Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL

PEMBUATAN dan PENGUJIAN STABILITAS PEWARNA ALAMI KULIT TERONG


UNGU DENGAN PENAMBAHAN DAUN KENIKIR SEBAGAI STABILITATOR.

IMELDA RAMAHLONA CAHYANI


P17120193064

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN GIZI
PROGRAM STUDI D3 ANALISIS FARMASI DAN MAKANAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang sering digunakan dalam
makanan dan minuman. Dalam suatu produk pangan,warna merupakan aspek penting dalam
penerimaan terhadap konsumen. Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati
makanan.. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya
adalah memberi kesan yang menarik bagi konsumen, untuk menyeragamkan dan menstabilkan
warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Peraturan
mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan telah diatur
melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan
pangan.

Pewarna dalam produk pangan dibedakan menjadi dua golongan, yaitu pewarna alami dan
sintetis.Zat pewarna sintetis lebih bersifat stabil,lebih cerah,dan lebih bervariasi. Pemakain zat
pewarna sintetis dalam makanan dan minuman mempunyai dampak positif bagi produsen dan
konsumen, diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna
makanan, mengembalikan warna bahan dasar yang telah hilang selama pengolahan ternyata
dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak yang
negatif bagi kesehatan konsumen.Sebaliknya zat pewarna alami memiliki sifat yang kurang
stabil,kurang cerah dan kurang bervariasi. Sedangkan menurut Dharmawan (2009) sampai saat
ini penggunaan warna sintetis begitu pesat digunakan pada makanan. Pemakain zat pewarna
sintetis dalam makanan mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, yaitu dapat
membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, mengembalikan warna
bahan dasar yang telah hilang selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang
tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak yang negatif bagi kesehatan
konsumen.Penggunaan pewarna sintetis yang tidak proposional bisa menimbulkan masalah
kesehatan dan lingkungan.Efek penggunaan pewarna sintetis seperti Rhodamin B,Methanyl
yellow dan amaranth sangat berbahaya bagi kesehatan dan dapat memicu terjadinya
kanker,kerusakan ginjal dan hati (Reysa,2013). Pewarna sintetis pada makanan dan minuman
dapat menimbulkan beberapa masalah, mulai dari yang ringan hingga berat. Efek ini timbul
akibat pemakaian yang sedikit namun sering dan berulang, serta banyak namun dalam satu
waktu. Beberapa masalah kesehatan diantaranya yaitu terjadi reaksi alergi khususnya bagi orang
yang sensitif, sakit pinggang, muntah-muntah, gangguan pencernaan, reaksi alergi pada
pernafasan, menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, mengakibatkan asma,
menimbulkan tumor, mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak, memicu kanker limfa, efek
pada sistem saraf, gangguan kekebalan, efek yang kurang baik pada otak dan perilaku, dan
kerusakan sistem urin (Yuliarti, 2007).
Pewarna alami dapat ditemui dalam berbagai jenis tanaman. Zat pewarna alami dapat
diperoleh dengan ektraksi atau perebusan secara tradisional. Bagian-bagian tanaman yang dapat
dipergunakan untuk zat pewarna alam adalah kulit kayu, batang, daun, akar, bunga, biji, buah,
dan getah. Zat pewarna yang berasal dari tumbuhan sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak
lama.Menurut R.H.MJ. Lemmens dan Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna dapat
diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul
warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat
berbentuk klorofil, karotenoid,flovonoid dan kuinon. Tumbuhan secara alami mengandung
pigmen warna yang khas sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami.

Buah yang memiliki potensial dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami adalah terong
ungu.Terong ungu mengandung zat antosianin.Potensi antosianin dari berbagai jenis kulit terong
telah diteliti,baik sebagai pewarna makanan maupun sebagai pewarna non pangan (Diniyah et al
2010). Antosianin merupakan zat warna yang menghasilkan warna merah yang dapat berpotensi
sebagai pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan pengganti pewarna sintetis yang lebih
aman bagi kesehatan. Pigmen antosinanin merupakan suatu molekul yang tidak stabil jika terjadi
perubahan pada suhu, pH, oksigen, cahaya, dan gula. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain pH, suhu, cahaya, dan oksigen (Basuki dkk, 2005). Stabilitas warna
antosianin dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan melakukan kopigmentasi Rein (2005)
dan Kopjar dan Pilizota (2009).

