Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN ANALISIS INSTRUMEN

ANALISA KANDUNGAN RHODAMIN B DALAM SAMPEL SAOS


METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

DINAS PENDIDIKAN KOTA BONTANG


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 BONTANG 2016

1
LEMBAR LEGALITAS

Laporan ini dibuat sebagai hasil atas praktikum Analisa Kandungan Rhodamin B
dalam Saos dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.
Dengan keterangan sebagai berikut :
Nama : Inneke Gloria PTTB (140101017)
Silsa Meki Noon (140101030)
Umar Suprianto (140101031)
Wahed (140101032)
Kelas : XII AK A (R2)
Sekolah : SMKN1 Bontang
Laporan ini digunakan sebagai pelengkap pembelajaran yang kami laksanakan di
sekolah.

Menyetujui,

Guru Bidang Studi

Ambar Widuri S.Pd

NIP:

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
praktikum kami yang berjudul Analisa Kandungan Rhodamin B dalam Saos
dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.

Laporan praktikum ini telah kami susun dengan maksimal. Kami sangat berharap
laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kami mengenai praktikum yang telah kami lakukan. Kami berharap dalam
laporan ini jika terjadi kesalahan akan dibantu oleh adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya.

Bontang, 10 Februari 2017

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... 1


LEGALITAS ................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR..................................................................................................... 3
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 4
BAB I ................................................................................................................................ 5
BAB II .............................................................................................................................. 7
BAB III........................................................................................................................... 11
BAB IV ........................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 14

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
oleh karena itu makanan yang kita makan bukan hanya harus memenuhi gizi dan
mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti tidak
mengandung mikroorganisme dan bahan bahan kimia yang dapat menyebabkan
keracunan penyakit. Perusahaan makanan dan minuman kemasan di Indonesia saat ini
berkembang dengan sangat pesat. Ditemukan makanan dan minuman kemasan yang
diproduksi hanya mementingkan aspek selera konsumen tanpa memperdulikan aspek
kesehatan.
Saos adalah bahan pelengkap makanan yang terbuat dari tomat. Industri
pembuatan saos biasanya juga menggunakan pepaya, maizena, bawang putih, gula pasir,
cuka makanan, sodium benzoat dan pewarna makanan sebagai tambahannya. Namun
beberapa penelitian terakhir mengungkap beberapa industri soas menggunakan pewarna
tekstil untuk bahan pewarnanya. Mereka menggunakan ekstra cabai leoserin capsikum,
ampas tapioka, ekstra bawang putih, bibit cairan tomato, sakarin, garam, pewarna sunset,
pewarna jenis poncau, dan potassium fosfat. Hal ini jelas berbahaya jika dikonsumsi dan
dapat menimbulkan penyakit seperti kanker, pencernaan terhambat, sakit tenggorokan,
pengerasan usus dan diare.
Peningkatan mutu sumber daya manusia dan teknnologii saat ini menjadikan zat
warna kian berkembang degan pesat. Keterbatasan zat warna alam membuat industri
tekstil menggunakan zat warna buatan (sintetik) sebagai pewarna bahan tekstil karena
zat warna sintetik lebih banyak memiliki warna , tahan luntur dan mudah cara
pemakaiannya ketimbang zat warna alami yang kian sulit diperoleh.

5
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.239/MenKes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamin B
termasuk salah satu zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan.
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna
tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004, Rhodamin B merupakan
zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan.
Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi
pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati akan tetapi
sampai sekarang masih banyak produsen yang menggunakan Rhodamin B dalam produk
makanan dan minuman yang dihasilkannya. Rhodamin B ditemukan dalam berbagai
produk seperti: saos, sirup dll.
Berbagai peraturan pemerintah ditetapkan selain untuk melindungi konsumen
sekaligus juga merupakan informasi dan petunjuk bagi pengusaha kecil industri akan
adanya bahan-bahan tambahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya penelitian mengenai keamanan
pangan jajanan di sekitar daerah Kota Bontang.

