Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KIMIA PANGAN

“Interaksi Senyawa Flavor dengan Komponen Pangan”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Pangan

Dosen :
Diny Agustini Sandrasari, ST, M.Si

Disusun oleh :

Fanny Ayu Fadhillah


2019349016

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan bimbingan-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah
ini dapat terselesikan karena usaha dan kerjasama penulis serta kemahakuasaan-
Nya.
Makalah ini berjudul “Interaksi Senyawa Flavor dengan Komponen
Pangan” yang merupakan bagian dari pembelajaran Bab Flavor. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Pangan serta menambah
pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah ini,
khususnya mengetahui proses pembentukan flavor pada berbagai komponen
pangan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu kami, Ibu Diny
Agustini Sandrasari, ST, M.Si yang telah memberikan tugas ini, sehingga kami
dapat menambah wawasan lebih luas tentang kimia pangan khususnya
pembentukan flavor. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,
sehingga kami akan menerima kritik dan saran dari semua pihak yang akan
membantu penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk rekan-rekan mahasiswa serta dapat menambah ilmu tentang
kimia pangan.

Jakarta, Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
2.1 Interaksi Senyawa Flavor dengan Lemak pada Susu .................... 3
2.1.1 Susu Segar ........................................................................... 3
2.1.2 Susu Skim Bubuk ............................................................... 4
2.1.3 Faktor-faktor Pembentukan Off-flavor pada Susu ............. 5
2.2 Interaksi Senyawa Flavor dengan Karbohidrat pada Beras
Ketan ............................................................................................... 12

2.3 Interaksi Senyawa Flavor dengan Protein pada Kedelai ................ 22


2.3.1 Mekanisme Terbentuknya Senyawa Off-flavor oleh enzim
Lipoksigenase ...................................................................... 22

2.3.2 Senyawa-senyawa Off-flavor yang Dihasilkan ................... 23


2.3.3 Pengaruh Senyawa Off-flavor Terhadap Protein Kedelai... 24
2.3.4 Mekanisme Pengikatan Senyawa Off-flavor Protein
Kedelai ................................................................................ 25

2.3.5 Interaksi Senyawa Flavor dengan Protein Kedelai ............ 25


2.3.6 Faktor-faktor Pembentukan Off-flavor pada Susu ............. 26
2.4 Interaksi Senyawa Flavor denganKemasan Polikarbonat (PC) ...... 29
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 32
3.1 Simpulan ........................................................................................ 32
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 33

iii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Mekanisme Pembentukan δ lactone (A) dan Metil Keton (B) dari


Hubungan 5 hydroxy dan 3-keto Asam Alkanoat ................................... 4

2. Oksidasi dan Reduksi dari Riboflavin ..................................................... 7


3. Mekanisme Autooksidasi ........................................................................ 9
4. Formasi Aldehid, Alkohol dan Keton dari Dekomposisi
Hidroperoksida ........................................................................................ 10

5. Degradasi Amilum oleh Amilase Menjadi Gula Bebas .......................... 18


6. Hidrolisis Pati (amilopektin dan amilosa) oleh Enzim Amilase ............. 19
7. Mekanisme Katalisis Reaksi Oksidasi Asam Linoleat oleh Enzim
Lipoksigenase Dibawah Kondisi Aerob dan Anaerob ............................ 23

8. Ilustrasi Model Mekanisme Pengikatan Flavor oleh Protein .................. 25


9. Perubahan Aktivitas Enzim Lipoksigenase dalam Kedelai Yang Telah
Dihancurkan Setelah Mengalami Perebusan ........................................... 27

10. Perubahan Aktivitas Enzim Lipoksigenase dan Indeks Kelarutan


Nitrogen dalam Kedelai Yang Telah Direndam dalam Etanol ............... 27

11. Reaksi Pembentukan Polikarbonat .......................................................... 30

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu senyawa yang disebut dengan senyawa perisa (flavor) merupakan


senyawa yang berperan sangat penting pada aroma suatu makanan.
Flavor merupakan persepsi yang dihasilkan dari beberapa komponen yang
merupakan gabungan dari rasa dan bau. Flavor juga didefinisikan sebagai semua
sensasi yang dihasilkan oleh atribut rasa, tekstur, dan aroma di dalam mulut. Aroma
yang terdeteksi merupakan komponen volatil (komponen yang mudah menguap)
dari suatu produk yang memasuki rongga hidung dan diterima oleh indra
penciuman. Flavor biasanya banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan,
baik untuk makanan atau minuman. Namun flavor juga dapat digunakan pada obat-
obatan.
Food and Drug Administration (FDA) mendefinisikan flavoring agents dan
adjuvat sebagai suatu zat yang ditambahkan untuk memberikan atau membantu
memberikan rasa atau aroma pada obat-obatan. FDA mengidentifikasikan flavoring
enhancer sebagai suatu zat yang ditambahkan untuk melengkapi, meningkatkan,
atau memodifikasi rasa atau aroma pada makanan, tanpa memberikan karakteristik
rasa atau aromanya sendiri. Flavor digunakan untuk memberi rasa atau
meningkatkan rasa, dan aroma yang serasi dengan rasa. Flavor dalam hal ini harus
mempunyai keserasian antara rasa dengan aroma, misalnya rasa asam manis dapat
diberikan untuk aroma buah-buahan. Selain itu warna juga harus mengikuti rasa
dan aroma tersebut, sehingga rasa aroma dan warna merupakan kombinasi yang
serasi.
Senyawa flavor (aroma dan citarasa) sangat penting dan menentukan
perkembangan industri makanan dan minuman. Senyawa tersebut menentukan sifat
organoleptik yang merupakan salah satu atribut mutu makanan/minuman dan
menentukan pasar produk tersebut. Pada makalah ini akan dibahas lebih dalam
mengenai proses pembentukan flavor beserta interaksinya dengan komponen
pangan seperti lemak, protein, karbohidrat serta kemasan.

1
1.2 Tujuan Penulisan
 Mengetahui interaksi senyawa flavor dengan lemak pada susu
 Mengetahui interaksi senyawa flavor dengan karbohidrat pada beras ketan
 Mengetahui interaksi senyawa flavor dengan protein pada kedelai
 Mengetahui interaksi senyawa flavor dengan kemasan polikarbonat (PC)

1.3 Rumusan Masalah


 Bagaimana interaksi senyawa flavor dengan lemak pada susu?
 Bagaimana interaksi senyawa flavor dengan karbohidrat pada beras ketan ?
 Bagaimana interaksi senyawa flavor dengan protein pada kedelai?
 Bagaimana interaksi senyawa flavor dengan kemasan polikarbonat (PC)?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Interaksi Senyawa Flavor dengan Lemak pada Susu

Produk makanan yang disukai oleh konsumen adalah produk yang memiliki
cita rasa yang baik. Alasan utama bagi seorang konsumen menolak suatu produk
makanan adalah karena flavor nya yang tidak disukai, sebab telah mengalami
perubahan dari flavor normalnya.
Produk susu adalah suatu produk makanan (minuman) yang banyak
dikonsumsi masyarakat dari kalangan bawah sampai atas. Kualitas produk ini
sangat dipengaruhi oleh flavor yang ada. Lemak sebagai komponen utama susu
sangat mudah mengalami reaksi yang dapat mempengaruhi flavor nya. Selain
komponen penyusun tersebut, keadaan lingkungan seperti faktor bahan pengemas,
dan perlakuan penyimpanan juga memberi konstribusi sebagai penyebab perubahan
flavor produk ini.

2.1.1 Susu Segar


(Fresh Milk) Susu segar cair memiliki kandungan lemak sekitar 3.0-3.8%
(WONG, 1988). Beberapa senyawa dengan berat molekul rendah seperti aseton,
asetaldehid, asam butirat, dan beberapa senyawa lainnya diduga berkontribusi pada
flavor susu. Metil sulfit memberi karakteristik yang paling menonjol pada flavor
susu segar, selain itu beberapa molekul yaitu formaldehid, butanone-2, pentanone-
2, hexanone-2, dan heptanone-2 juga turut berperan (SCHULTZ, et al., 1967).
Selanjutnya dijelaskan bahwa beberapa komponen flavor yang diidentifikasi pada
produk segar susu (seperti mentega dan cream) juga memberi kontribusi pada flavor
susu cair segar. Di antara komponen-komponen tersebut adalah :
 Diacetyl yaitu flavor yang disukai pada mentega
 Isovaleradehid yang ada di cream
 4-cis-heptenal yang dilaporkan memberi flavor creamy pada mentega segar
 δ-lactone yaitu unsur utama dari mentega yang memberi flavor pada cream
segar dan susu pasteurisasi.

3
Lemak susu secara unik mengandung sebagian kecil dari 5-hydroxy dan 3-keto
asam alkanoat teresterifikasi dalam trigliserida. Komponen-komponen tersebut
tidak stabil yang dengan aplikasi panas dan adanya air akan membebaskan asam
tersebut. Secara spontan asam hydroxy dan keto ini akan kehilangan molekul air
dan karbondioksida yang akan menghasilkan aroma kuat lactone dan metil keton
seperti pada Gambar 1 (KINSELLA, 1969).