Kopigmentasi merupakan reaksi langsung senyawa antosianin dengan senyawa lain


membentuk kompleks intermolekuler untuk menghasilkan warna yang lebih kuat,terang dan
stabil (Talcott et al., 2003). Senyawa kopogmentasi berasal dari golongsn flavonoid yaitu
monomer flavanol (katekin dan epikatekin), oligomer, polimer (tanin), fenolik (katekol dan
metil katekol), golongan asam organik (kafeat, ferulat, khlorogenat, tannat, dan asam galat),
logam dan molekul antosianin itu sendiri (Mazza dan Brouilard, 1990; Bakowska et al., 2003;
Kopjar dan Pilizota, 2009).

Menurut Asmaliyah(2010),daun kenikir (Cosmos caudatus) mengandung beberapa senyawa


metabolit seperti minyak atsiri, flavonoid, saponin, tanin, pilofenol, dan alkaloid. Total
kandungan fenolik dalam ekstrak air daun kenikir menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan ekstrak etanol. Berdasarkan penelitian Shui dkk. (2005), kandungan fenolik total
ekstrak air daun kenikir adalah 844,8 mg GAE /100 g (berat basah), sedangkan total flavonoid
sebesar 183,69 – 483,91 mg QE/ g ekstrak kering.Kuersetin sebanyak 51 % merupakan
flavonoid utama yang terdapat pada daun kenikir (Andarwulan dkk.2010),. Kandungan senyawa
dalam daun kenikir dapat di manfaatkan sebagai stabilator pada pembuatan pewarna alami kulit
terung ungu. Kenikir dapat ditemui di pembatas sawah, tepi ladang dan semak belukar.

Terong ungu biasanya hanya dimanfaatkan biji dan buahnya saja sedangkan kulitnya
dibuang sebagai limbah dan menumpuk di lingkungan.padahal didalam kulit terong ungu
terdapat zat antosianin yang dapat dijadikan pewarna baik dalam makanan maupun tekstil.
Untuk mengurangi beban pencemaran, penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan limbah
kulit terong ungu. Ekstraksi zat antosianin pada kulit terong dapat dilakukan dengan cara
mengekstraksi bahan menggunakan pelarut yang sesuai dengan kepolarannya dengan zat yang
akan di ektraksi. Penelitian tentang zat antosianin pada tanaman banyak dilakukan dengan
metode maserasi. Maserasi merupakan perendaman bahan dalam suatu pelarut.

I.2 Rumusan Masalah

1. Menggali potensi kulit terong ungu yang masih belom dimanfaatkan secara intensif
sebagai sumber pewarna alami.
2. Bagaimana pengaruh penambahan extrak daun kenikir sebagai kopigmen pada
kopigmentasi kulit terung ungu.
3. Bagaimana pigmen antosianin dari ekstrak kulit terong ungu.

I.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui kondisi stabilitas pigmen antosianin dengan penambahan ekstrak daun


kenikir sebagai stabilator pada ekstrak kulit terong ungu.

I.4 Manfaat Penelitian

1. Meminimalisis penggunaan pewarna makanan sintetik dengan memanfaatkan limbah


kulit terong ungu yang kemudian dijadikan pewarna makanan alami.
2. Mengembangkan keterampilan, wawasan dan ilmu pengetahuan yang diperoleh di
bangku perkuliahan.

1.5 Penelitian sebelumnya

Penelitian sebelumnya ini menjadi salah satu acuan peneliti dalam melakukan penelitian
sehingga dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang
dilakukan.Daei penelitian sebelumnya peneliti tidak menemukan penelitiian yang sama. Berikut
merupakan penelitian sebelumnya berupa jurnal dan skripsi terkait dengan penelitian yang
dilakukan penulis.