1.2 Tujuan
Mengidentifikasi bahan kimia zat pewarna Rhodamin B yang terdapat dalam
pelengkap makanan seperti saos.

6
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Rhodamin B
Rhodamin B mempunyai nama lazim tetraethylrhodamine; D&C Red No.19 dan
Rhodhamin B Chloride dengan rumus kimia C28H31N2O3Cl serta memiliki bobot molekul
479 gr/mol.
Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil dan
kertas. Rodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak berbau,
berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang berpendar
(berfluoresensi).Zat ini sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata
dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi
pada kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan dan bahaya kanker hati.
Apabila tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan air seni akan
berwarna merah atau merah muda. Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker.
Penggunaan rhodamin B tentunya berbahaya bagi kesehatan. Penumpukkan
rhodamin B dilemak dalam jangka waktu yang lama jumlahnya terus menerus
bertambah di dalam tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh sampai
mengakibatkan kematian.
Uji toksisitas Rhodamin B telah dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan
injeksi subkutan dan secara oral. Rhodamin B dapat menyebabkan karsinogenik ketika
diinjeksi subkutan yaitu timbul sarcoma lokal, sedangkan secara UV-VIS didapatkan
LD5089,5 mg/Kg yang ditandai dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal dan limfa
serta diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ pada tikus tersebut.

7
Struktur Rhodamin B dapat ditunjukkan pada gambar :

Rhodamin B termasuk jenis pewarna sintetik berbahaya yang dilarang digunakan


pada proses produksi makanan dan minuman. Hal tersebut diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168 / MENKES /PER / X / 1999 (Depkes
RI., 1999), dan Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2004. Namun demikian, masih
sering dijumpai adanya Rhodamin B pada makanan yang berwarna merah, seperti saos
dan sirup.
2.2. Saos
Saos adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna
menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan
atau tanpa rasa pedas). Saos mempunyai daya simpan panjang karena mengandung
asam, gula, garam, dan seringkali pengawet.
Saos tomat dibuat dari campuran bubur buah tomat dan bumbu-bumbu,
berwarna merah muda sesuai dengan warna tomat yang digunakan. Saos tomat
yang baik berwarna merah tomat, tidak pucat, atau bahkan cenderung berwarna
orange, bila pucat dan berwarna merah kekuningan berarti bukan berasal dari tomat asli
melainkan sudah ditambah dengan bahan-bahan lain serta menggunakan zat pewarna.
Saos tomat yang terbuat dari tomat asli sebenarnya sama sekali tidak
memerlukan zat pewarna Pewarna yang digunakan dalam saos yaitu pewarna alami
atau pewarna sintetis untuk makanan misalnya orange red dan orange yellow,
pewarna sintetis ini Pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya untuk makanan
dan minuman juga sering digunakan, seperti rhodamin B yang telah dilarang oleh
pemerintah

8
2.3 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas tergolong "kromatografi
planar." KLT adalah yang metode kromatografi paling sederhana yang banyak
digunakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemisahan dan
analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah bejana tertutup
(chamber) yang berisi pelarut dan lempeng KLT. Dengan optimasi metode dan
menggunakan instrumen komersial yang tersedia, pemisahan yang efisien dan
kuantifikasi yang akurat dapat dicapai. Kromatografi planar juga dapat digunakan untuk
pemisahan skala preparatif yaitu dengan menggunakan lempeng, peralatan, dan teknik
khusus.
Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan alikuot kecil
sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk zona awal.
Kemudian sampel dikeringkan. Ujung fase diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke
dalam fase gerak (pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) di
dalam chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih dengan benar, campuran
komponen-komponen sampel bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda selama
pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hal ini disebut dengan pengembangan
kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak sampai jarak yang diinginkan, fase diam
diambil, fase gerak yang terjebak dalam lempeng dikeringkan, dan zona yang dihasilkan
dideteksi secara langsung visual) atau di bawah sinar ultraviolet (UV) baik dengan atau
tanpa penambahan pereaksi penampak noda yang cocok.
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang
memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang dipisah,
berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan
ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase
gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).

9
Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan pada analisis pewarna
sintetik. KLT merupakan metode pemisahan yang lebih mudah, lebih cepat, dan
memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan kromatografi kertas. KLT tidak
sebaik HPLC untuk pemisahan dan identifikasi, tetapi metode ini relatif sederhana dan
dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang kompleks. Meskipun demikian KLT
tidak mahal dan dapat digunakan secara mudah di industri makanan.KLT pada
hakekatnya melibatkan dua fase: sifat fase diam atau sifat lapisan, dan sifat fase gerak
atau campuran larutan pengembang.

