Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Analisis Minuman, Makanan dan Kosmetik Yang Mengandung


Pewarna”

OLEH:

MUFLIHAH S.Si., Apt


197801162014072002

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KOTA MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
I.1 Latar Belakang.................................................................................................4
I.2 Rumusan Masalah............................................................................................4
I.3 Maksud dan Tujuan Percobaan........................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................6
II.1 Pengertian Pewarna.........................................................................................6
II.2 Jenis-Jenis Pewarna.........................................................................................6
II.2.1 Pewarna Alami.....................................................................................................6
II.2.2 Pewarna Buatan..................................................................................................9
II.3 Ciri-Ciri Pewarna.............................................................................................13
II.3.1 Pewarna Alami...................................................................................................13
II.3.2 Pewarna Buatan................................................................................................14
II.4 Kelebihan dan Kekurangan Pewarna..............................................................14
II.5 Bahaya Pewarna SIntetis...............................................................................15
II.6 Batas Penggunaan Bahan Pewarna...............................................................16
II.7 Cara Analisa Bahan Pewarna.........................................................................16
BAB III PENUTUP..............................................................................................................19
III.1 Kesimpulan....................................................................................................19
III.2 Saran.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pewarna telah lama digunakan pada bahan makanan dan minuman
untuk memperbaiki tampilan produk pangan. Pada mulanya zat warna yang
digunakanan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan zat
warna alami semakin berkurang dalam industri pangan yang digantikan lebih
banyak oleh zat warna sintetik (Cahyadi, 2018).
Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan
dilarang untuk pangan di Indonesia, diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI
Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan
tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit
dipakai untuk mewarnai bahan pangan. (Depkes, 2002).
Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut
antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat
pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri
jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal
ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi
daripada zat pewarna bahan non pangan. Lagipula warna dari zat pewarna
tekstil atau kulit biasanya lebih menarik (Cahyadi, 2018).
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada materi ini adalah :
1. Apa pengertian pewarna pada minuman, makanan, dan kosmetik?
2. Bagaimana jenis-jenis pewarna pada minuman, makanan dan
kosmetik
3. Bagaimana ciri-ciri pewarna?

3
4. Apa kelebihan dan kekurangan pewarna?
5. Apa bahaya pewarna sintesis itu?
6. Bagaimana batas penggunaan bahan pewarna?
7. Bagamana cara analisis suatu pewarnaan?
I.3 Maksud dan Tujuan Percobaan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian pewarna pada minuman, makanan, dan
kosmetik
2. Mengetahui jenis-jenis pewarna pada minuman, makanan dan
kosmetik
3. Mengetahui ciri-ciri pewarna
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pewarna
5. Mengetahui bahaya pewarna sintesis
6. Mengetahui batas penggunaan bahan pewarna
7. Mengetahui cara analisis suatu pewarna

3
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Pewarna
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/88
tentang bahan tambahan makanan, “Pewarna adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memeperbaiki atau memberi warna pada makanan
(Depkes RI, 2002).
Penggunaan pewarna bertujuan untuk memperkuat warna asli dan
memberikan tampilan makanan lebih menarik. Food Drug Association
atau FDA mendefinisikan pewarna tambahan sebagai pewarna, zat warna
atau bahan lain yang dibuat dengan cara sintetik atau kimiawi atau bahan
alami dari tanaman, hewan, atu sumber lain yang diekstrak,
ditamambahkan atau digunakan ke bahan makanan, obat, atau kosmetik,
bisa menjadi bagian dari warna bahan tersebut (Cahyadi, 2018).
II.2 Jenis-Jenis Pewarna
II.2.1 Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan zat pewarna alami yang diperoleh dari
tumbuhan, hewan atau sumber-sumber mineral. Karena berasal dari
bahan alami, pewarna alami juga mengandung nilai gizi. Nur Hidayat dan
Elfi Anis dalam bukunya Membuat Pewarna Alami (2006) menjelaskan
bahwa, yang termasuk pewarna alami yang berasal dari tanaman adalah
(Santa Cruz, 2017):
1. Klorofil adalah zat warna alami hijau yang umumnya terdapat
pada daun sehingga sering disebut zat warna hijau daun.

