Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TOKSIKOLOGI

(RHODAMIN B)

NURUL ANNISA

PO.71.3.203.13.1.031

TINGKAT II A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam
yang tiada hentinya penulis panjatkan karena berkat rahmat dan karunia-Nya,
sehingga makalah dengan judul Rhodamin B dapat diselesaikan. Shalawat
dan salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas akademik untuk mata
kuliah Toksi.kologi
Selama penulisan makalah ini, penulis telah banyak menghadapi
berbagai hambatan dan persoalan dikarenakan waktu, tenaga, hal-hal yang
tidak terduga, serta kemampuan penulis yang sangat terbatas. Namun berkat
bimbingan, doa, motivasi, bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai
pihak, segala hambatan dan tantangan yang dihadapi penulis dapat teratasi.
Kepada semua pihak yang telah membantu selesainya makalah ini,
penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga mendapat imbalan yang
setimpal dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga makalah yang
sederhana ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan informasi bagi
pembaca, dan semoga kebaikan dan keikhlasan serta bantuan dari semua
pihak bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Aamiin.

Makassar, 29 April 2015

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 1
A. Bahan Tambahan Makanan (BTM)........................................... 1
B. Pewarna Sintetis....................................................................... 2
C. Rhodamin B.............................................................................. 3
D. Toksisitas Rhodamin B.............................................................. 5
E. Analisa Rhodamin B................................................................. 8
F. Pencegahan Dan Pengobatan.................................................. 9
BAB II. RINGKASAN.............................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 17

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bahan Tambahan Makanan (BTM)


Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu,
dan gizi pangan menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan
pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan.

Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah


senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan
ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan
atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk,
cita rasa dan teksur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan
merupakan bahan ingredient utama. Codex mengatakan bahwa bahan
tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai
makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan
makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak
(Saparinto, 2006).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988,
BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan
biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan
atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Budiyanto, 2004).
Bahan tambahan pangan terdiri dari antioksidan, antikempal,
pengawet, pewarna alam dan sintetik, pemanis buatan, pengatur keasaman,
pengeras, sekuestran, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi,
pengental, pemantap, penyedap rasa dan penguat rasa (Permenkes RI No.
772/Menkes/Per/IX/88).
Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Makanan adalah untuk
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan,
membuat bahan makanan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan makanan. Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang diizinkan
penggunaannya antara lain antioksidan, antikempal, pengatur keasaman,
pemanis buatan, pemutih, pengental, pengawet, pengeras, pewarna,
penyedap rasa, dan sekuesteran (Cahyadi, 2009).

B. Pewarna Sintetis
Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia.
Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih
homogen dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan
dengan zat pewarna alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis
pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi
akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
makanan, karena meskipun makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya
tidak menarik waktu disajikan, akan mengakibatkan selera orang yang akan
memakannya menjadi hilang (Moehyi,1992).
Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk pangan
diantaranya adalah Sunset Yellow dan Tartrazine. Tartrazine dan Sunset
Yellow secara komersial digunakan sebagai zat aditif makanan, dalam
pengobatan dan kosmetika yang sangat menguntungkan karena dapat
dengan mudah dicampurkan untuk mendapatkan warna yang ideal dan juga
biaya yang rendah dibandingkan dengan pewarna alami (Pedro et al, 1997).
Di samping itu terdapat pula pewarna sintetis Rhodamin B ditemukan
dalam produk pangan yang seharusnya digunakan untuk pewarna tekstil.
Walaupun memiliki toksisitas yang rendah, namun pengkonsumsian dalam
jumlah yang besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu
iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran
pencernaan, keracunan, dan gangguan hati (Trestiati, 2003).

C. Rhodamin B
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa
digunakan pada industri tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang
dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan
(Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rhodamine
dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar
berhasil menemukan zat Rhodamine-B pada kerupuk, sambal botol, dan
sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan minuman.
Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan
pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan
untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan
yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari.

Struktur rhodamin B dapat ditunjukkan pada gambar berikut

Gambar Struktur Rhodamin B


Sumber: Marmion, 1984
Nama Kimia: N-[9-(2-
Carboxyphenyl)-6-
(diethylamino)-3H-xanthen-3 ethyethanaminium chlorida. Sinonim: tetra
ethylrhodamine; D & C Red No. 19; Rhodamine B Chloride; C. 1. Basic Violet
10; C. 1. 45170. Rumus Molekul: C28H31N2O3Cl. Bobot Molekul (BM): 479.
Titik Lebur: 165C / 329F.
Nomor CAS: 81-88-9. Nomor IMIS: 0848. Kelarutan sangat larut dalam
air dan alkohol; sedikit larut dalam asam hidroklorida dan natrium hidroksida
(Merck Index, 2006). Nama lain dari Rhodamin B itu sendiri yang terkenal
dipasaran adalah D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B,
Aizen Rhodamine, tetra ethyl rhodamin, C.I. No.45179, C.I. Basic Violet 10,
Rheonine B dan Brilliant Pink B
Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini
berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah merahan, sangat larut
dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan
berfluorensi kuat. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai
pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th.