 Fase diam (larutan penjerap/ adsorben)


Semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk suatu pemisahan
merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan fase gerak. Pada KLT, fase diam harus
mudah didapat. Dua sifat yang penting dari kolom yaitu besar partikel dan homogenitas,
karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada kedua sifat tersebut. Besar
partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron
Kolom yang umum digunakan yaitu silika gel, aluminium oksida, kieselgur,
selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain. Silika gel merupakan fase diam yang
paling sering digunakan untuk KLT. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk
kr.
 Fase gerak (pelarut pengembang)
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia
bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Yang
digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem pelarut
multikomponen ini harus berupa campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas
maksimal tiga komponen.
Pada proses serapan, yang terjadi jika menggunakan silika gel, alumina dan fase
diam lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Memang
agak sukar untuk menemukan sistem pelarut yang cocok untuk pengembangan.
Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like, tetapi

10
akan lebih cepat dengan mengambil pengalamanan para peneliti, yaitu dengan dasar
pustaka yang sudah ada.
Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut
pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal, yaitu jarak
antara garis awal dan garis depan, ialah 100 mm.
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan
angka Rf..
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑅𝑓 = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga
standard.
Deteksi senyawa pada kromatogram paling sederhana jika senyawa
menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama pada kira-kira
254 nm) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang
pendek dan atau gelombang panjang (365 nm)
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis
yang juga mempengaruhi harga Rf yaitu stuktur kimia dari senyawa yang sedang
dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan kerataan dari lapisan
penyerap, pelarut (dan derajad kemurniannya) fase bergerak, derajad kejenuhan dari uap
dalam bejana pengembangan yang digunakan, teknik percobaan (arah pelarut bergerak
di atas plat), jumlah cuplikan yang digunakan suhu.

11
BAB III
METODOLOGI

Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Instrumen SMKN 1 Bontang.


3.1 Alat dan Bahan
Alat Bahan
 Erlenmeyer  NaCl
 Beaker glass  Etanol 50%
 Hot plate  Ammonia 2% ; 10%
 Pipet ukur  Etanol 70%
 Whatman 42  NaOH 10% ; 0.5 %
 Labu ukur  Asam asetat 10%
 Bulp  Metanol
 Benang wol
 Batang pengaduk
 Neraca analitik
 Spatula

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Pembuatan Lempeng KLT

1. Siapkan kaca berukuran 10 × 8 cm


2. Saring CaCO3 dan CaSO4, lalu campur dengan perbandingan 1:9
3. Tambahkan aqudest hingga terbentuk pasta
4. Tuang ke lempeng (plat kaca) dan ratakan, hindari terbentuknya gelembung.
5. Dinginkan plat disuhu ruang kamar hingga agak padat lalu dioven pada suhu
105-110⁰C selama 1 jam.

12
3.2.2 Preparasi Sampel

1. Sebanyak 10 gram sampel (yang diperkirakan mengandung rhodamin B)


dimasukkan kedalam erlenmeyer
2. kemudian direndam dalam 20 mL larutan ammonia 2% (yang dilarutkan
dalam etanol 70% selama semalaman.
3. Larutan disaring filtratnya dengan menggunakan kertas saring whatman
no.42.
4. Larutan dipindahkan kedalam gelas kimia kemudian dipanaskan diatas hot
plate.
5. Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 mL air yang mengandung asam
(larutan asam dibuat dengan mencampurkan 10 mL air dan 5 mL asam asetat
10%).
6. Benang wol dengan panjang 15 cm dimasukkan kedalam larutan asam dan
didihkan hingga 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol, kemudian
benang diangkat.
7. Benang wol dicuci dengan air.
8. Kemudian benang dimasukkan kedalam larutan basa yaitu 10 mL amonia
10% (yang dilarutkan dalam etanol 70%) dan didihkan.
9. Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna akan masuk kedalam larutan
basa.
10. Larutan basa yang didapat selanjutnya akan digunakan sebagai cuplikan
sampel pada analisis kromatografi lapis tipis.