1. Skripi Halisa (2018) Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar melakukan penelitian Tentang “Ekstraksi Zat Warna Kulit
Terong Ungu (Solanium Melongena L.) Dan Aplikasi Pada Dye Sensitized Solar Cell
(Dssc)”. Penelitian membahas kulit terong ungu untuk mengembangkan jenis sel surya
terbarukan yaitu Dye Sensitive solar cell (DSSC). Adapun persamaan dengan penelitian
ini adalah sama-sama membahas tentang kulit terong ungu. Perbedaanya jika di skripsi
Halisa tentang masalah pemanfaatan zat antosianin pada kulit terong ungu untuk
membantu proses penguapan radiasi foton melalui sinar matahari. Peneliti tentang
pemanfaat zat antosianin dalam kulit terong ungu dapat digunakan untuk pewarna
makanan.
2. Penelitian Silitonga,Berlian Sitorus (2014) dalam jurnal tentang “Enkapsulasi Pigmen
Antosianin dari Kulit Terong Ungu”. Penelitian membahas tentang bagaimana cara
mempertahankan stabilitas zat antosianin pada kulit terong ungu dengan proses pelapisan
suatu zat. Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang
penambahan suatu zat pada ekstraksi kulit ungu untuk mempertahankan stabilitas zat
antosianin. Perbedaanya jika di penelitian menggunakan maltodekstrin untuk stabilitas
zat antosianin sedangkan peneliti menggunakan tambahan daun kenikir untuk
mepertahankan stabilitas zat antosianin pada kulit terong ungu.
3. Penelitian lain juga dilakukan oleh Alisha amanda, Ika kurniaty (2017) dalam jurnal
tentang “Pengaruh Waktu Maserasi Terhadap Rendemen Zat Antosianin Pewarna Alami
Minuman Jelly dari Terong Ungu”. Penelitian membahas Pembuatan pewarna alami dari
terong ungu (Solanummenongela L) serta mencari pengaruh lama waktu terhadap proses
maserasi terong ungu (Solanummenongela L) untuk mendapatkan rendemen yang
maksimal. Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti pewarna
alami dari ekstraksi kulit terong ungu. Perbedaanya jika di penelitian Alisha amanda, Ika
kurniaty membahas tentang pewarnaan jelly dari eksktraksi kulit terong ungu tanpa
penambahan stabilator sedangkan peneliti melakukan pembuatan dan pengujian pewarna
alami kulit terong ungu dengan penambahan stabilator berupa daun kenikir.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terong Ungu

Terong ungu merupakan tanaman yang sudah lama dikenal di Indonesia Terong ungu
berasal dari India dan srilanka. Terung merupakan jenis sayur yang dapat tumbuh di iklim sub
tropis maupun iklim tropis. Terong ungu merupakan tumbuhan yang dibudidayakan di negara-
negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.Terong ungu dalam bahasa ilmiah disebut dengan
Solanum melongena L. Terong ungu memiliki karakteristik diantaranya yaitu berbatang bulat,
berkayu, mempunyai cabang simpodial, berambut, berduri, berwarna putih kotor, dan tumbuh
setinggi 40-150 cm (16-57 inci). Daun berbulat besar, memiliki ujung yang runcing, pangkal
bertekuk, tepi berombak, pertulangan menyirip, hijau, dan lobus yang kasar, ukuran panjangnya
10-20 cm (4-8 inci) dan lebarnya 5-10 cm (2-4 inci).

Menurut Rukmana (2002 ), terong ungu memiliki klasifikasi sebagai berikut :

 Kingdom : Plantae
 Divisio : Spermatophyta
 Sub-divisio : Angiospermae
 Kelas : Dycotyledonea
 Ordo : Tubiflorae
 Family : Solanaceae
 Genus : Solanum
 Spesies : Solanum melongena L.

Terong ungu adalah tanaman yang menghasilkan buah dan dapat dioalah sebagai bahan
makanan.Dalam kehidupan sehari-hari terong dijadikan bahan makanan. Selain sebagai bahan
makan, kulit terong ungu juga dapat dijadikan sebagai pewarna makanan alami karena
mengandung zat antosianin. Antosianin penyebab warna merah, orange, ungu dan biru.
Antosianin dalam terong ungu juga memiliki khasiat untuk kesehatan, karena di dalam terong
ungu terdapat pigmen antosianin. Pada pengujian fitokimia dan aktivitas antioksidan dari ekstrak
buah terung ungu (Solanum melongena L.) menunjukkan bahwa golongan antioksidan yang
teridentifikasi terkandung dalam buah terung ungu (Solanum melongena L.) adalah golongan
alkaloid dan flavonoid Martiningsih et al., (2014). Antioksian dapat dimaanfaatkan untuk
penurunan kadar kolestrol dalam darah karena adanya antioksidan yang menghambat aktivitas
oksidsi lemak (Faisal, 2012). Terong ungu memiliki banyak kandungan vitamin dan gizi
diantaranya vitamin B-kompleks, tiamin, piridoxin, riboflavin, zat besi, posphorus, manganese,
potassium,dan juga mineral, yang dapat dimanfaatkan sebagai anti kanker, dan sebagai alat
kontrasepsi. Menurut (marviana,2014). Terung ungu merupakan tanaman sayuran dengan
sumber kalori terbesar.

