)
DENGAN TEPUNG TERIGU (Triticum vulgare) TERHADAP KUALITAS
SIFAT ORGANOLEPTIK CdOOKIES GEMBILI
oleh
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Pengaruh
Imbangan Tepung Gembili (Dioscorea esculenta L.) Dengan Tepung
Terigu (Triticum vulgare) Terhadap Kualitas Sifat Organoleptik
Cookies Gembili”.
Terselesaikannya KTI ini tidak terlepas dari bantuan dan doa dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Holil M. Par’i, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik
Kesehatan Kemenkes Bandung;
2. Bapak Dr. Suparman, SKM, M.Sc selaku pembimbing yang telah
memberikan bantuan dan pengarahan dalam penyelesaian proposal ini;
3. Ibu tersayang Eulis Ina Diana, Bapak terhebat Maryanto, si sulung Mba
Erin Nur Cahyani, si bungsu Silvia Nur Hasanah, dan si kebo Guntur
Bhatara Sutra yang selalu membantu, memberikan dukungan dan
motivasi baik secara moril maupun materil kepada penulis;
4. Rana, Puput, Silvia, BXXIV, dan teman-teman angkatan 24 yang telah
memberikan banyak dukungan kepada penulis;
5. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh pihak.
Semoga kebaikan dari seluruh pihak mendapatkan balasan yang baik dari
Allah SWT. Amin
Bandung, Juni 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
iii
2.6 Sifat Organoleptik................................................................ 18
4.4 Prosedur.............................................................................. 30
iv
5.4.6 Kandungan Inulin dan Serat pada Cookies Gembili 52
v
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
viii
BAB I
PENDAHULUAN
2
sedangkan talas mengandung 98 kal/100gr (Direktorat Gizi DepKes,
1992).
Salah satu sumbangan luar biasa umbi ini adalah inulin. (Bakorluh,
2013). Inulin merupakan salah satu komponen bahan pangan yang
banyak dimanfaatkan sebagai pangan fungsional karena memiliki
kandungan serat yang tinggi. Inulin bersifat prebiotik dimana inulin tidak
dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, tetapi di dalam usus besar
inulin akan terfermentasi oleh bakteri bifidobacterium yang banyak
memberikan manfaat kesehatan pada tubuh (Afifah, 2013). Inulin dapat
menekan pertumbuhan bakteri patogen (bakteri yang merugikan),
meningkatkan daya tahan saluran pencernaan, mencegah sembelit, dan
membantu penyerapan makanan (Ruslanti dan Clara, 2007). Beberapa
manfaat bakteri probiotik untuk kesehatan yaitu dapat mengurangi resiko
osteoporosis, penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan
dislipidemia dan resistensi insulin, serta obesitas (Roberfroid, 2000).
Konsumsi inulin rata-rata diperkirakan mencapai 1-4 gram/hari di Amerika
Serikat dan 3-11 gram/hari di Eropa (Roberfroid, 2000).
3
2009). Kue kering adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kue
yang teksturnya keras dan renyah karena memiliki kadar air yang sangat
minim. Kue kering mempunyai daya simpan yang sangat tinggi. Bahannya
bisa dari apa saja, seperti tepung beras, tepung terigu, ataupun tepung
sagu. Cara memasaknya bisa digoreng atau dipanggang dalam oven. Kue
kering yang dioven biasanya disebut cookies (Anonim, 2013).
4
1.3 Tujuan Penelitian
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
senyawa bioaktif atau senyawa fungsional, selain komponen yang
berperan sebagai bahan pangan (Prabowo dkk, 2014).
GAMBAR 2.1
Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L.)
8
digunakan sebagai obat oles diatas luka memar atau bengkak, terutama di
bagian leher (Anonim, 2009).
9
Inulin dapat digunakan untuk mencegah obesitas, dengan
mengkonsumsi inulin secara rutin dapat mengurangi nafsu makan
sehingga berat badan akan lebih mudah turun karena selain itu dengan
adanya mikroba dalam usus dapat membantu mencegah atau mengurangi
obesitas. Inulin memiliki rasa manis sehingga sangat berguna sebagai
pengganti gula (Anonim, 2012).
TABEL 2.1
KANDUNGAN DAN NILAI GIZI 100 GRAM UMBI
10
2.3 Tepung Gembili
1) Pemilihan umbi
Umbi gembili yang dipakai menggunakan umbi yang segar serta tidak
ada kerusakan fisik pada umbi.
2) Pembersihan
Umbi gembili dibersihkan dari kotoran (tanah), kemudian dikupas
kulitnya hingga bersih.
3) Pencucian dan Perendaman
Umbi gembili dicuci dengan air mengalir berulang-ulang hingga lendir
pada umbi berkurang agar menghilangkan rasa pahit pada umbi.
Kemudian segera direndam menggunakan air garam selama + 10 menit
agar tidak terjadi pencoklatan.
4) Pengirisan
Umbi gembili diiris tipis-tipis dengan pisau atau menggunakan alat
pengiris.
11
5) Pengeringan
Umbi gembili yang telah diiris kemudian dikeringkan dengan cara
dijemur atau menggunakan alat pengering seperti oven hingga kadar
air 10-12%. Pengeringan tepung gembili dengan menggunakan sinar
matahari dilakukan selama 2-3 hari jika cuaca cerah. Jika
menggunakan oven dapat dikeringkan pada suhu 50-600C selama 4-5
jam.