Gambar 1. Mekanisme pembentukan δ lactone (A) dan metil keton (B) dari
hubungan 5 hydroxy dan 3-keto asam alkanoat

SCHULTZ, et al,. (1967) menyatakan pada susu segar adanya perbedaan


konsentrasi metil sulfit akan menyebabkan off flavor yaitu flavor cowy. Off flavor
pada susu juga berhubungan dengan konsentrasi keton yang tinggi.

2.1.2 Susu Skim Bubuk


Susu skim bubuk dibuat dengan cara membuang hampir semua kandungan
lemaknya. Susu skim memiliki kandungan lemak < 0,5% (WONG, 1988). Flavor
susu skim bubuk dipengaruhi flavor bahan bakunya serta perubahan flavor selama
proses pembuatan. Komponen volatil dari susu skim bubuk telah diteliti oleh
Shiratsuchi, H. et.al. (1994b) yang diekstrak dengan steam distillation-extraction
(SDE) menggunakan dietil eter sebagai pelarut. Komponen-komponen yang
dihasilkan adalah 48 hidrokarban, 18 aldehid, 20 keton, 21 alkohol, 29 asam lemak,
8 ester, 2 furan, 7 komponen fenolik, 10 lactone, dan 14 komponen nitrogen yang
merupakan 99% total volatil yang dapat diidentifikasi. Kebanyakan dari komponen

4
tersebut dihasilkan dari pemecahan unsur pokok dari susu, terutama lemak menjadi
bagian yang lebih kecil, kimia volatil atau reaksi sekunder atau dari transfer
makanan ternak.
Selanjutnya untuk rasa manis dan bau negatif pada susu skim bubuk dengan
metode gel TLC dan GC diperoleh beberapa kombinasi senyawa pembentuknya.
Asam nonanoat, asam dekanoat, dan asam dodekanoat berperan pada rasa manis
(sweet), aldehydic, lemak, dan bau (odor) susu; asam undekanoat berperan pada
rasa manis, lemak, dan bau (odor) seperti mentega; γundecatactone,
γdodecalactone, sebuah γlactone, δ-decalactone, dan δ-undecalactone berperan
pada rasa manis, bau harum dan bau susu.

2.1.3 Faktor-faktor Pemicu Pembentukan Off Flavor pada Susu

1. Flavor Hasil Pemanasan (Heated Flavor)


Perubahan komposisi kimia pada susu yang dipanaskan adalah
ditemukannya komponen metil keton, δ-lactone, benzaldehid, furfural,
phenylacetaldehyde,vanilin, ct-1-en-3-ol,n-heptanol,2-butoxy-ethanol,maltol,
cetophenone, benzonitrit, dan diacetyl. Selanjutnya peneliti lain menemukan furan,
alkohol, keton, lactone, dan senyawa yang mengandung sulfur dan nitrogen sebagai
karakteristik flavor susu yang dipanaskan (CHARALAMBOUS, 1992). Telah
diketahui bahwa panas dapat mengubah flavor susu. Flavor-flavor tersebut antara
lain flavor cooked/sulfurous, flavor karamel (pemanasan berlebih), dan flavor basi.
Flavor cooked/sulfurous terbentuk apabila susu dipanaskan di atas 76.7 °C.
Komponen utama dari flavor ini yaitu hidrogensulfida, dimetilsulfida,dan
dimetildisulfida. Dua komponen terakhir adalah produk browning non ezimatis
yang diperoleh dari metionin dan cystein. Keduanya cukup reaktif, mudah bereaksi
dengan oksigen, dan dapat menyebabkan reaksi radikal bebas dalam lemak tidak
jenuh. Flavor cooked dan seperti kubis dapat hilang dengan adanya oksidasi sulfur,
walaupun demikian tetap tersisa produk yang sangat reaktif terhadap oksidasi. Pada
susu UHT (Ultra High Temperature),kandungan oksigen yang ada dapat bereaksi
dengan sulphydryl, tetapi tidak cukup tinggi untuk menyebabkan flavor menjadi
tengik (CHARALAMBOUS, 1992).

5
Flavor karamel (pemanasan berlebih) adalah flavor yang tersisa setelah
flavor cooked teroksidasi dengan sulfur. Senyawa diacetyl berperan pada flavor ini,
selain itu lactone, metil keton, maltol, vanilin, benzaldehid dan aceptophenone juga
memberi kontribusi. Diacetyl adalah produk yang terbentuk karena reaksi Maillard
yang dapat terjadi pada susu yang dipanaskan. Casein dan lactone diduga sebagai
awal reaksi non enzimatis yaitu reaksi antara gula pereduksi dan protein atau asam
amino pada susu. Jika susu dipanaskan dan disimpan dalam waktu yang lama maka
asam hidroksi akan terhidrolisis dan dari seri yang sama dari aliphatik jenuh δ-
lactone.
Penelitian lain menemukan δ-decalactone, δ-dodecalactone, γ-
dodecalactone, 5-metil-2(5H)-furan, dan 2-asam butanoat-γ-lactone pada susu yang
dipanaskan. Selain itu δ-lactone pyranones, dan γ-lactone furanones juga
merupakan produk non enzimatis. Pada penyimpanan susu bubuk δ-decalactone
dan δ-dodecalactone diduga sebagai komponen penyebab flavor seperti coconut.
Reaksi Mailard dapat membentuk flavor karamel yang terjadi pada susu jika
dipanaskan sampai 135 °C dan 143 °C dan disimpan selama 9 dan 16 hari
(CHARALAMBOUS, 1992).
Pembentukan flavor apek (stale) seperti pada susu UHT disebabkan karena
reaksi Mailard. Pada produk konsentrat susu steril hasil dari reaksi Mailard yaitu 1-
amino-1dioxy-2-ketohexsose diduga sebagai komponen pemicunya. Metil keton
terbentuk dari β-asam keto yang diesterifikasi menjadi glicerol dengan panas
sebagai katalis menyebabkan flavor apek pada produk susu bubuk selama
penyimpanan. Metil keton yang dimaksudkan termasuk 2-n-pentanone, 2-n-
heptanone, 2-n-nanone, dan 2-n-undecanone (CHARALAMBOUS, 1992).

2. Flavor Pengaruh Cahaya (Light-Induced Flavor)


Ada dua penyebab flavor pengaruh cahaya yaitu pertama karena degradasi
protein dan yang kedua karena oksidasi lemak karena pengaruh cahaya. Faktor
pengemasan menjadi penting karena dapat meminimalkan flavor ini. Metional
adalah senyawa kimia yang berperan pada flavor light-activated. Reaksi antara
metionin dengan riboflavin dengan pengaruh cahaya akan memproduksi metional
yang memiliki bau yang sama dengan flavor susu yang terkena pengaruh cahaya.

6
Gambar 2 menjelaskan reaksi degradasi Strecker dengan riboflavin untuk
memproduksi metional, karbon dioksida dan amonia.

Gambar 2. Oksidasi dan reduksi dari riboflavin


Singlet oksidasi dapat menyebabkan autooksidasi pada asam lemak yang
tidak jenuh. Oleh karena itu senyawa alkanal dan 2-enal dapat ditemukan pada susu
yang telah terekspos cahaya. Sukar untuk membedakan antara autooksidasi karena
cahaya atau karena pengaruh metal.

3. Flavor Pengaruh Lipolisis (Lipolized Flavor)


Lipolized Flavor memiliki karakteristik yaitu bersabun, pahit dan masih
melekat di dalam mulut setelah bahan tertentu dicoba. Flavor jenis ini biasanya juga
dikenal dengan flavor rancid (tengik). Ketengikan biasanya disebabkan oleh reaksi
kimia yang akan berlanjut sampai susu dipasteurisasi. Pembentukan ketengikan
melibatkan enzim lipase dan enzim lainnya yang bereaksi dengan lemak susu
sehingga membentuk asam lemak bebas, yaitu terjadinya proses lipolisis dari lemak
trigliserida oleh enzim lipase lipoprotein susu. Pencegahan reaksi ketengikan dapat
dilakukan dengan tetap mempertahankan utuhnya membran di sekitar globula
lemak susu yang menjadi penyebab utama pemicu ketengikan.
Pada susu yang normal, lemak susu trigliserida dilindungi dari gangguan
enzim oleh membran globula lemak. Jika integritas membran ini rusak, enzim dapat

7
masuk dan bereaksi dengan substrat trigliserida sehingga menghasilkan hidrolisis
asam lemak yang teresterifikasi.
Biasanya selama proses, susu dipasteurisasi dan dihomogenasi untuk
menginaktifkan enzim ini. Asam lemak bebas yang berperan pada proses lipolisis
ini adalah jumlah karbon asam lemak C4 sampai C12 (butirat, caproat, caprylat,
caprat dan laurat) terdapat di lemak susu.