5
(Gambar 1. Daun pandan mengandung klorofil)
2. Miglobin dan haemoglobin ialah zat warna merah pada daging
yang tersusun oleh protein globin dan heme yang mempunyai inti
zat besi.
3. Karotenoid merupakan kelmpok pigmen yang berwarna kuning,
orange, merah orange yang terlarut dalam lipida ( minyak ), berasal
dari tanaman atau hewan.

(Gambar 2. Tomat mengandung karotenoid)


4. Anthosianin dan anthoxanthin tergolong pigmen yang disebut
flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. warna pigmen
anthosianin merah, biru, violet, dan biasanya terdapat pada bunga,
buah – buahan, dan sayur – sayuran.
5. Antoxantin termasuk kelompok pigmen flavonoid yang bewarna
kuning dan larut dalam air. Antoxantin banyak terdapat dalam
lendir sel daun yang kebanyakan tidak digunakan sebagai
makanan.

6
6. Biksin merupakan bahan pewarna yang diperoleh dari biji pohon
Bixa Orellana yang biasa terdapat didaerah tropis. Bahan pewarna
ini larut dalam lemak. Warna yang dihasilkan oleh pewarna ini
adalah warna kuning. Zat pewarna ini sering digunakan untuk
mewarnai mentega, margarin, minyak jagung dan salad.

(Gambar 3.. Biji pohon bixa)


7. Karamel tidak memiliki bentuk, berwarna coklat gelap dan dapat
diperoleh dari pemanasan yang terkontrol terhadap molase,
hidrolisat pati, dekstrosa, gula invert, laktosa, sirup malt dan
sukrosa.
8. Cochineal adalah zat berwarna merah yang diperoleh dari hewan
coccus cacti betina yang dikeringkan. Zat pewarna yang terdapat di
dalamnya adalah asam karminat. Karmin diperoleh dengan cara
mengekstrasi asam karminat. Karmin digunakan untuk melapisi
bahan berprotein dan memberikan lapisan warna merah pada
jambu.
Yang termasuk kedalam Uncertified Color ini adalah zat
pewarna alami ( ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat
warna mineral. Zat- zat pewarna yang termasuk Uncertified color
adalah titanium oksida. Titanium oksida berwarna putih dan dapat
menyebabkan warna menjadi opaque. Dalam bentuk kasar atau
mutu rendah titanium oksida digunakan sebagai warna dasar cat

6
rumah. Ada dua macam kristal titanium oksida yaitu rutil dan
anastase, tetapi anastase yang boleh dipakai untuk mewarnai
makanan. Zat pewarna ini mewarnai bahan dengan cara dispersi
(seperti FD&C lake) dan dipergunakan dalam larutan yang kental
atau produk semi solid. Titanium oksida digunakan bersama-sama
dengan FD&C lake sehingga menghasilkan warna berupa cat, dan
penggunaan lake dapat dikurangi. Secara tersendiri titanium oksida
digunakan dalam sirup yang dipakai untuk melapisi tablet obat.
Penggunaan titanium oksida diijinkan sejak tahun 1966 dengan
batas 1% BB.
II.2.2 Pewarna Buatan
Pewarna buatan juga dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan
tingkat kelarutannya terhadap bahan pelarut, yaitu dye dan lakes.
Zat pewarna yang termasuk golongan dye telah melalui prosedur
sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Food and Drug
Administration (FDA). Sedangkan zat pewarna lake yang hanya
terdiri dari 1 warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga
harus mendapat sertifikat (Azizahwati, 2017).
1. Dye; Merupakan zat pewarna yang bersifat larut dalam air
dan larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat
digunakan selain air adalah gliserin, alkohol dan
propilenglikol. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran,
pasta maupun cairan yang penggunaannya tergantung dari
kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnanya sendiri
( Sumarlin, 2010 ).
2. Lakes; Zat pewarna ini di buat melalui proses pengendapan
dan absorpsi dyes pada radikal basa ( Al atau Ca ) yang
dilapisi dengan alumunium hidrat ( Alumina ). Lapisan
alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut

6
pada hampir semua pelarut. Pada pH 3,5 sampai dengan 9,5 lakes
stabil. Lakes pada umumnya mengandung 10 - 40% dyes murni,
sifatnya tidak larut dalam air dan lebih stabil terhadap pengaruh
cahaya, kimia, dan panas. Pemakaian lakes dapat dilakukan
dengan cara mendispersikan zat warna tersebut dengan serbuk
makanan sehingga pewarnaan akan terrjadi (Azizahwati, 2017).
Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam
makanan menurut “Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives” (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas,
yaitu: azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan indigoid. Kelas azo
merupakan zat warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan
mencakup warna kuning, oranye, merah, ungu, dan coklat, setelah
itu kelas triarilmetana yang mencakup warna biru dan hijau.
Adapun pewarna-pewarna tersebut adalah (Azizahwati, 2017):
1. FD&C Red No.2 (Amaranth) No.Index 16185
Amaranth termasuk dalam golongan monazo yang
mempunyai satu ikatan N=N. Amaranth berupa tepung
berwarna merah kecoklatan yang mudah larut dalam air
menghasilkan larutan berwarna merah lembayung atau
merah kebiruan. Selain itu juga mudah larut dalam
propilenglikol, gliserol, dan larut sebagian dalam alkohol
95%. Agak tahan terhadap cahaya, asam asetat 10%, HCl
10 – 30% dan NaOH 10%, sedangkan terhadap NaOH 30%
kurang tahan dan menjadi agak keruh. Demikian juga
adanya FeSO 4 membuat larutan berwarna keruh, tetapi Fe
dalam bentuk tawas (FeSO4 , Fe(SO4) 3 .24H 2O) tidak
begitu berpengaruh. Larutan zat pewarna yang encer dan
bersifat asam tersebut akan berubah menjadi coklat keruh

6
bila kontak dengan tembaga (Cu). Logam AL juga dapat
menjadikan larutan encer zat pewarna menjadi kuning,
tetapi perubahan warna tersebut dapat dikurangi oleh
suasana asam.
2. Tartrazine No,Index 19140
Tartrazine merupakan tepung berwarna kuning jingga
yang mudah larut dalam air, dengan larutannya berwarna
kuning keemasan. Kelarutannya dalam alkohol 95% hanya
sedikit, dalam gliserol dan glikol mudah larut. Tartrazine
tahan terhadap cahaya, asam asetat, HCl, dan NaOH 10%.
NaOH 30% akan menjadi kan warna berubah kemerah-
merahan. Mudah luntur karena adanya oksidator, FeSO 4
membuat larutan zat pewarna menjadi keruh, tetapi Al tidak
terpengaruh. Adanya tembaga (Cu) akan mengubah warna
kuning menjadi kemerah-merahan.
3. FD&C Red No.4 (Panceau SX) No.Index 14700
Panceau SX berupa tepung merah, mudah larut dalam
air, dan memberikan larutan berwarna merah jingga. Larut
dalam gliserol dan glikol, mudah larut dalam alkohol 95%.
Sifat ketahanannya hampir sama dengan amaranth, sedikit
luntur oleh asam asetat 10%. NaOH 30% akan membuat
larutan berwarna kekuningan. Zat pewarna ini dapat
diendapkan dengan tawas 5%, sedangkan larutan encer zat
pewarna yang encer dalam asam tidak begitu terpengaruh
oleh Al. Cu membuat warna larutan menjadi kuning, gelap,
dan keruh baik pada larutan netral maupun asam.
4. FD&C Red No.3 (Erythrosine) No.Index 45430
Zat pewarna ini tergolong fluorescein. Berupa tepung
coklat, larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna

6
merah yang berfluorosensi, sedangkan larutannya dalam air
berwarna merah ceri tanpa fluorosensi. Larut dalam alkohol
dan glikol bersifat kurang tahan terhadap cahaya dan
oksidator, tapi tahan terhadap reduktor dan NaOH 10%.
Mudah diendapkan oleh asam karena itu tidak dapat
dipergunakan dalam produk minuman (beverages).
Erythrosine juga dapat diendapkan oleh tawas dan FeSO 4.
logam Cu hanya sedikit terhadap warna larutan.
Adapun bahan pewarna yang dilarang penggunaannya dalam bahan
pangan karena mengandung zat kimia berbahaya bagi tubuh manusia
apabila termakan. Zat pewarna ini biasa digunakan sebagai bahan pewarna
tekstil. Dalam Permenkes 239/85, pemerintah melarang penggunaan jenis
pewarna berikut (Depkes, 2002) :
1. Auramine
2. Alkanet
3. Butter Yellow
4. Black 7984
5. Burn Umber
6. Chrysoidine
7. Chrysoine S
8. Citrus Red
9. Chocolate Brown FB
10. Fast Red
11. Fast Yellow AB
12. Guinea Green B
13. Indanthhrene Blue RS
14. Magenta
15. Metanil Yellow
16. Oil Orange SS

6
17. Oil Orange XO
18. Oil Yellow AB
19. Oil Yellow OB
20. Orange G
21. Orange GGN
22. Orange RN
23. Orchil dan Orcein
24. Ponceau 3 R
25. Ponceau SX
26. Ponceau 6R
27. Rhodamin B
28. Sudan 1
29. Scarlet GIN
30. Violet 6 B

(Gambar 4. Rhodamin B)
II.3 Ciri-Ciri Pewarna
II.3.1 Pewarna Alami
Adapun ciri-ciri pewarna alami adalah sebagai berikut (Cahyo
Saparinto dan Diana Hidayati, 2018):

6
1. Warna yang dihasilkan pewarna alami kurang bagus karena terlihat
pucat
2. Membutuhkan bahan pewarna lebih banyak
3. Keseragaman warna kurang baik
4. Kurang menyatu dengan bahan makanan
II.3.2 Pewarna Buatan
Adapun ciri-ciri pewarna buatan adalah sebagai berikut (Merc Index,
2018) :
1. Warna yang dihasilkan cerah
2. Ada sedikit rasa pahit
3. Beberapa pewarna menimbulkan rasa gatal ditenggorokan setelah
mengkonsumsinya
4. Baunya tidak alami
5. Apabila dikonsumsi pewarna menempel pada kulit
II.4 Kelebihan dan Kekurangan Pewarna
Adapun kelebihan dari pewarna adalah sebagai berikut (Suarsa, 2017) :
Pewarna Alami Pewarna Buatan
Kelebihan Aman dikonsumsi serta 1. Warna yang dihasilkan
mempunyai nilai gizi sehingga cerah
menambah nilai gizi produk 2. Hanya membutuhkan
yang menggunakan pewarna sedikit bahan pewarna
alami Memiliki warna yang
lebih beraneka ragam
3. Cepat meresap dan
menyatu dengan
bahan makanan
4. Keseragaman warna
lebih baik

6
Kekurangan 1. Ketersedian bahan 1. Mengkonsumsi bahan
yang terbatas pewarna dalam jumlah
2. Warnanya kurang yang banyak, dapat
menyatu dengan mengganggu
bahan makanan kesehatan
3. Membutuhkan waktu 2. Jika terkontaminasi
dalam pengolahannya logam berat dapat
4. Keanekaragaman membahayakan
warnanya terbatas kesehatan
Untuk mendapatkan
warna yang bagus,
terkadang
membutuhkan jumlah
bahan yang lebih
banyak
II.5 Bahaya Pewarna Sintetis
Pewarna sintetik masuk kedalam tubuh melalui pernapasan dengan jalan
terhisap dan melalui adsorbsi kulit dengan jalan kontak atau bersentuhan dan
melalui saluran pencernaan (mulut) (Merc Index, 2018) :
1. Dengan jalan kontak melalui kulit dalam jumlah banyak akan
menimbulkan iritasi.
2. Dengan jalan terhirup terhirup oleh saluran pernapasan dan akan
menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan.
3. Dengan jalan termakan atau terminum dapat merusak sel-sel jaringan
organ tubuh seperti rusaknya hati, ginjal, saluran pencernaan,
lambung, usus dll.
4.