3.2.3 Pembuatan Eluen

1. Timbang 2gr NaCl


2. Masukkan dalam larutan Etanol 50%
3. Homogenkan dalam labu ukur 100 ml

13
3.2.4 Larutan Baku
1. Timbang 25 mg zat warna baku Rhodamin B.
2. Dilarutkan dalam 25 mL methanol
3. Larutkan

3.2.5 Analisa
1. Sampel ditotolkan pada plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler pada
jarak 1,5 cm dari bagian bawah plat, jarak antara noda adalah 1 cm.
2. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering.
3. Plat KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan kedalam chamber
yang lebih terdahulu telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa Larutan
Etanol 50% dalam 2 gram NaCl
4. Dibiarkan hingga lempeng terelusi sempurna, kemudian plat KLT diangkat
dan dikeringkan.

14
BAB IV
DATA PENGAMATAN

4.1 Penimbangan Sampel


No. Nama Sampel MW MW+ sampel Hasil
1. Sampel A 57.8922 gr 67.8922 gr 10.0071 gr
2. Sampel B 50.5455 gr 60.5455 gr 10.0062 gr
3. Sampel C 65.3741 gr 75.3741 gr 9.9965 gr
4. Sampel D 61.9672 gr 71.9628 gr 9.9956 gr

4.1 Analisa Nilai Rf

No Nama Sampel Nilai Rf


3.5
Rf sampel = 0.43
8
1. Sampel A
7.3
Rf standar baku = 0.91
8
4.2
Rf sampel = 0.6
7
2. Sampel B
6.5
Rf standar baku = 0.92
7

Rf sampel = 0…
8
3. Sampel C
Rf standar baku = 0…
8

Rf sampel = 0.
8
4. Sampel D
Rf sampel = 0.
8

15
BAB V
PEMBAHASAN

Dalam praktikum yang dilakukan kali ini bertujuan untuk menganalisis


Rhodamin B yang diduga terkandung dalam sampel saos yang banyak beredar
dipasaran. Analisis Rhodamin B dalam saos tomat ini dilakukan karena rhodamin B
dalam makanan terutama saos perlu diawasi keberadaanya sebab rhodamin B merupakan
pewarna sintesis yang biasa digunakan pada industry tekstil bukan industry makanan
sehingga penggunaan rhodamin B dalam suatu sediaan dilarang karena dapat
menimbulkan dampak yang tidak diharapkan bagi kesehatan seperti gangguan ginjal,
hati dan kanker.
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada
industri tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya
pada makanan. Hal tersebut telah dicantumkan oleh Menteri Kesehatan (Permenkes)
pada aturan No.239/Menkes/Per/V/85, namun walaupun sudah dilarang, penggunaan
Rhodamine B dalam makanan masih banyak terdapat di lapangan bahkan dijual bebas
dipasaran.
Analisis yang dilakukan dalam percobaan kali ini yaitu analisis Kualitatif dengan
metode kromatografi lapis tipis Tipis yang merupakan salah satu teknik pemisahan
senyawa dengan prinsip adsorpsi dan koefisien partisi. KLT dilakukan karena pengujian
menggunakan metode ini mudah dilakukan dan murah. Prinsip kromatografi lapis tipis
yaitu perbedaan kepolaran ‘like dissolve like” dimana pelarut yang bersifat polar akan
berikatan dengan senyawa yang bersifat polar juga dan sebaliknya, semakin dekat
kepolaran antara senyawa dengan eluent maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase
gerak tersebut.
Tahap pertama yang dilakukan adalah pembuatan absorben dengan CaCO3 dan
CaSO4 perbandingan penimbangan 1:9. Selanjutnya pada tahap preparasi sampel untuk
memperoleh larutan rodamin B dalam sampel sehingga bisa dianalisis dengan KLT