4. Flavor Pengaruh Mikroba (Microbial Flavor)


Flavor yang terbentuk karena peranan mikroba tidak akan dipaparkan secara
mendalam. Biasanya flavor jenis ini bersensori asam, malty, rasa buah, pahit, busuk
(putrid), dan tidak bersih (unclean). Flavor malty terasa seperti sereal grapenut.
Penyebab flavor ini disebabkan bakteri Streptococcus lactis.
Susu pasteurisasi sangat jarang berflavor malty. Proses pasteurisasi dapat
mengurangi flavor malty. Tanpa pasteurisasi susu yang berflavor malty dapat
menjadi asam tinggi. Susu normal biasanya memiliki kisaran uji keasaman
bervariasi dari 0.13 sampai 0.17 % asam laktat. Di atas nilai tersebut susu dapat
berflavor asam tinggi (high acid flavor). Mikroba yang berperan adalah spesies
bakteri seperti Steptococcus, Pediococcus, dan Pseudomonas.

5. Flavor Pengaruh Oksidasi (Oxidized Flavor)


Off flavor yang berhubungan dengan perubahan kimia dalam makanan yang
khas pada susu adalah proses oksidasi lemak. Susu adalah jenis makanan
(minuman) yang mengandung lemak kompleks yaitu trigliserida dengan jumlah
terbesar (95.80%), diasilgliserida (2.25%), monogliserida (0.08 %), asam lemak
bebas (0.28%), phospholipid (1.11%), kolesterol (0.46%), kolesterol ester (0.02%)
dan hidrokarbon (Fennema,1996). Oksidasi lemak adalah reaksi yang umum terjadi
pada produk susu dan merupakan faktor pemicu utama dari off flavor selama
penyimpanan, bahkan pada susu non fat pun oksidasi lemak masih terjadi karena
masih mengandung lemak.
Pada susu cair, flavor pengaruh oksidasi ini muncul dari autooksidasi asam
lemak yang tidak jenuh di dalam phospolipid dari membran globula lemak. Jumlah,
posisi, dan konfigurasi ikatan rangkap berefek pada laju autooksidasi. Laju relatif

8
autooksidasi arakhidonat, linolenat, linoleat, dan asam oleat rata-rata berbanding
40:20:10:1. Ikatan rangkap yang konjugat lebih reaktif dibanding yang bukan
konjugat, dan ikatan rangkap konfigurasi cis lebih reaktif daripada trans. Penyebab
utama dari oxidized flavor adalah adanya katalis metal, seperti tembaga dan besi
pada pemukaan susu. Mekanisme autooksidasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme autooksidasi

Inisiasi adalah pemisahan hidrogen dari grup metil alpa menjadi asam lemak
tak jenuh ikatan ganda (RH). Singlet oksidasi (*) diyakini sebagai jenis yang reaktif
dalam proses inisiasi. Selain itu pemicu yang lain yaitu produk dekomposisi
hidroperoksida, katalis metal, dan pengaruh cahaya. Setelah radikal bebas (R)
terbentuk, kemudian bergabung dengan oksigen memebntuk radikal bebas peroksi
(ROO). Peroksi ini selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul unsaturated
yang kedua (R1H) yang menghasilkan radikal yang baru yaitu R1. Radikal ini lalu
melanjutkan propagansi hingga membentuk radikal bebas yang kedua, yang tidak
menghasilkan produk yang reaktif (R-R, ROOR,ROO)2) yaitu pada terminasi.
Dekomposisi hidroperoksida menyebabkan terbentuknya aldehid, alkohol dan
keton, seperti pada Gambar 4.

9
Gambar 4. Formasi aldehid, alkohol dan keton dari dekomposisi hidrioperoksida
Langkah pertama dari dekomposisi hidroperoksida adalah membentuk
radikal bebas alkoksi dan hidroksi (i). Radikal alkoksi ini dapat bereaksi
membentuk aldehid (ii) atau melepas hidrogen dari molekul lain menghasilkan
alkohol dan new radikal (iii). Beberapa radikal bebas yang baru terbentuk dapat
bereaksi dengan dirinya sendiri pada reaksi akhir dengan hasil keton (iv)
(FENNEMA, 1996).
Hampir semua karbonil terbentuk setelah autooksidasi dari lemak susu
tergabung dari empat kelas yaitu n-alkanals, alk-2-enals, dan alk-2-ones. Senyawa
oct-1-ene-3-one dilaporkan berperan untuk memberi karaktersitik flavor metalik
pada susu yaitu dari oksidasi lemak susu. Selanjutnya octa-1-cis-5-diene-3-one
diidentifikasi sebagai produk hasil oksidasi lemak. Jika senyawa karbonil
konsentrasinya rendah, maka kontrol autooksidasi di dalam produk susu menjadi
penting untuk menjaga pembentukan oxidized flavor (CHARALAMBOUS,
1992).

6. Flavor Pengaruh Transmisi (Transmited Flavor)


Flavor jenis ini dideskripsikan sebagai feed, weed, cowy, dan barny. Flavor
feed jika diartikan adalah flavor yang disebabkan pengaruh makanan ternak (sapi).
Pada konsentrasi yang rendah memberi rasa manis yang baik, sedangkan bila

10
konsentrasinya tinggi akan menghasilkan flavor yang tidak didinginkan. Sapi dapat
memakan atau menghirup bau makanannya yang kuat 1 atau 3 jam sebelum
pemerahan (jagung atau rumput, jerami, bawang liar dan gulma). Untuk
mengurangi atau menghindari flavor tersebut dapat dilakukan dengan
menghindarkan sapi yang akan diperah dari bahan makanannya dan membuat
ventilasi yang baik di kandang sapi tersebut.
Flavor cowy adalah flavor yang berbau seperti bau sapi. Sedangkan flavor
barny adalah flavor yang berbau kandang ternak. Kedua flavor ini didefinisikan
juga sebagai flavor yang kurang bersih (unclean flavor) dan memiliki bau yang
benar-benar tidak baik dan masih tertinggal di lidah.
Flavor weedy adalah flavor yang terbentuk karena pengaruh jenis tanaman
(rumputan) dari makanan ternak yang berbau gulma. Penyebab flavor ini adalah
bahan makanan sapi yang ada di sekitar peternakan. Jenis rumputan yang memberi
flavor weedy paling bermasalah adalah tanaman sejenis seledri (Coronopus
didymus), yang memberi flavor seperti hangus dan tidak bersih pada susu.
Komponen yang mungkin menyebabkan flavor tersebut di dalam tanaman ini
adalah benzil isothiosianat, benzil cianida, benzil thiosianat, benzil disulfida, benzil
mercaptan, dan benzil metil sulfida (CHARALAMBOUS, 1992).

7. Flavor Pengaruh Lain-lain


Flavor jenis ini muncul bukan karena pengaruh salah satu faktor
sebelumnya. Jenis-jenisnya antara lain absorbed flavor, yaitu flavor yang
disebabkan karena pengaruh lingkungan peternakan sapi, atau ternak lain sebagai
penghasil susu; flavor astrigen yang dapat terjadi pada susu segar;flavor pahit yang
dapat dideteksi karena rasa pahitnya; chalky flavor dengan efek yang hampir sama
seperti astrigen; chemical flavor yang terbentuk karena kontaminasi bahan kimia;
flat flavor dapat diartikan tanpa rasa, seperti air; foreign flavor dimana susu yang
menjadi pelarut untuk banyak zat sebagai penyebabnya; lacks freshness yaitu flavor
yang kurang segar, tidak memiliki rasa yang enak seperti rasa susu pada umumnya;
salty flavor biasanya ditemukan pada susu dari sapi yang terlambat proses
laktasinya, atau pada sapi mastitis.

11
2.2 Interaksi Senyawa Flavor dengan Karbohidrat pada Beras Ketan
Beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Beras terdiri dari
beberapa komponen yang meliputi karbohidrat (74,9-77,8%) sebagai penyusun
utama, protein (7,1-8,3%), lemak (0,5-0,9%) dan vitamin (KUSMIADI, 2008).
Beras juga dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional, yaitu bahan pangan yang
mengandung satu atau lebih komponen yang mempunyai fungsi fisiologi tertentu
dan bermanfaat bagi kesehatan. Berdasarkan warnanya beras dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu beras putih, beras merah, dan beras hitam. Perbedaan warna ini
dipengaruhi oleh ada tidaknya antosianin dan tinggi rendahnya kadar antosianin
tersebut (HARINI et al,. 2013).
Penyusun utama beras adalah pati. Pati merupakan polimer glukosa yang
mempunyai 2 macam struktur, yaitu amilosa, rantai lurus 1-4α glukosida dan
amilopektin, rantai polimer 1-4α glukosida dengan percabangan 1-6α.
Perbandingan amilosa dan amilopektin ini akan menentukan sifat berasnya, beras
yang mempunyai kandungan amilosa tinggi pada umumnya menghasilkan nasi
yang kering dan tidak pulen (GARDJITO & HASTUTI, 1988).
Beras hitam berbeda dengan ketan hitam. Secara kimia beras dan ketan
dapat dibedakan dari komposisi (kadar) amilosa dan amilopektinnya. Pati terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, yaitu fraksi terlarut adalah
amilosa sedangkan yang tidak larut adalah amilopektin. Kadar amilosa dalam ketan
sekitar 1-2% sedangkan dalam beras berkisar antara 7-38% (WINARNO, 2002).
Komposisi pati pada ketan yang hampir semuanya terdiri dari amilopektin
menyebabkan ketan mempunyai sifat lengket, tidak mengembang dalam
pemasakan dan tidak banyak menyerap air serta tetap lunak setelah dingin
(MAMBRASAR et al., 2010).