6
II.6 Batas Penggunaan Bahan Pewarna
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999
batas aman penggunaan bahan pewarna yaitu 30- 300 mg/kg berat
badan/hari tergantung jenis bahan tambahan makanan yang
digunakan.Tetapi masih ada beberapa produsen makanan yang
menggunakan pewarna buatan sebagai pewarna produk makanan yang
diproduksi melebihi batas maksimal yang telah ditentukan pemerintah.
Penambahan zat pewarna makanan ini kedalam produk makanan bertujuan
untuk menarik selera dan keinginan konsumen. Menurut hasil pengujian
Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2011 terhadap parameter uji
bahan tambahan pangan yang dilarang yaitu pewarna bukan untuk pangan
(rhodamin B) yang dilakukan pada 3.925 sampel produk PJAS (Pangan
Jajanan Anak Sekolah) yang terdiri dari es (mambo, loli), minuman berwarna
merah, sirup, agar-agar, kudapan dan makanan ringan diketahui bahwa 40
(1,02%) sampel mengandung rhodamin B, sedangkan untuk pengujian
pewarna yang dilarang untuk pangan yaitu methanyl yellow yang dilakukan
pada 4.418 sampel produk PJAS yang terdiri dari es (mambo, loli), minuman
berwarna, sirup, jelly, agar-agar, mie, kudapan dan makanan ringan,
diketahui 2 (0,05%) sampel mengandung methanyl yellow (Depkes RI, 2002).
II.7 Cara Analisis Bahan Pewarna
Karena zat pewarna alami yang diperoleh dari alam pilihan warnanya
sangat sedikit, maka dicari alternatif lain untuk memproduksi zat-zat pewarna
tersebut dilaboratorium maupun dalam skala insdustri yang dikenal sebagai
pewarna sintetik. Penggunaan pewarna sintetik mempunyai kadar maksimum
yang dianjurkan, jika digunakan melebihi kadar maksimum yang dianjurkan
dapat menggangu kesehatan. Namun dalam penggunaanya masyarakat
lebih memilih pewarna sintetik. Kromatografi ada bermacam-macam

6
diantaranya kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, penukar ion,
penyaringan gel dan elektroforesis. Kromatografi Kertas merupakan
kromatografi cairan-cairan dimana sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air
yang diserap dari lembab udara oleh kertas jenis fasa cair lainnya dapat
digunakan. kromatografi kolom bertujuan untuk purifikasi dan isolasi
komponen dari suatu campurannya. Analisis uji kualitatif dengan
menggunakan Metode kromotografi kertas menggunakan benang wol.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menganalisa senyawa pewarna
Rhodamin B (Roy Gritter, 2017) :
1. Disiapkan benang wol dengan cara benang wol diukur sepanjang ± 3
cm kemudian dimasukkan dalam gelas kimia dan ditambahkan eter.
Setelah itu didiamkan beberapa menit lalu diangkat, dibiarkan eternya
menguap hingga diperoleh benang wol kering.
2. Dibuat larutan pembanding dengan cara zat warna Rhodamin B
dipipet sebanyak 1 ml lalu diencerkan dengan akuadest hingga 50 ml.
3. Dibuat eluen dengan cara larutan NH 3 Pekat sebanyak 5 ml
diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml, lalu ditambahkan natrium
sitrat sebanyak 2 g dan diaduk hingga larut.
4. Dijenuhkan chamber dengan cara eluen dimasukkan dalam chamber ±
1 cm dari dasar chamber kemudian dimasukkan kertas saring yang
telah digunting lalu ditutup. Setelah eluennya meresap membasahi
seluruh kertas saring dan sampai pada batas yang ditentukan maka
chamber tersebut sudah jenuh.
5. Diisolasi zat warna dengan benang wol dengan cara sampel diambil
sebanyak 1 g dan dimasukkan dalam cawan porselen dan dilebur
hingga meleleh. Setelah itu ditambahkan dengan asam asetat
sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan benang wol bebas lemak dan
dipanaskan sambil diaduk di atas hot plate sampai terlihat zat warna
ditarik oleh benang wol.

