Anda di halaman 1dari 22

PEWARNA DAN AGEN PENAHAN PEWARNA MAKANAN (FOOD COLOUR

AND COLOUR RETENTION AGENTS)


Makalah
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Zat Aditif dan Adiktif
Yang Dibina Oleh:
Bapak Dr. Muntholib, S.Pd, M.Si.,
Ibu Dr. Yayuk Mulyati, M.Si.,

Oleh Kelompok 1:
1. Cantik Azzaroiha (190351620490)
2. Devi Indra Rachmawati (190351620421)
3. Lovira Salsabila (190351620469)
Offering C 2019

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
Februari 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 2


A. Konsep dan sifat zat ..................................................................................................... 3
B. Mekanisme kerja zat di dalam tubuh dan efeknya ..................................................... 10
C. Dampak penyalahgunaan penggunaan bagi tubuh ..................................................... 12
D. Pola konsumsi yang bijak apabila mengkonsumsinya............................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 20

2
A. Konsep dan sifat zat
Pola hidup masyarakat mengalami perubahan yang sangat besar terutama dalam
memenuhi kebutuhan asupan gizi serta pengolahan makanan dan minuman di samping
semakin berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu penyebab perubahan
pola hidup dalam memenuhi kebutuhan gizi adalah kebiasaan jajan. Jajanan baik berupa
makanan maupun minuman menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
masyarakat yang kontemporer saat ini. Hal tersebut disebabkan karena murah, mudah
didapat, cita rasa yang sesuai dengan selera masyarakat serta warna maupun bentuk yang
menarik.
Jajanan yang tidak bisa lepas dari masyarakat dari masyarakat ternyata
mempunyai resiko terhadap kesehatan. Hal ini disebabkan penggunaan bahan tambah
pangan (BTP) oleh pedagang makanan dan minuman. Bahan tambah pangan (BTP) yang
sering digunakan untuk meningkatkan daya tarik makanan dan minuman adalah pewarna.
Penggunaan pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk makanan diatur dalam SK
Menteri Kesehatan RI Nomor 722/MenKes/Per/IX/88 (Bhayu, 2016).
Penggunaan pewarna makanan untuk membuat makanan lebih menarik dan
menggugah selera telah dilakukan selama berabad-abad. Warna merupakan perlengkapan
penting serta termasuk daftar kriteria pemilihan dalam hal pilihan makanan karena
meningkatkan daya tarik terhadap makanan sehingga dapat mempengaruhi preferensi,
kesenangan dan penerimaan produk makanan. Sebenarnya telah dikatakan bahwa warna
adalah parameter paling menonjol yang digunakan untuk menilai kualitas makanan dan
rasa.
Secara umum pewarna makanan terdiri dari campuran yang mengandung
sejumlah bahan utama antara lain senyawa pewarna utama, garam anorganik, dan volatil.
Tujuan utama penambahan warna pada makanan adalah untuk mengembalikan warna
yang hilang selama pemrosesan, penyimpanan, atau transportasi; untuk membuat
makanan terlihat lebih menarik bagi konsumen; untuk menstabilkan dan memperkuat
warna alami yang sudah ada dan mempertahankan tampilan yang sama di seluruh tahapan
yang diproses. Pewarna makanan diklasifikasikan sebagai salah satu dari tiga kelompok
utama: pewarna makanan alami, pewarna identik alami, dan pewarna buatan / sintetis
(Msgati,2013).

3
1. Pewarna makanan alami
Sumber pewarna alami adalah tumbuhan, binatang, dan mikroorganisme. Dari
berbagai sumber tersebut hanya sedikit yang tersedia dalam jumlah yang cukup untuk
digunakan secara komersial sebagai pewarna makanan dan jumlah sedikit itu berasal dari
tumbuhan (Msgati,2013). Pewarna makanan alami sudah dikenal oleh masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu, seperti daun suji, kunyit, kesumba dan sebagainya.
Penggunaan pewarna alami lebih menguntungkan dibandingkan pewarna sintetis, yaitu
aman karena terbuat dari bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif bagi tubuh,
mudah didapat, serta dapat menimbulkan rasa dan aroma khas. Namun penggunaan
pewarna makanan alami ditinggalkan produsen makanan karena kurang praktis dalam
pemakaiannya terkait dengan belum adanya pewarna alami yang dijual di pasaran
sehingga produsen makanan harus membuat sendiri pewarna makanan yang dibutuhkan
tersebut. Keterbatasan pewarna alami seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang
tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman
warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Di samping itu
kelemahan dari penggunaan pewarna alami adalah warna yang kurang stabil yang bisa
disebabkan oleh perubahan pH, proses oksidasi, pengaruh cahaya dan pemanasan,
sehingga intensitas warnanya sering berkurang selama proses pembuatan makanan
(Elizarni et al., 2014).
Pewarna makanan alami termasuk senyawa yang berasal dari sumber tumbuhan,
terutama antosianin yang diperoleh dari buah merah. Zat pewarna makanan alami terdiri
dari sejumlah kelas pigmen mayor dan minor. Salah satu sifat pewarna alami yang
diketahui adalah ketidakstabilannya terhadap pH, panas atau cahaya. Beberapa sumber
pewarna makanan alami termasuk antosianin dengan karakteristik warna mulai dari
merah hingga biru yang ditemukan pada buah matang (misalnya stroberi, blueberry, ceri,
anggur), sayuran (misalnya bawang, kubis), biji-bijian (misalnya bunga matahari ungu)
dan bunga.
Jenis zat warna alami yang sering digunakan untuk pewarna makanan antara lain
adalah :
a. Karotenoid
Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna kuning, merah dan oranye
yang secara alami terdapat dalam tumbuhan dan hewan, seperti dalam wortel, tomat,