12
Anggur beras ketan adalah minuman beralkohol yang diperoleh dari
peragian beras ketan yang telah dimasak, dengan atau tanpa penambahan bahan
makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Syarat mutu anggur
beras ketan tersaji dalam Tabel 1. Aroma menentukan kualitas dari anggur beras
melalui keberadaan komponen volatil yang dihasilkan selama fermentasi
(PALANIVELOO & VAIRAPPAN, 2013).
Tabel 1. Syarat Mutu Anggur Beras Ketan
JENIS UJI PERSYARATAN
Bau Khas anggur ketan
Rasa Normal
Etanol Maksimal 8-15%
Metanol Negatif
Sumber : SNI 01-4984, 1999
Anggur beras biasanya dibuat dari beras putih atau ketan putih dan
didestilasi setelah fermentasi alkohol dan menghasilkan minuman keras jernih
dengan rasa yang hambar. Jenis lain dari anggur beras menggunakan ketan hitam
yang difermentasi dan tidak didestilasi sehingga dijual dalam keadaan keruh yang
mengandung endapan atau dalam keadaan telah disaring. Biasanya kandungan
alkohol dari anggur yang tidak didestilasi sekitar 7-10% sehingga belum cukup
untuk mengawetkan anggur dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Anggur
ketan hitam menarik karena berwarna coklat kemerahan dan memiliki cita rasa
sherry-like yang semakin menarik perhatian. Anggur beras ini dua kali lipat lebih
mahal dibanding anggur yang jernih karena mahalnya harga ketan hitam (DUNG,
2013).
Kualitas, aroma, dan rasa anggur dipengaruhi oleh komposisi hidrokarbon
volatil dan produksi metabolit sekunder selama fermentasi. Ada sekitar 16 volatil
organik yang terdeteksi dalam anggur beras. Komponen volatil dikelompokkan
menjadi alkohol, asetal heterosiklik, alkana, alkena, dan asam organik. Alkohol
yang terdapat dalam sampel anggur adalah isoamil alkohol, 1-butanol, dan
feniletilalkohol. Isoamil adalah produk sampingan yang dihasilkan oleh sebagian
besar strain S. cerevisiae sementara feniletil alkohol dapat menjelaskan aroma dari

13
anggur yang dihasilkan. Feniletil alkohol adalah komponen yang memberikan
aroma mirip bunga (PALANIVELOO & VAIRAPPAN, 2013).
Asam laktat juga ditemukan dalam anggur beras dengan komposisi ratarata
14%. Volatil yang terdeteksi adalah hidrokarbon dan 1,3-dioxolane. Senyawa 1,3-
dioxolane adalah hasil asetilisasi asetaldehid dan gliserol. Komponen ini dapat
menjadi indikator umur anggur. Asam organik yang terkandung dalam fermentasi
ketan adalah asam asetat, asam palmitat, dan asam 9,12-oktadekanoat ditambah
dengan 6-oktadekanoat, heksadekanoat, dan asam tetradekanoat. Keberadaan asam
asetat menjelaskan adanya rasa asam dalam fermentasi (PALANIVELOO &
VAIRAPPAN, 2013).
Hidrokarbon yang dihasilkan dalam fermentasi dipengaruhi terutama oleh
tipe beras. Hidrokarbon yang terbentuk berasal dari membran luar gabah atau hasil
antara fermentasi. Keberadaan khamir dan bakteri asam laktat yang berasal dari
kultur starter dalam ragi berperan penting karena volatil adalah produk sampingan
dari fermentasi dari kedua mikrobia ini (PALANIVELOO & VAIRAPPAN,
2013).
Penggunaan tipe beras sebagai bahan baku dalam fermentasi juga akan
mempengaruhi kuantitas dan kualitas dari anggur beras. Ketan secara instan adalah
sumber yang kaya akan pati, protein, dan berbagai elemen mikro yang akan
digunakan oleh mikrobia selama proses fermentasi untung menghasilkan anggur
beras yang lebih banyak. Ada pola konsisten bahwa ketan menghasilkan dua kali
volume anggur beras dibanding beras pada umumnya. Volume anggur yang lebih
banyak dipengaruhi oleh kandungan pati yang lebih tinggi dalam ketan. Rasa dan
kualitas anggur yang dihasilkan juga dipengaruhi resep dari produsen lokal yang
bergantung pada ketersediaan bahan mentah dan kultur starter (PALANIVELOO
& VAIRAPPAN, 2013).
Salah satu minuman beralkohol hasil peragian beras ketan adalah tuak asli
Dayak. Pembuatan tuak memerlukan keterampilan dan kesabaran sehingga
kebanyakan dilakukan oleh kaum perempuan yang mewarisinya turun temurun dari
keluarganya. Tidak diketahui pasti mulai kapan orang Dayak mengenal teknologi
fermentasi tuak karena sudah menjadi bagian dari tradisi selama beratus-ratus tahun
(SIMANJUNTAK, 2010).

14
Anggur beras dibuat dan digunakan selama upacara kebudayaan oleh suku
Dayak yang tersebar di pulau Kalimantan. Anggur beras ini dibuat pada umumnya
dari beras ketan dengan variasi starter sesuai dengan kesukaan. Pembuat minuman
mengunakan tiga kultur starter yang berbeda yaitu pahit, pahit-manis dan manis.
Strain mikrobia yang digunakan dalam setiap kultur itu sama namun bervariasi
densitasnya. Penambahan bumbu seperti kayu manis, lada, cabai kering, dan herba
lokal menghasilkan cita rasa yang unik (PALANIVELOO & VAIRAPPAN,
2013).
Pembuatan tuak dayak memerlukan ragi tuak yang dicampur dengan bahan
beras. Ragi digunakan sebagai sumber mikrobia yang ditambahkan ke dalam bahan
sebagai pelaku fermentasi alkohol. Khamir selama ini dikenal sebagai mikrobia
pangan yang menguntungkan bagi manusia karena dapat membuat adonan roti
mengembang dan berperan dalam fermentasi minuman beralkohol seperti bir,
anggur dan sake. Tidak seperti bakteri, khamir tidak dianggap sebagai agen
penyebab penyakit melalui makanan (JUNAIDAH & BAKAR, 2000).
Khamir dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas (pH 1,5 – 11) dan hidup
hingga kadar etanol 18%. Kemampuan beberapa khamir untuk mengkonversi
glukosa menjadi etanol dan komponen volatil lain membuat organisme ini penting
dalam fermentasi alkohol. Alkohol tingkat tinggi, ester, dan komponen lain
berkontribusi pada aroma dari pangan fermentasi seperti tape dan bersama dengan
asam dan gula yang terdapat selama fermentasi akan berkontribusi pada cita rasa
pangan. Khamir seringkali ditemukan bersama mikroorganisme lain sebagai bagian
dari kultur starter. Kultur starter dapat berupa campuran berbagai tipe
mikroorganisme atau satu kultur murni dari organisme yang digunakan untuk
memulai proses fermentasi (JUNAIDAH & BAKAR, 2000).
Total mikrobia yang terkandung dalam starter akan memegang peranan
penting dalam dinamika fermentasi. Variasi kandungan bakteri terbukti
berpengaruh pada pertumbuhan mikrobia selama fermentasi dan hubungannya
dengan reduksi berat rice cake, volume, dan pH dari anggur yang dihasilkan. Aras
pH yang rendah dalam anggur beras dipengaruhi oleh keberadaan alkohol, berbagai
asam organik, dan hasil sampingan selama proses anaerobik (CHIANG et al.,
2006). Kandungan mikrobia dari setiap kultur starter bervariasi pada densitasnya