2.2 Zat Pewarna

Zat pewarna yaitu suatu bahan kimia baik alami maupun sintetik yang dapat memberikan
warna.Pengertian zat pewarna menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.772/Menkes/PER/X/1999 secara umum pengertian pewarna adalah bahan tambahan pangan
berupa pewarna alami dan pewarna sintetis,yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada
pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna. Pemberian zat warna dalam makana
bertujuan untuk memperbaiki penampakan makanan agar menarik,serta menutupi perubahan
warna akibat dari proses pengolahan dan penyimpanan. Dari beberapa jenis makanan dan
minuman yang beredar disekitar kita beberapa diantara nya telah ditambahi dengan zat pewarna.
Karena,pewarna memegang peranan penting dalam meningkatkan daya tarik suatu produk
pangan. Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat,misalnya daun
pandan untuk menghasilkan warna hijau,kunyit untuk menghasilkan warna kuning.Namun,
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna
sintetis,dikarenakan penggunaanya lebih praktis dan memiliki harga yang murah (Cahyadi,2009).

Beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan:

 Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperatur
yang ekstirm akibat proses pegolahan dan penyimpanan.
 Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang salah warna akan
diasosiasikan dengan kualitas rendah. Jeruk yang matang dipohon misalnya sering
disemprotkan pewarna Citrus Red No. 2 untuk memperbaiki warnanya yang hijau
burik atau orange kecoklatan.
 Membuat identitas produk pangan. Identitas es krim strawberry adalah merah.
Permen rasa mint aka berwarna hijau muda sementara rasa jeruk akan berwarna
hijau yang sedikit tua.
 Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.
 Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari
selama produk simpan (Purba, 2009

Menurut (Cahyadi,2009) zat pewarna menurut sumbernya ada dua jenis zat pewarna yang
termasuk dalam golongan bahan tmbahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintesis.

a. Pewarna Alami

Sebelum pewarna sintetis banyak dipergunakan zat warna yang sering digunakan adalah
pewarna alami. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/PER/X/1999 secara
umum pewarna alami merupakan pewarna yang dibuat dengan melalui proses ekstraksi, isolasi,
atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lain,
termasuk pewarna identik alami. Pewarna alami yaitu zat warna yang diperoleh dari hewan
seperti warna merah muda pada flamingo dan ikan salem sedangkan dari tumbuh-tumbuhan
seperti contohnya karamel, coklat dan daun suji. Menurut saparinto (2006) beberapa pewarna
alami yang umumnya digunakan untuk tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Pewarna Alami

No Nama Pewarna Warna yang dihasilkan Sumber warna


1. Karoten Jingga-Merah Wortel,papaya dan lain-lain
2. Biksin Kuning seperti mentegaBiji pohon bixa orellana
3. Karamel Coklat gelap Hidrolisis(pemecahan)
karbohidrat,gula
pasir,laktosa,dansirup
malt,daun suji
4. Klorofil Hijau Daun suji,Daun pandan dan
dedaunan yang berwarna
hijau.
5. Antosianin Merah,Jingga,Ungu dan Bunga dan buah-buah an
Biru seperti bunga mawar,pacar
air,kembang sepatu
krisan,pelargonium,aster
cina,dan buah apel,
ceri,anggur,stroberi,buah
manggis,bunga telang,ubi
jalar,bunga belimbing,sayur
serta.
6. Kurkumin Kunyit
(Sumber,saparinto,2006)

Kelebihan menggunakan pewarna alami yaitu tidak adanya efek samping bagi kesehatan.
Pewarna alami juga dapat berperan sebagai bahan pemberi flavor,zat anti mikroba, dan sebagai
antioksidan.Disamping itu zat pewarna alami juga memiliki keterbatasan dibandingkan dengan
pewarna sintetis,beberapa keterbatasan pewarna alami dibanding pewarna sintetis adalah sebagi
berikut :

1. Sering memberi rasa khas yang tidak diinginkan.


2. Konsentrasi pigmen yang rendah.
3. Stabilitas pigmen rendah.
4. Keseragaman warna kurang baik.
5. Spektrum warna tidak seluas pewarna sintetis.
6. Pewarna alami mudah mengalami pemudaran pada saat proses pengolahan atau
penyimpanan.
b. Pewarna sintetis
Zat pewarna sintetis merupakan suatu zat warna yang berasal dari bahan kimia. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/PER/X/1999 secara umum Pewarna
Sintetis adalah Pewarna yang diperoleh secara sintesis kimiawi. Kelebihan dalam Pemakaian
bahan pewarna sintetik dalam makanan bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat
membuat makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, dan mengembalikan warna
dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan. Namun,ternyata pewarna
sintetis dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi
dampak negatif dan berbahaya bagi kesehatan konsumen.Banyak nya pemakaian zat
pewarna sintetis dikarenakan ketidaktahuan masyarakat mengakibatkan banyak
penyalahgunaan zat pewarna serta harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah
dibandingkan dengan zat pewarna untuk pangan.