4
jeruk, algae, lobster, dan lain-lain. Lebih dari 100 macam karotenoid terdapat di alam,
tetapi hanya beberapa macam yang telah dapat diisolasi atau disintesis untuk bahan
pewarna makanan. Diantaranya ialah betakaroten, beta-apo-8’-carotenal, canthaxanthin,
bixin dan xantofil (Msgati,2013). Beberapa jenis karotenoid yang banyak terdapat di alam
dan bahan makanan adalah β-karoten (berbagai buah-buahan yang kuning dan merah),
likopen (tomat), kapxantin (cabai merah), dan biksin (annatis). Senyawa ini baik untuk
mewarnai margarin, keju, sop, pudding, es krim dan mie dengan pemakaian 1 sampai 10
ppm.
b. Antosianin
Anthocyanin adalah kelompok besar pigmen tanaman yang berwarna merah-biru.
Anthocyanin terdapat pada semua tumbuhan tingkat tinggi, terutama di bunga dan buah-
buahan tetapi juga di daun, batang, dan akar. Warna anthocyanin tergantung pada
struktur, dan juga pada keasaman buah. Antocyanins banyak berwarna merah pada
kondisi asam dan membiru pada kondisi asam sedikit.
Antosianin juga berperan utama sebagai antioksidan yang sangat diperlukan tubuh
untuk mencegah terjadinya oksidasi radikal bebas yang menyebabkan berbagai macam
penyakit (Lani, 2010). Akhda (2009) melaporkan bahwa kandungan pigmen antosianin
pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama cahaya matahari (intensitas),
suhu udara, dan pH. Antosianin stabil pada pH 3-5 dan suhu 50˚C, dan dalam
penyimpanan ± 4ºC (Eppang et al., 2020).
Zat warna (pigmen) ini larut dalam air dan warnanya oranye, merah dan biru.
Warna pigmen antosianin merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-
buahan, dan sayur-sayuran. Secara alami terdapat dalam buah matang (misalnya stroberi,
blueberry, ceri, anggur), sayuran (misalnya bawang, kubis), biji-bijian (misalnya bunga
matahari ungu) dan bunga. Biasanya buah-buahan dan sayuran warnanya tidak hanya
ditimbulkan oleh satu macam pigmen antosianin saja, tetapi kadang-kadang sampai 15
macam pigmen seperti pelargonidin, sianidin, peonidin dan lain-lain yang tergolong
glikosida-glikosida antosianidin. Antosianin tidak tahan terhadap asam askorbat, metal-
metal dan cahaya. Tetapi untuk sirop, nektar dan essence buah-buahan, penambahan
garam alumunium sampai 200 ppm dapat membantu menstabilkan warnanya. Pada pH
rendah (asam) pigmen berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan
kemudian menjadi biru.

5
Faktor yang mempengaruhi retensi antosianin adalah struktur antosianin dan
komponen-komponen lain yang terdapat pada bahan pangan tersebut. Antosianin dapat
membentuk kompleks dengan komponen polifenolik lainnya. Komponen flavonol dan
flavon yang biasanya selalu berkonjugasi dengan antosianin juga memiliki kontribusi
dalam menjaga stabilitas antosianin (Eppang et al., 2020).
c. Kurkumin
Kurkumin merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman kunyit
(Zingiberaceae). Kurkumin juga merupakan pigmen utama kunyit. Zat warna ini dapat
dipakai dalam minuman tidak beralkohol, seperti sari buah. Akan tetapi zat warna ini
masih kalah oleh zat warna sintetis dalam hal warnanya (Msgati,2013).
d. Karamel
Karamel berbentuk amorf yang berwarna coklat gelap dan dapat diperoleh dari
pemanasan yang terkontrol terhadap amilase, hidrolisis pati, dekstrin, gula invert, laktosa,
syrup malt, dan glukosa. Komposisi karamel sangat kompleks dan sukar didefinisikan.
Bila diencerkan karamel membentuk koloid yang bermuatan listrik. Karena sifat ini
pemakaian karamel harus memperhatikan pH bahan. Di bawah pH 2.0 (titik isolistrik
karamel), karamel bermuatan positif dan akan mengendap. Untuk mencegah terjadi
pengendapan, maka harus diusahakan pH di atas titik isolistrik. Pigmen karamel diperoleh
melalui pemanasan katalitik karbohidrat. Ada tiga macam kelas karamel yang
membedakan penggunaannya dalam bahan makanan, yaitu
1. Karamel tahan asam. Digunakan untuk mewarnai minuman yang mengandung
CO2 dan bersifat asam. Karamel ini berbentuk cairan.
2. karamel untuk roti juga berbentuk cairan, merupakan kelas yang lebih rendah
dan digunakan untuk produk seperti biskuit, cake dan roti.
3. karamel kering digunakan untuk campuran dm bentuk kering atau untuk produk
cair dalam jumlah banyak.
e. Klorofil
Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan di kebanyakan tanaman, alga, dan
bakteri tertentu. Hampir semua sayuran berdaun mengandung klorofil, itu adalah salah
satu pigmen tertua dan paling banyak dikonsumsi dalam makanan kita. Seperti yang telah
ada dalam diet manusia, maka klorofil dapat dianggap sebagai salah satu komponen
makanan yang paling aman. Klorofil memainkan peran penting dalam tanaman dalam

