Anda di halaman 1dari 20

BAHAN PEWARNA YANG BERBAHAYA

TOKSIKOLOGI

DOSEN PEMBIMBING

NUR ADI,S.Si.,M.Kes

DISUSUN OLEH:

MUH FAUZY PATTOLAWALI (PO713203221023)

NADITYA TOLINGGI (PO713203221028)

NURFAINNAH (PO713203221034)

NURUL FADHILA IRIANI (P0713203221036)

ODILIA KRISTINA METE (PO713203221037)

SUKRIANI (PO713203221046)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah dengan judul “Bahan Pewarna Yang Berbahaya” ini dibuat dengan
tujuan melengkapi tugas mata kuliah Toksikologi. Saya mengucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah yakni Bapak Nuradi,S.Si.,M.Kes
yang telah memberi arahan kepada saya. Dan juga kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan makalah ini, dengan tulus saya ucapkan terima kasih.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. “Bahan Pewarna Yang Berbahaya”
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Bahan Pewarna Yang
Berbahaya” manfaatnya untuk mahasiswa dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi

Makassar, 19 Februari 2024.

Penulis
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3

A. Pengertian Zat Pewarna Berbahaya.................................................. 3


B. Macam-macam Zat Pewarna............................................................ 4
C. Zat Pewarna Berbahaya.................................................................... 5
D. Dampak Zat Pewarna Berbahaya..................................................... 7
E. Upaya Pencegahan.......................................................................... 10

BAB III PENUTUP.....................................................................................17

A. Kesimpulan.....................................................................................17

B. Saran............................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Warna merupakan salah satu aspek penting dalam hal penerimaan


konsumen terhadap suatu produk pangan. Warna dalam bahan pangan dapat
menjadi ukuran terhadap mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator
kesegaran atau kematangan. Apabila suatu produk pangan memiliki nilai gizi yang
baik, enak dan tekstur yang sangat baik akan tetapi jika memiliki warna yang
tidak sedap dipandang akan memberi kesan bahwa produk pangan tersebut telah
menyimpang.

Di Indonesia undang-undang penggunaan undang-undang pewarna belum


menyebar luas ke masyarakat sehingga terdapat kecenderungan penyimpangan
pemakaian zat pewarna untuk berbagai bahan pangan oleh produsen, misalnya
pemakaian zat pewarna tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai makanan. Hal
tersebut jelas berbahaya bagi kesehatan, karena residu logam berat pada zat
pewarna tersebut bersifat karsinogenik. Timbulnya penyimpangan penggunaan zat
pewarna disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang
penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Hingga saat ini aturan
penggunaan zat pewarna di lndonesia diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI No.
11332/A/SK/73 tanggal 22 Oktober 1973, tetapi dalam peraturan ini belum
tercantum dosis penggunaannya dan juga tidak adanya sanksi bagi pelanggaran
terhadap ketentuan tersebut.

Pada tahun 2012 menurut Permenkes Nomor 033 Tahun 2012, ada 15 zat
pewarna alami dan 11 zat pewarna sintetis yang diizinkan untuk digunakan di
dalam makanan (Permenkes RI No. 033 Tahun 2012). Pada tahun 2013 berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 tentang
batas maksimum penggunaan Bahan Tambah Pangan (BTP) pewarna yang
penggunaannya telah dibuktikan dengan sertifikat analisis kuantitatif. Batas
maksimum penggunaan BTP pewarna yang hanya diizinkan oleh Permenkes
Nomor 033 tahun 2012 (Peraturan Kepala BPOM No. 37 Tahun 2013).

Zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya dalam makanan salah


satunya adalah Rhodamin B, biasa digunakan sebagai pewarna tekstil, tetapi
banyak pedagang yang menyalah gunakannya untuk mewarnai makanan.
Rhodamin B sangat larut dalam air dan alkohol, sedikit larut dalam asam
hidroklorida dan natrium hidroksida. Larangan penggunaan Rhodamin B pada
tekstil disebabkan karena pewarna tersebut bersifat karsinogenik.

