Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ANALISIS OBAT, MAKANAN, DAN KOSMETIKA


“Analisis Pewarna Makanan”

Dosen Pembimbing :
Ririn Wirawati, S.Farm.,M.Sc., Apt

Disusun oleh:
Melani Putri Melati (1704101001)
Udin Dwi Prayoga (1704101006)
Poppy Ananda SR (1704101007)
Fikana Imroatus Sholikah (1704101013)
Siti Nuraini (1704101014)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN SAINS


PROGRAM STUDI : S-1 FARMASI
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Analisis Makanan “ Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Analisa Obat, Makanan dan Kosmetika Prodi S1 Farmasi
Universitas PGRI Madiun tahun ajaran 2020. Makalah ini tersusun atas dukungan
serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dapat terselesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Ibu Ririn Wirawati, S.farm.,M.sc.,Apt. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Analisa Obat, Makanan dan Kosmetika Prodi S1 Farmasi Universitas PGRI
Madiun tahun ajaran 2020.
2. Teman-teman prodi S1 Farmasi Universitas PGRI Madiun telah memberikan kritik
dan saran yang membangun serta senantiasa membantu dalam penyusunan
makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu yang telah membantu baik
moral, maupun material.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu,kami mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun sebagai perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata kami berharap
agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umum maupun tenaga farmasis
pada khususnya. Atas perhatian, bantuan, dan kerja samanya, kami penulis ucapkan
terima kasih.

Madiun ,26 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar belakang ....................................................................................................
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................
1.3 Tujuan ..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
2.1 Pengertian zat pewarna makanan.........................................................................
2.2 Zat pewarna alami................................................................................................
2.3 Zat pewarna sintetis..............................................................................................
2.4 dampak bahan pewarna terhadap kesehatan.........................................................
2.5 Analisis bahan pewarna sintesis...........................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat
dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar
bermanfaat bagi tubuh. Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus
ada pada pangan yang akan dikonsumsi oleh setiap insan. Pangan yang bermutu
dan aman dikonsumsi bisa berasal dari dapur rumah tangga maupun dari industri
pangan.
Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki
penampilan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa
tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen,
menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat
proses pengolahan dan penyimpanan. Zat pewarna makanan terbagi tiga bagian
yaitu pewarna alami, pewarna identik alami dan pewarna sintetis, Akan tetapi
seringkali terjadi penyalah gunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan
pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai
bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara
lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk
pangan, warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik dan
disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan
dengan harga zat pewarna untuk pangan.
Penggunaan bahan alami untuk produk massal akan meningkatkan biaya
produksi menjadi lebih mahal dan lebih sulit karena sifat pewarna alami tidak
homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil. Dengan demikian
produsen bisa menggunakan lebih banyak pilihan warna untuk menarik perhatian
konsumen. Namun  penggunaan zat pewarna sintetis jika berlebihan dapat menjadi
racun dalam tubuh. Oleh sebab di atas, untuk mengetahui tentang zat pewarna
sintetis pada makanan dan  bahayanya bagi tubuh, maka makalah ini di buat.
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian zat pewarna pada makanan ?
2) Apa yang di maksud pewarna alami, dan apa saja jenis nya?
3) Apa yang dimaksud dengan pewarna sintetis pada makanan, dan apa saja
jenisnya?
4) Bagaimana metode untuk Analisis bahan pewarna sintesis?
5) Apa saja dampak penggunaan zat pewarna sintetis terhadap tubuh ?

C. Tujuan penulisan
1.) untuk mengetahui apa yang dimaksudzat pewarna pada makanan
2.) untuk mengetahui pewarna alami, dan apa saja jenis nya
3.) untuk mengetahui pewarna sintetis pada makanan, dan apa saja jenisnya
4.) untuk mengetahui metode untuk Analisis bahan pewarna sintesis?
5.) agar Apa saja dampak penggunaan zat pewarna sintetis terhadap tubuh
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Zat Pewarna

Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat


memperbaiki penampakan makanan agar menarik, menyeragamkan dan
menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan
dan penyimpanan (Cahyadi,2009).
Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah
bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung
pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, nilai gizinya dan juga sifat
mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual
faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.
Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya daun pandan
atau daun suji untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning. Kini dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna
sintetis, karena penggunaannya le bih praktis dan harganya lebih murah.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna,
antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan
sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan
bahantambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis (Cahyadi,
2009)
2.2. Zat Pewarna Alami
Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai
warna hijau, kuning, merah. Penggunaan zat warna alam untuk makanan dan
minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, seperti halnya zat warna
sintetik yang semakin banyak penggunaannya (Firdaus, 2010).
Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu
digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya
penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Selain itu
penelitian toksikologi zat warna alami masih agak sulit karena zat warna ini
umumnya terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami lainnya.
Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan, bentuk dan kadarnya berbeda-
beda, dipengaruhi faktor jenis tumbuhan, iklim, tanah, umur dan faktor-faktor
lainnya.
Bila dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis penggunaan pewarna
alami mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain :
1. Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan
2.Konsentrasi pigmen rendah
3.Stabilitas pigmen rendah
4.Keseragaman warna kurang baik
5.Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.
Jenis zat warna alami yang sering digunakan untuk pewarna makanan
antara lain ialah :
a. Karotenoid
Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna kuning, merah dan
oranye yang secara alami terdapat dalam tumbuhan dan hewan, seperti dalam
wortel, tomat, jeruk, algae, lobster, dan lain-lain. Lebih dari 100 macam
karotenoid terdapat di alam, tetapi hanya beberapa macam yang telah dapat
diisolasi atau disintesa untuk bahan pewarna makanan. Diantaranya ialah
beta-karotein, beta-apo-8’-karotenal, canthaxantin, bixin dan xantofil.
Karotenoid merupakan senyawa yang tidak larut dalam air dan sedikit larut
dalam minyak atau lemak. Karotenoid terdapat dalam buah pepaya, kulit
pisang, tomat, cabai merah, mangga, wortel, ubi jalar, dan pada beberapa
bunga yang berwarna kuning dan merah. Diperkirakan lebih dari 100 juta ton
karotenoid diproduksi setiap tahun di alam. Senyawa ini baik untuk mewarnai
margarin, keju, sop, pudding, es krim dan mie dengan level pemakaian 1
sampai 10 ppm. Zat warna ini juga baik untuk mewarnai sari buah dan
minuman ringan (10 sampai 50 g untuk 1000 liter) dan mempunyai
keuntungan tahan reduksi oleh asam askorbat dalam sari buah dan dapat
memberikan proteksi terhadap kaleng dari korosi. Dibanding dengan zat
warna sintetis, karotenoid juga mempunyai kelebihan, yaitu memiliki
aktivitas vitamin A. Akan tetapi faktor harga kadang-kadang masih menjadi
pertimbangan pengusaha karena harganya relatif lebih mahal daripada zat
warna sintetis.
Karotenoid merupakan senyawa yang mempunyai rumus kimia sesuai
atau mirip dengan karoten. Karoten sendiri merupakan campuran dari
beberapa senyawa yaitu α-, β- dan γ- karoten. Karoten merupakan
hidrokarbon atau turunannya yang terdiri dari beberapa unit isoprena (suatu
diena). Sedangkan turunannya mengandung oksigen disebut xantofil.
Beberapa jenis karotenoid yang banyak terdapat di alam dan bahan makanan
adalah β-karoten (berbagai buah-buahan yang kuning dan merah), likopen
(tomat), kapxantin (cabai merah), dan biksin (annatis).
b. Antosianin
Zat warna (pigmen) ini larut dalam air dan warnanya oranye, merah dan
biru. Secara alami terdapat dalam anggur, stawberry, rasberry, apel, bunga
ros, dan tumbuhan lainnya. Biasanya buah-buahan dan sayuran warnanya
tidak hanya ditimbulkan oleh satu macam pigmen antosianin saja, tetapi
kadang-kadang sampai 15 macam pigmen seperti pelargonidin, sianidin,
peonidin dan lain-lain yang tergolong glikosida-glikosida antosianidin.