6
fotosintesis, mekanisme yang digunakan tanaman dalam memperoleh energi. Klorofil
merupakan pigmen utama pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Sebagian besar
klorofil akan terdistribusi di dalam daun (sehingga disebut zat hijau daun), namun klorofil
juga dapat ditemukan pada batang, akar, buah dan biji yang berwarna hijau dalam jumlah
yang terbatas. Dalam banyak buah, klorofil terdapat pada buah yang belum dimasak yang
kemudian warna hijaunya menghilang secara perlahan ketika karatenoid merah dan
kuning mengagantikannya selama pemasakan. Beberapa tanaman dikenal sangat kaya
dengan klorofil, yaitu daun suji, daun katuk, daun singkong, chlorela, alfalfa, spirulina,
rumput gandum, bayam, cincau dan lain-lain (Inanc, 2011).
Dalam mempertahankan stabilitas zat warna alam dalam penyimpanan dapat
dilakukan dengan mencari bahan untuk menstabilkan zat warna alam seperti penggunaan
antioksidan, melapisi zat warna dan menyimpan dalam wadah yang tahan terhadap suhu
dan cahaya(Elizarni et al., 2014).
2. Pewarna makanan yang Identik dengan alam
Zat warna ini masih satu golongan dengan kelompok zat warna alami, hanya zat
warna ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi.
Jadi pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang
struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan ini
adalah karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), apokaroten (merah-oranye),
beta-karoten (oranye-kuning). Semua pewarna-pewarna ini memiliki batas-batas
konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh digunakan dalam
jumlah tidak terbatas. Menurut Elizarni, dkk (2014) Pigmen alami dapat menjadi salah
satu pilihan untuk meningkatkan ketahanan dan kualitas pangan karena pigmen alami
merupakan salah satu zat non gizi yang mampu memberikan nutrisi bagi tubuh. contohnya
salah satu jenis tumbuhan yang memiliki pigmen dan dapat digunakan pada makanan
ialah bayam merah (Althernanthera amoena Voss). Pigmen yang terdapat dalam bayam
merah adalah pigmen antosianin.
3. Pewarna makanan sintetis / buatan
Seperti namanya, pewarna makanan buatan adalah produk dari proses kimia di
mana molekul yang mampu memberikan warna pada makanan diproduksi atau disintesis.
Beberapa alasan para produsen lebih memilih menggunakan zat pewarna sintetis daripada
zat pewarna alami diantaranya warna yang dihasilkan pewarna sintetis lebih cerah dan

7
lebih homogen, sedangkan zat pewarna alami lebih pudar dan tidak homogen; pewarna
sintetis memiliki banyak variasi warna, sedangkan pewarna alami sedikit; zat pewarna
sintetis harganya lebih murah sedangkan zat pewarna alami lebih mahal; ketersediaan zat
pewarna sintetis tidak terbatas, sedangkan zat pewarna alami terbatas; zat pewarna sintetis
bersifat stabil sedangkan pewarna alami kurang stabil (Putri, Ni Komang Lisna P dkk,
2012). Pewarna sintetik dapat berdampak negatif yaitu menyebabkan toksik dan
karsinogenik (Elizarni et al., 2014).
Contoh pewarna makanan sintetis termasuk tartrazine dan carmoisine. Mayoritas
pewarna sintetis bersifat hidrofilik dan dengan demikian dapat larut dalam air, suatu sifat
yang berarti pewarna tersebut dapat dimasukkan ke dalam makanan tanpa memerlukan
pemrosesan awal. Kelas utama pewarna makanan sintetis adalah pewarna azo (misalnya
bayam); quinoline (misalnya quinoline kuning); xanthene (misalnya eritrosin); triaryl
methanes dan indigoid (misalnya indigo carmine) (Msgati,2013).
Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk pangan diantaranya
Sunset Yellow dan Tartrazine secara komersial digunakan sebagai zat aditif makanan
(Elizarni et al., 2014). Winarno, 2004 menyatakan bahwa Tartrazin merupakan pewarna
sintetis dari salah satu kelas ozo yang menghasilkan warna kuning. Selain memiliki gugus
aromatik tartrazin juga memiliki gugus kromofor yang memiliki ikatan phi (π)
terkonjugasi. Penggunaan tartrazin dapat memberikan efek yang berbahaya, seperti
urtikaria (alergi kulit), rhinitis (pilek), asma, purpura(memar pada kulit) dan anafilaksis
sistemik (shock). Menurut KBPOM RI No. 37 Tahun 2013 tentang batas maksimum
penggunaan BTP Pewarna ditetapkan bahwa bahan pewarna Tartrazin dalam minuman
berbasis perisa tidak berkarbonat adalah 70 mg/Kg (Bhayu, 2016).
Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl dan berbentuk serbuk
kristal berwarna kehijauan. Apabila terlarut pada konsentrasi tinggi, Rhodamin B
berwarna merah keunguan sedangkan apabila terlarut pada konsentrasi rendah, Rhodamin
B berwarna merah terang. Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang dibuat dari
metanlinilat dan dipanel alanin. Rhodamin B tersedia di pasar untuk industri tekstil dan
plastik, namun bahan ini banyak disalahgunakan pada pangan dan kosmetik. Rhodamin
B sering dipakai untuk mewarnai produk pangan seperti kerupuk, terasi, makanan ringan,
manisan, kembang gula, sirup, cendol, minuman ringan, saos dan lain lain. Makanan yang
diberi zat pewarna Rhodamin B biasanya lebih terang atau mencolok warnanya dan