16
dimana sampel yang diuji harus berbentuk larutan. Preparasi sampel dilakukan dengan
cara menambahkan sampel saos yang akan diuji dengan larutan 2% amonia dalam 70%
etanol dengan perbandingan 1:2 selama 1 malam. Hal ini bertujuan agar rodamin B
dalam sampel dapat larut secara sempurna. Larutan 2% ammonia dalam 70 % etanol
dipilih dalam praktikum kali ini sebab ammonia merupakan pengikat sekaligus pelarut
Rhodamin B sehingga rhodamin B akan terambil sempurna dalam sampel yang akan
dianalisis. Kemudian disaring dengan whatman 42 yang tujuan agar filtrate dapat
tersaring sehingga diperoleh lautan sampel yang jernih tanpa adanya kontaminasi ampas
dari larutan sampel. Kemudian Larutan yang dihasilkan kemudian dipekatkan dengan
cara pemanasan. Larutan hasil pemanasan tersebut kemudian ditambah dengan larutan
asam (10 mL akuades dan 5 mL asam asetat 5%) dengan tujuan untuk menstabilkan
rhodamin B agar tidak berubah dari bentuk terionisasi menjadi bentuk netral.
Langkah selanjutnya yaitu memasukkan benang wol berukuran 15 cm dalam
larutan kemudian didihkan selama 10 menit. Penggunaan benang wol dalam percobaan
kali ini berfungsi untuk mengekstraksi rhodamin B dalam sampel yang telah menerima
perlakuan, dengan bantuan asam asetat yang sebelumnya telah ditambahkan terlebih
dahulu, sehingga dihasilkan warna benang wol yang berubah dari putih menjadi merah
terang. Selain itu fungsi digunakannya benang wol adalah sebagai absorben warna saos
sedangkan asam asetat glasial berfungsi sebagai pemberi suasana asam dimana pada
suasana ini Rhodamin B akan tertarik oleh asam dan selanjutnya akan terabsorbsi oleh
benang wol. Hal ini menandakan bahwa rodamin B dalam larutan telah terikat pada
benang wol. Namun, karena sampel uji KLT berupa larutan maka Rhodamin B dalam
sampel perlu dilarutkan dengan menggunakan pelarutnya yaitu larutan 10% ammonia
dalam 70% etanol.
Hasil yang didapat berupa larutan pekat pada sampel A berwarna merah menyala,
sedangkan pada sampel B warna laruta yang dihasilkan merah muda terang, pada sampel
C karakteristik warna yang dihasilkan bening kekuningan, dan pada sampel D warna
yang dihasilkan orange. Selanjutnya dilakukan penyiapan fasa diam dan fasa gerak dari

17
sistem kromatografi lapis tipis ini. Fasa diam yang digunakan adalah plat kaca yang
telah dibuat dengan menggunakan CaCO3 dan CaSO4 (1:9). . Plat tipis CaCO3 berfungsi
sebagai fasa diam yang merupakan tempat berjalannya adsorben sehingga proses migrasi
analit oleh solventnya dapat berjalan, sedangkan fase gerak yang digunakan dalam
percobaan kali ini adalah campuran 2 gram NaCl yang dilarutkan dalam 50% etanol,
eluen yang digunakan paada percobaan kali ini campuran 2 gram NaCl yang dilarutkan
kedalam 100 mL etanol 50% larutan ini bersifat polar. Penggunaan eluen yang bersifat
polar ini berkaitan dengan sifat kebanyakan zat warna yang bersifat polar termasuk
Rhodamin B, juga kemudahannya untuk dapat larut dalam alcohol dan amonia. Oleh
karenanya digunakan eluen yang bersifat polar ini agar dapat mengelusi Rhodamin B
dengan baik sebab Rhodamin B juga bersifat polar. Apabila digunakan eluen yang
bersifat non polar seperti kloroform, maka Rhodamin B tidak akan terelusi. Selain itu,
Eluent tersebut dipilih karena sifatnya lebih polar dari fase diamnya sehingga sampel
yang polar tidak terikat kuat pada fase diamnya.
Eluent dipilih dengan kombinasi demikian karena dapat menghasilkan spot yang
bagus, pemisahannya baik, dengan waktu pemisahannya juga yang tidak terlalu lama.
Hal ini dikarenakan eluennya bersifat polar dan mudah menguap. Penggunaan eluent ini
disesuaikan dengan sifar polar Rhodamin B karena memiliki gugus karboksil dengan
pasangan elektron bebas dan gugus amina pada struktur molekulnya. Gugus karboksil
dan amina ini akan membentuk ikatan hidrogen intermolekular dengan pelarut polar
sehingga mudah larut dalam pelarut polar. Oleh karena itu, digunakan campuran eluen
polar agar dapat mengeluasi Rhodamin B dengan baik.
Absorben yang digunakan dalam metode KLT yaitu berupa CaCO3 dan CaSO4
sebagai perekat yang tidak mengikat air sehingga noda yang tercipta lebih dapat focus
dan tajam. Fase diam ini bersifat polar. Kepolaran ditentukan saat aktivasi plat (yaitu
menggunakan pelarut yang bersifat polar seperi etanol). Sebelum mempartisi sampel,
awalnya eluen terlebih dahulu dijenuhkan dengan tujuan untuk memastikan partikel fasa
gerak terdistribusi merata pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot

18
di atas fasa diam oleh fasa gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan
digunakan untuk mengotimalkan naiknya eluent dan untuk menghindari hasil tailing
pada pelat KLT selain itu penjenuhan yang dilakukan berfungsi untuk memudahkan saat
eluasi sampel. Selama proses penjenuhan, dilakukan persiapan fase diam yakni plat
CaCO3 yang digunakan berukuran 10 x 8 cm. Plat tersebut diberi batas atas dan bawah
masing-masing 1 cm. Fungsinya sebagai penanda jarak tempuh eluent. Batas bawah plat
dibuat 1 cm agar tidak terendam oleh eluent. Jarak penotolan disesuaikan dengan lebar
plat yang tersedia. Jarak penotolan tidak boleh terlalu berdekatan untuk menghindari
bergabungnya spot masing-masing larutan dan tidak boleh terlalu pekat untuk
menghindari adanya tailing saat spot naik bersama fasa gerak.
Faktor factor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis
yang juga mempengaruhi harga Rf :

a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang disiapkan


b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
d. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak
e. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
f. Teknik percobaan
g. Jumlah cuplikan yang digunkan
h. Suhu
i. kesetimbangan

19
BAB IV
PENUTUP

4.2 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
sampel yang beredar dipasaran sa mpel A positif mengandung Rhodamin B
4.3 Saran
Saran yang diberikan pada percobaan kali ini yaitu agar lebih mempehitungkan
kembali perbandingan eluen yang digunakan serta lebih memperhatikan keselamatan
kerja ketika bekerja dengan zat kimia berbahaya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta :


Penerbit Andi.
Christian, Gary D. 1994. Analytical Chemistry, edisi kelima. New York : John Wiley
and Sons Inc.
Deman, J.M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB.
Djalil, A.D., Hartanti, D., Rahayu, W.S., Prihatin, R., Hidayah, N. 2005. Identfikasi Zat
Warna Kuning Metanil (Metanil Yellow) dengan Metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) pada Berbagai Komposisi Larutan Pengembang, Jurnal Farmasi.
Purwokerto : Fakultas Farmasi UMP.
Donatus, I.A. 1990. Toksikologi Pangan, PAU Pangan dan Gizi. Yogyakarta: UGM.
Gritter, R.J., J.M. Bobbit, and A.E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi, Edisi 2,
terjemahan Kasasih Padmawinata. Bandung : ITB.
Index, Merck. 2006. Chemistry Constant Companion, Now with a New Additon. USA :
Merck & CO.
Judarwanto, W. 2007. Perilaku Makan Anak Sekolah [Serial Online]
http://www.ludruk.com (diakses pada April 2015).
Marmion, Daniel. 1984. Colorts For Food Drug and Cosmetika. United States of
Amerik : Jhon Willy and Sons Inc.
Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga University
Press.
Nollet, 2004. Analisa Rhodamin B dan Metanil Yellow dalam Minuman Jajanan Anak
SD di Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta Metode Kromatografi Lapis
Tipis, Skripsi. Surakarta : Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektrosfotokopi, edisi kedua. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Siswoyo, Dwi. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

21
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung : ITB.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Kanisius.
Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi 6. Jakarta : Erlangga.
Winarno, F.G. dan Rahayu, T.S. 1994. Bahan Makanan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

22
LAMPIRAN

Sampel A

Sampel B

Sampel C

Sampel D

23

Anda mungkin juga menyukai