Antosianin banyak menarik perhatian untuk dipakai sebagai pengganti
zat warna sintesis amaranth (FD & C Red No. 2) yang dilarang di Amerika
Serikat dan beberapa negara lainnya. Pada suasana asam antosianin sama
dengan warna amaranth, tetapi jika pH bahan di atas 4 warna dapat cepat
berubah. Antosianin juga tidak tahan terhadap asam askorbat, metal-metal
dan cahaya. Tetapi untuk sirop, nektar dan esen buah-buahan, penambahan
garam alumunium sampai 200 ppm dapat membantu menstabilkan warnanya.
Warna pigmen antosianin merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada
bunga, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam
bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa,
galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam
asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula.
c. Kurkumin
Kurkumin merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman kunyit
(Zingeberaceae). Zat warna ini dapat dipakai dalam minuman tidak
beralkohol, seperti sari buah. Akan tetapi zat warna ini masih kalah oleh zat
warna sintesis dalam hal warnyanya.
d. Biksin
Zat ini diperoleh dari ektraksi kulit biji pohon Bixa orellana yang banyak
terdapat pada daerah tropis. Zat pewarna diekstrak terutama terdiri dari
karotenoid-biksin (nor-biksin). Biksin larut dalam lemak sedangkan nor –
biksin larut dalam air dan warna yang dihasilkannya adalah kuning mentega
sampai kuning warna buah persik. Zat pewarna ini sangat stabil terhadap
oksidasi tapi tidak tahan terhadap cahaya dan panas. Biksin sering digunakan
untuk mentega, margarin, minyak jagung, dan salad dressing. Walaupun
harganya lebih tinggi daripada certified color,namun masih lebih murah
daripada karoten.
e. Karamel
Karamel berbentuk amorf yang berwarna coklat gelap dan dapat
diperoleh dari pemanasan yang terkontrol terhadap molase, hidrolisa pati,
dekstrosa, gula inverb, laktosa, syrup malt, dan glukosa. Komposisi karamel
sangat kompleks dan sukar didefinisakan. Bila diencerkan karamel mebntuk
koloid yang bermuatan listrik. Karena sifat ini pemakaian karamel harus
memperhatikan pH bahan. Di bawah pH 2.0 (titik isolistrik karamel), karamel
bermuatan positif dan akan mengendap. Untuk mencegah terjadi
pengendapan, maka harus diusahakan pH di atas titik isolistrik. Ada tiga
macam kelas karamel yang membedakan penggunaannya dalam bahan
makanan, yaitu :
1. Karamel tahan asam
Digunakan untuk mewarnai minuman yang mengandung CO2 dan bersifat
asam. Karamel ini berbentuk cairan.
2. karamel untuk roti juga berbentuk cairan, merupakan kelas yang lebih
rendah dan digunakan untuk produk seperti biskuit, cake dan roti
3. karamel kering digunakan untuk campuran dm bentuk kering atau untuk
produk cair dalam jumlah banyak. Penggunaan karamel biasanya dicampur
dengan zat pewarna buatan (Azo dye) dengan perbandingan yang harus
dijaga agar tidak terjadi kekeruhan. Karamel membantu mempertajam
warna dan menghasilkan warna yang lebih baik.
f. Cochineal, karmin dan asam karminat Cochineal
adalah zat yang berwarna merah yang diperoleh dari hewan coccus cacti
betina yang dikeringkan. Hewan ini hidup pada sejenis kaktus di Kepulauan
Canary dan Amerika Selatan. Zat pewarna yang terdapat di dalamnya adalah
asam karminat. Karmin diperoleh dari mengekstraksi asam karminat,
kemudian dilapisi dengan alumunium, jadi merupakan lake asam karminat.
Zat pewarna karmin ini mahal dan jarang dipakai. Karmin dipergunakan
untuk melapisi bahan berprotein yang diproses menggunakan retort dan
memberikan lapisan merah jambu.
2.3. Zat Pewarna Sintesis
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia
buatan yang mengandalkan bahanbahan kimia, atau dari bahan yang
mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh
pewarna buatan adalah tartazine untuk warna kuning, allura red untuk warna
merah, dan sebagainya. Kelebihan pewarna buatan adalah dapat menghasilkan
warna lebih kuat meskipun jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit.
Selain itu, biarpun telah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, warna
yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah (Cahyadi, 2009).
Ada 2 macam yang tergolong pewarna sintesis yaitu Dye dan Lake.
Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan dye
telah melalui  prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Food
and Drug  Administration (FDA). Sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri
dari 1 warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat
sertifikat. Dalam certified color terdapat spesifikasi yang mencantumkan
keterangan penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya berbentuk garam,
kelarutan dan residu yang terdapat didalamnya.
1. Dye
Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan
larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah
gliserin, alkohol dan propilenglikol. Dye juga dapat diberikan dalam bentuk
kering apabila proses pengolahan produk tersebut kemudian ternyata
menggunakan air. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun
cairan yang penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses dan
zat pewarnanya sendiri. Dye terbagi atas 4 kelompok yaitu  Azo dye,
Triphenylmethane dye, Flourescein, dan Sulfonated Indigo. 
a. Azo dye
 Azo dye terdiri dari : 
 FD&C Red No. 2 (Amaranth) No Indeks 16185
  Amaranth termasuk golongan monoazo yang mempunyai satu ikatan
N=N. Amaranth berupa tepung berwarna merah kecoklatan yang mudah
larut dalam air, menghasilkan larutan berwarna merah lembayang atau
merah kebiruan. Selain itu juga mudah larut dalam  propilonglikol,
gliserol, dan larut sebagian dalam alkohol 95%. Agak tahan terhadap
cahaya, asam asetat 10%, HCl 10-30%, dan NaOH 10%, sedangkan
terhadap NaOH 30% kurang tahan dan menjadi agak keruh.
 Sebelumnya di Amerika penggunaan zat warna amaranth diizinkan
secara bebas tanpa adalanya keluhan atau laporan mengenai terjadinya
keracunan. Pada akhir tahun 1970 muncul hasil penelitian dua grup
penelitian Soviet mengenai amaranth tersebut. Grup pertama melaporkan,
zat warna amaranth bersifat karsiogenik (menyebabkan kanker)
sedangkan grup kedua menyimpulkan bahwa zat warna tersebut  bersifat
embritoksik (meracuni janin). Setelah dilakukan penelitian lanjutan dan
hasilnya menyatakan bahwa zat warna amaranth bersifat karsiogenik dan
embritoksik maka sejak itu penggunaan zat warna amaranth di amerika
tidak diperbolehkan.
 Selain bersifat karsiogenik dan embritoksik, zat warna amaranth
dalam jumlah besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi  pada saluran
pernapasan dan menyebankan hiperaktif pada anak.
b. Yellow No 5 (Tartrazine)
Tartrazine merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah
larut dalam air, menghasilkan larutan kuning keemasan. Kelarutanya
dalam alkohol 95% hanya sedikit, dalam gliserol dan glikol mudah larut.
Tartanizie tahan terhadap cahaya, asam asetat, HCL, dan  NaOH 10%,
NaOH 30% akan menjadikan warna berubah kemerah-merahan.
Penggunaan tartrazine dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya pada
pada individu yang sensitif terhadap asam asetilsiklik dan asam benzoat.
Selain itu juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak.
c. FD&C Yellow No 5 (Sunset Yellow)
  Sunset Yellow termasuk golongan monazo, berupa tepung  berwarna
jingga, sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga
kekuningan. Sedikit larut dalam alkohol 95% dan mudah larut dalam
gliserol dan glikol. Pemakaian alat-alat, mudah larut dalam alkohol
tembaga akan menyebabkan warna larutan zat warna menjadi keruh,
coklat dan opaque. Penggunaan sunset yellow dapat menyebabkan reaksi
alergi, khususnya pada pada individu yang sensitif terhadap asam
asetilsiklik dan asam benzoat. Selain itu juga dapat menyebabkan
hiperaktif pada anak. Pada jumlah yang sedikit sunset yellow dapat
menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-
muntah dan gangguan saluran pencernaan. 
d. FD&C Red No 4 (Panceau SX) No Indeks 14700
   Panceau SX  berupa tepung merah, mudah larut dalam air dan
memberikan larutan berwarna jingga. Larutan dalam gliserol dan glikol,
mudah larut dalam alkohol 95%. Sifat ketahanannya hampir sama dengan
amaranth, sedikit luntur oleh asam asetat 10%,  NaOH 30% akan
membuat larutan berwarna kekuningan. Cu membuat warna larutan
menjadi kuning, gelap, dan keruh baik pada larutan netral maupun asam.
e. Triphenymethane dye
 Triphenymethane dye terdiri dari 
 FD&C Blue No 1 (Brilliant Blue) No Indeks 42090
Zat pewarna ini termasuk Triphenylmethane dye, merupakan
tepung berwarna ungu perunggu. Bila dilarutkan dalam air
menghasilkan warna hijau kebiruan, larut dalam glikol dan gliserol,
agak larut dalam alkohol 95%. Zat warna ini tahan terhadap asam
asetat, tetapi agak luntur oleh cahaya agak tahan terhadap HCl 10%,
tetapi menjadi berwarna kehijauan, sedangkan dalam HCl 30% akan
membentuk warna merah anggur. 
 FD&C Green No 3 (Fast Green) No Indeks 42053
 Tepung zat warna ini berwarna ungu kemerahan atau ungu
kecoklatan dan bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau
kebiruan. Zat ini juga larut dalam alkohol 95%, tetapi lebih mudah
larut dalam campuran air dan alkohol. Zat ini juga larut dalam gliserol
dan glikol. Fast Green agak mudah luntur dengan adanya cahaya dan
tidak tahan terhadap HCl 30%,  bila ditambahkan alkali, akan
berwarna ungu. kontak dengan Cu akan menjadikan warna coklat.
 FD&C Violet No 1 (Benzylviolet 4B)