Tabel 2.2 Daftar pewarna yang diizinkan di Indonesia

No. Bahan Pewarna No.Indeks Warna INS


1. Tatrazin 19140 102
2. Kuning kuinolon 47005 104
3. Kuning FCF 15985 110
4. Karmoisin 14720 122
5. Ponceau 16255 124
6. Eritrosin 45430 127
7. Merah allura 16035 129
8. Indigotin 73015 132
9. Biru berlian 42090 133
10. Hijau FCF 42053 143
11. Coklat HT 20285 155
(Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 Tahun 2012)

Zat pewarna sintetik dapat diperoleh dengan melalui berbagai prosedur pengujian
sebelum dapat digunakan sebagai pewarna makanan(winarno,2006). Dimana suatu zat warna
harus melalui beberaapa prosedur yang disebut dengan proses sertifikasi agar suatu zat warna
mendapatkan ijin. Zat pewarna yang diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal dengan
certified color atau permitted color. Perlakuan pemberian asam sulfat dan asam nitrat pada
pembuatan pewarna sintetis yang sering dapat menyebabkan terkontaminasi oleh arsen atau
logam berat lain yang bersifat racun.Sebelum mencapai produk akhir, pembuatan zat pewarna
organik harus melalui senyawa antara yang cukup berbahaya dan senyawa tersebut sering
tertinggal dalam produk akhir atau terbentuk senyawas senyawa baru yang berbahaya
(Cahyadi,2009).

2.3 Antosianin

Antosianin merupakan senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol
tumbuhan yang dapat befungsi sebagai antioksidan. Kata antosianin berasal dari bahasa Yunani
"anthos" yang memiliki arti bunga dan "kyanos" yang memiliki arti biru gelap. Antosianin
merupakan senyawa yg memiliki pigmen berwarna kemerahan yang larut di dalam air dan
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan(buah-buahan, akar, dan daun).Antosianin memiliki struktur
dasar yang terdiri dari 2-fenil-benzopirilium atau flavilium klorida dengan sejumlah subtitusi
gugus hidroksi dan metoksi. Sebagian besar antosianin memiliki struktur 3,5,7-
trihidroksiflavilium klorida dan bagian gula biasanya terikat pada gugus hidroksil pada karbon 3.

Berikut adalah struktur umum dari senyawa antosianin:

Pigmen antosianin seperti pigmen alam lainnya yang memiliki stabilitas


rendah.Penurunan mutu pigmen antosianin dapat terjadi selama ekstraksi, pemurnian,
pengolahan dan penyimpanan pigmen (deMan,1997).Beberapa hal yang mempengaruhi stabilitas
antosianin yaitu struktur kimia dan konsentrasi antosianin, pH, temperatur, keberadaan enzim,
oksigen dan cahaya. Stabilitas antosianin dipengaruhi oleh suhu, suhu yang terlau tinggi
kemungkinan penurunan mutu pigmen antosianin yang tinggi. Temperatur dan Ph memiliki
keterkaitan, pada saat temperature naik range Ph 2-4 dapat menginduksi rusaknya struktur
antosianin dengan mekanisme terjadinya hidtolisis ikatan glikosidik antosianin dan
menghasilkan aglikon-aglikon yang labil, serta terbukanya cincin pirilium sehingga terbentuk
gugus karbinol dan kalkon yang tidak berwarna (Satyatama, 2008). Temeperatur yang tinggi
dapat juga menyebabkan warna pada pogmen antosianin menjadi tidak stabil. Warna antosianin
pada Ph asam yaitu merah dikarenakan struktur antosianin utamanya berada dalam kation
flavilium yang berwarna merah. Pada saat peningkatan ph dengan range Ph (4-6) warna
antosianin memudar dikarenakan kation flavilium yang berwarna merah mengalami hidrasi
menjadi bentuk struktur karbinol tidak berwarna.Pada pH 7-8, warna pada pigmen antosianin
menjadi biru keunguan hal ini disebabkan karena pembentukan struktur kuinoidal biru yang
tidak stabil (Luthana, 2009).Pigmen antosianin pada pH tinggi cepat terhidrolisis menjadi kalkon
yang terionisasi. Sehingga antosianin mudah rusak pada Ph tinggi.

Menurut Hasyim (2016), zat antosianin memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan atau
olahannya,serta dapat mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan
kadar gula darah.Pemanfaatan pigmen Antosianin dapat digunakan sebagai pengganti pewarna
sintetik carmoisin dan amaranth sebagai pewarna merah. Pigmen antosianin dapat digunakan
sebagai pewarna alami dalam produk minuman dan makanan.

2.4 Kopigmentasi

Kopigmen merupakan penggabungan zat antosianin dengan sesama zat antosianin atau
dengan komponen organik lainnya dengan tujuan agar dapat mempercepat atau meperlambat
proses degradasi,tergantung pada kondisi lingkungan. Kopigmentasi dilakukan agar stabilitas
warna dari antosianin meningkat dengan pembentukan ikatan stabil dengan zat antosianin.
Dengan adanya protein,tannin,flavonoid dan polisakarida dapat membuat bentuk komplek turun.

Kopigmentasi merupakan reaksi langsung senyawa antosianin dengan senyawa lain


membentuk kompleks intermolekuler untuk menghasilkan warna yang lebih kuat,terang dan
stabil (Talcott et al., 2003). Senyawa kopogmentasi berasal dari golongsn flavonoid yaitu
monomer flavanol (katekin dan epikatekin), oligomer, polimer (tanin), fenolik (katekol dan metil
katekol), golongan asam organik (kafeat, ferulat, khlorogenat, tannat, dan asam galat), logam dan
molekul antosianin itu sendiri (Mazza dan Brouilard, 1990; Bakowska et al., 2003; Kopjar dan
Pilizota, 2009). Kandungan Flavonoid dalam daun kenikir dapat digunakan sebagai kopigmentasi
untuk menstabilkan warna zat antosianin pada pangan.

2.5 Daun Kenikir

Kenikir merupakan tanaman yang berasal amerika tropis, tumbuhan ini dapat hidup di
daerah tropis. Kenikir merupakan salah satu species dari genus Cosmos dari keluarga/famili
Asteraceae/Compositae.Tumbuhan kenikir mempunyai beberapa nama atau penyebutan yang
berbeda-beda pada masingmasing daerah. Dalam kehidupan sehari-hari, kenikir sering kali
dikonsumsi sebagai sayuran. Kenikir merupakan tanaman perdu memiliki tinggi 75-100 cm,
berbatang tegak, berbentuk segiempat, beralur membujur, bercabang banyak, batang muda
berbulu, beruas-ruas, warna hijau keunguan.

Menurut Asmaliyah (2010), Daun kenikir mengandung beberapa senyawa metabolit yaitu
minyak atsiri,flavonoid,saponin,tanin,polifenol,dan alkaloid.Kandungan senyawa flavonoid
dalam daun kenikir dapat dimanfaatkan pada proses kopigmentasi sebagai stabilator pada zat
antosianin.
2.6 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses perpindahan dari suatu zat atau solute larutan berdasarkan
kemampuan melarutnya komponen yang ada dalam campuran. Ekstraksi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair yaitu proses
pemisahan solute dari padatan yang tidak larut disebut dengan inert. Ekstraksi cair-cair yaitu
proses pemisahan fasa cair dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan zat terlarut yang akan
dipisahkan antara larutan asal dengan solvent.

Jenis-jenis ekstraksi yaitu maserasi,perkolasi,sokletasi,digestasi,dekokta,infusa,fraksinasi.


Dalam pembuatan ekstraksi kulit terong ungu dan ekstaksi daun kenikir dapat dilakukan dengan
metode ekstraksi maserasi karena metode maserasi dapat digunakan untuk menegkstrak suatu
bahan yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari namun,
maserasi tidak dapat digunakan jika bahan yang di ekstrak mengandung benzoin,tiraks dan lilin.

Maserasi merupakan proses pengekstraksan menggunakan pelarut dengan dilakukan


beberapa kali pengocokan serta pengadukan pada suhu kamar. Prinsip dari maserasi adalah
dengan cara merendam suatu bahan yang akan di ekstrak dalam cairan penyari yang sesuai pada
suhu kamar dan harus terlindungi dari cahaya. Kelebihan dari masearsi yaitu perlatan yang
digunakan sederhana. Namun , kekurangan dari ektraksi maserasi yaitu waktu yang dibutuhkan
untu mengestraksi sampel lama serta bahan penyari yang digunakan lebih banyak.