Zat pewarna berupa kristal-kristal hijau atau serbuk ungu kemerahan,


sangat larut dalam air dengan warna merah kebiruan dan sangat
berfloresensi, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada
konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah
Rhodamin B dapat menghasilkan warna yang menarik dengan hasil warna
yang dalam dan sangat berpendar jika dilarutkan dengan air dan etanol.
Ciri-ciri suatu makanan yang mengandung Rhodamin B antara lain
warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok, terkadang warna terlihat
tidak homogen (rata), ada gumpalan warna pada produk, dan bila dikonsumsi
rasanya sedikit lebih pahit. Biasanya produk pangan yang banyak dijumpai
mengandung rhodamin B tidak mencantumkan kode, label, merek, atau
identitas lengkap lainnya. Rhodamin B sering disalahgunakan pada
pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar, aromanis/kembang
gula, manisan, sosis, sirup, minuman, cendol, kolang-kaling dan cincau. dan
lain-lain.
D. Toksisitas Rhodamin B

Rhodamin B digunakan sebagai reagen untuk antimony, bismuth,


tantalum, thalium dan thungsten. Rhodamin B merupakan zat warna tekstil
yang sering digunakan untuk pewarna kapas wol, kertas, sutera, jerami, kulit,
bambu dan dari bahan warna dasar yang mempunyai warna terang sehingga
banyak digunakan untuk bahan kertas karbon, bolpoin, minyak/oli, cat dan
tinta gambar. Rhodamin B dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat,
makanan dan kosmetika menurut Direktur Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan No.00366/C/II/1990.
Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa dari
penggunaan zat pewarna ini pada makanan dapat menyebabkan kerusakan
organ hati. Pada pengujian terhadap mencit, diperoleh hasil terjadi
perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya
mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati
ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang mengalami pinositosis) dan
hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nucleus.
Degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas,
susunan sel tidak teratur dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang
diberikan, maka semakin berat tingkat kerusakan jaringan hati mencit. Secara
statistic, terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok control dengan
kelompok dalam laju rata-rata pertambahan berat badan mencit.
Rhodamin B merupakan perwarna sintetik apabila dikonsumsi akan
menimbulkan penyakit, hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh
karena adanya residu logam berat pada zat tersebut, sehingga mengganggu
fungsi hati bahkan kanker hati. Bila mengkonsumsi makanan yang
mengandung zat ini, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, lama-
kelamaan jumlahnya terus bertambah, dampaknya akan kelihatan setelah
puluhan tahun kemudian. (Winarto dan Rahayu, 1994).
Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan
iritasi bila terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan bila
terkena kulit hampir mirip dengan sifat dari Klorin yang seperti disebutkan di
atas berikatan dalam struktur Rhodamin B. Penyebab lain senyawa ini begitu
berbahaya jika dikonsumsi adalah senyawa tersebut adalah senyawa yang
radikal. Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil.

Dalam struktur Rhodamin kita ketahui mengandung klorin (senyawa


halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang
tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena merupakan senyawa
yang radikal akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan
berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh kita sehingga pada
akhirnya akan memicu kanker pada manusia.

Klorin sendiri pada suhu ruang berbentuk sebagai gas. Sifat dasar
klorin sendiri adalah gas beracun yang menimbulkan iritasi sistem
pernafasan. Efek toksik klorin berasal dari kekuatan mengoksidasinya. Bila
klorin dihirup pada konsentrasi di atas 30ppm, klorin mulai bereaksi dengan
air dan sel-sel yang berubah menjadi asam klorida (HCl) dan asam hipoklorit
(HClO). Ketika digunakan pada tingkat tertentu untuk desinfeksi air, meskipun
reaksi klorin dengan air sendiri tidak mewakili bahaya utama bagi kesehatan
manusia, bahan-bahan lain yang hadir dalam air dapat menghasilkan
disinfeksi produk sampingan yang dapat merusak kesehatan manusia. Klorit
yang digunakan sebagai bahan disinfektan yang digunakan dalam kolam
renang pun berbahaya, jika terkena akan mennyebabkan iritasi pada mata
dan kulit manusia.
Bahaya jangka pendek diantaranya adalah mual, muntah, sakit
perut, dan tekanan darah rendah. Sedangkan bahaya jangka panjangnya
adalah kanker.

Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :

1. Jika tertelan dan terjadi muntahan dapat menimbulkan iritasi pada saluran
pencernaan dan menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah
atau merah muda. Tindakan yang harus dilakukan letakkan posisi kepala
lebih rendah dari pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan masuk ke
saluran pernapasan
2. Jika terkena kulit dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Tindakan yang harus
dilakukan, cuci kulit yang terkontaminasi dengan sabun dan air yang mengalir
sampai bersih dari rhodamin B, selama kurang lebih 15 s.d. 20 menit, bila
perlu hubungi dokter
3. Jika terkena mata akan mengalami iritasi pada mata, mata akan kemerah-
merahan, oedema pada kelopak mata. Tindakan yang harus dilakukan, bilas
dengan air yang mengalir atau larutan garam fisiologis, mata dikedip-
kedipkan samapai dipastikan sisa rhodamin B sudah tidak ada lagi.
Hasil analisis berupa penelitian menyatakan bahwa Rhodamin B
dapat membahayakan kesehatan manusia yaitu tidak dapat dicerna oleh
tubuh dan akan mengendap secara utuh dalam hati sehingga dapat
menyebabkan keracunan hati. Pengaruh toksisitas yang teramat biasanya
bersifat akut saja yaitu yang pengaruhnya cepat terjadi, sedangkan pengaruh
yang bersifat kronis tidak dapat diketahui secara cepet karena manusia yang
normal memiliki toleransi yang tinggi terhadap racun dalam tubuh dengan
adanya mekanisme detoksifikasi. Selain itu pembeli juga diduga tidak
mengonsumsi menu yang sama setiap harinya.
Efek toksik yang disebabkan oleh makanan yang mengandung
pewarna sintetis yang tidak diizinkan dapat timbul pada manusia karena
golongan pewarna sintetik tersebut memang bukan untuk dimakan manusia.
Efek ini tergantung pada banyaknya intake pewarna sintesik yang tidak
diizinkan dan daya tahan seseorang karena dalam tubuh manusia terdapt
proses detoksifikasi di dalam tubuh. Laporan gangguan kesehatan yang akut
sebagai akibat mengonsumsi pewarna sintetis yang tidak diizinkan belum
pernah diperoleh, karena diduga sulit mengenali penyakit ini (Sumarlin,
2010).

E. Analisa Rhodamin B

1. Cara reaksi kimia


Cara reksi kimia dilakukan dengan menambahkan pereaksi-pereaksi
berikut :

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Pipet sampel sebanyak 2-5 ml ke dalam tabung

3. Tambahkan NaOH 10% sampai bersifat alkalis

4. Tambahkan 2 ml eter, lalu homogenkan

5. Ambil bagian eter

6. Tambahkan 2 ml HCl 10%

7. Amati perubahan yang terjadi

Sampel yang positif mengandung Rhodamin B jika ditambahkan HCl


akan membentuk warna merah pada lapisan bawah (lapisan asam).

2. Cara Kromatografi kertas


Sejumlah cupllikan 30-50 g ditimbang dalam gelas kimia 100 ml,
ditambahakan asam asetat encer kemudian dimasukkan benang wool bebas
lemakl secukupnya, lalu dipanaskan di atas nyala api kecil selama 30 menit
sambil diaduk. Benang wool dipanaskan dari larutan dan dicuci dengan air
dingin berulang-ulang hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool
dengan penambahan ammonia 10% di atas penangas air hingga sempurna.
Larutan berwarna yang didapat dicuci lagi dengan air hingga bebas
ammonia. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan zat pewarna
pembanding yang cocok (larutan pekatan yang berwarna merah gunakan
pewarna zat warna merah). Jarak rambatan elusi 12 cm dari tepi bawah
kertas. Elusi dengan eluen I (etilmetalketon : aseton : air = 70 : 30 :30) dan
eluen II (2 g NaCl dalam 100 ml etanol 50%). Keringkan kertas kromatografi
di udara dengan suhu kamar. Amati bercak-bercak yang timbul. Perhitungan
zat dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut,
dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak zat pelarut.
(Cahyadi, 2009)

F. Pencegahan dan Pengobatan


1. Pencegahan

Konsumen sebelum membeli makanan dan minuman, harus


meneliti kondisi fisik, kandungan bahan pembuatnya, kehalalannya melalui
label makanan yang terdapat di dalam kemasan makanan tersebut agar
keamanan makanan yang dikonsumsi senantiasa terjaga dan Lihat nomor
registrasi keamanan dari BPOM.