 Zat pewarna ini berbentuk tepung berwarna ungu, larut dalam air,
gliserol, glikol dan alkohol 95%. Menghasilkan warna ungu cerah,
tidak larut dalam minyak dan eter. Zat  pewarna ini mudah luntur oleh
cahaya, sedangkan terhadap asam asetat agak tahan.
f. Fluorescein
 Fluoresein terdiri dari :  
 FD&C Red No 3 (Erytrosine)
Zat pewarna ini termasuk golongan  Fluorescein. Berupa tepung coklat
larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah yang
berfluoresensi sedangkan larutannya dalam air  berwarna merah cherry
tanpa fluoresensi. Larut dalam gliserol dan glikol, bersifat kurang
tahan terhadap cahaya dan oksidator, tetapi tahan terhadap reduktor
dan NaOH 10%. 

g. Sulfonated Indigo
Sulfonated Indigo terdiri dari :  
 FD&C Blue No 2 (Indigotin/Indigo Carmine)
Indigotine merupakan tepung berwarna biru, coklat, kemerah-merahan,
mudah laut dalam air dan larutannya  berwarna biru. Larut dalam
gliserol dan glikol, sedikit larut dalam alkohol 95%. Zat warna ini
sangat tidak tahan terhadap cahaya, karena itu warnanya cepat
menghilang.

 2. Lake
  FD&C Lake diizinkan pemakainnya sejak tahun 1959, dan  penggunannya
meluas dengan cepat. Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna
(dye) dengan radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina.
Lake stabil pada Ph 3,5-9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah
dan dye yang dikandungnya terlepas. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut
dalam air, zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang mengandung
lemak dan minyak daripada dye, karena FD&C lake  larut dalam lemak. Daya
mewarnai FD&C lake adalah dengan membentuk dispersi yang menyebar pada
bahan yang diwarnai