8
memiliki rasa agak pahit. Sebagai pewarna tekstil, Rhodamin B mengandung logam berat
yang bertujuan agar efek pewarnaan pada produk tekstil menjadi lebih kuat dan awet.
Namun pabila Rhodamin B dikonsumsi oleh manusia, residu logam berat akan
terakumulasi dalam tubuh dan membahayakan bagi kesehatan. Rhodamin B juga
termasuk senyawa yang tidak stabil (radikal) disebabkan adanya kandungan klorin
(senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktifitas yang
tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena merupakan senyawa yang radikal
akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan senyawa-
senyawa dalam tubuh kita sehingga pada akhirnya akan memicu kanker pada manusia
(Wahyudi et al., 2017)
3. Peretensi Warna (Agent Food Colouring)
Peretensi warna (colour retention agent) adalah bahan tambahan pangan yang
dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas warna pangan tanpa
menimbulkan warna baru. Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes
adalah: magnesium karbonat. Mereka melindungi makanan dari kehilangan warnanya.
Mereka harus terutama karena seringkali makanan terasa hambar karena kehilangan
warnanya. Agen pewarna membantu memperbaiki warna alami selamanya bahkan saat
dimasak. Agen retensi warna digunakan dalam aplikasi makanan dan minuman untuk
mempertahankan warna produk, mempertahankan warna produk, atau memperpanjang
warna produk makanan atau minuman. Agen retensi warna termasuk dalam ketentuan
umum umum GRAS (Umumnya diakui sebagai aman) dengan memenuhi pedoman GMP
(Good Manufacturing Practices).
Agen retensi warna umumnya bekerja dengan mengikat molekul oksigen yang
ada dalam makanan, yang akan membantu menjaga warna makanan atau minuman. Ada
berbagai jenis zat retensi warna yang ada seperti magnesium karbonat, asam askorbat,
Bouillonmex, Copper sulfate, Crystal flash, asam eritorbat, dan masih banyak lagi.
Diantaranya, asam askorbat digunakan dalam berbagai industri makanan dan minuman
karena menghasilkan beberapa sifat seperti antioksidan, pengawet pewarna, dan
pengawet rasa dan zat penyedap dalam berbagai jenis makanan. Asam eritorbat, yang
merupakan stereoisomer dari asam askorbat, berfungsi sebagai zat penyedap dan zat
retensi warna pada berbagai makanan dan minuman. Magnesium Karbonat adalah bubuk
putih lepas, tidak berbau dan relatif padat. Dalam suhu normal ia memiliki tiga hidrat.

9
Yang ringan berwarna putih, bubuk putih mudah rapuh atau lepas digunakan sebagai
pengering, retensi warna dalam makanan, zat anti caking, pembawa, zat pengrmbang dan
pengatur keasaman. Ini hampir tidak larut dalam air, tetapi akan membawa sedikit reaksi
basn, dan bisa larut dalam etanol.
B. Mekanisme kerja zat di dalam tubuh dan efeknya
Salah satu kebutuhan penting manusia adalah makanan dan minuman sebagai
sumber energi dalam beraktivitas. Selain sebagai sumber energi makanan dan minuman
juga dapat memperbaiki sel - sel tubuh yang rusak, meningkatkan imun, untuk
pertumbuhan dan perkembangan, dan sebagainya. Namun tidak semua kalangan
masyarakat memahami dampak dari makanan dan minuman yang tidak sehat. Banyak
masyarakat terutama kalangan industri makanan dan minuman lebih mementingkan
keuntungan ekonomi. Untuk menarik konsumen, di produksilah makanan dan minuman
beraneka warna. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas
makanan. Dahulu, makanan diberi warna dengan zat warna alami yang diperoleh dari
tanaman, hewan, dan mineral. Tetapi dengan seiring zaman diiringi dengan teknologi
yang semakin canggih terciptalah zat pewarna sintetis. Industri makanan dan minuman
lebih memilih menggunakan pewarna sintetik karena lebih mudah diperoleh dengan harga
murah.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012, keberadaan bahan
tambahan dalam pangan memang diizinkan untuk jenis dan batas tertentu. Di Indonesia,
dari hasil uji beberapa jenis bahan makanan oleh BPOM telah ditemukan kandungan
bahan yang berbahaya dalam bahan makanan, antara lain Rhodamine B dan Methanil
yellow yang merupakan pewarna tekstil, kertas, dan cat. Penggunaan pewarna tekstil pada
makanan dan minuman tentu menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh (Depkes RI,
2006).
Secara umum, dengan banyaknya zat kimia berbahaya yang terdapat pada
pewarna sintetis maka hati akan bekerja keras merombaknya agar dapat dikeluarkan dari
hati. Dari hati kemudian masuk ke sistem peredaran darah yang selanjutnya menuju
ginjal. Ginjal pun harus bekerja keras untuk mengekskresikan zat tersebut keluar dari
tubuh. Hati mempunyai kemampuan terbatas untuk merombak zat - zat tersebut.
Akibatnya akan terjadi kerusakan pada hati. Hal tersebut dapat berdampak pada