6) Penepungan
Irisan gembili yang sudah kering kemudian dihaluskan menggunakan
blender. Setelah itu diayak menggunakan ayakan 80 mesh. Tampung
dalam wadah.
7) Penyimpanan
Tepung gembili yang telah jadi disimpan dalam wadah yang bersih dan
di tempat yang kering
GAMBAR 2.2
PERBEDAAN TEPUNG GEMBILI DAN TEPUNG TERIGU
12
Berikut kandungan gizi dalam 100 gram tepung gembili dapat dilihat
pada Tabel 2.2 berikut:
TABEL 2.2
NILAI GIZI 100 GRAM TEPUNG GEMBILI
13
Menurut Koswara (2007), bahan paling dasar dari kue kering adalah
tepung. Ada berbagai macam jenis tepung yang dipergunakan untuk
membuat kue, yakni tepung dengan kadar protein tinggi, sedang, dan
rendah.
a. Hard wheat
Tepung dengan kadar protein tinggi biasa juga dikenal dengan bread
flour atau hard wheat. Tepung ini berasal dari gandum keras dengan
kadar protein 11-13%. Jenis tepung yang biasa digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan roti, mie, pasta, dan donat ini mengandung sifat yang
mudah tercampur, difermentasikan, mengandung daya serap air yang
tinggi, elastis dan mudah digiling.
b. Medium wheat
Tepung terigu berkadar protein sedang yang biasa dikenal dengan
nama all purpose flour (tepung serba guna) atau medium wheat.
Kandungan protein yang terbuat dari jenis terigu ini adalah sekitar 8-10%.
Tepung yang terbuat dari campuran hard wheat dan soft wheat ini cocok
pula untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengenmabangan
sedang seperti aneka cake.
c. Soft wheat
Tepung terigu jenis soft wheat atau pastry flour yang berprotein
rendah, yakni sekitar 6-8%. Tepung yang mengandung protein gluten ini
memiliki sifat daya serap air yang rendah sehingga dapat menghasilkan
adonan yang sukar diueni, tidak elastis, lengket, dan daya
pengembangannya rendah. Jenis tepung ini cocok pula untuk membuat
kue kering, biskuit, dan jenis kue lain yang tidak memerlukan proses
fermentasi.
Kandungan gizi tepung terigu dalam 100 gram dapat dilihat pada
Tabel 2.3 sebagai berikut:
14
TABEL 2.3
KANDUNGAN GIZI 100 GRAM TEPUNG TERIGU
15
GAMBAR 2.3
Cookies
1. Tepung Terigu
Tepung terigu yang dipergunakan untuk membuat kue kering
sebaiknya dipilih tepung terigu berprotein rendah. Tepung jenis ini cocok
untuk membuat semua jenis kue kering, agar dihasilkan produk yang
crispy dan renyah. Sebaiknya tepung terigu sebelum dipergunakan diayak
dulu dengan menggunakan saringan khusus agar bagian-bagian yang
menggumpal bisa terurai dan kotoran yang tercampur dalam tepung terigu
tersebut bisa dipisahkan. Penggunaan tepung terigu yang terlalu banyak
akan membuat kue kering menjadi keras dan kering, sedangkan terlalu
sedikit akan membuat kue kering terlalu lunak sehingga akan melebar
saat dipanggang dan kehilangan bentuknya (Indriani, 2007).
1. Telur
Telur berfungsi mengikat bahan-bahan baku lain, seperti tepung
terigu dan gula. Telur juga akan membuat kue kering yang dipanggang
lebih mengembang dan tidak bantat karena kandungan di dalam telur
menangkap udara selama proses pembakaran. Selain itu, dengan
16
komposisi telur yang tepat, nilai gizi yang terkandung dalam kue kering
pun akan menjadi maksimal. Biasanya telur untuk adonan kue kering
dipisahkan antara kuning dan putih telurnya. Putih telur berfungsi sebagai
pengikat bahan-bahan yang akan membuat kue terasa lebih keras dan
renyah. Sedangkan kuning telur akan membuat kue menjadi empuk.
Kuning telur juga dapat digunakan sebagai olesan ketika kue siap
dipanggang untuk mendapatkan warna kuning kecoklatan yang cantik
saat kue sudah dipanggang (Koswara, 2007).
2. Lemak
Lemak seperti mentega, margarin dan shortening membuat kue
kering menjadi lembut dan memiliki aroma harum yang khas. Mentega
membuat kue kering lebih harum aromanya dan lebih renyah. Sedangkan
shortening membuat tekstur kue kering lebih lembut tapi renyah (Indriani,
2007). Penggunaan lemak mentega dan margarin dalam kue kering
adalah kisaran 65-75% dari jumlah tepung. Kekurangan lemak akan
membuat kue teksturnya kasar dan aromanya kurang wangi. Sedangkan
kelebihan lemak akan membuat kue kering melebar saat dipanggang
(Handayani, 2014).