2.4 Dampak Zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan


Pemakaian bahan pewarna sintetis dalam makanan walaupun mempunyai
dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu
makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, dan mengembalikan warna
dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat
pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan
dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Menurut Cahyadi (2009), beberapa
hal yang mungkin memberikan dampak negatif tersebut terjadi apabila:
1) Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.
2) Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
3) Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari
dan keadaan fisik.
4) Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna
sintetis secara berlebihan.
5) Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak
memenuhi persyaratan.
Sejumlah makanan yang kita konsumsi tidak mengandung zat berbahaya
menurut daftar zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya (Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988). Namun demikian,
penggunaan pewarna tersebut hendaknya dibatasi karena meskipun relatif aman,
penggunaannya dalam jumlah yang besar tetap dapat membahayakan kesehatan
konsumen. Beberapa bahan pewarna yang harus dibatasi penggunaannya
diantaranya adalah amaranth, allura merah, citrus merah, karamel, eritrosin,
indigotin, karbon hitam, dan kurkumin.
Amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada
pernafasan dan dapat mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Allura merah
dapat memicu kanker limfa, sedangkan karamel dapat menimbulkan efek pada
sistem saraf dan dapat menyebabkan gangguan kekebalan. Penggunaan tartazin
ataupun Sunset yellow yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi,
khususnya bagi orang yang sensitif pada asam benzoat, selain akan
mengakibatkan asma dapat pula menyebabkan hiperaktif pada anak. Fast green
FCF yang berlebihan akan menyebabkan reaksi alergi dan produksi tumor,
sedangkan Sunset yellow dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan radang
selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah, dan gangguan
pencernaan. Indigotin dalam dosis tertentu mengakibatkan hiperaktif pada anak-
anak. Pemakaian eritrosin akan mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan,
hiperaktif pada anak-anak dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku,
sedangkan Ponceau SX dapat mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian
dapat memicu timbulnya tumor (Yuliarti, 2007).
Begitu juga dengan zat pewarna yang berbahaya seperti Rhodamin B, zat ini
digunakan pada industri tekstil dan kertas. Pemakaian zat warna ini tidak
diizinkan karena dapat menimbulkan bahaya bagi konsumen. Zat ini sangat
berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Dampak
yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi
pada mata, iritasi saluran pencernaan dan air seni akan berwarna merah.
Penyebarannya dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati
(Cahyadi, 2006). Selain Rhodamin B, zat pewarna kuning Metanil yellow yang
digunakan pada industri tekstil dan cat sangat berbahaya jika terhirup, mengenai
kulit, mengenai mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada
saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada
kandung kemih dan saluran kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual,
muntah, sakit perut, diare, panas, dan tekanan darah rendah (Cahyadi, 2006).
Sedangkan dampak zat pewarna sintetis pada makanan terhadap kesehatan
berdasarkan Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dapat dilihat
pada tabel
No. Jenis Zat Pewarna Sintetis Dampak Terhadap Kesehatan
1. Tartazin Reaksi alergi khususnya bagi orang yang
sensitif pada asam asetilsiklik dan asam
benzoat, asma, mengakibatkan hiperaktif
pada anak-anak.
2. Sunset yellow FCF Radang selaput lendir pada hidung, sakit
pinggang, muntah-muntah, dan gangguan
pencernaan.
3. Allura Red AC Memicu kanker limpa.
4. Ponceau 4R Kerusakan sistem urin dan dapat memicu
timbulnya tumor, hiperaktif pada anak-
anak, penyebab kanker.
5. Red 2G Gatal-gatal dan ruam kulit.
6. Azorubine Kanker hati
7. Fast Red E Lebih berisiko terhadap penderita
hepatitis B kronik dan kanker hati
8. Amaranth Tumor, reaksi alergi pada pernafasan,
hiperaktif pada anak-anak .
9. Briliant Black BN Kanker hati
10. Brown FK Kanker hati
11. Brown HT Kanker hati
12. Brilliant blue FCF Ruam kulit, hiperaktivitas.
13. Patent blue V Ruam kulit, dapat menyebabkan tumor
ginjal.
14. Green S Memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas.
15. Fast Green FCF Reaksi alergi dan produksi tumor.
16. Quinolin yellow Meningkatkan risiko hiperaktivitas dan
serangan asma.
17. Erythrosine Mengakibatkan reaksi alergi seperti nafas
pendek, dada sesak, sakit kepala, dan
iritasi kulit, kemunduran kerja otak,
menurunnya konsentrasi belajar.
18 Indigotine Mengakibatkan hiperaktif pada anak-
anak

Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 dalam Cahyadi


(2009)
2.5. Analisis Bahan Pewarna Sintesis
Metode yang dapat digunakan :
1. Kromatografi Kertas
Prinsip uji bahan Pewarna Tambahan Makanan (BTP) adalah zat warna
dalam contoh makanan/minuman diserap oleh benang wool dalam suasana
asam dengan pemanasan 276 kemudian dilakukan kromatografi kertas
(Poltekes Bandung, 2002).
2. KLT
pemeriksaan larutan uji dan larutan pembanding yang ditotolkan pada
lempeng dengan menggunakan teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
3. Metode penelitian survey konsumen dan analisis pewarna : Survei dilakukan
dengan teknik incidental sampling yaitu pemilihan konsumen berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang membeli produk saus dapat dijadikan sebagai
responden.
4. Spektrofotometri 
adalah salah satu metode pengukuran kuantitatif dalam kimia analisis terhadap
sifat refleksi atau transmisi cahaya suatu materi sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Metode ini lebih spesifik dibandingkan istilah umum spektroskopi
elektromagnetik, karena spektrofotometri berurusan dengan sinar tampak,
dekat-ultraungu, dan dekat-inframerah, tetapi tidak meliputi teknik time-
resolved spectroscopy

Metode yang dipilih : KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Dengan jurnal : IDENTIFIKASI PEWARNA SINTESIS PADA PRODUK


OLAHAN BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) DENGAN METODE
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Alasan lebih baik dengan KLT : Metode kromatografi yang dilakukan adalah
pemeriksaan larutan uji dan larutan pembanding yang ditotolkan pada lempeng
dengan menggunakan teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Menurut
Farmakope Indonesia Edisi III (1979) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
umumnya lebih berguna untuk uji identifikasi karena cara ini khas dan mudah
dilakukan untuk zat dengan jumlah sedikit.

