Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang sering digunakan dalam
makanan dan minuman. Dalam suatu produk pangan,warna merupakan aspek penting dalam
penerimaan terhadap konsumen. Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati
makanan.. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya
adalah memberi kesan yang menarik bagi konsumen, untuk menyeragamkan dan menstabilkan
warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Peraturan
mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan telah diatur
melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan
pangan.
Pewarna dalam produk pangan dibedakan menjadi dua golongan, yaitu pewarna alami dan
sintetis.Zat pewarna sintetis lebih bersifat stabil,lebih cerah,dan lebih bervariasi. Pemakain zat
pewarna sintetis dalam makanan dan minuman mempunyai dampak positif bagi produsen dan
konsumen, diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna
makanan, mengembalikan warna bahan dasar yang telah hilang selama pengolahan ternyata
dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak yang
negatif bagi kesehatan konsumen.Sebaliknya zat pewarna alami memiliki sifat yang kurang
stabil,kurang cerah dan kurang bervariasi. Sedangkan menurut Dharmawan (2009) sampai saat
ini penggunaan warna sintetis begitu pesat digunakan pada makanan. Pemakain zat pewarna
sintetis dalam makanan mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, yaitu dapat
membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, mengembalikan warna
bahan dasar yang telah hilang selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang
tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak yang negatif bagi kesehatan
konsumen.Penggunaan pewarna sintetis yang tidak proposional bisa menimbulkan masalah
kesehatan dan lingkungan.Efek penggunaan pewarna sintetis seperti Rhodamin B,Methanyl
yellow dan amaranth sangat berbahaya bagi kesehatan dan dapat memicu terjadinya
kanker,kerusakan ginjal dan hati (Reysa,2013). Pewarna sintetis pada makanan dan minuman
dapat menimbulkan beberapa masalah, mulai dari yang ringan hingga berat. Efek ini timbul
akibat pemakaian yang sedikit namun sering dan berulang, serta banyak namun dalam satu
waktu. Beberapa masalah kesehatan diantaranya yaitu terjadi reaksi alergi khususnya bagi orang
yang sensitif, sakit pinggang, muntah-muntah, gangguan pencernaan, reaksi alergi pada
pernafasan, menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, mengakibatkan asma,
menimbulkan tumor, mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak, memicu kanker limfa, efek
pada sistem saraf, gangguan kekebalan, efek yang kurang baik pada otak dan perilaku, dan
kerusakan sistem urin (Yuliarti, 2007).
Pewarna alami dapat ditemui dalam berbagai jenis tanaman. Zat pewarna alami dapat
diperoleh dengan ektraksi atau perebusan secara tradisional. Bagian-bagian tanaman yang dapat
dipergunakan untuk zat pewarna alam adalah kulit kayu, batang, daun, akar, bunga, biji, buah,
dan getah. Zat pewarna yang berasal dari tumbuhan sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak
lama.Menurut R.H.MJ. Lemmens dan Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna dapat
diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul
warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat
berbentuk klorofil, karotenoid,flovonoid dan kuinon. Tumbuhan secara alami mengandung
pigmen warna yang khas sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami.
Buah yang memiliki potensial dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami adalah terong
ungu.Terong ungu mengandung zat antosianin.Potensi antosianin dari berbagai jenis kulit terong
telah diteliti,baik sebagai pewarna makanan maupun sebagai pewarna non pangan (Diniyah et al
2010). Antosianin merupakan zat warna yang menghasilkan warna merah yang dapat berpotensi
sebagai pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan pengganti pewarna sintetis yang lebih
aman bagi kesehatan. Pigmen antosinanin merupakan suatu molekul yang tidak stabil jika terjadi
perubahan pada suhu, pH, oksigen, cahaya, dan gula. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain pH, suhu, cahaya, dan oksigen (Basuki dkk, 2005). Stabilitas warna
antosianin dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan melakukan kopigmentasi Rein (2005)
dan Kopjar dan Pilizota (2009).
Terong ungu biasanya hanya dimanfaatkan biji dan buahnya saja sedangkan kulitnya
dibuang sebagai limbah dan menumpuk di lingkungan.padahal didalam kulit terong ungu
terdapat zat antosianin yang dapat dijadikan pewarna baik dalam makanan maupun tekstil.