3. Gula
Di dalam adonan, gula berfungsi memberikan rasa manis dan
berperan dalam menentukan warna dan tekstur. Gula halus akan
menghasilkan kue bertekstur lebih renyah dan struktur adonan yang lebih
kecil pori-porinya dibandingkan dengan gula pasir. Gula juga memberikan
aroma wangi dank has pada kue kering, ini karena proses karamelisasi
saat pemanggangan. Penggunaan gula yang berlebihan akan membuat
kue lengket dan mudah gosong serta melebar bentuknya (Handayani,
2014)
4. Susu bubuk
Susu bubuk berfungsi meningkatkan rasa dan aroma kue kering
menjadi lebih harum. Penambahan susu juga akan membuat tekstur kue
lebih renyah dan kue lebih bergizi (Handayani, 2014).
17
5. Garam
Uji mutu hedonik adalah uji panelis yang menyatakan kesan tentang
baik atau buruk yang lebih spesifik dari pada sekedar kesan suka atau
tidak suka yang dapat bersifat umum. Jumlah tingkat skala juga bervariasi
tergantung dari rentang mutu yang diinginkan dan sensitivitas antar skala.
Skala hedonik untuk uji mutu hedonik dapat berarah satu dan berarah dua
(Setyaningsih dkk, 2010).
18
b. Aroma
Industri pangan menganggap uji bau sangat penting karena dapat
dengan cepat memberikan hasil mengenai kesukaan konsumen terhadap
produk. Sistem penciuman manusia sangat sensitiv. Sensitivitas terhadap
bau tidak bersifat konstan dan akan berkurang jika terpapar secara terus
menerus atau beradaptasi. Dua atau lebih bau dapat bercampur untuk
saling menguatkan atau saling menutupi (Setyaningsih dkk, 2010).
c. Rasa
Indra pencicip berfungsi untuk menilai rasa dari suatu makanan.
Indra ini terdapat dalam rongga mulut, lidah, dan langit-langit. Terdapat
lima rasa dasar, yaitu manis, pahit, asam, asin, dan umami yaitu kata yang
berasal dari Bahasa Jepang yang berarti lezat, sensasi rasa ini dihasilkan
diantaranya oleh glutamate. Kepekaan manusia terhadap rasa pahit jauh
lebih tinggi dibandingkan rasa manis (Setyaningsih dkk, 2010).
d. Tekstur
Untuk menilai tekstur produk dapat dilakukan perabaan
menggunakan ujung jari tangan. Rangsangan sentuhan dapat berupa
tekanan, dapat berupa rabaan, tusukan, dan ketukan. Tekstur bersifat
kompleks dan terkait dengan struktur bahan, yang terdiri dari tiga elemen,
yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah),
dan mouthfeel (berminyak,berair) (Setyaningsih dkk, 2010).
e. Panelis
Panelis adalah sekelompok orang yang menilai mutu atau
memberikan kesan subjektif berdasarkan prosedur pengujian sensori
tertentu. Panelis untuk uji sensori terdiri dari dua kategori yaitu panelis
terlatih dan panelis tidak terlatih. Panelis terlatih adalah kelompok panelis
yang direkrut melalui proses seleksi dan training, ditujukan untuk
mengevaluasi kualitas produk tertentu. Sedangkan panelis tidak terlatih
biasanya digunakan untuk menguji penerimaan terhadap produk pangan
(Setyaningsih dkk, 2010).
19
Terdapat tujuh jenis panel, yaitu panel pencicip perorang, panel
pencicip terbatas (3-5 orang ahli), panel terlatih (15-25 orang), panel agak
terlatih, panel tidak terlatih (25 orang), panel konsumen (30-100 orang)
dan panel anak-anak (usia 3-10 tahun) (Setyaningsih dkk, 2010).
2.8 Serat
Serat merupakan nutrisi non-gizi yang tidak dapat dicerna oleh
enzim-enzim pencernaan manusia sehingga serat tidak menghasilkan
energi dan zat gizi, namun kehadiran serat di dalam makanan sangat
diperlukan dalam sistem pencernaan (Bangun, 2003). Serat makanan
tidak hanya terdapat pada sayuran dan buah, tetapi terdapat dalam
makanan lain seperti beras, kacang-kacangan dan umbi-umbian. Serat
yang ada di dalam makanan ini lazim disebut dengan dietary fiber yang
sangat baik untuk menjaga kesehatan tubuh (Kusuharto dan Rusilanti,
2007).Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh, serat
pangan dibagi atas dua golongan besar, yaitu serat pangan larut air dan
serat pangan tidak larut air (Astawan dan Andreas, 2008).
Serat larut air adalah serat yang larut dalam air kemudian membenuk
gel dalam saluran pencernaan dengan cara menyerap air, sedangkan
serat tidak larut air adalah serat yang tidak larut dalam air tetapi memiliki
kemampuan menyerap air dan meningkatkan tekstur serta volume tinja
(Devi, 2010). Fungsi utama sera larut air yaitu dapat memperlambat
kecepatan pencernaan di dalam usus sehingga aliran energi ke dalam
tubuh menjadi berkurang, membantu mengendalikan berat badan dengan
memperlambat munculnya rasa lapar serta mengikat lemak dan kolesterol,
kemudian mengeluarkannya melalui feses (proses buang air besar),
sedangkan fungsi utama serat tidak larut air yaitu dapat memperlancar
proses buang air besar, mengurangi resiko wasir, divertikulosis dan
kanker usus besar (Astawan dan Andreas, 2008).
21
pembuangan dibandingkan dengan makanan tanpa serat, sehingga terjadi
penumpukan makanan yang dapat mengganggu proses metabolisme
tubuh. Selain itu pangan yang berserat memberi rasa kenyang lebih lama
daripada pangan yang tidak berserat sehingga rasa lapar akan tertunda
(Bangun, 2003). Serat juga dapat menurunkan kadar lemak darah yang
dapat menurunkan risiko terkena penyakit jantung dan akan terhindar dari
risiko kegemukan atau obesitas (Yogasmara dan Puji, 2010).
22
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
GAMBAR 3.1
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Keterangan:
23
3.2 Hipotesis
Ada pengaruh imbangan antara tepung gembili dan tepung terigu
terhadap sifat organoleptik dilihat dari warna, aroma, rasa, dan tekstur
cookies gembili.
25
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
1. Pisau 1 buah
6. Garpu 1 buah
7. Talenan 1 buah
8. Ayakan 1 buah
1. Piring kertas
2. Alat tulis
4. Baki
TABEL 4.1
BAHAN PEMBUATAN COOKIES
1. Cookies gembili
2. Air mineral
27
4.3 Rancangan Percobaan
4.3.1 Desain Penelitian
4.3.2 Perlakuan
TABEL 4.2
PENGELOMPOKKAN SAMPEL DAN TARAF PERLAKUAN
4.3.3 Pengulangan
r = replikasi = pengulangan =1
28
GAMBAR 4.1
SKEMA UJI ORGANOLEPTIK
COOKIES GEMBILI
A B C
XA
Keterangan:
∑A 1-30: jumlah skor hasil uji organoleptik dari taraf perlakuan A yang
diperoleh dari panelis 1 – 30
∑ B1-30 : jumlah skor hasil uji organoleptik dari taraf perlakuan B yang
diperoleh dari panelis 1 – 30
∑ C1-30 : jumlah skor hasil uji organoleptik dari taraf perlakuan C yang
diperoleh dari panelis 1 – 30
4.3.4 Randomisasi
29
TABEL 4.3
RANDOMISASI SATUAN PERCOBAAN SIFAT ORGANOLEPTIK
1 717 3 A
2 309 1 B
3 487 2 C
GAMBAR 4.2
DENAH SATUAN PERCOBAAN PENGUJIAN MUTU ORGANOLEPTIK
1 2 3
B C A
1 2 3
309 487 717
4.4 Prosedur
4.4.1 Pembuatan Tepung Gembili
a. Pilih umbi gembili yang berkualitas baik
b. Bersihkan dari kotoran dan cuci dengan air mengalir
c. Kupas gembili kemudian cuci kembali hingga lendir pada umbi
berkurang. Rendam dalam air garam + 10 menit unuk mencegah
browning lalu potong tipis-tipis
d. Simpan pada loyang persegi secara menyebar
30
e. Masukkan ke dalam oven pada suhu 50-600C selama 4-5 jam atau
sinar matahari hingga benar-benar kering
f. Setelah kering angkat dan haluskan dengan blender
g. Ayak menggunakan saringan 80 mesh dan tampung sementara
dalam baskom
h. Jika sudah dingin simpan dalam wadah tertutup yang bersih dan
aman (toples).
Sumber: Murtinigsih dan Suyanti, 2011
GAMBAR 4.3
DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TEPUNG GEMBILI
Umbi Gembili
Tepung Gembili
31
4.4.2 Pembuatan Cookies Gembili
1. Kocok dengan mixer, kuning telur, margarin, dan gula halus hingga
lembut selama 2 menit
2. Campur tepung terigu, tepung gembili, susu bubuk, dan garam.
Aduk rata
3. Masukkan campuran tepung ke dalam adonan margarin, aduk
dengan sendok kayu atau spatula hingga tercampur rata
4. Ambil satu sendok makan adonan, bentuk bulat. Letakkan adonan
dalam loyang beroles margarin, bentuk dengan sendok hingga
membentuk adonan bulat pipih.
5. Panggang dalam oven bertemperatur 1300 selama 40 menit atau
hingga kue matang dan berwarna kuning
Sumber : Anonim, 2012
32
GAMBAR 4.4
DIAGRAM ALIR PEMBUATAN COOKIES
A. 50% : 50%
B. 60% : 40% Pengocokkan
C. 70% : 30%
Pencampuran
Susu Bubuk dan
Garam
Pengadukkan adonan
Cookies Gembili
33
4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer
karena dikumpulkan secara langsung dari data hasil uji sifat organoleptik.
Penelitian setiap jenis uji organoleptik dari 3 jenis imbangan cookies akan
diperoleh dari 30 orang panelis (Setyaningsih dkk, 2010). Panelis yang
digunakan yang paling utama adalah menyukai cookies, selain itu tidak
dalam kondisi lapar atau kenyang, tidak sedang sakit tenggorokan atau
penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan, kondisi psikologis
panelis seperti mood panelis harus baik, serta sebelum melakukan
penilaian tidak memakan makanan yang terlalu tajam karena akan
mempengaruhi hasil penilaian. Bila panelis sudah sesuai dengan keriteria,
maka setiap panelis yang terpilih akan mengisi lembar formulir uji sifat
organoleptik yang telah disediakan. Selanjutnya akan didapat data dan
dilakukan pengolahan dan analisis data menggunakan uji statistik.
Data yang telah di dapat dari panelis akan dihitung dan ditabulasikan
sehingga dapat dilihat ada atau tidaknya perbedaan sifat organoleptik dari
setiap produk dengan perlakuan berbeda. Untuk mengetahui pengaruh
imbangan antara tepung gembili dengan tepung terigu terhadap sifat
organoleptik (warna, aroma, tekstur dan rasa) cookies gembili, maka
dilakukan analisis menggunakan uji statistik yaitu uji Kruskal Wallis
dengan tingkat kemaknaan (α = 0,05) menggunakan program SPSS 15.
Bila hasilnya bermakna maka akan dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan uji Mann Whitney. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk
melihat apakah ada perbedaan sifat organoleptik dari 3 imbangan yang
berbeda antara tepung gembili dan tepung terigu. Sedangkan uji Mann
Whitney digunakan untuk melihat seberapa besar perbedaan antara 2
imbangan.
34
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
35
5.2 Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan pada bulan Januari 2015 dengan
imbangan 50% : 50%, 60% : 40%, dan 70% : 30%. Pada penelitian utama
yang pertama kali dibuat adalah tepung gembili. Pengeringan umbi
gembili membutuhkan waktu selama 5 jam pada suhu 600C. Setelah
dikeringkan, umbi gembili kemudian digiling dan diayak menggunakan
saringan 80 mesh dan jadilah tepung gembili. Setelah dilakukan
pembuatan tepung gembili, selanjutnya yaitu pembuatan cookies.
Pembuaan cookies dimulai dari pencampuran semua bahan yang
dibutuhkan, pembentukan adonan, dan yang terakhir adalah
pemanggangan cookies pada suhu 1300C selama 40 menit. Pada tanggal
27 Januari 2015, dilakukan uji mutu hedonik pada cookies gembili
terhadap panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang. Pengujian mutu
hedonik dilakukan di Ruang Organolepik Jurusan Gizi.
36
TABEL 5.1
NILAI GIZI COOKIES 1 PORSI (8 KEPING : 32 g)
GAMBAR 5.1
PERBEDAAN COOKIES GEMBILI DAN COOKIES BIASA
Cookies gembili ini mengandung serat dan inulin yang cukup tinggi
serta kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan cookies yang
berada dipasaran. Menurut Astawan dan Andreas (2008), rata-rata
konsumsi serat penduduk Indonesia 10,5 gram per hari, sedangkan
kebutuhan idealnya sebesar 30 gram per hari. Dengan mengkonsumsi 8
37
keping cookies gembili per hari, maka akan menyumbang serat 2 gram
dan inulin 4 gram setiap kali makan. Bila dibandingkan dengan nilai gizi
cookies biasa, cookies gembili memiliki beberapa keunggulan seperti
rendah lemak, tinggi serat dan inulin, serta tinggi zat gizi lainnya. Cookies
gembili yang tinggi serat diharapkan dapat menggantikan makanan yang
tinggi kalori namun rendah zat gizi lainnya seperti junk food. Selain itu,
cookies gembili yang dihasilkan diharapkan dapat menurunkan prevalensi
kegemukan di Indonesia.
38
TABEL 5.2
SEBARAN PANELIS BERDASARKAN MUTU ORGANOLEPTIK
TERHADAP WARNA COOKIES GEMBILI
39
GAMBAR 5.2
GRAFIK SEBARAN PENILAIAN PANELIS TERHADAP WARNA
COOKIES GEMBILI
50% : 50%
60% : 40%
24 70% : 30%
18
15
7 7 6
4 4
1 1 1 2
0 0 0
41
menghasilkan warna cookies yang berbeda juga walaupun perbedaan
warna tersebut tidak terlalu jauh.
TABEL 5.3
SEBARAN PANELIS BERDASARKAN MUTU ORGANOLEPTIK
TERHADAP AROMA COOKIES GEMBILI
GAMBAR 5.3
GRAFIK SEBARAN PENILAIAN PANELIS TERHADAP AROMA
COOKIES GEMBILI
50% : 50%
18
17 60% : 40%
16
70% : 30%
12
10
8
3 3
2
1
0 0 0 0 0
43
dengan imbangan 70% : 30%. Urutan kedua yaitu cookies dengan
imbangan 60% : 40% dan urutan yang terakhir yaitu cookies dengan
imbangan 50% : 50%.
TABEL 5.4
SEBARAN PANELIS BERDASARKAN MUTU ORGANOLEPTIK
TERHADAP RASA COOKIES GEMBILI
45
memiliki rasa manis dan gurih. Berdasarkan hasil penilaian mutu
organolepik pada rasa cookies gembili imbangan 50% : 50%, 60% : 40%,
dan 70% : 30% sudah sesuai dengan kriteria cookies yang diharapkan,
yaitu cookies gembili yang memiliki rasa manis dan gurih. Panelis yang
paling banyak menilai yaitu pada cookies dengan imbangan 60% : 40%.