2.7 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pengukuran serapan


sinar monokromatis oleh suatu larutan yang berwarna dengan panjang gelombang.Pengukuran
dengan metoda spektrofotometri menggunakan spektrofotometer. Spektrofotometer merupakan
suatu alat yang menghasilkan sinar dari spectrum untuk mengukur transmitan atau absorban pada
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Pada spektrofotometer terdiri dari sumber cahaya,
monokromator, kompartemen sampel, detektor dan pengukur intensitas cahaya. Berikut skema
konstruksi spektrofotometer :
 Sumber cahaya (Lampu) dapat memncarkan semua warna cahya yaitu cahaya putih.
 Monokromator dapat memilih satu panjang gelombang dan panjang gelombang yang
dikirimkan melalui sampel.
 Detektor dapat mendeteksi panjang gelombang cahaya yang telah melewati sampel
 Amplifier dapat meningkatakan sinyal sehingga lebih mudah untuk baca kebisingan latar
belakang.

Spektroskopi yang dilakukan pada daerah ultra violet dan sinar tampak disebut spektroskopi
UV-VIS. Spektrofotemer UV/VIS merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
transmitran,reflektansi dan absorbs dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Alat
yang digunakan yaitu spektrofotometer UV-VIS, teknik pada spektrofotometer yaitu pada daerah
ultra-violet dan sinar tampak. Alat ini digunakan mengukur serapan sinar ultra violet atau sinar
tampak suatu materi dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang akan dianalisis sebanding
dengan jumlah sinar yang akan diserap oleh suatu zat yang terdapat dalam larutan. Pada
spektrofotometer UV/VIS warna yang diserap oleh suatu senyawa atau unsur adalah warna
komplementer dari warna yang teramati dan pengamatan dapat diketahui dari suatu larutan
berwarna yang memilki serapan maksimum pada warna komplementernya.

Untuk penentuan stabilitas pada ekstaksi kulit terong ungu dapat dilakukan dengan
menggunakan metoda sepktrofometri.
BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan maret sampai dengan bulan mei 2022 Di
Laboratorium Kimia Analis Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jl
Besar Ijen No.77C, Oro-oro Dowo,kec Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

 Beaker Glass
 Kertas Saring
 Botol Maserasi
 Corong Kaca
 Labu Ukur
 Timbangan Analitik
 Cawan Penguap
 Gelas Ukur
 Pipet Ukur
 Erlenmeyer
 Spatula
 Pipet Tetes
 Batang Pengaduk
 Gegep
 Kaca Arloji
 Thermometer
 Alumunium Foil
 Kuvet
 Seperangkat Alat Spektrofotometer UV/Vis (T92+UV Spectrophotometer),
 Oven (Memmert)
 Ph Meter .

3.2.2 Bahan-Bahan

 Limbah Kulit Terong Ungu


 Daun kenikir
 Etanol 96%
 Hcl P.A
 Kcl P.A.
 Asam Asetat Glasial P.A.
 Ammonium Asetat P.A.
 Amonia P.A.
 Ammonium Klorida P.A.
 Natrium Hidroksida P.A.
 Aquadest

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengambilan dan Penyiapan Sampel

Sampel yang digunakan berupa kulit terong ungu yang sudah tidak dimanfaatkan dan
dibuang sebagai limbah. Sampel penelitian diambil di daerah pasar karangploso.

Terong ungu
 Kulit terong dipisahkan dari buah.
 Diambil kulit terong lalu dibersihkan.
 Sampel kulit terong dipotong kecil-kecil.
 Kemudian ditimbang sampel sebanyak 500gram.
 Dilakukan proses ekstraksi sampel.

Kulit terong ungu

3.2.1 Ekstraksi Sampel

Ekstraksi sampel dilakukan dengan menggunakan metode maserasi

Sampel kulit terong + etanol 96% + HCl 1%

 Diambil sampel kulit terong 500gram


 Sampel dimasukkan kedalam botol berwarna gelap
 Dilakukan perendaman sampel dengan etanol 96% dan HCl 1% dengan perbandingan
volume (9:1) sebanyak 1000 ml.
 Maserasi selama 24 jam, dengan pengadukan sesekali.
 Kemudian dilakukan penyaringan dan ekstraknya ditampung.

Ekstrak Kulit terong ungu

Sampel ekstraksi daun kenikir digunakan pada pengujian stabilitas zat antosianin pada terong
ungu.

Daun kenikir + etanol 70% + 96%

 Ditimbang 100 gram serbuk daun kenikir


 Sampel ditambahkan dengan pelarut etanol70% dan 96% dengan perbandingan
volume (1:10) sebanyak 1000ml.
 Dilakukan ekstraksi secara maserasi pada waktu 3 jam.
 Kemudian dilakukan penyaringan dan ekstraknya ditampung

Ekstrak kenikir

Uji Karakteristik Ekstrak Sampel

a. Organoleptis

Ekstrak Sampel terong ungu


 Uji Bentuk
 Uji Warna
 Uji Bau dan Rasa

Hasil

Identifikasi Antosianin

a. Uji Fitokimia

Ekstrak Sampel terong ungu

 Diambil sampel ekstrak 0,5 gram


 Kemudian sampel ditetesi dengan HCl 2 M lalu dipanaskan dengan suhu 100 OC selama 5
menit.

