Anda di halaman 1dari 8

D.

Analisis Daya Tahan Bahan Tambahan Pangan Halal

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke

dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,

perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Pedagang biasanya

menambahkan BTP dengan maksud untuk memperoleh keuntungan, karena BTP

(boraks, formalin, rhodamin B dan methanil yellow) harganya lebih murah dan

mudah didapat. Penambahan BTP berbahaya memiliki tujuan untuk membuat

makanan lebih menarik, tahan lama dan kenyal (Rofieq, dkk., 2017: 77).

Formalin adalah salah satu zat yang dilarang berada dalam bahan makanan.

Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran

pernafasan. Didalam tubuh cepat teroksidasi membentuk asam format terutama di hati

dan sel darah merah. Pemakaian formalin pada makanan dapat mengakibatkan

keracunan yaitu rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi

susunan syaraf atau kegagalan peredaran darah. Berdasarkan beberapa penelitian

menyatakan bahwa formalin tergolong sebagai karsinogen, yaitu senyawa yang dapat

menyebabkan timbulnya kanker. Para ahli pangan sepakat bahwa semua bahan yang

terbukti bersifat karsinogenik tidak boleh digunakan dalam bahan makanan maupun

minuman (Rofieq, dkk., 2017: 77).

Gambar 1. Sruktur kimia formaldehid


Formalin sebenarnya sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Di sektor industri, formalin sangat banyak manfaatnya, misalnya sebagai anti bakteri

atau pembunuh kuman, sehingga formalin sering dimanfaatkan sebagai pembersih

lantai, kapal, gudang, pakaian bahkan juga dapat dipergunakan sebagai pembunuh

lalat dan berbagai serangga lain. Dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%),

formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai bahan non pangan seperti

pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, shampo mobil, lilin dan

karpet. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan

kertas. Formalin dapat juga digunakan sebagai bahan pembentuk pupuk berupa urea,

bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras

kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi busa dan bahan

perekat untuk produk kayu lapis (playwood). Formalin juga digunakan sebagai bahan

pengawet mayat dan berbagai jenis bahan industri non makanan (Rofieq, dkk., 2017:

77).

Adapun, efek dari bahan pangan (makanan) berformalin baru bisa terasa

beberapa tahun kemudian. Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir

saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh cepat teroksidasi

membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah. Pemakaian pada

makanan dapat mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia, yaitu rasa sakit perut

yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf atau kegagalan

peredaran darah (Maidah, 2015: 21).

Sementara itu Bahan Tambahan Pangan lainnya yakni Formalin yang telah

dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh akan berubah menjadi senyawa asam format.

Asam format yang sudah terbentuk masuk akan beredar dalam tubuh, salah satunya
menuju organ hepar melalui vena porta. Di dalam hepar, asam format akan

mempengaruhi semua sel yang ada di hepar. Sel kupffer hepar akan memicu

pengeluaran Reactive Oxygen Species (ROS). ROS merupakan radikal bebas yang

bersifat toksik apabila terdapat di dalam tubuh. ROS yang terbentuk akan

menyebabkan terbukanya kanal pada membran mitokondria sehingga akan memicu

keluarnya protein sitokrom yang dapat mengakibatkan aktifnya Cascade. Aktifasi

Cascade memiliki berfungsi mengatur kematian sel secara ototmatis yang disebut

dengan proses apoptosis. Hal ini menyebabkan keluarnya protein salah satunya

sitokrom ke sitosol. Pengeluaran sitokrom dapat mengaktifkan Cascade. Proses

tersebut sel dalam keadaan kekurangan ATP sehingga perlahan-lahan akan

menyebabkan hipoksia dan berakhir dengan kerusakan sel (Rofieq, dkk., 2017: 79).

Uji formalin

Dipipet sebanyak 50 mL akuades kemudian dididihkan di dalam gelas kimia.

Sampel yang telah dikeringkan, direndam dalam akuades tersebut selama 5 menit,

setelah itu dimasukkan pereaksi asam kromatropat sebanyak 3 mL kemudian

diaduk dan disaring, hingga terbentuk residu dan filtrat. Filtratnya diambil dan

dipanaskan dengan akuades baru di dalam gelas kimia 500 mL. dipanaskan

kembali di atas penangas air selama 5 menit. Produk yang mengandung formalin

akan ditunjukkan dengan berubahnya warna air dari bening menjadi merah muda

menjadi ungu. Semakin ungu kadar formalin semakin tinggi (Maidah, 2015: 26).
Boraks

Boraks adalah senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama kimia

natrium tetraborat (NaB4O7. 10H2O), dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika

larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks

atau asam borat merupakan bahan untuk membuat deterjen, mengurangi kesadahan

air, dan bersifat antiseptik. Boraks terkandung juga dalam bleng. Bleng ada yang

terdapat dalam bentuk padatan yang biasa disebut cetitet yang terdiri dari campuran

garam dapur, soda, boraks, dan zat warna. Bleng ada juga yang terdapat dalam bentuk

cair. Boraks bersifat antiseptik dan pembunuh kuman. Oleh karena itu borak banyak

digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada

kosmetik. Dalam industri tekstil boraks digunakan untuk mencegah kutu, lumut, dan

jamur. Boraks juga digunakan sebagai insektisida dengan mencampurkannya dalam

gula untuk membunuh semut, kecoa, dan lalat (Rofieq, dkk., 2017: 77).