Pencegahan dapat dilakukan dengan mengenali ciri-ciri makanan


yang mengandung Rhodamin B. Adapun cirinya sebagai berikut :
1. Warna kelihatan cerah (merah menyala), sehingga tampak menarik bila
produk pangan dalam bentuk larutan/minuman warna merah berpendar.

2. Warna tidak pudar akibat pemanasan (akibat digoreng atau direbus).

3. Ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirop atau limun).

4. Baunya tidak alami sesuai makanannya.

5. Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada


kerupuk, es puter).

6. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya.

7. Harganya Murah

2. Pengobatan

Pertolongan Pertama pada Keracunan Rhodamine B:

1. Bila terhirup segera pidahkan korban dari lokasi kejadian, pasang masker
berkatup atau perlatan sejenis untuk melakukan pernapasan buatan, bila
perlu hubungi dokter;

2. Bila terkena kulit segera lepaskan pakaian perhiasan dan sepatu penderita
yang terkontaminasi/terkena Rodamin B. Cuci kulit dengan sabun dan air
mengalir sampai bersih dari Rodamin B, selama kurang lebih 15 menit
sampai 20 menit. Bila perlu hubungi dokter;

3. Bila terkena mata, bilas dengan air mengalir atau larutan garam fisilogis,
mata dikeip kedipkan sampai dipastikan sisa Rodamin B sudah tidak ada lagi
atau sudah bersih. bila perlu hubungi dokter;

4. Bila tertelan dan terjadi muntah, letakan posisi kepala lebih rendah dari
pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan masuk ke saluran pernapasan.
Bila korban tidak sadar, miringkan kepala ke samping atau ke satu sisi.
Segera hubungi dokter.

BAB II

RINGKASAN
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
sangat penting dan juga merupakan faktor yang sangat esensial bagi
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Tetapi betapapun menariknya
penampilan suatu makanan, lezat rasanya dan tinggi nilai gizinya, apabila
tidak aman dikonsumsi, maka makanan tersebut tidak ada nilainya sama
sekali.
Berbagai jenis bahan kimia makanan digunakan oleh para produsen
makanan. Seringkali dalam satu jenis bahan makanan ditambahkan
beberapa macam bahan kimia yang aman untuk dikonsumsi yang mana
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/MenKes/Per/VI/88 mengenai Bahan Tambahan Makanan. Bahan
tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kehatan RI No.
1168/Menkes/PER/X/1999 adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan
penyimpanan. Salah satu bahan tambahan makanan itu adalah zat pewarna.
Zat pewarna ditambahkan pada bahan makanan pada umumnya
bertujuan untuk memperoleh warna makanan yang lebih menarik dan
menjadi lebih bervariasi. Zat pewarna yang digunakan dalam produksi
pangan dapat berupa zat pewarna alami maupun sintetis/buatan. Zat
pewarna alami dapat diperoleh dari pigmen tanaman, misalnya warna hijau
yang didapat dari klorofil dedaunan hijau seperti daun suji, menghasilkan
warna hijau, warna oranye-merah yang berasal dari karotenoid wortel dan
cabe merah atau ekstrak paprika, menghasilkan warna kapxantin (merah).
Sedangkan zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna yang sengaja dibuat
melalui pengolahan industri. Zat pewarna sintetis biasanya digunakan karena
komposisinya lebih stabil, seperti Sunset yellow FCF yang memberi warna
oranye, Carmoisine untuk warna merah, serta Tartrazine untuk warna kuning.
Pada produk pangan yang perlu dihindari adalah penggunaan zat pewarna
yang berlebihan serta penggunaan zat pewarna berbahaya yang tidak
diperuntukkan untuk pangan karena dapat memberikan dampak negatif
terhadap kesehatan.

Seiring perkembangan zaman dan tekanan ekonomi yang sangat


tinggi, zat pewarna yang sering digunakan sebagai bahan tambahan
makanan yang banyak djumpai dipasaran adalah Rhodamin B. Rhodamin B
sering digunakan sebagai pewarna makanan karena harganya relatif lebih
murah daripada pewarna sintetis untuk pangan yang lain, warna yang
dihasilkan lebih menarik dan tingkat stabilitas yang kuat, warnanya lebih baik
daripada pewarna alami. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
239/MenKes/Per/V/85 mengenai zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai
bahan kimia makanan berbahaya, Rhodamin B merupakan salah satu zat
pewarna sintesis/buatan berbahaya yang dilarang penggunaannya sebagai
bahan kimia makanan tambahan.