Hasil
Ekstrak Sampel terong ungu
 Diambil 0,5 gram ekstrak sampel
 Kemudiam ditetesi larutan NaOH 2 M tetes demi tetes.
 Diamati perubahan warna yang terjadi.

Hasil

Analisa Antosianin

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisa spektrofotometri UV-Vis
(tanpa perlakuan).

a. Analisa Spektrofotometri

Ekstrak sampel + etanol 96%+HCl 1%


 Diambil ekstrak sampel buah terong sebanyak 1ml kemudian dilarutkan dalam
labu ukur 25ml dengan etanol 96%:HCl 1% (9:1) hingga tanda batas.
 Larutan diukur serapan maksimum dengan spektrofoometer UV-VIS dengan
panjang gelombang 400-800 nm.

Hasil
Uji Stabilitas

a. Pengaturan pH

Uji Ph
 Pembuatan larutan Ph ,3,5,7,9
 Diambil sampel sebanyak 1ml dengan penambahan ekstrak daun kenikir dengan
berbagai variasi kemudian dilarutkan dengan larutan buffer ph dalam labu ukur
25ml larutan ph.
 Larutan diukur serapan maksimum dengan spektrofoometer UV-VIS dengan
panjang gelombang 400-800 nm.
 Dicatat absorbannya.
 Dilakukan lakukan hal yang sama untuk sampel yang dilarutkan dengan larutan
buffer pH 3, 5, 7, dan 9.

Hasil

b. Pengaturan Suhu

Sampel

 Sampel dari pengaturan pH dibuat dengan konsentrasi yang sama


 kemudian diberi perlakuan pada suhu berbeda yaitu suhu ruang, 40oC , 60oC , 80oC , dan
100oC.
 Masing-masing sampel dipanaskan selama 15 menit menggunakan oven dan didinginkan
pada suhu ruang.
 Larutan diukur serapan maksimum dengan spektrofoometer UV-VIS dengan panjang
gelombang 400-800 nm.
 Dicatat absorbannya.

Hasil

Analisa Data

Dari hasil penelitian penelitian diolah secara deskriptif. Data hasil disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik untuk mempermudah interpretasi data.
Daftar Pustaka

 Amri Ahmad Faisal. (2012). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Gedi


(Abelmoschus manihot, L.) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Galur
Wistar. Skripsi. Yogyakarta: jurusan pendidikan biologi FMIPA UNY.
 Cahyadi W. Analisis & aspek kesehatan bahan tambahan makanan. Edisi ke-2.
Bandung: Bumi Aksara; 2009
 deMan, M John. 1997. Kimia Makanan. Bandung : ITB
 Luthana, Y. 2009. Mengkudu dan Senyawa Antioksidannya.
http://yongkikastanya luthana.wordpress.com/. Diakses tanggal 8 Januari 2015
 Martiningsih, N.W., Sukarta, I.Y., Yuniana, P.E. 2014. Skrining Fitokimia dan
Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Buah Terong Ungu (Solanum
melongena L.). Jurnal Kimia 8 (2) : 145-152. Silitonga. P. dan Sitorus. B. 2014.
Enkapsulasi Pigmen Antosianin dari Kulit Terong Ungu. Jurnal Kimia
Katulistiwa, 3(1).
 Marviana, Dkk..2014.Respon Pertumbuhan Tanaman Terung (Solanum
metongena L.).Terhadap Pemberian Kompos Berbahan Dasar Tongkol Jagung
dan Kotoran Kambing Sebagai Materi Pembelajaran Biologi Versi Kurikulum
2013. Yogyakarta.
 Ahsol Hasyim, A. dan M. Yusuf., 2011, Ubi Jalar Kaya Antosianin Pilihan
Pangan Sehat., (online), available; www.puslittan.bogor.net (15 Desember 2016)
 Menkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun
2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Kemenkes RI;2012.
 Rukmana, R. 2002. Bertanam terong. Kanasius. Jogyakarta.
 Saparinto, Cahyo dan Diana hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan.
Yogyakarta: Kanisius.
 Satyatama D.I. 2008. Pengaruh Kopigmentasi terhadap Stabilitas Warna
Antosianin Buah Duwet (Syzygium cumini). [Tesis]. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 118 hal.

Anda mungkin juga menyukai