Penggunaan zat pewarna sintetis sudah begitu meluas di masyarakat,


diperkirakan hampir 90% zat pewarna yang beredar dan sering digunakan adalah
pewarna sintetis. Penggunaan zat pewarna harus dilakukan dengan hati-hati bila
terjadi penggunaan yang salah akan sangat berbahaya bagi kesehatan.
Penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk tekstil dipakai untuk mewarnai
bahan pangan, hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara
lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk
pangan, dan di samping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Peraturan mengenai
penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui
SK Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 mengenai bahan tambahan pangan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu zat pewarna?
2. Apa saja macam-macam zat pewarna?
3. Apa saja jenis zat pewarna berbahaya?
4. Apa dampak dari zat pewarna berbahaya?
5. Bagaimana upaya pencegahan untuk menghindari penggunaan zat pewarna
berbahaya?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, didapatkan tujuan pembahasan yaitu:
1. Untuk mengetahui apa itu zat pewarna
2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam zat pewarna
3. Untuk mengetahui apa saja jenis zat pewarna berbahaya
4. Untuk mengetahui apa dampak dari zat pewarna berbahaya
5. Untuk mengetahui Bagaimana saja upaya pencegahan untuk menghindari
penggunaan zat pewarna berbahaya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Zat Pewarna

Zat pewarna merupakan bahan tambahan makanan yang dapat


memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Aneka jenis pewarna ada
yang berupa bubuk, pasta atau cairan. Pewarnaan pada makanan pada
dasarnya untuk menarik para konsumen agar menjadi lebih berminat dengan
suatu produk yang dijual. Selain itu warna dalam bahan pangan dapat menjadi
ukuran terhadap mutu. Warna juga dapat digunakan sebagai indikator
kesegaran atau kematangan juga menambahkan apabila suatu produk pangan
memiliki nilai gizi yang baik, enak dan tekstur yang sangat baik akan tetapi
jika memiliki warna yang tidak sedap dipandang akan memberi kesan bahwa
produk pangan tersebut telah menyimpang (Fatimah, 2018).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 tahun 2012, keberadaan


bahan tambahan dalam pangan memang diizinkan untuk jenis dan batas
tertentu. Pewarna sintetis (food grade)banyak digunakan untuk berbagai jenis
makanan, terutama produk jajanan pasar serta berbagai makanan olahan yang
dibuat oleh industri kecil atau industri rumah tangga juga ditemukan pada
berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar (Sahara, 2018).

Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan yaitu


pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis
terbuat dari bahan kimia tartrazin untuk warna kuning atau alleura red untuk
warna merah, namun pengusaha yang nakal menggunakan pewarna buatan
untuk memberikan warna pada makanan agar mendapatkan keuntungan,
produsen sering menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Salah satunya
yaitu menggunakan Rhodamin B pewarna tekstil untuk mewarnai terasi,
kerupuk dan minuman sirup, sedangkan pewarna tersebut dilarang keras
karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang
boleh digunakan untuk makanan harus dibatasi penggunaannya, karena pada
dasarnya setiap senyawa sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan
menimbulkan efek (La Ifu, 2016)

B. Macam-Macam Zat Pewarna

Berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua jenis zat pewarna yang


termasuk dalam golongan bahan tambahan makanan, yaitu bahan pewarna
alami dan bahan pewarna sintetis (buatan).

a. Pewarna Alami

Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari alam atau
tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tradisional
zat warna alami diperoleh dengan ekstraksi atau perebusan tanaman. Dapat
menurunkan risiko terjadinya kanker prostat dan kanker payudara. Selain
itu juga dapat menurunkan oksidasi LDL dan menurunkan penyakit hati
dan juga katarak.