GAMBAR 5.4
GRAFIK SEBARAN PENILAIAN PANELIS TERHADAP RASA
COOKIES GEMBILI
50% : 50%
21 60% : 40%
70% : 30%
17
16
10 10
7
3
2 2 2
0 0 0 0 0
46
rasa dari bahan makanan. Adanya lemak akan memperbaiki rasa dari
suatu bahan makanan. Penyebab terjadinya peningkatan rasa gurih dari
suatu produk makanan ditentukan oleh besarnya kandungan protein dan
lemaknya (Prameswari, dkk., 2013). Panelis yang paling banyak menilai
cookies gembili dengan rasa manis dan gurih yaitu pada imbangan 60% :
40%, urutan kedua yaitu pada imbangan 70% : 30%, dan urutan terakhir
pada imbangan 50% : 50%. Kemungkinan hal ini dikarenakan perbedaan
jumlah tepung terigu yang ditambahkan tidak telalu jauh disetiap
imbangannya sehingga panelis cukup sulit membedakan rasa dari cookies
gembili.
47
protein dan lemaknya selain itu rasa manis dari cookies gembili dapat
dipengaruhi dari penambahan tepung gembili karena gembili mempunyai
rasa yang manis.
TABEL 5.5
SEBARAN PANELIS BERDASARKAN MUTU ORGANOLEPTIK
TERHADAP TEKSTUR COOKIES GEMBILI
48
diharapkan, yaitu cookies gembili yang memiliki tekstur renyah. Panelis
yang paling banyak menilai yaitu pada cookies dengan imbangan 50% :
50% dan 70% : 30%.
GAMBAR 5.5
GRAFIK SEBARAN PENILAIAN PANELIS TERHADAP TEKSTUR
COOKIES GEMBILI
50% : 50%
25 25 60% : 40%
70% : 30%
13
7
6
5
4 4
1
0 0 0 0 0 0
49
atas diketahui imbangan 70% : 30% lebih renyah dibandingkan dengan
imbangan 60% : 40%, hal ini kemungkinan dapat terjadi karena
penambahan tepung gembili dan tepung terigu tidak berbeda jauh
sehingga panelis sulit membedakan tekstur dari imbangan tersebut.
TABEL 5.6
HASIL GABUNGAN UJI ORGANOLEPTIK COOKIES GEMBILI
TABEL 5.7
KANDUNGAN SERAT DAN INULIN COOKIES GEMBILI
1 PORSI (8 KEPING : 32 GRAM)
Berdasarkan Tabel 5.7 didapatkan hasil inulin dan serat yang paling
tinggi pada imbangan 70% : 30% yaitu sebesar 5,34 gram dan 2,42 gram,
kemudian dilanjutkan pada imbangan 60% : 40% yaitu sebesar 4,57 gram
dan 2,12 gram , dan yang terakhir pada imbangan 50% : 50% yaitu
sebesar 3,81 gram dan 1,83 gram. Sedangkan bila dibandingkan dengan
cookies biasa, kandungan serat dan inulinnya berbeda jauh karena tepung
terigu memiliki kandungan serat dan inulin yang sedikit. Semakin banyak
tepung gembili yang digunakan, maka kandungan inulin dan serat yang
terkandung dalam cookies gembili akan semakin tinggi. Hal ini dapat
terjadi karena umbi gembili memiliki kadar inulin yang tinggi yaitu sebesar
14,77% (Utami, 2013). Selain kadar inulin, gembili juga memiliki kadar
serat yang tinggi yaitu 6,386% (Yuniar (2010) dalam Dewanti, 2013).
53
dan 3-11 gram per hari di Eropa (Roberfroid, 2000). Dengan
mengkonsumsi cookies gembili 8 keping perhari maka akan menyumbang
inulin sebesar 4 gram dan serat sebesar 2 gram perharinya. Makanan
tinggi serat dapat menurunkan kadar lemak darah yang dapat
menurunkan risiko terkena penyakit jantung dan akan terhindar dari risiko
kegemukan atau obesitas (Yogasmara dan Puji, 2010). Selain itu dapat
memberikan rasa kenyang yang lebih lama daripada pangan yang tidak
berserat, sehingga rasa lapar dapat tertunda (Bangun, 2003). Sementara
itu inulin yang bersifat prebiotik ketika memasuki usus besar inulin akan
terfermentasi oleh bakteri prebiotik (Pandiyan (2012) dalam Dewanti,
2013). Bakteri probiotik yang hidup di saluran pencernaan bermanfaat
untuk mengatasi intoleransi terhadap laktosa, mengatasi sembelit,
mencegah diare, mengatasi kanker, menurunkan tekanan darah, serta
menurunkan kolesterol (Kusuharto, Clara M dan Rusilanti).
54
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Imbangan tepung gembili dan tepung terigu yang digunakan dalam
pembuataan cookies gembili adalah 50% : 50%, 60% : 40%, dan
70% : 30%.
2. Warna cookies gembili yang paling baik berdasarkan hasil penilaian
panelis yaitu pada cookies dengan imbangan 50% : 50%.
3. Aroma cookies gembili yang paling baik berdasarkan hasil penilaian
panelis yaitu pada cookies dengan imbangan 70% : 30%.
4. Rasa cookies gembili yang paling baik berdasarkan hasil penilaian
panelis yaitu pada cookies dengan imbangan 60% : 40%.
5. Tekstur cookies gembili yang paling baik berdasarkan hasil
penilaian panelis yaitu pada cookies dengan imbangan 50% : 50%
dan 70% : 30%.
6. Ada pengaruh imbangan tepung gembili dan tepung terigu terhadap
warna, aroma dan tekstur cookies gembili (p < 0,05).
7. Tidak ada pengaruh imbangan tepung gembili dan tepung terigu
terhadap rasa cookies gembili (p > 0,05).