15
namun diversitas strain serupa antar kultur. Perbedaan densitas mikrobia dari starter
dipengaruhi oleh herba sebagai promoter atau inhibitor dinamika mikrobial. Bumbu
dan herba diketahui dapat meningkatkan aroma, rasa, dan mencegah pertumbuhan
dari mikroorganisme yang tidak diinginkan (DUNG et al., 2005).
Ragi tape adalah kultur starter yang mengandung berbagai mikroorganisme
termasuk bakteri, kapang, dan khamir yang melakukan pemecahan enzimatik pada
substrat pati (beras atau singkong) dalam fermentasi tape. Salah satu organisme
yang ada dalam fermentasi tape adalah khamir Saccharomycopsis fibuligera.
Khamir ini seringkali diisolasi dari ragi dan produknya (JUNAIDAH & BAKAR,
2000). S. fibuligera kerap ditemukan dalam subtrat yang mengandung pati dan
merupakan khamir pemecah pati dalam berbagai pangan fermentasi yang
menggunakan beras dan singkong. Khamir ini berasal dari makanan dan merupakan
khamir dimorphous yang memperbanyak diri melalui pertunasan multipolar dan
pembentukan miselium (CHI et al., 2009).
Genus Saccharomycopsis dapat membentuk sel-sel khamir,
pseudomiselium (dengan keberadaan metionin) dan miselium sejati dengan
blastopora dalam keadaan berlimpah. Artrospora dapat terbentuk dan hifa yang
bersepta memiliki plasmodesmata. Pembentukan askus diawali dengan terjadinya
konjugasi antara sel-sel khamir, antara sel-sel hifa atau antara blastospora.
Askospora berbentuk sperikel seperti topi, halus atau berkutil dengan pinggiran
yang tidak teratur. Beberapa spesies dalam genus Saccharomycopsis ada yang
mampu memfermentasikan glukosa dan ada pula yang tidak mampu. Spesies dalam
genus ini tidak mengasimilasi NO3 - (SINGLETON & SAINSBURY, 2006).
Genus ini memiliki 7 spesies yaitu S. synnaedebdra, S. lypolytica, S. fibuligera, S.
capsularis, S. malanga, S. crataegensis, dan S. vini (WIBOWO, 1991).
Saccharomycopsis fibuligera memiliki sinonim antara lain Endomyces
fibuligera, Endomycopsis fibuligera, dan Pichia fibuligera. Spesies ini
menghasilkan miselium bersepta yang bercabang. Sel yang berdekatan pada hifa
dapat mengalami peleburan melalui tonjolan di dekat dinding pemisah. Setelah
terjadi peleburan, sel-sel ini membentuk dinding baru dan selanjutnya memisahkan
diri (WIBOWO, 1991).

16
Beras dan ketan tersusun secara dominan oleh pati (polisakarida).
Polisakarida tersusun atas dua komponen molekul besar yaitu amilosa linear (ikatan
α-1,4 residu D-glukosa) dan amilopektin bercabang (terdiri atas ikatan α- 1,4 dan
α-1,6 residu glukosa) yang didegradasi secara dominan oleh enzim hidrolitik yang
bernama enzim amilolitik (HOSTINOVA, 2002). Saccharomycopsis fibuligera
adalah sekretor protein kuat yang menghasilkan dua enzim ekstraseluler yaitu
glukoamilase dan α-amilase. Enzim α-amilase memecah pati menjadi maltosa,
sementara glukoamilase menghasilkan glukosa. Kedua enzim ini penting dalam
industri dalam pencairan pati dan fermentasi etanol (YUAN, 2010).
Enzim α-amilase merupakan glikoprotein dengan berat molekul 54 dan pH
optimum 5-6,2 (HOSTINOVA, 2002). Enzim α-Amilase (endo-1,4-α-D-glukan
glukohidrolase, 1,4-α-D-glukan glukabohidrolase atau glikogenase) adalah enzim
ekstraseluler yang secara acak memutus ikatan 1,4-α-D-glukosidik antara unit
glukosa yang terikat dalam rantai linear amilase. Enzim ini memutuskan rantai
panjang karbohidrat (pati) dengan hidrolisis acak di sepanjang rantai, menghasilkan
maltotriosa dan maltosa dari amilosa atau maltosa, glukosa, dan dekstrin yang
terbatas dari amilopektin. Enzim amilolitik lainnya adalah glukoamilase yang
memiliki nama lain glukan 1,4-α-glukosidase, amiloglukosidase, ekso-1,4-α-
glukosidase, lisosomal α-glukosidase atau 1,4-α-Dglukan glukohidrolase
(MCKELVEY & MURPHY, 2011).
Enzim glukoamilase menghidrolisis glukosa monomer tunggal pada cabang
akhir non-reduksi dari amilosa dan amilopektin seperti yang terlihat pada Gambar
5. Pada umumnya glukoamilase juga mampu memutuskan ikatan 1,6-α pada cabang
amilopektin. Glukosa, maltosa, dan sedikit dekstrin adalah hasil akhir dari hidrolisis
oleh glukoamilase. Enzim glukoamilase adalah enzim yang memiliki banyak sisi
dengan sisi katalis terhubung sisi pengikatan pati (MCKELVEY & MURPHY,
2011).

17
glukoamilase menghidrolisis
ikatan α-1,4, memisahkan
unit glukosa dari ujung akhir
rantai

ikatan α-1,4-glikosidik

molekul glukosa yang


terpisah

Gambar 5. Degradasi amilum oleh amilase menjadi gula bebas

Glukoamilase dari S. fibuligera adalah enzim yang terutama terlibat dalam


sakarifikasi pati beras dan singkong. Produksi amilase yang tinggi oleh S. fibuligera
dilakukan ketika pati terlarut dan maltosa digunakan sumber karbon namun
aktivitas amilase menurun apabila glukosa digunakan sebagai sumber karbon.
Penurunan aktivitas amilolitik dalam keberadaan glukosa yang tinggi disebabkan
adanya represi enzim yang menyebabkan represi katabolik dalam produksi amilase.
Beberapa strain S. fibuligera menghasilkan aktivitas ekstraseluler yang tinggi
selama fase stasioner (JUNAIDAH & BAKAR, 2000).
Penggunaan glukoamilase bersama dengan α-amilase dengan aktivitas
debranching dalam degradasi pati membuat S. fibuligera bekerja dengan efektif
seperti yang terlihat pada Gambar 6. Enzim α-amilase berperan penting dalam
pencairan molekul pati. Aktivitas α-amilase S. fibuligera adalah yang paling
maksimum dibanding khamir lain, yaitu 6,56 unit/ml (CHI et al., 2009).

18
Amilopektin

Polimer unit α-(1,4)-D-glikopiranosil dengan


kisaran 4% cabang α-(1,6)

Glukosa

α-Amilase
Amiloglukosidase
α-Amilase
Amiloglukosidase

Amilosa

Polimer unit α-(1,4)-D-glikopiranosil

Gambar 6. Hidrolisis pati (amilopektin dan amilosa) oleh enzim amilase

Khamir S. fibuligera diaplikasikan dalam produksi anggur beras dalam


industri pangan. S. fibuligera memiliki kemampuan untuk mengasimilasi glukosa,
sukrosa, selobiosa, trehalosa, dan pati terlarut (YUAN, 2010). Trehalosa (1-α-
Dglukopiranosil-α-D-glukopiranosida) adalah disakarida non reduksi yang terdiri
dari dua molekul glukosa yang terikat pada C-1. Trehalosa berperan sebagai
karbohidrat cadangan dan pelindung yang sangat efisien karena dapat
meningkatkan ketahanan komponen seluler untuk melawan kondisi yang
merugikan seperti suhu tinggi, pembekuan, dehidrasi rendah, tekanan osmotik yang
tinggi, dan konsentrasi etanol yang tinggi. S. fibuligera aktif mentransformasi pati
dalam selnya dan dapat mengakumulasi trehalosa dalam jumlah yang banyak (CHI
et al., 2009).
Menurut KAVANAGH (2005), khamir memiliki kemampuan untuk
menghasilkan etanol dari gula melalui fermentasi semi-anaerob seperti dalam
pembuatan bir, anggur atau sider (anggur apel). Khamir juga menghasilkan
komponen-komponen yang mempengaruhi organoleptik seperti isoamil alkohol,
etil asetat dan butanol yang memberikan cita rasa akhir dari produk. Selama proses
fermentasi, khamir mengkonversi glukosa (C6H12O6) menjadi piruvat melalui
proses glikolisis. Piruvat kemudian dikonversi menjadi asetaldehid oleh enzim
piruvat dekarboksilase yang melepaskan karbon dioksida. Asetaldehid kemudian

19
dikonversi menjadi etanol oleh alkohol dehidrogenase. Reaksi yang terjadi secara
keseluruhan diringkas dalam persamaan berikut :
C6H12O6  2C2H5OH + 2CO2 ΔGº (fermentasi) = -58 kcal/mol
Anggur dan sider diproduksi dari anggur dan apel dengan karbohidrat
berupa gula sederhana (glukosa atau fruktosa) yang dapat digunakan dalam
fermentasi. Fermentasi dalam pembuatan bir lebih rumit karena sumber karbon
yang berasal dari barley yaitu pati tidak dapat difermentasi oleh kebanyakan khamir
karena tidak adanya amilase dan glukoamilase sehingga memerlukan proses
malting dengan penambahan α, β, dan gluko-amilase (KAVANAGH, 2005). Proses
pemecahan pati menjadi gula yang akan difermentasi menjadi etanol dalam
pembuatan tuak dibantu oleh keberadaan enzim amilase yang dihasilkan oleh S.
fibuligera yang ditemukan dalam ragi tape di Indonesia.
Meskipun S. fibuligera mampu menghasilkan amilase dalam jumlah besar
yang dapat menghidrolisis pati menjadi glukosa, khamir ini tidak dapat
memfermentasi glukosa menjadi etanol (tidak memiliki enzim untuk fermentasi
glukosa). Saccharomyces cerevisiae adalah khamir primer dalam starter dan paling
dominan karena kemampuannya untuk bertahan pada tingkat keasaman yang
rendah. Khamir lain yang berperan adalah C. andida krusei, C. pelliculosa, C. utilis,
C. sphaerica, C. magnolia, dan Rhodoturula glutinis. Lactobacillus plantarum dan
L. brevis adalah bakteri asam laktat mayor yang terdeteksi dalam kultur starter
(CHIANG et al., 2006). Khamir dan kapang yang kerap ditemukan dalam produk
brem bali, tuak, dan ciu yang terbuat dari nasi, ketan atau gula tebu adalah
Amylomyces spp., Mucor spp., Rhizopus spp., Candida spp., dan Saccharomyces
spp. (DUNG, 2013).
Selama ini telah diketahui bahwa Saccharomyces cerevisiae adalah
produsen etanol dari glukosa atau sukrosa yang sering digunakan dalam industri
fermentasi yang tidak dapat memproduksi amilase (CHI et al., 2009). Selama tahap
utama fermentasi, jumlah konversi pati menjadi gula (glukosa) berlangsung
sebelum konversi alkohol (DUNG et al., 2007). Selama konversi gula menjadi
alkohol, ketika fermentasi tiba-tiba dihentikan setelah empat minggu, sebagian gula
bebas hasil konversi akan berlimpah hadir dan langsung berkontribusi terhadap
manisnya anggur selain kehadiran senyawa volatil dan gula yang tidak difermentasi