Banyak warna cemerlang yang dimiliki oleh tanaman dan hewan


dapat digunakansebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami
ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin)
merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa caramel ke bahan
olahannya. Pewarna alami lebih aman untuk kesehatan dibandingkan
dengan pewarna sintetis. Zat warna alami terdapat pada sayur-sayuran yang
sering dikonsumsi, dapat dimanfaatkan untuk mewarnai makanan. Zat
warna alami yang terdapat sayur-sayuran dapat memberi warna pada
makanan yaitu: klorofil (zat hijau daun terdapat pada daun pandan dan daun
suji), karotenoid (pigmen warna kuning, merah orange terdapat pada kunyit
dan wortel), antosianin (warna merah, biru dan ungu terdapat pada buah
anggur, ubi ungu dan Bunga rosella. Bahan pewarna alami yang diizinkan
di Indonesia terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun
2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan yang ditunjukkan pada Tabel
2.1.
b. Pewarna Sintetis (buatan)

Pewarna sintetis untuk bahan tambahan pangan yang dibuat secara


kimia oleh pabrik industri kimia. Bahan pewarna ini dijual di pasaran
dengan tanda khusus pada label atau kemasannya, yaitu tulisan FD&C
(Food, Drugs, Cosmetic). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun
2012 menyatakan bahwa Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan
yang ditambahkan dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk
pangan. Peraturan tersebut juga menyatakan bahwa rhodamin B merupakan
Bahan Tambahan Pangan yang dilarang penggunaannya dalam makanan.

Penyalahgunaan zat sintetis yang sering terjadi adalah penggunaan


bahan tambahan makanan baik pewarna, penyedap rasa, aroma, antioksidan,
pemanis, pengawet dan pengental. Rhodamin B merupakan salah satu jenis
zat aditif yang digunakan sebagai pewarna dalam industri tekstil, namun
masyarakat menggunakannya sebagai pewarna makanan. Jenis pewarna
sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang memberikan kesan warna
merah selain 15 jenis pewarna alami terdapat 11 jenis pewarna sintetis yang
diizinkan untuk digunakan. Pewarna sintetis yang paling sering digunakan
dalam produk snack atau minuman yaitu Karmoisin CI. No. 14620 dapat
memberikan warna merah hingga maroon, Merah allura CI. No 16035
memberikan warna merah kekuningan hingga merah oranye, Eritrosin CI.
No. 45430 dapat memberikan warna merah cherry pink.

Ciri-ciri pangan yang mengandung zat warna sintetis yang dilarang


yaitu warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok, terkadang warna
terlihat tidak rata, ada gumpalan warna pada produk dan bila dikonsumsi
rasanya sedikit lebih pahit. Biasanya produk pangan yang mengandung zat
warna sintetis yang dilarang tidak mencantumkan kode, label, merek, atau
identitas lengkap lainnya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33
Tahun 2012 yang mencantumkan daftar pewarna yang diizinkan untuk
ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam jumlah secukupnya Tabel 2.2

Selain itu ada juga bahan pewarna sintetis yang tidak diizinkan.
Jenis pewarna makanan yang sering dilarang digunakan dan dilarang oleh
BPOM berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Pangan Nomor : 00386/C/SK/II/90 tentang perubahan lampiran Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor : 239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna
tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya ditetapkan beberapa
bahan pewarna sintetis yang dilarang untuk ditambahkan pada pangan,
yaitu Auramin, Ponceau 3R dan Rhodamin B untuk pewarna merah atau
orange dan Methanyl Yellow untuk pewarna Kuning (Pamungkas and
Nopiyanti, 2016). Bahan pewarna sintetis yang tidak diizinkan di Indonesia
terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
239/MenKes/Per/V/85 yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.
C. Zat Pewarna Berbahaya

Rhodamin B merupakan salah satu dari bahan tambahan yang


dilarang digunakan dalam makanan. Rhodamin B merupakan pewarna sintetis
berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau
dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar. Rhodamin B
merupakan zat warna yang lazim digunakan pada industri tekstil dan kertas,
sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun. Zat
kimia berbahaya ini sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi,
cabai merah giling, agar-agar, aromanis, kembang gula, manisan, sosis, sirup
dan minuman.

Rhodamin B merupakan zat kimia beracun yang bila tertelan akan


menyebabkan iritasi mukosa lambung, iritasi mata, iritasi kulit, iritasi pada
saluran pernafasan, mual muntah, mulas, kanker hati dan menyebabkan
terjadinya perubahan sel kejaringan bahkan kematian. Zat yang paling sering
kita temukan dalam saos tomat adalah Rhodamin B yang merupakan bahan
sintetis pewarna tekstil, namun sering digunakan oleh produsen pembuat saus
dalam memproduksi saus agar tampak lebih menarik dan segar. Rhodamin B
sering dikenal dengan nama tetra ethyl rhodamin, rheonine B, D dan red
no.19,CI.No.45179, zat warna ini berbentuk serbuk Kristal, tidak berbau,
berwarna merah keungguan, dalam larutan berwarna merah terang berpedar.