8. Kandungan serat dan inulin yang paling tinggi pada imbangan
70% : 30% yaitu 2,42 gram dan 5,34 gram.
6.2 Saran
1. Imbangan yang sebaiknya digunakan untuk mengembangkan
produk cookies gembili yaitu cookies pada imbangan tepung
gembili dan tepung terigu 50% : 50% karena dari sifat
organoleptiknya lebih dapat diterima oleh panelis dibandingkan
dengan imbangan lainnya. Namun jika produk digunakan sebagai
makanan fungsional, maka kadar serat dan kadar inulin yang paling
tinggi ada pada imbangan 70% : 30%, sehingga perlu dibuat
formula yang perlu memperbaiki warna cookies gembili.
55
2. Perlu diperkenalkan mengenai ke khasan warna cookies gembili
yang lebih gelap dari warna cookies terigu. Atau bisa juga dengan
penambahan pewarna makanan untuk menyamarkan warna gelap
dari cookies gembili.
3. Untuk mendapatkan kualitas tepung gembili yang sesuai dengan
produk cookies yang dihasilkan, perlu adanya penelitian mengenai
pengembangan proses pembuatan tepung gembili agar didapatkan
nilai gizi yang lebih akurat.
4. Selain dapat diolah menjadi cookies gembili, tepung gembili juga
dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan lainnya
seperti mie gembili, roti gembili, bolu gembili, serta kue-kue lainnya.
56
DAFTAR PUSTAKA
57
Bakorluh, 2013. Jangan Lupakan Gembili. Dikutip dari
http://www.bakorluh-maluku.com pada tanggal 21 Mei 2014
Cakrawati, Dewi dan Mustika NH. 2011. Bahan Pangan, Gizi, dan
Kesehatan. Bandung : ALFABETA
Devi, Nirmala. 2010. Nutrition and Food: Gizi Untuk Keluarga. Jakarta : PT
Kompas Media Nusantara
Freitag, Harry dan Prima Oktaviani H. 2010. Diet seru ala Remaja.
Yogyakarta : Great! Publisher
58
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan
Dasar. Jakarta : Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013
Khomsan, Ali dan Faisal Anwar. 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup
Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta : Hikmah
Muchtadi, Deddy. 1996. Pangan dan Gizi Ilmu Teknologi, Industri dan
Perdagangan. Bogor : Sagung Seto.
Prabowo, Aditya Yoga, dkk. 2014. Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L.)
Sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.3 p.129-135.
59
Pratiwi, M.A. 2008. Pemanfaatan Tepung Hontong (Setaria italica (L)
Beauv) dan Pati Sagu dalam Pembuatan Cookies. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Richana, Nur dkk. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan
Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa dan Gembili.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian. ITB. Bogor.
Susilo, Ricky. 2012. Pembuatan Tepung Tapioka dari Ubi Kayu. Dikutip
dari http://scribd.com pada tanggal 12 Desember 2012.
60
Widowati, S. 2006. Dahlia Bunganya Indah Umbinya Mengandung Inulin.
Sinar Tani Edisi 19 – 25.
Winarti, Sri, dkk. 2013. Pengaruh Foaming Pada Pengeringan Inulin Umbi
Gembili (Dioscorea Esculenta) Terhadap Karakteristik Fisiko-Kimia
Dan Aktivitas Prebiotik. AGRITECH, Vol. 33, No. 4, November 2013.
Yogasmara, Erryga dan Puji Lestari. 2010. Buku Pintar Keluarga Sehat.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
61
Lampiran 1
NASKAH PENJELASAN PENELITIAN
62
Manfaat dari penelitian ini adalah baik bagi kesehatan terutama
untuk pencernaan karena cookies ini memiliki kandungan serat yang
cukup tinggi serta rendah kalori. Produk cookies gembili ini aman
dikonsumsi karena pada gembili tidak terdapat kandungan kimia yang
dapat menimbulkan resiko kesehatan bagi tubuh.
63
Lampiran 2
…………..., …………………………
64
Lampiran 3
Nama Panelis :
Hari/Tanggal : SUPERVISOR :
Instruksi :
309
487
717
Saran/komentar:
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………..