20
(NAVARRO dkk., 2000). Penambahan starter mikrobia di awal akan
mempengaruhi kandungan gula dalam anggur beras (PALANIVELOO dan
VAIRAPPAN, 2013).
Semakin banyak mikroba, maka semakin banyak konversi glukosa menjadi
alkohol yang terjadi dan pada saat penghentian fermentasi, molekul glukosa yang
tidak dikonversi akan langsung berkontribusi pada tingginya kandungan glukosa
dalam anggur beras. Kandungan pati yang lebih rendah akan membuat kandungan
gula tidak cukup tinggi untuk menghentikan produksi alkohol (PALANIVELLO
dan VAIRAPPAN, 2013). Kadar gula yang sangat tinggi hingga mencapai
keseimbangan dengan persentase alkohol akan mengganggu transformasi lebih
lanjut dari gula menjadi alkohol (NAVARRO et al., 2000). Kandungan gula
reduksi merujuk pada aktivitas enzim mikroorganisme dalam fermentasi. Khamir
mendegradasi gula sederhana menjadi etanol dan karbon dioksida, gliserol, aldehid,
asam laktat, dan asam suksinat (SANCHEZ, 2008).
Derajat asam (pH) dan total asam tertitrasi adalah indikasi keberadaan asam
organik (SANCHEZ, 2008). Keasaman anggur berpengaruh pada keseimbangan
alkohol dan gula reduksi. Derajat keasaman (pH) yang rendah penting untuk
meningkatkan aktivitas antimokrobial, meningkatkan warna, seleksi
miroorganisme yang diinginkan, menjaga keseimbangan warna anggur. Asam
tertitrasi mengukur jumlah total proton yang ada dalam anggur sedangkan pH
mengukur konsentrasi ion hidrogen dalam anggur . Asam-asam yang ditemukan
dalam anggur adalah asam laktat (produk minor khamir), asam asetat (dihasilkan
semua khamir dan beberapa bakteri), asam suksinit, asam piruvat, asam karbonat
(CO2) dan asam sulphurous (SO2) (MCCARTHY, 2011).

21
2.3 Interaksi Senyawa Flavor dengan Protein pada Kedelai

Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang bermutu tinggi.
Kandungan protein kedelai sekitar 40% dan susunan asam aminonya mempunyai
mutu mendekati mutu protein hewani, yaitu mempunyai asam amino essensial yang
lengkap (WINARNO & RAHMAN, 1974). Penggunaan kedelai untuk produk
makanan kadang-kadang dibatasi oleh adanya flavor yang kurang disukai pada
produk kedelai seperti pada tepung kedelai dan susu kedelai yang sukar dihilangkan
(SMITH & CIRCLE, 1972).
Terjadinya off flavor sering membatasi penggunaan produk kedelai
terutama protein kedelai (HONIG et al,. 1969). Penyebab utama off flavor adalah
senyawa-senyawa karbonil yang mudah menguap dan mempunyai rantai pendek
yang berikatan dengan protein kedelai (SASAKI et al,. 1982).
Senyawa off flavor dalam protein kedelai (tepung, konsentrat), umumnya
berasal dari degradasi lipida secara enzimatis (enzim lipoksigenase) maupun
oksidasi kimia (ELDRIDGE, 1972). Enzim lipoksigenase akan mengkatalis
oksidasi asam lemak tidak jenuh dan menyebabkan timbulnya senyawa off flavor
(BAKER & MUSTAKAS, 1973).

2.3.1 Mekanisme terbentuknya Senyawa Off Flavor Oleh Enzim


Lipoksigenase

Enzim lipoksigenasi akan mengkatalisis oksidasi asam lemak tidak jenuh


yang mengandung gugus cis-cis 1,4 pentadiena (RAKIS, 1972). Oleh sebab itu,
asam linoleat, asam linolenat, dan asam arakhidonat dalam bentuk bebas, gliserida
maupun ester metil merupakan substrat yang baik bagi enzim ini (WINARNO,
1983). Produk utama reaksi enzimatik tersebut adalah isomer 9- dan 13-
hidroperoksida yang mempunyai bentuk optis aktif konjugasi cis-trans (TAPPEL,
1962).

22
Mekanisme terbentuknya hidroperoksida oleh enzim lipoksigenase dapat dilihat
pada Gambar 7.

Gambar 7. Mekanisme katalisis reaksi oksidasi asam linoleat oleh enzim


lipoksigenase dibawah kondisi aerob dan anaerob.

Apabila digunakan sebagai substrat asam linoleat dan linolenat maka


senyawa hidroperoksida yang timbul adalah 13-cis trans hidroperoksida dan sedikit
isomer 9-cis –trans hidroperoksida yang merupakan precursor off flavor pada
kedelai (SESSA & RACKIS, 1977. Hidroperoksida yang terbentuk mempunyai
sifat tidak stabil, yaitu mudah mengalami lebih lanjut (degradasi sekunder)
sehingga timbul senyawa-senyawa yang menyebabkan kerusakan flavor makanan
(KEENEY, 1962).

2.3.2 Senyawa-senyawa Off Flavor yang Dihasilkan

Pada produk protein kedelai ada 2 flavor yang umum terdapat, yaitu “bitter”
dan “beany”. Flavor “beany” (bau langu) merupakan flavor yang paling menonjol
dan merupakan produk produk enzim lipoksigenase (COWAN, et al., 1973).

23
Banyak ahli telah meneliti off flavor pada kedelai atau fraksi kedelai akibat
aktivitas enzim lipoksigenase. MATTICK & HAND (1969) telah berhasil
mengisolasi 80 senyawa mudah menguap, dan 40 jenis senyawa yang telah berhasil
diindentifikasi. Komponen terbesar senyawa-senyawa tersebut adalah aldehida,
keton, dan alkohol. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian HSIEH et al.,
(1982) yang telah dilakukan terhadap tepung kedelai tanpa lemak.
Menurut KINSELLA (1979) senyawa pendukung flavor “beauty” pada
produk protein kedelai adalah :
 Alkohol : isopentanol, heksanol, heptanol, oktenol
 Aldehida : heksanal, heptanal, heksenal, dekadienal
 Keton : heksanon, etil-vinil keton
 Phenol : 4-vinil guaiakol, 4-vinil phenol
 Furan : 2-pentil furan
Senyawa off flavor penyebab utama tidak disenangi produk-produk kedelai
adalah heksanal, 2-heptenal, 2,4-dekadienal, iso pentanol, heksanol, heptanol, 1-
okten-3-ol; etil vinil keton (GOOSENS, 1974).

2.3.3 Pengaruh Senyawa Off Flavor Terhadap Protein Kedelai

Enzim lipoksigenase mempunyai peranan dalam kerusakan bahan makanan


karena menyebabkan timbulnya off-flavor. Kerusakan oksidatif asam lemak tidak
jenuh (asam lemak bebas atau esternya) akan menyebabkan terbentuknya senyawa
off flavor pada produk kacang-kacangan (SESSA & RACKIS, 1977).
Problem utama dalam penggunaan produk-produk protein kedelai adalah
off flavor. Problem off flavor ini terutama terdapat pada tepung kedelai, isolate,
konsentrat dan susu kedelai (OUWELAND & SCHUTTE, 1978).
Terdapatnya senyawa komponen flavor pada tepung kedelai tanpa lemak
dan protein kedelai olahan menunjukkan adanya interaksi antara senyawa
komponen flavor dan protein kedelai (FUJIMAKI et al., 1968). Interaksi ini
merupakan titik kritis dalam menentukan daya terima bahan makanan yang
mengandung kedelai, dalam hal ini protein kedelai (KINSELLA, 1979).