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang panjang


akan mengakibatkan gangguan fungsi hati ataupun kanker, namun jika
terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar dalam waktu singkat akan terjadi
gejala akut keracunana Rhodamin B. Rhodamin B yang merupakan salah satu
jenis zat adiktif yang digunakan sebagai pewarna dalam industry tekstil ,
namun masyarakat masih menggunakannnya sebagai pewarna makanan.

Methanil yellow merupakan zat warna sintetis yang membentuk


serbuk, padat, yang berwarna kuning kecoklatan. Methanil yellow juga
merupakan salah satu zat warna yang tidak diizinkan BPOM maupun Depkes
untuk ditambahkan dalam makanan. Pada umumnya methanil yellow
digunakan sebagai pewarna untuk produk-produk tekstil (pakaian), cat kayu,
dan cat lukis. Methanil yellow juga bisa dijadikan indikator reaksi netralisasi
asam basa. Bahan pewarna sintetis yang dilarang ditambahkan kedalam
pangan di Indonesia didasarkan pada peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
033 Tabun 2012 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya, salah satunya yaitu Methanil yellow.

Ciri-ciri pangan yang mengandung zat ini antara lain warnanya


cerah mengkilap dan lebih mencolok, terkadang warna terlihat tidak rata, ada
gumpalan warna pada produk, dan bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit.
Biasanya produk pangan yang mengandung zat ini tidak mencantumkan kode,
label, merek, atau identitas lengkap lainnya.

Sebagai besar dari cara mengatasi bahan pewarna sintetis masih


berdasarkan suatau prinsip kromatogarafi ataupun menggunakan alat
Spektrofotometer. Dengan cara tersebut, zat pewarna sintesis dapat dideteksi
secara teliti namun diperlukan fasilitas yang cukup serta dituntut tersendirinya
pelarut organik yang biasanya cukup mahal harga nya dan disamping itu
membutuhkan waktu yang cukup lama. Berbagai penelitian telah dilakukan
untuk mencari metode yang praktis namun tetap diteliti dalam
mengidentifikasi adanya pewarna sintesis dan bila perlu dapat membedakan
jenis pewarna sintesis dalam pangan.

D. Dampak Zat Pewarna Berbahaya

1. Auramine, berdasarkan kajian epidemiologi pada manusia menunjukkan


bahwa zat warna auramine dapat meningkatkan resiko kanker kandung
kemih dan prostat.

2. Zat warna Butter Yellow bersifat karsinogenik pada tikus, menghasilkan


tumor hati, sedangkan pada anjing menyebabkan tumor kandung kemih.
3. Black 7984 merupakan zat warna coklat sampai hitam, dapat
menyebabkan reaksi alergi dan intoleransi terutama pada orang yang
intoleran terhadap aspirin selain itu dapat memperburuk gejala asma.

4. Zat warna Chrysoidine diduga bersifat karsinogen terhadap manusia dan


bersifat toksik terhadap saluran cerna dan hati.

5. Zat warna Citrus Red No 2 mempunyai sifat karsinogenik pada mencit


dan tikus. Setelah pemberian secara oral, senyawa ini menghasilkan
hiperplasia dan tumor kandung kemih. Pemberian secara subkutan
menghasilkan adenokarsinomas (tumor jinak berasal dari kelenjar) dan
lymphosarcomas (tumor limfa) pada mencit betina. Kemungkinan
sebagai penyebab kanker pada manusia.

6. Zat warna Chocolate Brown FB Tidak ditemukan adanya intoksikasi


(keracunan) dan pengaruh terhadap tingkat kematian, berat badan, berat
organ dan indikasi tumor pada pemberian dosis sampai 2000 mg setiap
hari pada tikus dan mencit. Namun ditemukan deposit pigmen pada
beberapa organ tubuh pada pemberian dosis diatas 3000 mg/kg berat
badan.