65
Keterangan :
Kuning Sangat
Manis gurih Renyah 5
keemasan beraroma
Kuning Kurang
Beraroma Manis 4
kecoklatan renyah
Sedikit Sangat
Coklat Muda Empuk 3
beraroma manis
Tidak
Coklat Hambar Keras 2
beraroma
Coklat Aroma
Pahit Sangat keras 1
kehitaman menyimpang
66
Lampiran 4
MASTER TABEL DATA PENILAIAN PANELIS TERHADAP WARNA
COOKIES GEMBILI
Kode Sampel
No
309 487 717
1 5 3 5
2 5 4 5
3 3 4 5
4 5 4 5
5 3 4 3
6 4 3 2
7 4 4 5
8 4 3 5
9 5 3 5
10 5 4 5
11 3 4 5
12 5 4 5
13 3 2 5
14 5 4 3
15 5 4 5
16 3 4 3
17 5 5 5
18 5 5 5
19 5 4 5
20 4 4 5
21 3 4 5
22 4 4 4
23 5 5 5
24 3 3 5
25 4 3 5
26 2 2 5
27 5 5 5
28 5 4 5
29 5 4 3
30 4 4 5
Jumlah 126 114 138
67
Lampiran 5
MASTER TABEL DATA PENILAIAN PANELIS TERHADAP AROMA
COOKIES GEMBILI
Kode Sampel
No
309 487 717
1 4 4 4
2 4 4 5
3 4 4 4
4 4 4 4
5 3 4 3
6 5 5 4
7 4 4 3
8 4 4 4
9 4 4 4
10 4 4 4
11 4 4 4
12 5 4 2
13 4 4 5
14 4 3 3
15 4 3 3
16 4 5 4
17 4 5 4
18 5 5 5
19 4 4 3
20 5 5 4
21 4 5 3
22 5 5 4
23 5 5 4
24 3 5 4
25 3 4 4
26 5 4 4
27 5 4 3
28 5 5 3
29 4 5 4
30 5 5 4
Jumlah 127 130 113
68
Lampiran 6
MASTER TABEL DATA PENILAIAN PANELIS TERHADAP RASA
COOKIES GEMBILI
Kode Sampel
No
309 487 717
1 5 4 5
2 5 5 5
3 4 4 2
4 5 5 4
5 3 4 4
6 5 5 5
7 4 5 5
8 5 5 5
9 5 5 4
10 5 5 5
11 5 4 5
12 5 4 2
13 5 5 5
14 5 4 4
15 5 3 4
16 5 5 5
17 5 5 5
18 4 4 5
19 4 5 5
20 5 5 4
21 5 5 4
22 4 4 4
23 5 4 5
24 5 5 5
25 4 3 3
26 5 4 3
27 5 3 4
28 5 5 4
29 4 5 5
30 3 5 5
Jumlah 139 134 130
69
Lampiran 7
Tekstur
No
309 487 717
1 2 5 5
2 3 5 5
3 5 4 5
4 4 5 5
5 3 4 5
6 5 5 5
7 5 5 5
8 5 4 5
9 5 5 5
10 3 5 4
11 5 5 5
12 2 5 4
13 4 5 5
14 3 5 5
15 5 3 5
16 3 5 5
17 5 5 5
18 4 5 5
19 5 5 5
20 4 5 4
21 4 5 5
22 2 5 5
23 4 5 5
24 4 5 5
25 5 5 5
26 2 5 4
27 5 5 5
28 5 5 4
29 3 4 5
30 5 5 5
Jumlah 119 144 145
70
Lampiran 8
UJI NORMALITAS
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
warna 90 100,0% 0 ,0% 90 100,0%
aroma 90 100,0% 0 ,0% 90 100,0%
rasa 90 100,0% 0 ,0% 90 100,0%
tekstur 90 100,0% 0 ,0% 90 100,0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
warna ,290 90 ,000 ,793 90 ,000
aroma ,287 90 ,000 ,803 90 ,000
rasa ,360 90 ,000 ,704 90 ,000
tekstur ,414 90 ,000 ,619 90 ,000
a Lilliefors Significance Correction
71
Lampiran 9
UJI KRUSKAL WALLIS
Descriptive Statistics
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Test Statistics(a,b)
72
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Test Statistics(a,b)
total
Chi-Square 1,373
df 2
Asymp. Sig. ,503
a Kruskal Wallis Test
b Grouping Variable: kode
73
Lampiran 10
UJI MANN WHITNEY
1. Warna
Mann-Whitney Test
Ranks
Test Statistics(a)
warna
Mann-Whitney U 325,000
Wilcoxon W 790,000
Z -1,964
Asymp. Sig. (2-tailed) ,050
a Grouping Variable: kode
Ranks
Test Statistics(a)
warna
Mann-Whitney U 330,000
Wilcoxon W 795,000
Z -2,095
Asymp. Sig. (2-tailed) ,036
a Grouping Variable: kode
Ranks
74
Test Statistics(a)
warna
Mann-Whitney U 190,000
Wilcoxon W 655,000
Z -4,140
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a Grouping Variable: kode
2. Aroma
Mann-Whitney Test
Ranks
Test Statistics(a)
aroma
Mann-Whitney U 413,000
Wilcoxon W 878,000
Z -,618
Asymp. Sig. (2-tailed) ,537
a Grouping Variable: kode
Ranks
Test Statistics(a)
aroma
Mann-Whitney U 294,000
Wilcoxon W 759,000
Z -2,602
Asymp. Sig. (2-tailed) ,009
a Grouping Variable: kode
Ranks
75
Test Statistics(a)
aroma
Mann-Whitney U 260,000
Wilcoxon W 725,000
Z -3,145
Asymp. Sig. (2-tailed) ,002
a Grouping Variable: kode
3. Tekstur
Mann-Whitney Test
Ranks
Test Statistics(a)
tekstur
Mann-Whitney U 251,500
Wilcoxon W 716,500
Z -3,416
Asymp. Sig. (2-tailed) ,001
a Grouping Variable: kode
Ranks
Test Statistics(a)
tekstur
Mann-Whitney U 245,000
Wilcoxon W 710,000
Z -3,531
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a Grouping Variable: kode
76
Ranks
Test Statistics(a)
tekstur
Mann-Whitney U 447,500
Wilcoxon W 912,500
Z -,057
Asymp. Sig. (2-tailed) ,954
a Grouping Variable: kode
77
Lampiran 11
78
Lampiran 12
DOKUMENTASI KEGIATAN
Cookies Gembili
79