24
2.3.4 Mekanisme Pengikatan Senyawa Off Flavor Oleh Protein Kedelai
Pengetahuan mengenai mekanisme pengikatan hasil degradasi minyak oleh
protein akan membantu dalam pengembangan metode pengolahan kedelai supaya
komponen flavor yang tidak diinginkan dapat lebih efektif dihambat
pembentukannya tanpa menyebabkan perubahan serius pada sifat fungsional
makanan (SESSA & RACKIS, 1977).
Bagian internal hidrofobik protein mempunyai peranan penting dalam
mengikat senyawa yang mempunyai berat molekul rendah, molekul nonpolar atau
ligand. Proses pengikatan mengakibatkan terjadinya 2 hal yang penting yaitu :
1. Masuknya ligand dalam bagian hidrofobik molekul protein.
2. Interaksi antara ligand dan bagian hidrofobik molekul protein dengan suatu
tenaga pengikat mengakibatkan terbukanya lipatan (OVENDEN, 1980).

Gambar 8. Ilustrasi model mekanisme pengikatan flavor oleh protein


Ikatan senyawa pembentuk flavor dengan protein merupakan ikatan hidrofobik
(SMITH & CIRCLE, 1972). Solms et al. (OVENDEN, 1980) Menggambarkan
model mekanisme pengikatan dlavor oleh protein seperti dapat dilihat pada Gambar
8. Menurut ARAI et al., (1970) pengikatan flavor oleh protein kedelai akan
meningkatkan konsentrasi dan sifat denaturasi proteinnya, oleh karena struktur
tersier rantai protein akan terbuka.

2.3.5 Interaksi Senyawa Flavor dengan Protein Kedelai

Sifat pengikatan senyawa flavor oleh protein kedelai sangat selektif. Protein
kedelai menunjukkan afinitas tertentu terhadap senyawa flavor. Senyawa alkohol
cenderung tidak terikat kuat, kecuali heksanol, pentanol, 1-okten-3-ol, sedangkan

25
senyawa aldehida bereaksi sangat kuat khusunya aldehida tidak jenuh
(OVENDEN, 1980).
GREMLI (1974) telah meneliti interaksi antara senyawa-senyawa flavor
dengan larutan protein kedelai 5% menggunakan metoda analisis “head-space”.
Larutan protein kedelai akan menyerap senyawa aldehida dan keton. Kemampuan
penyerapannya akan naik sesuai dengan kenaikan berat molekul (panjang rantai)
dan jumlah senyawa flavor yang ada.
KINSELLA & DAMODARAN (1980) menyebutkan bahwa afinitas
pengikatan senyawa flavor oleh protein kedelai tidak hanya merupakan fungsi
pangjang rantai tetapi juga tergantung pada letak gugus fungsional, seperti gugus
aldehida dan keton dalam rantai senyawa flavor. Pengikatan senyawa flavor ini ada
yang bersifat reversible dan irreversible. GREMLI (1974) menunjukkan bahwa
tidak satupun senyawa keton yang berinteraksi bersifat irreversible, sedangkan
senyawa aldehid interaksinya dapat reversible atau irreversible.
Menurut ARAI et al., (1970) jumlah n-heksanal dan n-heksanol yang terikat
akan naik sesuai dengan tingkat denaturasi protein. Sedangkan menurut King dan
Solm, pengikatan protein kedelai terhadap senyawa flavor akan naik sesuai
konsentrasi yang ada. Selain hal-hal diatas, GREMLI (1974) juga menunjukkan
bahwa senyawa flavor akan diserap oleh protein kedelai selama pengeringan.

2.3.6 Inaktivasi Enzim Lipoksigenase

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: suhu, pH,
etanol, dan antioksidan. Suhu dan pH merupakan faktor yang amat penting pada
pengawasan reaksi enzimatik dalam pengolahan bahan makanan (REED, 1975).
Etanol akan mendenaturasi protein sehingga enzim menjadi inaktif. Antioksidan
yang ditambahkan pada makanan dimaksudkan untuk menghambat aktivitas enzim.

Suhu
Enzim sangat labil terhadap panas karena panas akan menyebabkan
denaturasi protein enzim sehingga enzim akan kehilangan sifat katalitiknya
(REED, 1975). BANKER & MUSTAKAS (1973) telah melakukan penelitian
terhadap kedelai yang telah dihancurkan (partikelnya agak besar). Inaktivasi enzim

26
lipoksigenase dapat dilakukan dengan merebus produk kedelai tersebut pada suhu
66⁰C selama 1 jam atau 82⁰C selama 15 menit, tetapi perebusan ini mengakibatkan
indeks kelarutan nitrogen menurun.

Keasaman (pH)
Perubahan aktivitas enzim karena perubahan pH diakibatkan terjadinya
perubahan ionisasi dari enzim, substrata atau kompleks enzim-substrat (REED,
1975). BAKER & MUSTAKAS (1973) telah mempelajari pengaruh penambahan
1% HCl dan 1% NaOH pada air rebusan (Suhu 49⁰C) terhadap perubahan aktivitas
enzim lipoksigenase pada perebusan kedelai yang telah dihancurkan (partikelnya
agak besar).
Enzim Lipoksigenase dalam Produk Kedelai

Gambar 9. Perubahan aktivitas enzim lipoksigenase dalam kedelai yang telah


dihancurkan setelah mengalami perebusan.
Gambar 10. Perubahan aktivitas enzim lipoksigenase dan indeks kelarutan nitrogen
dalam kedelai yang telah direndam dalam etanol.
Hasil menunjukkan bahwa penambahan 1% HCl akan mempercepat
terjadinya inaktivasi enzim lipoksigenase sehingga sisa aktivitas enzim 4% dicapai
setelah perebusan 120⁰F (49⁰C) selama 60 menit. Sedangkan pada penambahan 1%
NaOH, kecepatan inaktivasi enzim lipoksigenase lebih rendah dibanding
penambahan 1% HCl tetapi setelah perebusan selama 20 menit, kecepatan

27
inaktivasinya lebih besar yang mengakibatkan terjadinya total inaktivasi setalah
perebusan selama 60 menit.

Etanol
Lebih dari 99% aktivitas enzim lipoksigenase yang ada dalam kacang-
kacangan dipecahkan perlakuan etanol, karena etanol akan mendenaturasikan
protein (SESSA & RACKIS, 1977). Penelitian mengenai perubahan aktivitas
enzim lipoksigenase dalam kedelai yang sudah mengalami perendaman dengan
etanol pada suhu 45⁰C selama 24 jam pada berbagai konsentrasi telah dilakukan
oleh (BORHAN & RACKIS, 1997) pada Gambar 10.
Hasil menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipoksigenase pada kedelai yang
telah direndam air (konsentrasi etanol 0%) mempunyai aktivitas sekitar 78%.
Kenaikan konsentrasi etanol menyebabkan aktivitas enzim lipoksigenase menurun
tejam sehingga pada konsentrasi konsentrasi etanol 15% terjadi total inaktivasi.
Kenaikan konsentrasi etanol juga menyebabkan menurunnya indeks kelarutan
nitrogen. Setelah kenaikan konsentrasi etanol mencapai 15%, penurunan indeks
kelarutan nitrogen akan semakin tajam. Pada waktu terjadi total inaktivasi enzim
lipoksigenase yaitu konsentrasi etanol 15%, indeks kelarutan nitrogen kedelai yang
diremdam tersebut suhu (45⁰C) adalah sekitar 70%.

Antioksidan
Reaksi katalisis enzim terhadap oksidasi asam lemak tidak jenuh dapat
dihambat oleh anti oksidan tertentu. Pengaruh anti oksidan seperti NDGA,
Quercetin, Propil galat, α-Naphtol, α-Tokopherol, Homokatekol, Pirokatekol,
BHA, BHT, Hidrokuinon, Phloroglusinol, Pirogalol dan Resorsinol telah diteliti
YASUMOTO, et al., 1970. Dari beberapa anti oksidan tersebut, pengaruh yang
paling baik ditunjukkan oleh NDGA, NDGA juga lebih efektif sebagau donor
hidrogen dan mempunyai sifat penghambatan yang reversible.

28
2.4 Interaksi Senyawa Flavor dengan Kemasan Poikarbonat (PC)

Dalam kehidupan sehari-hari, pangan merupakan salah satu kebutuhan


primer manusia. Seiring dengan perkembangan teknologi, produk pangan pun
mengalami perkembangan, salah satunya dari segi pengemasan. Menurut BPOM
(2011), kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau
membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun
tidak. Pangan yang praktis dan beredar saat ini tidak lepas dari penggunaaan
kemasan dengan berbagai maksud. Dari sisi keamanan pangan, kemasan pangan
bukan sekedar pembungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman
dikonsumsi, namun tidak semua kemasan pangan aman bagi pangan yang
dikemasnya (SULCHAN & ENDANG, 2007).
Saat ini, banyak jenis bahan yang digunakan untuk mengemas pangan
diantaranya adalah berbagai jenis plastik, kertas, gelas, tinplate, dan aluminium.
Kemasan yang banyak dijumpai adalah plastik dan berbagai jenis polimer yaitu
polietilen tereftalat (PET), polivinil klorida (PVC), polietilen (PE), polipropilen
(PP), polistirena (PS), polikarbonat (PC), dan melamin. Diantara kemasan pangan
tersebut, kemasan pangan berbahan PC menjadi salah satu plilihan populer
dikalangan masyarakat.
Polikarbonat (PC) adalah suatu kelompok polimer termoplastik yang
mudah dibentuk dengan menggunakan panas. Kemasan pangan berbahan PC
memiliki warna yang jernih, kekuatan benturan yang bagus, suhu penggunaan
tinggi, mudah diproses, dan tingkat flameability yang rendah. PC dibentuk dari hasil
polimerisasi bisfenol A (BPA) dengan karbonil klorida. Berdasarkan materi
pengikat tipe polikarbonat yang paling umum adalah BPA. PC akan mengalami
transisi gelas pada temperatur 150 ˚C sehingga PC akan menjadi lembek secara
bertahap di atas temperatur ini, dan mulai mencair temperatur 300 ˚C sehingga
banyak digunakan dalam kemasan botol, termasuk kemasan botol susu bayi
(PRASETYO, 2012).