10
kerusakan ginjal ketika hati sudah tidak mampu lagi mengolah zat toksik yang dihasilkan
oleh bahan kimia berbahaya.
Mekanisme kerja zat pewarna methanil yellow pada tubuh diawali dengan zat
warna azo yang masuk ke dalam sistem pencernaan akan diabsorpsi dan direduksi oleh
mikroorganisme yang berada di dalam saluran cerna pada kondisi anaerobik. Ikatan azo
yang direduksi ini menghasilkan produk antara (intermediat) yaitu turunan amino azo
benzen (aromatic amine) yang diduga bersifat karsinogen. Jadi efek toksik dari methanil
yellow bukan disebabkan oleh pewarna itu sendiri tetapi akibat adanya degradasi pewarna
yang bersangkutan. Dari saluran pencernaan senyawa tersebut akan langsung dibawa ke
hepar. Zat warna yang dimetabolisme atau konjugasi di hepar, beberapa ada yang lanjut
ke empedu memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Salah satu yang menyebabkan
kerusakan hepar adalah masuknya suatu bahan kimia yang tidak dapat dimetabolisme dan
detoksifikasi oleh hepar. Hepar akan mengalami perubahan struktur ketika bereaksi
dengan bahan tersebut. Perubahan tersebut adalah proses peradangan, fibrosis, dan
degenerasi. Perubahan struktur dari hepar akan menyebabkan kerusakan pada sel - sel
hepar. Apabila terjadi destruksi total dari sel hepar maka dalam waktu kurang dari 10 jam
akan menyebabkan kematian. Pewarna methanil yellow merupakan tumor promoting
agent dan dapat menyebabkan kerusakan hati. Jika terhirup atau mengenai kulit akan
menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, kulit, mata, dan bahaya kanker pada
kandung dan saluran kemih.
Mekanisme kerja zat pewarna Rhadomine B pada tubuh dapat membahayakan
kesehatan manusia. Hal tersebut dikarenakan zat - zat yang terkandung di dalam pewarna
tidak dapat dicerna tubuh dan akan mengendap secara utuh di dalam hati sehingga dapat
menyebabkan keracunan hati. Penyebab kerusakan organ secara sistematik disebabkan
oleh sifatnya yang polar. Akibat sifat polarnya tersebut Rhadomine B yang tak
termetabolisme oleh hepar akan menyebar mengikuti aliran darah dengan berinteraksi
dengan asam amino dalam globin darah dan menciptakan adduct. Adduct sebagai salah
satu parameter resiko paparan senyawa mutagenik dan karsinogenik. Efek dari
penggunaan atau pengonsumsian Rhadomine B pada makanan dalam jangka waktu yang
lama atau kronis dapat menyebabkan kerusakan fungsi hati hingga kanker. Dapat
menyebabkan iritasi saluran pernapasan, saluran pencernaan, bahkan urine bisa berwarna
merah atau merah muda.

11
Pada dasarnya semua benda sintesis yang masuk dalam tubuh akan menimbulkan
efek baik secara langsung maupun tidak, diantaranya adalah:
1. Tartrazin mempunyai efek samping yakni meningkatkan hiperaktivitas anak,
urtikaria (ruam kulit), rintis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan
anafilaksis sistemick (shock). (Kurnia, 2013)
2. Ponceau 4R berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, dapat menimbulkan
alergi terhadap aspirin, dan dapat meningkatkan gejala asma
3. Eritrosin. Mengonsumsi eritrosin dalam dosis tinggi dapat bersifat karsinogen,
dapat menimbulkan reaksi alergi, seperti nafas pendek, dada sesak, sakit kepala,
dan iritasi kulit.
4. Karmoisin dapat menyebabkan alergi pada kulit dan mengaktifkan sel sel kanker
di dalam tubuh
5. Biru berlian (Brilliant Blue FCF) jika dikonsumsi terus menerus akan
menyebabkan sel - sel kanker berkembang
C. Dampak penyalahgunaan penggunaan bagi tubuh
Penggunaan pewarna sintetis dapat menimbulkan masalah kesehatan dan
lingkungan. Penggunaan pewarna sintetis seperti Rhodamin B, Methanyl Yellow, dan
Amaranth pada makanan dan minuman, sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat
memicu terjadinya kanker serta kerusakan ginjal dan hati (Reysa, 2013). Sarikaya et al.
(2012) melaporkan bahwa penambahan Amaranth 12,5; 25; dan 50 mg/ml menunjukkan
hasil reaksi positif pada uji Somatic Mutation and Recombination Test, atau dengan kata
lain dapat berpotensi menyebabkan genotoxicity. Mamoto dkk. (2013) juga menyatakan
bahwa Rhodamin B seringkali digunakan untuk mewarnai suatu produk makanan,
minuman, obat-obatan dan kosmetik. Rhodamin B merupakan bahan berbahaya, karena
dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa
pembesaran organ. Proses pembuatan zat warna sintetik biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat dan asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh logam berat
seperti arsen, atau logam berat lain yang bersifat racun. Adanya logam berat ini yang
menyebabkan zat pewarna tersebut berbahaya, karena akan terakumulasi dalam tubuh
sehingga memperberat fungsi hati, dan ginjal sehingga akan berdampak pada kerusakan
hati dan ginjal dan dapat menyebabkan tumor dan kanker pada hati, kandung kemih,
saluran pencernaan, dan kulit.