Untuk mengurangi beban pencemaran, penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan limbah
kulit terong ungu. Ekstraksi zat antosianin pada kulit terong dapat dilakukan dengan cara
mengekstraksi bahan menggunakan pelarut yang sesuai dengan kepolarannya dengan zat yang
akan di ektraksi. Penelitian tentang zat antosianin pada tanaman banyak dilakukan dengan
metode maserasi. Maserasi merupakan perendaman bahan dalam suatu pelarut.
1. Menggali potensi kulit terong ungu yang masih belom dimanfaatkan secara intensif
sebagai sumber pewarna alami.
2. Bagaimana pengaruh penambahan extrak daun kenikir sebagai kopigmen pada
kopigmentasi kulit terung ungu.
3. Bagaimana pigmen antosianin dari ekstrak kulit terong ungu.
Penelitian sebelumnya ini menjadi salah satu acuan peneliti dalam melakukan penelitian
sehingga dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang
dilakukan.Daei penelitian sebelumnya peneliti tidak menemukan penelitiian yang sama. Berikut
merupakan penelitian sebelumnya berupa jurnal dan skripsi terkait dengan penelitian yang
dilakukan penulis.
1. Skripi Halisa (2018) Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar melakukan penelitian Tentang “Ekstraksi Zat Warna Kulit
Terong Ungu (Solanium Melongena L.) Dan Aplikasi Pada Dye Sensitized Solar Cell
(Dssc)”. Penelitian membahas kulit terong ungu untuk mengembangkan jenis sel surya
terbarukan yaitu Dye Sensitive solar cell (DSSC). Adapun persamaan dengan penelitian
ini adalah sama-sama membahas tentang kulit terong ungu. Perbedaanya jika di skripsi
Halisa tentang masalah pemanfaatan zat antosianin pada kulit terong ungu untuk
membantu proses penguapan radiasi foton melalui sinar matahari. Peneliti tentang
pemanfaat zat antosianin dalam kulit terong ungu dapat digunakan untuk pewarna
makanan.
2. Penelitian Silitonga,Berlian Sitorus (2014) dalam jurnal tentang “Enkapsulasi Pigmen
Antosianin dari Kulit Terong Ungu”. Penelitian membahas tentang bagaimana cara
mempertahankan stabilitas zat antosianin pada kulit terong ungu dengan proses pelapisan
suatu zat. Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang
penambahan suatu zat pada ekstraksi kulit ungu untuk mempertahankan stabilitas zat
antosianin. Perbedaanya jika di penelitian menggunakan maltodekstrin untuk stabilitas
zat antosianin sedangkan peneliti menggunakan tambahan daun kenikir untuk
mepertahankan stabilitas zat antosianin pada kulit terong ungu.
3. Penelitian lain juga dilakukan oleh Alisha amanda, Ika kurniaty (2017) dalam jurnal
tentang “Pengaruh Waktu Maserasi Terhadap Rendemen Zat Antosianin Pewarna Alami
Minuman Jelly dari Terong Ungu”. Penelitian membahas Pembuatan pewarna alami dari
terong ungu (Solanummenongela L) serta mencari pengaruh lama waktu terhadap proses
maserasi terong ungu (Solanummenongela L) untuk mendapatkan rendemen yang
maksimal. Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti pewarna
alami dari ekstraksi kulit terong ungu. Perbedaanya jika di penelitian Alisha amanda, Ika
kurniaty membahas tentang pewarnaan jelly dari eksktraksi kulit terong ungu tanpa
penambahan stabilator sedangkan peneliti melakukan pembuatan dan pengujian pewarna
alami kulit terong ungu dengan penambahan stabilator berupa daun kenikir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terong ungu merupakan tanaman yang sudah lama dikenal di Indonesia Terong ungu
berasal dari India dan srilanka. Terung merupakan jenis sayur yang dapat tumbuh di iklim sub
tropis maupun iklim tropis. Terong ungu merupakan tumbuhan yang dibudidayakan di negara-
negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.Terong ungu dalam bahasa ilmiah disebut dengan
Solanum melongena L. Terong ungu memiliki karakteristik diantaranya yaitu berbatang bulat,
berkayu, mempunyai cabang simpodial, berambut, berduri, berwarna putih kotor, dan tumbuh
setinggi 40-150 cm (16-57 inci). Daun berbulat besar, memiliki ujung yang runcing, pangkal
bertekuk, tepi berombak, pertulangan menyirip, hijau, dan lobus yang kasar, ukuran panjangnya
10-20 cm (4-8 inci) dan lebarnya 5-10 cm (2-4 inci).