6
6. Diangkat benang dan dicuci dengan aquadest sampai bersih. Benang
wol dengan zat warna kemudian dimasukkan ke dalam cawan
7. porselen lalu ditambahkan ammonia encer secukupnya, kemudian
dipanaskan sampai zat warna pada benang wol luntur.
8. Diangkat benang wol kemuadian larutan pewarna yang tertinggal pada
cawan porselen dipekatkan di atas hot plate. Setelah pekat, dilakukan
penotolan pada lempeng KLT yang telah diaktifkan dengan
pemanasan dengan oven pada suhu 105˚C selama 15 menit dan
diberi tanda batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1,5 cm dari tepi
lempeng.
9. Setelah larutan pekat ditotolkan, maka ditotolkan pula zat warna
pembanding dengan jarak 1 cm dari totolan sampel lalu dikeringkan
(dianginkan).
10. Setelah totolan kering, lalu lempeng KLT dimasukkan ke dalam
chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan terlebih dahulu
dengan kertas saring.
11. Dibiarkan eluen mengelusi lempeng KLT tersebut sampai batas atas.
12. Setelah eluen bergerak sampai garis batas atas, maka lempeng KLT
dikeluarkan dari chamber lalu didiamkan beberapa saat. Dilihat
dibawah lampu UV 254 nm.
13. Warna noda yang timbul dibandingkan dengan warna noda zat
pembanding dan masing-masing dihitung Rf-nya. Apabila warna noda
dan nilai Rf sampel ada kesamaan, maka sampel tersebut
mengandung Rhodamin B

6
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada makalah ini adalah penambahan zat pewarna
pada makanan dan minuman, dan kosmetik dilakukan untuk memberi kesan
menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna, menstabilkan warna dan
menutupi perubahan warna selama penyimpanan. Zat-zat pewarna yang
dilarang seperti Rhodamin B, Methanyl yellow dan Amaranth, padahal zat –
zat pewarna tersebut dapak menimbulkan efek yang kurang baik terhadap
kesehatan manusia karena pewarna buatan tersebut bersifat karsinogenik.
Sebenarnya masih banyak zat pewarna alami yang bisa digunakan, mudah
didapat, dan harganya pun relatif murah.
III.2 Saran
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan sumbangsih saran yang membangun demi kesempurnaan
dan perbaikan makalah ini selanjutnya

18
DAFTAR PUSTAKA
Azizahwati, Kurniadi, M., Hidayat H., 2017. Majalah Ilmu Kefarmasian :
Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang untuk Makanan yang
Beredar di Pasaran, IV (I), 7 -8, Departemen Farmasi FMIPA,
Universitas Indonesia, Depok.

Cahyadi W. 2018. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan.


Edisi ke-2. Bandung: Bumi Aksara.

Cahyo Saparinto dan Diana Hidayati. 2018. Bahan Tambahan Pangan.


Penerbit Kanisius : Yogyakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Direktorat Pengawasan


Obat dan Makanan, Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/MenKes/Per/IX/1988 Tentang : Bahan Tambahan
Makanan. Edisi11, Jilid II 1992. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta

Merc Index, 2017, Chemistry Constant Companion, Now with a


New addition, Edisi 14th, Whitehouse Station, NJ, USA.

Roy Griter. 2017. Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Penerbit ITB :


Bandung; 1985.

Santa Cruz Biotechnology. 2017. “Rhodamine B Material Analyze” Jurnal


Pharmacon

Suarsa, I.W.,Suarya, P., dan Kurniawati, I. 2017. Optimasi Jenis Pelarut


dalam Ekstraksi Zat Warna Alam Dari Batang Pisang Kepok (Musa
paradiasiaca L. cv kepok ) dan Batang Pisang Susu ( Musa
paradiasiaca L. cv susu). Journal of Chemistry, 5(1): 72-80.

19

Anda mungkin juga menyukai