda menunjukan bahwa sampel
mengandung Rhodamin B. sedangkan Positif Methanil
yellow ditunjuka denga perubah warna menjadi ungu ketika
ditambahkan dengan HCl pekat dan H 2SO4 pekat, dan
perubahan warna sampel menjadi jingga saat ditambahkan
dengan NaOH 10% dan NH4OH 10%.

2. Kerupuk basah tidak teridentifikasi mengandung rhodamin B.

3. Kerupuk kering tidak teridentifikasi mengandung methanol yellow.

4. Dari sampel yang telah di gunakan apat diketahui bahwa tidak ada sampel
yang teridentifikasi rhodamin B dan methanol yellow.
B. Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu praktikan harus lebih teliti dan lebih
disiplin serta mengikuti prosedur dan aturan dalam melakukan percobaan, agar
didapatkan hasil yang diinginkan. Selain itu, diharapkan alat-alat serta bahan
yang akan digunakan untuk melakukan percobaan disiapkan sesuai dengan
kebutuhan praktikum.
47

DAFTAR PUSTAKA

Azzura, irwansyah. 2013. Pengembangan Usaha Siomay.


http://irwansyahazzura.blogspot.com/2013/01/makalah-
pengembangan-siomay.html/m=1. Diakses tanggal 26
Desember 2016.

Balinawati., Khomsan., dan Dwiriani. 2004. Pengantar Pangan


dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

BPOM. 2005. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan


Kimia dalam Makanan. Jakarta.

Budavari, S. 1996. The Merck Index. Edisi 12. WhiteHouse USA:


Merck & Co. Inc

Cahyadi, Wisnu. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Depkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan No.
722/MenKes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan
Makanan. Jakarta.

Djalil, A.D., Hartanti, D., Rahayu, W.S., Prihatin, R., Hidayah, N.


2005. Identifikasi Zat
Warna Kuning Metanil (Metanil Yellow) dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) pada Berbagai Komposisi Larutan Pengembang Jurnal
Farmasi, Vol. 03,
(2), 28-29,.Fakultas Farmasi UMP, Purwokerto.
Femelia, Welly. 2009. Skripsi Analisa Penggunaan Zat Warna Pada Keripik
Balado Yan Diproduksi Di Kecamatan Payakumbuh Barat. Medan :
Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Hardjono, S. 1991. Dasar-Dasar Spektroskop. Yogyakarta : Liberty.

Irianto, Kus., & Kusno, Waluyo. 2007. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung:
Yrama Widya.
Kemenkes RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012
Tentang Bahan Tambahan. Jakarta.
Khamid, I.R. (2006). Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta.
Penerbit Kompas.

Nainggolan, G dan Sihombing. 1984. Rodamin B dan Metanil kuning (Metanil


Yellow) sebagai Penyebab Toksik pada Mencit dan Tikus Percobaan.
Unit penelitian gizi Diponegoro. Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan Depkes R.I. Jakarta.
48

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Purba, Elisabet R. 2009. Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup yang dijual
Di Sekolah Dasar Kelurahan Lubuk Pakam III Kecamatan Lubuk Pakam.
Medan: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Rahayu, WP, Wulandari N, Nurfaidah D, Koswara S, Subarna, Kusumaningrum
HD. 2011. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor: IPB Press.
Dalam Karya Tulis Ilmiah Rahmadani, 2013. Identifikasi Boraks Pada
Siomay di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. Program Studi D-
III Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Palangkaraya. Palangka Raya.
Rahmadani, 2013. Identifikasi Boraks Pada Siomay di Kecamatan Jekan Raya
Kota Palangka Raya. Palangka Raya. Program Studi D-III Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
Suklan H,.2002. Apa dan Mengapa Boraks Dalam Makanan. Penyehatan Air dan
Sanitasi (PAS) Vol . IV Nomor 7
Sumantri dan Abdul Rohman. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta: Penerbit
UGM
Supriatna, Aan. 2013. Pembuatan Siomay Ikan.
lalaukan.blogspot.co.id/2013/11/pembuatan-siomay-
ikan.html?m=1. Diakses tanggal 26 Desember 2016.

Syah, D. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan.


Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Trestiati, Mela. 2003. Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minuman Jajanan
Anak SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di Kecamatan Margaasih
Kabupaten
Bandung). Bandung : Tesis.Pascasarjana Fakultas Kesehatan Lingkungan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Diterjemahkan
oleh Setiono L., et all., edisi kelima. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Widyaningsih, T.D. dan Murtini, E.S 2006. Alternative Pengganti Formalin pada
Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Winarno F.G, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Kontaminan. .Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
49

Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: C.V


Andi.
Zidda, Rizka. 2014. Laporan Pembuatan Siomay Ikan.
ramaliazidda.blogspot.com/2014/02/laporan-pembuatan-siomay-ikan.html?m=1.
Diakses tanggal 26 Desember 2016.
50

LAMPIRAN

Gambar 1 Sampel keupuk basah

Gambar 2 Baku Rhodamin B


51

Gambar 3 Baku Methanil yellow

Gambar 4 Sampel kerupuk kering

Anda mungkin juga menyukai