Boraks dalam bentuk asam borat tidak terdisossiasi dan akan terdistribusi pada

semua jaringan. Boraks akan diekskresikan >90% melalui urine dalam bentuk yang

tidak dimetabolisir. Waktu paruh dari senyawa kimia boraks adalah sekitar 20 jam,

namun pada kasus dimana terjadi konsumsi dalam jumlah yang besar maka waktu

eliminasi senyawa boraks akan berbentuk bifasik yaitu 50% dalam 12 jam serta 50%

lainnya akan diekskresikan dalam waktu 1-3 minggu. Selain diekskresi melalui urin,

boraks juga di ekskresikan dalam jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan

feces. Mengkonsumsi makanan yang menganung boraks memang tidak langsung

berakibat buruk terhadap kesehatan. Tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi

sedikit karena diserap dalam tubuh secara kumulatif. Seringnya engkonsumsi


makanan yang mengandung boraks, salah satunya akan menyebabkan gangguan hati.

Masuknya boraks yang terus menerus, akan menyebabkan rusaknya membran sel

hepar, kemudian diikuti kerusakan pada sel parenkim hepar. Hal ini terjadi karena

gugus aktif boraks B-O-B (B=O) akan mengikat protein dan lipid tak jenuh sehingga

menyebabkan peroksidasi lipid. Peroksidasilipid dapat merusak permeabilitas sel

karena membran sel kaya akan lipid, sebagai akibatnya semua zat dapat keluar masuk

ke dalam sel (Rofieq, dkk., 2017: 78).

Gambar 2. Struktur kimia boraks

Uji boraks

Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dan dipotong-potong kecil lalu di oven

pada suhu 120°C selama 6 jam, kemudian sampel dimasukkan ke dalam cawan

porselin, dipijarkan dalam tanur pada suhu 800°C selama 3 jam. Sisa pemijaran

ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat dan 5-6 tetes metanol kemudian dibakar. Bila

timbul nyala hijau maka menandakan adanya senyawa boraks dalam sampel tersebut

(Maidah, 2015: 26).

Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan,

terutama makanan jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal

berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan

warna merah terang berfluoresan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian.

Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik

bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna dan menutupi

perubahan warna selama penyimpanan. Penyakit yang ditimbulkan Rhodamin B

yaitu, menyebabkan pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi

berupa pembesaran organ. Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam

penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker (Rofieq, dkk., 2017: 78).

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna

hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah

terang berpendar atau berfluorosensi (BPOM, 2014). Rhodamin B memiliki nama

lain tetraetil rhodamin, D and C Red No.19, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine,

Brilliant Pink, dan merah K10 (BPOM, 2014; BPOM, 2008) dengan rumus molekul

C28H31ClN2O3 dan berat molekul sebesar 479,01 g/mol. Rhodamin B memiliki titik

lebur 165°C, titik leleh 270°C, dan titik didih sebesar 310°C. Rhodamin B bersifat

larut dalam air alkohol, eter, benzena, sedikit larut dalam asam klorida dan natrium

hidroksida serta tidak larut dalam pelarut oganik (Kemenkes RI, 2014). Berikut

merupakan rumus molekul Rhodamin B


Gambar 3. Rumus Senyawa Rhodamin B

Menurut Permatahati dan Yanti (2020: 66) metode identifikasi Rhodamin B

dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Analisis spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 500-600 nm

pada sampel paprika, kentang goreng, permen karet, pizza pedas, nasi

pedas, terasi, bubuk cabai dan permen.

2. Analisis kualitatif dengan metode konvensional menggunakan benang

wol. Hasil positif ditandai dengan warna merah pada benang wol (yang

mengandung sampel) tidak dapat dicuci oleh air pada sampel saus.

3. Analisis kromatografi kertas. Harga Rf sampel dibandingkan dengan

harga Rf warna pembanding, jika diperoleh harga Rf yang sama atau

mendekati zat warna adalah jenis yang sama yaitu rhodamin b, kuning

FCF, eritrosin, amaran dan ponceau 4R pada sampel saus.

4. Analisis HPLC Fluoresensi pada sampel susu kedelai.

Dapus:
Rofieq, A.; Dewangga, E. P.; Lubis, M. H. “Analisis Bahan Tambahan Pangan
Berbahaya dalam Jajanan di Lingkungan Sekolah Menengah Atas Propinsi
Jawa Timur Indonesia”. Prosiding Seminar Nasional III, 2017.
Maidah. “Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Natrium Benzoat, Boraks dan Formalin
dalam berbagai Makanan Olahan yang Terdapat di Lingkungan Sekolah Dasar
Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar”. Skripsi. Universitas Hasanuddin
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, 2015.
Permatahati, D. M.; Yanti, L. P. D. “Metode Identifikasi Rhodamine B pada Makanan
dan Kosmetik”. Bima Nursing 2, no. 1, 2020: h. 62-69.

Anda mungkin juga menyukai