12
Pigmen alami dapat digunakan sebagai bahan pewarna pangan dan ditemukan
sangat melimpah pada sebagian besar sumber daya alam lokal Indonesia. Pigmen alami
juga terbukti aman, baik sebagai makanan maupun pewarna makanan dibandingkan
pewarna sintetik. Bahkan penggunaan pigmen alami sebagai pewarna makanan saat ini
sedang menjadi perhatian para konsumen dan juga industriawan karena terbuat dari bahan
alam yang tidak menimbulkan efek negatif bagi tubuh, mudah didapat, serta dapat
menimbulkan rasa dan aroma khas. Sedang pewarna sintetik dapat berdampak negatif.
Oleh karena itu perlu dikembangkan pewarna alami yang banyak ditemukan di
lingkungan sekitar, terlebih lagi Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan
tumbuh-tumbuhan sumber pewarna alami. Pigmen alami dan kegunaannya berikut
beberapa di antaranya:
1. Likopen merupakan zat warna pada tomat, Likopen dapat menurunkan risiko
terjadinya kanker prostat dan kanker payudara. Selain itu juga dapat menurunkan
oksidasi LDL dan menurunkan penyakit hati, Likopen mencegah terjadinya
katarak dan meningkatkan sistem imun yang dapat melindungi tubuh dari
penyakit. Penderita diabetes tipe 2 yang diperlakukan dengan likopen
menunjukkan peningkatan kapasitas antioksidan serum yang dapat menurunkan
malondialdehid. Peningkatan level likopen dapat mencegah uptake LDL
teroksidasi oleh macrophage dan menghambat pembentukan sel busa sehingga
menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler. Hal ini berkaitan dengan
menurunnya risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Pemberian likopen secara
signifikan menurunkan tekanan darah (Riccioni, 2008 dalam Singh, 2012).
2. Wortel mengandung beta-caroten. Antikanker dari beta-karoten memiliki
aktivitas sebagai antioksidan dan kemampuan dalam sistem imun. (Parveen dkk,
2000 dalam Potter dkk, 2011).
3. Paprika merupakan sumber pigmen karotenoid yang baik. Karotenoid merah pada
parika terutama caapsanthin dan capsorubin yang memiliki kemampuan kuat
menangkap oksigen singlet dan menghambat peroksidasi lipida yang diinduksi
radikal bebas (Oshima, 2011 dalam Aizawa, 2009).
4. Ekstrak etanol bunga sepatu menunjukkan kemampuannya sebagai antioksidan
dose dependent manner, sedangkan ekstrak bunga sepatu juga mampu bertindak

13
sebagai antigenotoksik yang dievaluasi dengan comet assay (Khatib dkk, 2009;
Sankaran, 2011).
5. Beet (Beta vulgaris) memiliki efek menghambat aktivitas anti-tumor promotion
pada kulit tikus dan paru-paru. Sehingga beet memiliki potensi dalam pencegahan
penyakit kanker. Beet memiliki kemampuan dalam menurunkan profil trigliserida
dan kolesterolnya. Konsumsi ekstrak etanol beet dapat bertindak sebagai
hepatoprotektif dengan mencegah peningkatan penanda serum yaitu kolesterol,
trigliserida, alanine aminotransferase dan alkalin phosphatase. Pulp beet dapat
menurunkan konsentrasi triasilgliserol plasma dan meningkatkan konsentrasi
HDL kolesterol. Beet digunakan sebagai agen hipoglikemik pada hewan coba.
Perlakuan dengan ekstrak beet dapat menurunkan kadar glukosa darah,
peroksidasi lipida pada jaringan dan level glutathione (Al-Dosari dkk, 2011).
6. Pigmen angkak yang diekstrak dari nasi fermentasi merah digunakan untuk
mewarnai bahan pangan di Jepang dan Negara Asia. Pemberian secara oral
angkak dapat menekan promosi tumor di tikus yang diinisiasi oleh 7,12-
dimethylbenz[a]anthracene. Pigmen angkak memiliki kemampuan menghambat
proliferasi dan bersifat sitotoksisitas pada beberapa sel kanker manusia (SH
SY5Y, HepG2, HT-29, BGC-823, AGS, and MKN45) dengan menginduksi
apoptosis (Arunachalam dkk, 2011; Patanagul dkk, 2008).
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan zat
pewarna alami memiliki banyak keunggulan dibandingkan pewarna sintetis yang dilarang
dan memiliki pengaruh negatif pada tubuh. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna
tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna
untuk pangan, dan juga karena harga zat pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah
dibandingkan dengan zat pewarna untuk pangan. Disamping itu warna dari zat pewarna
tekstil atau kulit biasanya lebih menarik (Yuliarti, 2007).
D. Pola konsumsi yang bijak apabila mengkonsumsinya
Pola konsumsi atau penggunaan zat pewarna telah diatur oleh undang undang di
indonesia. Walaupun beberapa zat pewarna telah memiliki izin untuk digunakan, tetap
ada batas maksimal penggunaan zat tersebut. Menurut Peraturan kemenkes No. 033 tahun
2019 tentang bahan tambahan (BTP) pangan menyatakan bahwa jenis BTP yang
diizinkan dalam penggolongan khususnya pewardan dan peretensi warna adalah sebagai
berikut:

14
Tabel 1. Peretensi warna (Colour Retention Agent) yang diizinkan oleh kemenkes

No Jenis BTP INS

1. Magnesium karbonat (Magnesium carbonate) 504(i)

2. Magnesium hidroksida (Magnesium hydroxide) 528

Tabel 2. Pewarna alami (Natural Colour) yang diizinkan oleh kemenkes

No Jenis BTP INS

1. Kurkumin CI No. 75300 (Curcumin) 100(i)

2. Riboflavin (Riboflavins)

Riboflavin (sintetik) (Riboflavin synthetic) 101(i)