7. Zat warna CI Basic Red 9 digunakan sebagai pewarna serat tekstil,


persiapan pigmen untuk tinta cetak. Merupakan bahankarsinogenik
karena teridentifikasi menyebabkan kanker kandung kemih.

8. Zat warna Metanil Yellow biasa digunakan pada industri tekstil, cat,
kertas dan kulit binatang, indikator reaksi netralisasi (asam-basa).
Metanil yellow dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare,
panas, rasa tidak enak dan tekanan darah. Jangka panjang dapat
menyebabkan kanker kandung kemih.

9. Zat warna Oil Orange SS berbahaya bila tertelan atau diabsorbsi kulit.
Bersifat karsinogen terhadap hewan. Diduga bersifat karsinogen pada
manusia.

10. Zat warna Orange G berbahaya bila tertelan, terhisap atau diabsorbsi
melalui kulit. Kemungkinan menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan
saluran cerna. Bersifat tumorigen dan mutagen.

11. Zat warna Ponceau SX dapat menyebabkan kerusakan pada sistem urin.
12. Zat warna Rhodamin B bersifat karsinogenik. Digunakan sebagai zat
warna untuk kertas, tekstil (sutra, wool, kapas), sabun, kayu, plastik dan
kulit, sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimoni, kobal,
niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum dan tungsten, dan digunakan
untuk pewarna biologik. Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga
lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap
lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein
yang kuat. Kerusakan pada hati tikus terjadi akibat makanan yang
mengandung rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan rhodamin B
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan
kanker hati.

13. Magenta I, Magenta II, Magenta III, Ponceau 3R, Sudan I serta Benzyl
violet 6B merupakan zat warna yang memiliki sifat karsinogenik,
penyebab kanker pada manusia.

Meskipun bahan–bahan tersebut telah dilarang penggunaannya


untuk pangan, namun potensi penggunaan yang salah hingga saat ini bukan
tidak mungkin. Terdapat berbagai faktor yang mendorong banyak pihak
untuk melakukan praktek penggunaan yang salah bahan kimia terlarang untuk
pangan. Pertama, bahan kimia tersebut mudah diperoleh di pasaran. Kedua,
harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang mengandung bahan kimia
tersebut menampakkan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak
menimbulkan efek negatif seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya
tersebut relatif terbatas, dan yang keenam, pola penggunaannya telah
dipraktekkan secara turun-temurun.Merupakan hak konsumen untuk
mendapatkan keamanan dari makanan dan minuman yang dimakan. Namun
dengan adanya informasi dan pengetahuan tentang bahan tambahan makanan
akan membantu kita dalam mengkonsumsi bahan makanan atau minuman
yang aman.

E. Upaya Pencegahan

Mekanisme pengendalian, dengan semakin maraknya penggunaan


bahan tambahan kimia yang dilarang pada beberapa bahan makanan tertentu,
diperlukan alternative dan pengawasan yang ketat dan berkesinambungan
oleh instansi terkait (termasuk didalamnya perguruan tinggi), untuk
memastikan bahan pangan olahan yang beredar dijamin keamanan pangannya
oleh industry, maka Badan POM mewajibkan semua produk pangan
olahan,baik produk dosmetik maupun produk import untuk dinilai terlebih
dahulu keamanan pangan impor. Produk pangan yang dihasilkan oleh
industry rumah tangga memperoleh nomor sertifikat penyuluhanatau P-IRT
(pangan industry rumah tangga) dari dinas kesehatan pemerintah
kabupaten/kota.

Dalam rangka peningkatan mutu keamanan pangan di Indonesia


khususnya Aceh, Badan POM berupaya meningkatkan kesadaran para
produsen dan konsumen akan pentingnya keamanan pangan untuk kehidupan
yang sehat, melalui kegiatan penyuluhan maupun kampanye keamanan
pangan. Badan POM selalu meminta para produsen untuk selalu
mengendalikan produknya dan tidak menggunakan bahan tambahan kimia
yang dilarang agar mutu dan keamanan pangannya terjamin,dan menghimbau
para konsumen yaitu masyarakat untuk selalu kritis dalam memilih produk
pangan yang dibutuhkan nya dan selalu menghindari produk pangan yang
tidak sesuai dengan persyaratan keamanan pangan.