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Kelas : Dycotyledonea
Ordo : Tubiflorae
Family : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum melongena L.
Terong ungu adalah tanaman yang menghasilkan buah dan dapat dioalah sebagai bahan
makanan.Dalam kehidupan sehari-hari terong dijadikan bahan makanan. Selain sebagai bahan
makan, kulit terong ungu juga dapat dijadikan sebagai pewarna makanan alami karena
mengandung zat antosianin. Antosianin penyebab warna merah, orange, ungu dan biru.
Antosianin dalam terong ungu juga memiliki khasiat untuk kesehatan, karena di dalam terong
ungu terdapat pigmen antosianin. Pada pengujian fitokimia dan aktivitas antioksidan dari ekstrak
buah terung ungu (Solanum melongena L.) menunjukkan bahwa golongan antioksidan yang
teridentifikasi terkandung dalam buah terung ungu (Solanum melongena L.) adalah golongan
alkaloid dan flavonoid Martiningsih et al., (2014). Antioksian dapat dimaanfaatkan untuk
penurunan kadar kolestrol dalam darah karena adanya antioksidan yang menghambat aktivitas
oksidsi lemak (Faisal, 2012). Terong ungu memiliki banyak kandungan vitamin dan gizi
diantaranya vitamin B-kompleks, tiamin, piridoxin, riboflavin, zat besi, posphorus, manganese,
potassium,dan juga mineral, yang dapat dimanfaatkan sebagai anti kanker, dan sebagai alat
kontrasepsi. Menurut (marviana,2014). Terung ungu merupakan tanaman sayuran dengan
sumber kalori terbesar.
Zat pewarna yaitu suatu bahan kimia baik alami maupun sintetik yang dapat memberikan
warna.Pengertian zat pewarna menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.772/Menkes/PER/X/1999 secara umum pengertian pewarna adalah bahan tambahan pangan
berupa pewarna alami dan pewarna sintetis,yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada
pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna. Pemberian zat warna dalam makana
bertujuan untuk memperbaiki penampakan makanan agar menarik,serta menutupi perubahan
warna akibat dari proses pengolahan dan penyimpanan. Dari beberapa jenis makanan dan
minuman yang beredar disekitar kita beberapa diantara nya telah ditambahi dengan zat pewarna.
Karena,pewarna memegang peranan penting dalam meningkatkan daya tarik suatu produk
pangan. Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat,misalnya daun
pandan untuk menghasilkan warna hijau,kunyit untuk menghasilkan warna kuning.Namun,
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna
sintetis,dikarenakan penggunaanya lebih praktis dan memiliki harga yang murah (Cahyadi,2009).
Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperatur
yang ekstirm akibat proses pegolahan dan penyimpanan.
Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang salah warna akan
diasosiasikan dengan kualitas rendah. Jeruk yang matang dipohon misalnya sering
disemprotkan pewarna Citrus Red No. 2 untuk memperbaiki warnanya yang hijau
burik atau orange kecoklatan.
Membuat identitas produk pangan. Identitas es krim strawberry adalah merah.
Permen rasa mint aka berwarna hijau muda sementara rasa jeruk akan berwarna
hijau yang sedikit tua.
Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.
Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari
selama produk simpan (Purba, 2009
Menurut (Cahyadi,2009) zat pewarna menurut sumbernya ada dua jenis zat pewarna yang
termasuk dalam golongan bahan tmbahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintesis.
a. Pewarna Alami
Sebelum pewarna sintetis banyak dipergunakan zat warna yang sering digunakan adalah
pewarna alami. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/PER/X/1999 secara
umum pewarna alami merupakan pewarna yang dibuat dengan melalui proses ekstraksi, isolasi,
atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lain,
termasuk pewarna identik alami. Pewarna alami yaitu zat warna yang diperoleh dari hewan
seperti warna merah muda pada flamingo dan ikan salem sedangkan dari tumbuh-tumbuhan
seperti contohnya karamel, coklat dan daun suji. Menurut saparinto (2006) beberapa pewarna
alami yang umumnya digunakan untuk tersaji dalam tabel berikut:
Kelebihan menggunakan pewarna alami yaitu tidak adanya efek samping bagi kesehatan.