Riboflavin 5’-natrium fosfat (Riboflavin 5’-phosphate 101(ii)


sodium)

Riboflavin dari Bacillus subtilis (Riboflavin Bacillus 101(iii)


subtilis))

3. Karmin dan ekstrak cochineal CI. No. 75470


(Carmines and cochineal extract)

Karmin CI. No. 75470 (Carmines) 120

Ekstrak cochineal No. 75470 (cochineal extract) 120

4. Klorofil CI. No. 75410 (Chlorophyll)) 140

5. Klorofil dan klorofilin tembaga kompleks CI. No. 141


75810 (Chlorophylls and chlorophyllins, copper
complexes)

6. Karamel I (Caramel I-plain) 150a

15
7. Karamel II kaustik sulfit proses (Caramel II caustic
sulphite process)

8. Karamel III ammonia proses (Caramel III-ammonia 150c


process)

9. Karamel IV ammonia sulfit proses (Caramel IV- 150d


ammonia sulphite process)

10. Karbon tanaman CI. 77266 (Vegetable carbon) 153

11. Beta-karoten (sayuran) CI. No. 75130 (Carotenes, beta 160a(ii)


(vegetable))

12. Ekstrak anato CI. No. 75120 (berbasis bixin) (Annatto 160b(i)
extracts, bixin based)

13. Karotenoid (Carotenoids):

Beta-karoten (sintetik) CI. No. 40800 (beta-Carotenes, 160a(i)


synthetic)

Beta-karoten dari Blakeslea trispora (beta-Carotenes 160a(iii)


(Blakeslea trispora))

Beta-apo-8’-karotenal CI. No. 40820 (beta-Apo-8’- 160e


Carotenal))

Etil ester dari beta-apo-8’asam karotenoat CI. No. 160f


40825 (beta-apo-8’-Carotenoic acid ethyl ester)

14. Merah bit (Beet Red) 162

15. Antosianin (Anthocyanins) 163

16. Titanium dioksida CI. No. 77891 (Titanium dioxide) 171

17. Besi Oksida Merah (Iron Oxide, Red) 172(ii)

16
Tabel 3. Pewarna sintetis yang diizinkan oleh kemenkes

No Jenis BTP INS

1. Tartrazin CI. No. 19140 Tartrazine 102

2. Kuning kuinolin CI. No. 47005 Quinoline yellow 104

3. Kuning FCF CI. No. 15985 Sunset yellow FCF 110

4. Karmoisin CI. No. 14720 (carmoisine) 122

5. Ponceau 4R CI. No. 16255(Ponceau 4R) 124

6. Eritrosin CI. No. 45430 (Erythrosine) 127

7. Merah Allura CL. No. 16035 (Allura red) 129

8. Indigotin CL. No. 73015 (Indigotine) 132

9. Biru Berlian FCF CL No. 42090 (Brilliant blue FCF) 133

10. Hijau FCF CL No. 42053 (Fast green FCF) 143

11. Coklat HT CI. No. 20285 (Brown HT) 155

Untuk membaca ketentuan pada 26 Peraturan Kepala Badan POM tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dilakukan dengan membuka
web dari BPOM yaitu https://standarpangan.pom.go.id/cekbtp/web/ atau menginstal
aplikasi cek BPOM di Play Store atau App Store. Tampilannya seperti berikut:

17
Gambar 1. Cek BPOM secara online
Jika ingin mencari Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dapat
memasukan golongan BTP atau INS atau Jenis BTP dan tiap kategori pangan memiliki
batas yang berbeda beda. Terdapat beberapa jenis BTP yang batas maksimumnya
memiliki keterangan CPPB. Menurut Peraturan BPOM, batas maksimum CPPB adalah
jumlah Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah
secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan. CPPB atau Cara
Produksi Pangan yang Baik memiliki nama lain Good Manufacturing Practice (GMP).
Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna disebabkan oleh banyaknya
ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan atau karena tidak
adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan
pangan dan pewarna non pangan stabil pada kondisi pengolahan. Di samping itu, harga
zat pewarna untuk industri tekstil dan kulit relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan
harga zat pewarna untuk makanan (Winarno, 2002). Baiknya produsen menghindari
penggunaan zat pewarna yang dilarang atau yang berlebihan supaya konsumen tidak
merasa dirugikan dan takut ketika membeli produk di pasaran.

18
Bagi konsumen sebaiknya untuk tidak sering mengkonsumsi minuman atau
makanan yang mengandung pewarna sintetis, buatan walaupun telah memenuhi syarat
tetapi dalam jumlah kadar yang berlebih maka dapat menimbulkan efek negatif bagi
tubuh jika dikonsumsi secara terus menerus. Untuk mencegah efek jangka panjang dari
beberapa bahan pewarna yang disalahgunakan, maka lebih baik dilakukan tindakan
pencegahan dalam memilih pangan, dengan cara:
1. Lebih teliti dalam membeli produk pangan, misalnya dengan menghindari jajanan yang
berwarna terlalu mencolok, terutama jajanan yang dijual di pinggir jalan.
2. Mengenali kode registrasi produk, misalnya produk pangan sudah terdaftar di Badan
POM atau untuk pangan industri rumah tangga sudah terdaftar di Dinas Kesehatan
setempat.
3. Tidak membeli produk yang tidak mencantumkan informasi kandungannya pada
labelnya.

19
DAFTAR PUSTAKA
Aizawa K,m Inakuma T., 2009. Dietary capsanthin, the main carotenoid in paprika
(Capsicum annuum), alters plasma high-density lipoprotein cholesterol levels
and hepatic gene expression in rats. Br J Nutr. 102(12):1760- 6.
Arunachalam C., Narmadhapriya, D., 2011. Monascus fermented rice and its beneficial
aspects: a new review. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research:
Vol. 4, Issue 1 ; 29-31.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia No. 27 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna. BPOM. Jakarta
Lavinny, K Rembet. 2017. Analisis Kadar Rhodamin B pada Bumbu Jajanan Tahu yang
Beredar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. 6(2). Universitas Sam
Ratulangi : Manado
Bhayu, B. G. (2016). Analisis Zat Warna Tartrazin Pada Jajanan Minuman Ringan Tak
Berlabel Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Banda Aceh Bhayu Gita
Bhernama Prodi Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi Uin Ar-Raniry Banda
Aceh. J. Ris. Kim., 9(2), 1–5.
Elizarni, E., Firdausni, F., Anwar, H., & Sari, R. (2014). Stabilitas Ekstrak Kurkumin
Kunyit dan Klorofil Daun Pandan Menggunakan Tocoferol dan Dekstrin. Jurnal
Litbang Industri, 4(2), 97. https://doi.org/10.24960/jli.v4i2.643.97-103
Eppang, B., Nurhaeni, Khairuddin, Ridhay, A., & Jusman. (2020). Retensi Antosianin
dari Ekstrak Daun Bayam Merah (Alternanthera amoena Voss) pada Pengolahan
Mie Basah. Jurnal Riset Kimia, 6(1), 53–60.
https://doi.org/10.22487/kovalen.2020.v6.i1.14795
Kurnia, Finisa Bustani. 2013. Kajian Penggunaan Zat Adiktif Makanan (Pemanis dan
Pewarna) pada Kudapan Bahan Pangan Lokal di Pasar Kota Semarang. Food
Science and Culinary Education Journal. Vol. 2 No. 2. Universitas Negeri
Semarang : Semarang.
Liedyawati, Wenny. 2013. Penentuan Kelayakan Edar Es Lilin Tidak Bermerk dan Tidak
Berlabel di Kecamatan X Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Pemanis dan
Pewarna yang Digunakan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. Vol. 2, No. 7. Universitas
Negeri Surabaya : Surabaya.

20
Mamoto, L.V., Fatimawali, F., dan Citraning tyas, G. 2013. Analisis Rhodamin B pada
Lipstik yang Beredar di Pasar Kota Manado. Pharmacon, 2(2): 61-66.
Mayori, Riska. 2013. Pengaruh Pemberian Rhadomin B Terhadap Struktur Hiskologis
Ginjal Mencit Putih (musculus L.). Jurnal Biologi. Vol. 2 No. 1. Universitas
Andalas: Padang.
Msagati, T.A.M. 2013. Chemistry of Food Additives and Preservatives. UK:
WileyBlackwell Publication.
Ni Komang Lisna P. Putri, Ni Luh Suriani, D. A. Y. (2012). Penentuan Jenis Dan Kadar
Zat Pewarna Merah Pada Makanan Yang Beredar di Sekolah Dasar di Kelurahan
Jimbaran , Kecamatan Kuta Selatan , Kabupaten Badung – Bali Determination
Levels of Substances and Type in Red Dye in Food Sold At Elementary School
in Jim. Jurnal Biologi, 16(2), 48–51.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 tentang bahan tambahan
(BTP). 2019.
Potter, A.S., Foroudi, S., Stamatikos, A>, Patil, B.S., Dey him, F.d., 2011. Drinking carrot
juice increases total antioxidant status and decreases lipid peroxidation in adults.
Nutrition Journal 2011, 10:96.
Reysa, E. 2013. Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta: Titik Media
Publisher.
Sari kaya, R., Selvi, M., and Erkoc, F. 2012. Evaluation of Potential Genotoxicity of Five
Food Dyes Using TheSomatic Mutation and Recombination Test.Chemosphere,
88(8): 974-979.
Singh, K., Bal, B, S., Chopra, S., Singh, S., Malhotra, N., 2012. Ameliorative Effect of
Lycopene on Lipid Peroxidation and Certain Antioxidant Enzymes in Diabetic
Patients. J Diabetes Metab 2012, 3:6.
Vries, J. 1996. Food Safety and Toxity. CRC. London.
Wahyudi, J., Perencaan, B., Daerah, P., & Pati, K. (2017). 3 Mengenali Bahan Tambahan
Pangan Berbahaya : Ulasan Identifying Hazardous Materials for Food Additive:
a Review. Jurnal Litbang, XIII(1), 3–12.
Wati, Azizah. 2007. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang untuk Makanan yang Beredar
di Pasaran. Majalah Ilmu Kefarmasian IV. Departemen Farmasi. Universitas
Indonesia : Depok.

21
Yuliarti, Nurheti, (2007), Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Hal. 79-96.
Zulnidah, Agustien., Juliani., Retno, Djohar. 2020. Penggunaan Bahan Pewarna Tekstil
pada Makanan Terhadap Kesehatan Masyarakat. Majalah Ilmiah Inspiratif. Vo.
5 No. 7. Universitas Pandanaran : Semarang.

22

Anda mungkin juga menyukai