Rhodamin B adalah zat pewarna sintetis yang umum digunakan


sebagai pewarna tekstil. Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk
serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam
larutan akan berwarna merah terang berpendar/berfluorosensi. Rumus kimia
dari Rhodamin B yaitu C28H31N2O3Cl.

Nama lain dari Rhodamin B itu sendiri yang terkenal dipasaran adalah
D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine,
tetra ethyl rhodamin, C.I. No.45179, C.I. Basic Violet 10, Rheonine B dan
Brilliant Pink B.
Ciri-ciri suatu makanan yang mengandung Rhodamin B antara lain
warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok, terkadang warna terlihat
tidak homogen (rata), ada gumpalan warna pada produk, dan bila dikonsumsi
rasanya sedikit lebih pahit. Biasanya produk pangan yang banyak dijumpai
mengandung rhodamin B tidak mencantumkan kode, label, merek, atau
identitas lengkap lainnya. Rhodamin B sering disalahgunakan pada
pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar, aromanis/kembang
gula, manisan, sosis, sirup, minuman, cendol, kolang-kaling dan cincau. dan
lain-lain.
Awal penggunaannya, Rhodamin B merupakan zat warna golongan
xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai
pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun. Dari
penggunaan asal yang sebenarnya, Rhodamin B sangat berbahaya untuk
dikonsumsi serta tidak ada kadar ambang batas amannya untuk dijadikan
sebagai bahan tambahan makanan.
Menurut WHO, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia
karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Penggunaan Rhodamin B
pada makanan dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan
fungsi hati maupun kanker.
Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka
dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila
Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi
pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine
yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan dan
minuman, Rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika
terhirup akan terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena
Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata
kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata. Jika terpapar pada
bibir dapat menyebabkan bibir akan pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit
bibir terkelupas.
Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin
merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka
senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara
mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh.
Selain itu, rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang
bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA
dalam tubuh.
Untuk mendeteksi adanya campuran zat pewarna Rhodamin B pada
bahan tambahan makanan, cara mudah dan sederhana untuk mendeteksi
kandungan zat pewarna sintesis ini secara kualitatif yaitu dilakukan dengan
cara reaksi kimia, cara kromatografi kertas.
Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara berikut :

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Pipet sampel sebanyak 2-5 ml ke dalam tabung

3. Tambahkan NaOH 10% sampai bersifat alkalis

4. Tambahkan 2 ml eter, lalu homogenkan


5. Ambil bagian eter

6. Tambahkan 2 ml HCl 10%

7. Amati perubahan yang terjadi

Sampel yang positif mengandung Rhodamin B jika ditambahkan HCl


akan membentuk warna merah pada lapisan bawah (lapisan asam).

Cara kromatografi kertas dilakukan dengan cara sejumlah cuplikan


ditambahkan dengan asam asetat encer kemudian dimasukkan benang wool
bebas lemak dipanaskan di atas penangas air sambil diaduk-aduk. Benang
wool dicucu dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool
dengan penambahan amoniak 10% diatas penangas air hingga sempurna.
Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan baku pembanding. Elusi
dengan eluen I (etilmetalketon : aseton : air = 70 : 30 : 30) den eluen II (2 g
NaCl dalam 100 ml etanol 50%).

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17586/5/Chapter%20I.pdf.
Diakses tanggal 25 April 2015
http://ik.pom.go.id/wp-content/uploads/2011/11/Bahaya-Rhodamin-B-sebagai-
Pewarna-pada-Makanan.pdf. Diakses tanggal 25 April 2015

http://www.univrab.ac.id/downlot.php?file=Rhodamin%20B.pdf. Diakses
tanggal 25 April 2015

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17586/7/Cover.pdf. Diakses
tanggal 25 April 2015

Ervina. 2011. Bahaya Makanan yang Menggunakan Zat.


http://ervinanana.blogspot.com/, diakses 25 April 2015

Fifi. 2010. Awas Pewarna Tekstil Rhodamin B dalam Makanan Anda.


http://coretanfifi.wordpress.com/, diakses 25 April 2015

Hamdani, S. 2012. Rhodamin B. http://catatankimia.com/, diakses pada 25


April 2015

Anda mungkin juga menyukai