Pewarna alami juga dapat berperan sebagai bahan pemberi flavor,zat anti mikroba, dan sebagai
antioksidan.Disamping itu zat pewarna alami juga memiliki keterbatasan dibandingkan dengan
pewarna sintetis,beberapa keterbatasan pewarna alami dibanding pewarna sintetis adalah sebagi
berikut :
Zat pewarna sintetik dapat diperoleh dengan melalui berbagai prosedur pengujian
sebelum dapat digunakan sebagai pewarna makanan(winarno,2006). Dimana suatu zat warna
harus melalui beberaapa prosedur yang disebut dengan proses sertifikasi agar suatu zat warna
mendapatkan ijin. Zat pewarna yang diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal dengan
certified color atau permitted color. Perlakuan pemberian asam sulfat dan asam nitrat pada
pembuatan pewarna sintetis yang sering dapat menyebabkan terkontaminasi oleh arsen atau
logam berat lain yang bersifat racun.Sebelum mencapai produk akhir, pembuatan zat pewarna
organik harus melalui senyawa antara yang cukup berbahaya dan senyawa tersebut sering
tertinggal dalam produk akhir atau terbentuk senyawas senyawa baru yang berbahaya
(Cahyadi,2009).
2.3 Antosianin
Antosianin merupakan senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol
tumbuhan yang dapat befungsi sebagai antioksidan. Kata antosianin berasal dari bahasa Yunani
"anthos" yang memiliki arti bunga dan "kyanos" yang memiliki arti biru gelap. Antosianin
merupakan senyawa yg memiliki pigmen berwarna kemerahan yang larut di dalam air dan
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan(buah-buahan, akar, dan daun).Antosianin memiliki struktur
dasar yang terdiri dari 2-fenil-benzopirilium atau flavilium klorida dengan sejumlah subtitusi
gugus hidroksi dan metoksi. Sebagian besar antosianin memiliki struktur 3,5,7-
trihidroksiflavilium klorida dan bagian gula biasanya terikat pada gugus hidroksil pada karbon 3.
Menurut Hasyim (2016), zat antosianin memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan atau
olahannya,serta dapat mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan
kadar gula darah.Pemanfaatan pigmen Antosianin dapat digunakan sebagai pengganti pewarna
sintetik carmoisin dan amaranth sebagai pewarna merah. Pigmen antosianin dapat digunakan
sebagai pewarna alami dalam produk minuman dan makanan.
2.4 Kopigmentasi
Kopigmen merupakan penggabungan zat antosianin dengan sesama zat antosianin atau
dengan komponen organik lainnya dengan tujuan agar dapat mempercepat atau meperlambat
proses degradasi,tergantung pada kondisi lingkungan. Kopigmentasi dilakukan agar stabilitas
warna dari antosianin meningkat dengan pembentukan ikatan stabil dengan zat antosianin.
Dengan adanya protein,tannin,flavonoid dan polisakarida dapat membuat bentuk komplek turun.
Kenikir merupakan tanaman yang berasal amerika tropis, tumbuhan ini dapat hidup di
daerah tropis. Kenikir merupakan salah satu species dari genus Cosmos dari keluarga/famili
Asteraceae/Compositae.Tumbuhan kenikir mempunyai beberapa nama atau penyebutan yang
berbeda-beda pada masingmasing daerah. Dalam kehidupan sehari-hari, kenikir sering kali
dikonsumsi sebagai sayuran. Kenikir merupakan tanaman perdu memiliki tinggi 75-100 cm,
berbatang tegak, berbentuk segiempat, beralur membujur, bercabang banyak, batang muda
berbulu, beruas-ruas, warna hijau keunguan.
Menurut Asmaliyah (2010), Daun kenikir mengandung beberapa senyawa metabolit yaitu
minyak atsiri,flavonoid,saponin,tanin,polifenol,dan alkaloid.Kandungan senyawa flavonoid
dalam daun kenikir dapat dimanfaatkan pada proses kopigmentasi sebagai stabilator pada zat
antosianin.