29
PC diberi tanda nomor 7 pada simbol segitiga recycle. Reaksi pembentukan
PC adalah sebagai berikut :

Gambar 11. Reaksi Pembentukan Polikarbonat


4,4’-Isopropylidenediphenol (CAS nomor 80-05-7) yang biasa dikenal
sebagai bisfenol A atau disingkat dengan BPA merupakan bahan kimia sintetis
berupa monomer yang diproduksi dalam jumlah besar dan digunakan secara luas
untuk produksi plastik PC (BAILEY & HOEKSTRA, 2011). BPA merupakan
senyawa organik yang terdiri dari dua cincin fenol yang dihubungkan oleh sebuah
jembatan metil dengan dua metil fungsional yang terikat dengan jembatan metil
tersebut. BPA memiliki rumus molekul C15H16O2 dengan berat molekul 228,291
g/mol, berwujud kristal atau serpihan berwarna putih, berbau fenolik ringan,
memiliki titik leleh (150-157)˚C, dan titik didih (250-252)˚C. BPA mudah larut
dalam larutan basa, alkohol, aseton, sedikit larut dalam karbon tetraklorida, dan
sukar larut dalam air (PUBCHEM).
Penggunaan bahan BPA dalam pembuatan kemasan pangan PC menjadikan
kemasan memiliki sifat yang keras, berwarna jernih, dan ringan. Selain itu, bahan
tersebut juga dapat mempertahankan suhu tinggi maupun rendah tetapi tetap
nyaman dipegang atau digunakan sehingga kemasan pangan PC sering digunakan
untuk botol susu bayi, botol air minum, wadah penyajian makanan, dan kemasan
pangan lainnya. Dibalik keunggulan dan penggunaan PC sebagai bahan dasar
pengemasan, tersimpan bahaya kesehatan. Beberapa hasil penelitian membuktikan
bahwa penggunaan kemasan PC diragukan keamanannya karena material pengikat
BPA dimungkinkan dapat terlepas dari polimer matriks dan pindah ke produk yang
dikemas (PRASETYO, 2012).
Menurut SUN (2003), terdapat korelasi antara BPA dengan masalah
biologis manusia. Pada laki-laki, dapat menyebabkan penurunan produksi sperma,
penambahan berat prostat, dan kanker testis. Sementara, pada perempuan dapat

30
menyebabkan perkembangan endometrium yang tidak normal sehingga dapat
menimbulkan infertilitas dan meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Pada
anak-anak, terutama pada bayi yang masih dalam kandungan maupun bayi yang
baru lahir, dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon yang berdampak buruk
selama periode emas pertumbuhan anak, meskipun akibatnya tidak langung
tampak.
Berbagai dampak negatif dari migrasinya BPA yang dapat merugikan
manusia maka itu perlu memperhatikan potensi migrasi BPA dari kemasan pangan
PC. Migrasi adalah proses terjadinya perpindahan suatu zat dari kemasan pangan
ke dalam pangan (BPOM, 2011). Menurut BALAI BESAR KIMIA DAN
KEMASAN (2014), migrasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Global Migrasi (Migrasi Total)
Global migrasi atau migrasi total merupakan hasil perpindahan komponen dari
kemasan, dimana komponen tersebut tidak dibedakan antara yang berbahaya
(toksik) dengan yang tidak berbahaya (non-toksik) pada kesehatan.
2. Spesifik Migrasi
Spesifik migrasi merupakan proses perpindahan komponen-komponen tertentu
dari kemasan pangan ke dalam simulan tertentu yang telah diketahui dapat
membahayakan kesehatan manusia.
Menurut PRASETYO (2012), jumlah migrasi akan meningkat seiring
dengan peningkatan suhu kontak, waktu kontak, kandungan bahan kimia dalam
kemasan, dan luas permukaan kontak. Suhu dan waktu kontak yang semakin
meningkat akan mempercepat proses migrasi bahan kimia ke pangan sehingga nilai
migrasi yang dihasilkan akan lebih tinggi. Apabila kemasan tersebut terus menerus
kontak dengan pangan maka senyawa BPA yang ada dalam bahan kemasan akan
terlepas. BPA ini dapat bekerja dalam konsentrasi yang sangat kecil (dalam ppb
atau ppt) sekalipun sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Flavor adalah keseluruhan kesan (sensasi) yang diterima oleh indra manusia
terutama oleh rasa dan bau pada saat makanan dan minuman dikonsumsi. Flavor
merupakan salah satu faktor penting penerimaan produk oleh konsumen. Flavor
pada susu dapat dipengaruhi oleh pemanasan, pengaruh cahaya, pengaruh lipolisis,
pengaruh mikroba, pengaruh oksidasi serta pengaruh transmisi.
Kualitas, aroma, dan rasa flavor pada minuman anggur beras ketan
dipengaruhi oleh komposisi hidrokarbon volatil dan produksi metabolit sekunder
selama fermentasi. Hidrokarbon yang dihasilkan dalam fermentasi dipengaruhi
terutama oleh tipe beras. Hidrokarbon yang terbentuk berasal dari membran luar
gabah atau hasil antara fermentasi. Keberadaan khamir dan bakteri asam laktat yang
berasal dari kultur starter dalam ragi berperan penting karena volatil adalah produk
sampingan dari fermentasi dari kedua mikrobia ini.
Senyawa off flavor dalam protein kedelai (tepung, konsentrat), umumnya
berasal dari degradasi lipida secara enzimatis (enzim lipoksigenase) maupun
oksidasi kimia. Enzim lipoksigenase akan mengkatalis oksidasi asam lemak tidak
jenuh dan menyebabkan timbulnya senyawa off flavor.
Flavor pada kemasan polikarbonat berasal dari material pengikat BPA yang
menyusun polikarbonat dimungkinkan dapat terlepas dari polimer matriks dan
pindah ke produk yang dikemas. Jumlah migrasi akan meningkat seiring dengan
peningkatan suhu kontak, waktu kontak, kandungan bahan kimia dalam kemasan,
dan luas permukaan kontak.

32
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM). 2011. Peraturan


Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Tentang Pengawasan
Kemasan Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

CHI, Z., CHI, Z., LIU, G., WANG, F., JU, L., dan ZHANG, T. 2009.
Saccharomycopsis fibuligera and its Applications in Biotechnology.
Biotechnology Advances 27:423-431.

CHIANG, Y.W., CHE, F.Y. dan ISMAIL, A. M. 2006. Microbial Diversity and
Proximate Composition of Tapai, A Sabah’s Fermented Beverage. Malaysian
Journal of Microbiology 2:1-6.

DUNG, N.T.P., ROMBOUT, F.M. dan NOUT, M.J.R. 2007. Characteristic of


Some Traditional Vietnamese Starch-based Rice Wine Fermentation Starters.
LWT Food Science and Technology 40:130-135.

ENDIKA, M. F. 2014. Aktivitas Antioksidan Minuman Beralkohol Dari Ragi Tuak


Dayak Dengan Kombinasi Ketan Hitam (Oryza sativa L. var. glutinosa) Dan
Beras Hitam (Oryza sativa L.) Kultivar Cempo Ireng. Universitas Atmajaya
Yogyakarta. Yogyakarta.

MCCARTHY, M. 2011. Measurement of TA and pH. http://www.crcv.com.au/


resources/Grape%20and%20Wine%20Quality/Workshop%20Notes/Measur
ing%20TA%20and%20pH.pdf. 14 April 2014.

PALANIVELOO, K dan VAIRAPPAN, C.S. 2013. Biochemical properties of


rice wine produced from three different starter cultures. Journal of Tropical
Biology and Conservation 10:31-41.

PRASETYO, M. H. 2012. Kajian Paparan Bisfenol-A (BPA) dari Botol Susu


Polikarbonat Pada Bayi Studi Kasus : Wilayah Dki Jakarta. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

SULCHAN, M. & ENDANG, N. W. 2007. Keamanan Pangan Kemasan Plastik


dan Styrofoam. Maj Kedokt Indon57:2.

SUN, C. 2003. Migration of Bisphenol-A (BPA) in Baby Milk Bottles. National


University of Singapore. Singapore.

YUAN, L. C. 2010. Investigating the Extracellular Amylases of Saccharomycopsis


fibuligera. http://projectsday.hci.edu.sg/2010/15-FinalsWeb/Cat-01/1-47/
introduction.html. 8 April 2014.

33

Anda mungkin juga menyukai