Upaya masyarakat dalam pemilihan saus yang baik meliputi


perhatikan jenis kemasan yang digunakan, kondisi kemasan, lulus uji produk
saus, cek tanggal kadaluwarsa serta perhatikan kandungan gizi yang tertera
pada komposisi saus tersebut.

Dari berbagai penelitian yang dilakukan terhadap zat warna


makanan dan minuman ternyata masih banyak zat warna yang dijual sebagai
pewarna makanan yang tergolong berbahaya, dan masih banyak dijumpai
penyalahgunaan pema- .kaian zat warna bukan untuk makanan yang
digunakan untuk mewarnai makanan.

Masih dijumpainya produk makanan yang menggunakan zat


warna berbahaya ini dimungkinkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang
bahaya yang ditimbulkan oleh zat warna tersebut. Untuk mencegah
pemakaian zat warna berbahaya oleh para pemakai dapat dilakukan
usaha-usaha sebagai berikut:

1. Dilakukan pengawasan secara terus-menerus oleh pihak berwenang


terhadap zat warna makanan dan minuman yang beredar di pasaran.

2. Dilakukan pengawasan secara teru-menerus terhadap zat warna yang


dipakai pada produk yang dihasilkan oleh pabrik makanan dan minuman,
dan apabila dijumpai penyalahgunaan dapat dikenakan sanksi terhadap
perusahaan tersebut.

3. Dilakukan penyuluhan kepada para pengusaha industri rumah tangga,


misalnya para penjual jajanan pasar, para penjual es gosrok dan juga
kepada ibu-ibu rumah tangga atau konsumen pada umumnya akan
penggunan zat warna yang diijinkan, atau lebih amannya dapat
digunakan zat warna alami untuk mewarnai makanan dan minuman yang
dibuat, misalnya untuk mewarnai hijau dapat digunakan daun pandan
atau daun suji, kunyit untuk warna kuning, warna merah dari tornat,
warna coklat dari karamel dan warna hitam dari abu jerami.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pewarna makanan dan minuman dapat berasaldari zat warna alami atau
zat warna sintetis, di mana untuk pemakaiannya memerlukan persyaratan
tertentu. Zat warna alami lebih aman digunakan dibandingkan zat warna
sintetis. Penggunaan zat warna sintetis harus mengikuti peraturan yang
berlaku sebab penggunaan yang salah dapat menimbulkan gangguan
kesehatan pada manusia.

B. Saran

Diharapkan makalah ini dapat membuat kita mengerti tentang


berbagai macam zat warna yang berbahaya bagi keidupan kita sehari-hari.
Serta diharapkan dengan adanya makalah tentang "Bahan Pewarna
Berbahaya" ini dapat berguna dan menambah pengetahuan pembaca tentang
zat pewarna yang dapat membahayakan bagi kesehatan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Azmalina dan Irma Zarwinda. 2019. “Pendidikan untuk Masyarakat Tentang
Bahaya Pewarna Melalui Publikasi Hasil Analisis Kualitatif Pewarna Sintetis dalam Saus”

dalam Jurnal Serambi Ilmu, Volume 20, Nomor 2

Budimarwanti, Cornelia. 1992. “Zat Warna Berbahaya pada Produk Makanan dan
Minuman” dalam Cakrawala Pendidlkan Nomor 2

Subhan, Febrina Arfi, dan Aminul Ummah. 2019. “Uji Kualitatif Zat Pewarna Sintetis
pada Jajanan Makanan Daerah Ketapang Kota Banda Aceh” dalam Jurnal AMINA

Volume 1 Nomor 2

Suwerni, Luh Amla, I Gusti Putu Sudita Puryana, Badrut Tamam. 2015.
“Identifikasi Zat Pewarna Sintetis Rhodamin B Pada Jajanan Anak Sekolah di Desa
Peguyangan Kangin Denpasar” dalam Jurnal Ilmu Gizi: Journal of Nutrition

Science, Vol.10 ; No.3

Anda mungkin juga menyukai