2.6 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses perpindahan dari suatu zat atau solute larutan berdasarkan
kemampuan melarutnya komponen yang ada dalam campuran. Ekstraksi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair yaitu proses
pemisahan solute dari padatan yang tidak larut disebut dengan inert. Ekstraksi cair-cair yaitu
proses pemisahan fasa cair dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan zat terlarut yang akan
dipisahkan antara larutan asal dengan solvent.
2.7 Spektrofotometri
Spektroskopi yang dilakukan pada daerah ultra violet dan sinar tampak disebut spektroskopi
UV-VIS. Spektrofotemer UV/VIS merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
transmitran,reflektansi dan absorbs dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Alat
yang digunakan yaitu spektrofotometer UV-VIS, teknik pada spektrofotometer yaitu pada daerah
ultra-violet dan sinar tampak. Alat ini digunakan mengukur serapan sinar ultra violet atau sinar
tampak suatu materi dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang akan dianalisis sebanding
dengan jumlah sinar yang akan diserap oleh suatu zat yang terdapat dalam larutan. Pada
spektrofotometer UV/VIS warna yang diserap oleh suatu senyawa atau unsur adalah warna
komplementer dari warna yang teramati dan pengamatan dapat diketahui dari suatu larutan
berwarna yang memilki serapan maksimum pada warna komplementernya.
Untuk penentuan stabilitas pada ekstaksi kulit terong ungu dapat dilakukan dengan
menggunakan metoda sepktrofometri.
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan maret sampai dengan bulan mei 2022 Di
Laboratorium Kimia Analis Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jl
Besar Ijen No.77C, Oro-oro Dowo,kec Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.
3.2.1 Alat
Beaker Glass
Kertas Saring
Botol Maserasi
Corong Kaca
Labu Ukur
Timbangan Analitik
Cawan Penguap
Gelas Ukur
Pipet Ukur
Erlenmeyer
Spatula
Pipet Tetes
Batang Pengaduk
Gegep
Kaca Arloji
Thermometer
Alumunium Foil
Kuvet
Seperangkat Alat Spektrofotometer UV/Vis (T92+UV Spectrophotometer),
Oven (Memmert)
Ph Meter .
3.2.2 Bahan-Bahan
Sampel yang digunakan berupa kulit terong ungu yang sudah tidak dimanfaatkan dan
dibuang sebagai limbah. Sampel penelitian diambil di daerah pasar karangploso.
Terong ungu
Kulit terong dipisahkan dari buah.
Diambil kulit terong lalu dibersihkan.
Sampel kulit terong dipotong kecil-kecil.
Kemudian ditimbang sampel sebanyak 500gram.
Dilakukan proses ekstraksi sampel.
Sampel ekstraksi daun kenikir digunakan pada pengujian stabilitas zat antosianin pada terong
ungu.
Ekstrak kenikir
a. Organoleptis
Hasil
Identifikasi Antosianin
a. Uji Fitokimia
Hasil
Ekstrak Sampel terong ungu
Diambil 0,5 gram ekstrak sampel
Kemudiam ditetesi larutan NaOH 2 M tetes demi tetes.
Diamati perubahan warna yang terjadi.
Hasil
Analisa Antosianin
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisa spektrofotometri UV-Vis
(tanpa perlakuan).
a. Analisa Spektrofotometri
Hasil
Uji Stabilitas
a. Pengaturan pH
Uji Ph
Pembuatan larutan Ph ,3,5,7,9
Diambil sampel sebanyak 1ml dengan penambahan ekstrak daun kenikir dengan
berbagai variasi kemudian dilarutkan dengan larutan buffer ph dalam labu ukur
25ml larutan ph.
Larutan diukur serapan maksimum dengan spektrofoometer UV-VIS dengan
panjang gelombang 400-800 nm.
Dicatat absorbannya.
Dilakukan lakukan hal yang sama untuk sampel yang dilarutkan dengan larutan
buffer pH 3, 5, 7, dan 9.
Hasil
b. Pengaturan Suhu
Sampel
Hasil
Analisa Data
Dari hasil penelitian penelitian diolah secara deskriptif. Data hasil disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik untuk mempermudah interpretasi data.
Daftar Pustaka