Preparasi :

Alat yang digunakan selama penelitian ini diantaranya adalah Spektrofotometer


UV-Vis Shidmazu type UV-1700, Kuvet, Neraca analitik, Gelas Ukur 100 mL,
Beaker Glass 250 mL;, Pipet Kapiler, Kertas Saring, Batang Pengaduk, Hot
Plate, Oven, Plat Kromatografi Lapis Tipis, Chamber atau Bejana, dan Benang
wol bebas lemak.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sirup Bunga Rosella,
Amoniak 10%, Asam Asetat 10%, Aqua destilata, Aseton pekat, Etil Metil Keton
pekat, NaCl 2 gram, Brilliant Blue FCF (CI No. 42090) 20 ppm, Carmoisin (CI
No. 14720) 20 ppm, Dietil Eter pekat, HCl 0,1 N, NaOH 10%, NaOH 0,5%,
Etanol 50%, Ponceau 4R (CI No. 16255) 20 ppm, dan Rhodamin B 0,01 g dalam
50 mL air.

Prosedur :

Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass 100 mL sebanyak 50 mL. Asam


asetat 10% ditambahkan ke dalam beaker glass sebanyak 5 mL. Benang wol
dimasukkan dan direndam ke dalam sampel tersebut kemudian dipanaskan dan
didiamkan sampai mendidih (10 menit). Benang wol diambil dan dicuci dengan
aquades. Amoniak 10% ditamabhakan dalam benang wol yang sudah dibilas
tersebutsebanyak 25 ml . wol dipanaskan sampai warna tertarik pada benang wol
(luntur). Benang wol dibuang, larutan diuapkan sampai kering. Kemudian
residuditambahkan beberapa tetes metanol, untuk ditotolkan pada plat
kromatografi yang siap pakai. Plat kromatografi ditotolkan sampel serta zat
warna pembanding yang cocok. Jarak rambat elusi 12 cm dari tepi bawah plat.
Plat Kromatografi dielusi dengan eluen I (Etil Metil Keton : Aseton : Air = 70 :
30 : 30) dan eluen II (2 g NaCl dalam 100 ml etanol 50%) kemudian plat
kromatografi dikeringkan pada udara dan suhu kamar. Bercak yang timbul
diamati secara visual dan dibawah cahaya lampu Ultraviolet (UV). Bercak mula-
mula diamati dengan cahaya Ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan
kemudian gelombang panjang (366 nm) jarak tiap bercak diukur dan dicatat
(SNI, 1992).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk
memperbaiki warna makanan yang berubah atau memucat
selama proses pengolahan atau memberi warna pada
makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.
2. Terdapat dua jenis zat pewarna yaitu certified color dan
unceretified color.Certified color merupakan zat pewarna
sintetik yang terdiri dari dyedan lake, sedangkan uncertified
color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.
3. Zat pewarna sintetik jika dikonsumsi secara berlebihan akan
menimbulkan dampak negatif terhadap tubuh, seperti kanker,
tumor, gangguan hati, dll. Sehingga penggunaan pewarna
sintetik harus sesuai dengan batas yang telah ditetapkan oleh
kementrian kesehatan.

3.2 Saran
Penggunaan pewarna sintetik makanan sebaiknya dalam kadar
yang telah ditentukan, agar tidak menyebabkan penyakit dalah
tubuh. Lebih baik menggunakan bahan pewarna alami
makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, 2009. Keracunan Makanan. Jakarta: EGC

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2008. Monitoring dan Verifikasi
Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Nasional. Dipublikasikan
melalui FoodWatch Volume I/2009

Cahyadi, W, 2005. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan


Pangan.Jakarta: Cetakan I. Bumi Aksara
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1998. Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
tentang bahan tambahan makanan (BTM)
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. 2005. Keputusan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Tanda Khusus Pewarna
Makanan.
Jana, J. 2007. Studi Penggunaan Pewarna Sintetis (Sunset Yellow, Tartrazine dan
Rhodamin B) Pada Beberapa Produk Pangan di Kabupaten Sukabumi.
FMIPA. UMMI
Kurniawati, Ika Y. 2009. Mengenal Zat Adiktif Makanan. Jakarta : Sinar
Cemerlang
Retno, Lestari A. 2012. Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan (Tartazine).
Syah.et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor:
Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB
Winarno, FG. 1997. Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai