Anda di halaman 1dari 16

1

IDENTIFIKASI PEWARNA BERBAHAYA DAN UJI KANDUNGAN KACANG


TANAH

A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menguji zat pewarna berbahaya pada beberapa sampel
2. Menguji kandungan vitamin c, gula pereduksi dan lemak pada kacang tanah
B. LANDASAN TEORI
Minuman berenergi diklasifikasikan sebagai suplemen dan dipromosikan dapat
menambah energi, stamina, kinerja atletik, dan konsentrasi serta menurunkan berat badan.
Bahan umum yang digunakan yakni gula atau pemanis buatan, vitamin, suplemen herbal,
dan yang paling penting; sejumlah besar stimulan seperti kafein, taurine, dan guarana, yang
mempengaruhi sistem kardiovaskular.
Berikut adalah bahaya minuman energi :
1. Mengandung gula tinggi
Kandungan gula yang tinggi dalam minuman berenergi bisa memicu
peningkatan kadar gula darah, merusak gigi dan menyebabkan pertambahan berat
badan. Pastikan Anda memeriksa kemasan untuk mengetahui berapa jumlah gula dalam
minuman tersebut. Bandingkan dengan minuman soda dan Anda akan menemukan
kandungan gula dalam minuman energi lebih tinggi.
2. Bahaya untuk anak
Paparan kafein dan gula yang tinggi pada anak-anak lebih berbahaya daripada
pada orang dewasa. Anak-anak masih dalam masa pertumbuhan sehingga dampaknya
negatifnya lebih buruk di masa depan. Lagi pula minuman energi tidak mengandung
zat gizi apa pun.
3. Menyebabkan dehidrasi
Menyebabkan dehidrasi Kandungan gula yang tinggi bisa menyebabkan
penyerapan air ke dalam tubuh terhambat sehingga menimbulkan risiko dehidrasi.
Tubuh yang dehidrasi justru memiliki performa yang buruk, baik saat Anda sedang
beraktivitas atau duduk di belakang meja. Jika Anda merasa tidak bisa meninggalkan
minuman berenergi disarankan untuk mengonsumsi segelas air setelah menenggak
minuman energi.
4. Menyebabkan jantung berdebar
Kafein bisa menyebabkan tekanan darah meningkat dan jantung terasa
berdebar-debar, terutama bagi mereka yang sensitif. Reaksi yang berbahaya pada
minuman energi yang bisa terjadi antara lain rasa pusing, mual, sakit maag, tremor,
serta mati rasa. (Day & Underwood, 1980)
2

Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih
segar dan menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna
yang biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah:
a. Zat pewarna alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna
hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, seperti ditunjukkan pada
Gambar 8.9, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati, dan warna kuning
merah dari wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka
dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan
kimia.
b. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia.
Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu
memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun
belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan
minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan
minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh
karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu harus
berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna. Kamu harus
yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada makanan atau
minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan minuman.
Pewarna alami adalah pigmen pigmen yang diperoleh dari bahan nabati, hewani,
bakteri, dan alga. Pigmen tersebut antara lain:
1. Antosianin (oranye, merah, biru)
2. Betasianin dan betanin (kuning dan merah)
3. Karotenid (kuning, merah, dan oranye)
4. Klorofil (warna hijau sampai hijau kotor)
5. Flavoid (kuning)
6. Tanin (kuning)
7. Betalain (kuning dan merah)
8. Kuinon (kuning sampai hitam)
9. Xantin (kuning)
10. Pigmen heme (merah dan cokalt)
Beberapa faktor mengapa orang-orang menggunakan pewarna pada makanan diantaranya:
1. mengimbangi pemudaran warna karena paparan cahaya, udara, perubahan suhu dan
kelembaban
2. memperbaiki variasi warna
3. menguatkan warna yang terjadi secara alami
4. mewarnai bahan makanan yang tak berwarna
5. membuat makanan lebih menarik sehingga mengundang selera
3

Pada bulan November 2007, sebuah hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal medis
terkemuka Lancet mengungkapkan bahwa beberapa zat pewarna makanan meningkatkan
tingkat hiperaktivitas anak-anak usia 3-9 tahun, Hiperaktivitas adalah suatu keadaan
dimana anak memiliki kesulitan untuk mengontrol perilaku dan memusatkan perhatian
sehingga timbul aktivitas yang berlebih dan tak terkendali. (Khopkar, S.M, 1990)
Beberapa jenis pewarna buatan yang terkenal dan beberapa efek samping yang
ditimbulkannya :
1. Tartrazine (E102 atau Yellow 5)
Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan
obat-obatan. Yang berakibat meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1- 10 dari
sepuluh ribu orang dan menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit),
rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock). Zat ini
akan lebih berbahaya lagi pada penderita asma atau orang yang sensitif terhadap aspirin.
2. Sunset Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)
Sunset Yellow dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan
kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok kecil
individu, konsumsi pewarna aditif ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi,
hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan muntah. zat ini telah dihubungkan dengan peningkatan
kejadian tumor pada hewan dan kerusakan kromosom, namun Kajian Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) tidak menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek
dan jangka panjang karena konsumsi Sunset Yellow.
3. Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)
Ponceau 4R adalah pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk
seperti: selai, kue, agar-agar dan minuman ringan. Zat tersebut berpotensi memicu
hiperaktivitas pada anak, dan dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara.
4. Allura Red (E129)
Allura Red adalah pewarna sinetis merah jingga yang banyak digunakan pada
permen dan minuman. Allura Red sudah dilarang di banyak negara.
Sebuah studi menunjukkan bahwa reaksi hipersensitivitas terjadi pada 15% orang yang
mengkonsumsi Allura Red. dalam studi itu, 52% telah menderita gatal-gatal atau ruam
kulit.
5. Quinoline Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan minuman
energi. Zat ini sudah dilarang di banyak negara karena meningkatkan risiko hiperaktivitas
dan serangan asma.
Beberapa pewarna alami adalah sebagai berikut :
a. Klorofil
Klorofil adalah zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun.. Terdapat
dua jenis klorofil yang telah berhasil diisolasi yaitu klorofil a dan klorofil b. keduanya
terdapat pada tanaman dengan perbandingan 3:1. Klorofil a termasuk dalam pigmen yang
4

disebut porfirin; hemoglobin juga termasuk di dalamnya.Klorofil a mengandung atom Mg
yang diikat dengan N dari dua cincin pirol dengan ikatan kovalen serta oleh dua atom N
dari dua cincin pirol lainmelalui ikatan koordinat; yaitu N dari pirol yang menyumbangkan
pasangan elektronnya pada Mg (pada gambar dinyatakan dengan garis putus-putus).
b. Mioglobin dan Hemoglobin
Mioglobin dan hemoglobin ialah zat warna merah pada daging yang tersusun oleh
protein globin dan heme yang mempunyai inti berupa zat besi. Heme merupakan senyawa
yang terdiri dari dua bagian yaitu atom zat besi dan suatu cincin plana yang besar yaitu
porfirin. Porfirin tersusun oleh empat cincin pirol yang dihubungkan satu dengan lainnya
dengan jembtan meten. Heme juga disebut feroprotoporfirin. Baik hemoglobin maupun
mioglobin memiliki fungsi yang serupa yaitu berfungsi dalam transfor oksigen untuk
keperluan metabolisme.
c. Karotenoid
Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye, merah
oranye yang terlarut dalam lipida (minyak), berasal dari hewan maupun tanaman, misalnya
fukoxanthin yang terdapat didalam lumut, lutein, violaxanthin, dan neoxanthin terdapat
pada dedaunan, likopen pada tomat, kapsanthin pada cabe merah, biksin pada annatto,
caroten pada wortel, dan astazanthin pada lobster.
Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye
dan lake. Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air.
Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake
merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu.
Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna kelompok ini cocok untuk
mewarnai produkproduk yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung lemak
dan minyak.
Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom, perbedaan
kemampuan adsorpsi terhadap zat - zat yang sangat mirip mempengaruhi resolusi zat
terlarut dan menghasilkan apa yang disebut kromatogram (Khopkar, 2008).
Dalam kromatografi, komponen - komponen terdistribusi dalam dua fase yaitu fase
gerak dan fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul
- molekul campuran serap pada permukaan partikel - partikel atau terserap. Pada
kromatografi kertas naik, kertasnya digantungkan dari ujung atas lemari sehingga tercelup
di dalam solven di dasar dan solven merangkak ke atas kertas oleh daya kapilaritas. Pada
bentuk turun, kertas dipasang dengan erat dalam sebuah baki solven di bagian atas lemari
dan solven bergerak ke bawah oleh daya kapiler dibantu dengan gaya gravitasi. Setelah
bagian muka solven selesai bergerak hampir sepanjang kertas, maka pita diambil,
dikeringkan dan diteliti. Dalam suatu hal yang berhasil, solut - solut dari campuran semula
akan berpindah tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda, untuk membentuk
sederet noda - noda yang terpisah. Apabila senyawa berwarna, tentu saja noda - nodanya
dapat terlihat. Distribusi dapat terjadi antara fase cair yang terserap secara stasioner dan zat
5

alir bergerak yang kontak secara karib dengan fase cair itu. Dalam kromatografi partisi
cairan, fase cair yang bergerak mengalir melewati fase cair stasioner yang diserapkan pada
suatu pendukung, sedangkan dalam kromatografi lapisan tipis adsorbennya disalutkan pada
lempeng kaca atau lembaran plastik (Anonim, 2010).
Teknik kromatografi kertas diperkenalkan oleh Consden, Gordon dan Martin
(1994), yang menggunakan kertas saring sebagai penunjang fase diam. Kertas merupakan
selulosa murni yang memiliki afinitas terhadap air atau pelarut polar lainnya. Bila air
diadsorbsikan pada kertas, maka akan membentuk lapisan tipis yang dapat dianggap analog
dengan kolom. Lembaran kertas berperan sebagai penyangga dan air bertindak sebagai fase
diam yang terserap di antara struktur pori kertas. Cairan fase bergerak yang biasanya berupa
campuran dari pelarut organik dan air, akan mengalir membawa noda cuplikan yang
didepositkan pada kertas dengan kecepatan yang berbeda. Pemisahan terjadi berdasarkan
partisi masing-masing komponen di antara fase diam dan fase bergeraknya. Kromatografi
kertas digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuntitatif. Senyawa - senyawa yang
dipisahkan kebanyakan bersifat sangat polar, misalnya asam amino, gula - gula, dan pigmen
- pigmen alam (Yazid, 2005).
Dalam teknik kromatografi kertas, proses pengeluaran asam mineral dari kertas
disebut desalting. Larutan ditempatkan pada kertas dengan menggunakan mikropipet pada
jarak 2-3 cm dari salah satu ujung kertas dalam bentuk coretan garis horizontal. Setelah
kertas dikeringkan, diletakkan di ruang yang sudah dijenuhkan dengan air atau dengan
pelarut yang sesuai. Penjenuhan dapat dilakukan 24 jam sebelum analisis. Descending
adalah salah satu teknik di mana cairan dibiarkan bergerak menuruni kertas akibat gravitasi.
Pada teknik ascending, pelarut bergerak ke atas dengan gaya kapiler. Nilai Rf harus sama
baik pada descending maupun ascending. Sedangkan yang ketiga dikenal sebagai cara
radial atau kromatografi kertas sirkuler. Kondisi - kondisi berikut harus diperhatikan untuk
memperoleh nilai Rf yang reprodusibel. Temperatur harus dikendalikan dalam variasi tidak
boleh lebih dari 0,5
o
C. Kertas harus didiamkan dahulu paling tidak 24 jam dengan atmosfer
pelarutnya, agar mencapai kesetimbangan sebelum pengaliran pelarutnya pada kertas.
Dilakukan beberapa pengerjaan yang parallel, Rfnya tidak boleh berbeda lebih dari 0,02
(Khopkar, 2008).
Prinsip kromatografi kertas adalah adsorbsi dan kepolaran, di mana adsorbsi
didasarkan pada panjang komponen dalam campuran yang diadsorbsi pada permukaan fase
diam. dan kepolaran komponen berpengaruh karena komponen akan larut dan terbawa oleh
pelarut jika memiliki kepolaran yang sama serta kecepatan migrasi pada fase diam dan fase
gerak (Yazid, 2005).
Suatu atomiser umumnya digunakan sebagai reagent penyemprot bila batas
permukaan pelarut dan zat terlarut dalam kertas ingin dibuat dapat dilihat. Atomiser yang
halus lebih disukai. Gas - gas juga dapat digunakan sebagai penanda bercak, untuk
karbohidrat notasi Rg digunakan untuk menggantikan Rf. Setelah penandaan bercak batas
permukaan, selanjutnya dapat dilakukan analisis kalorimetri atau spektroskopi reflektansi
6

bila sampel berupa logam. Materi yang terdapat di dalam kertas dapat ditentukan secara
langsung dengan pelarutan. Kromatografi kertas selain untuk pemisahan dan analisis
kuantitatif, juga sangat bermanfaat untuk identifikasi. Hal ini dapat dilakukan misalkan
dengan membuat grafik antara Rm terhadap jumlah kation dalam suatu deret homolog
(Khopkar, 2008).
Susunan serat kertas membentuk medium berpori yang bertindak sebagai tempat
untuk mengalirnya fase gerak. Berbagai macam kertas yang secara komersial tersedia
adalah whatman 1, 2, 31 dan 3 MM, kertas asam asetil, kertas kieselgurh, kertas silikon dan
kertas penukar ion juga digunakan. Tersedia juga kertas selulosa murni, kertas selulosa
yang dimodifikasi dan kertas serat kaca. Zat - zat hidrofobik dapat dipisahkan pada kedua
jenis kertas terakhir ini. Kertas asam asetil atau kertas silikon dapat digunakan untuk zat -
zat hidrofobik, sedangkan untuk reagent yang korosif, kertas serat kaca dapat digunakan.
Untuk memilih kertas, yang menjadi pertimbangan adalah tingkat dan kesempurnaan
pemisahan, difusivitas pembentukan spot, efek tailing dan pembentukan komet serta laju
pergerakan pelarut terutama untuk teknik descending (Khopkar, 2008).
Asam askorbat atau lebih dikenal dengan nama vitamin C adalah vitamin untuk
jenis primat tetapi tidak merupakan vitamin bagi hewan-hewanlain. Asam askorbat
adalah suatu reduktor kuat (Winarno1997). Bentuk teroksidasinya, asamdehidroaskorbat,
mudah direduksi lagi dengan berbagai reduktor seperti glutation dipastikan karena asam ini
tidak dapat berikatan dengan protein yang manapun. Sifat fisik dan kimiawi asam askorbat
adalah merupakan derivat monosakarida yang mempunyai gugus enediol dan mempunyai
2 rumus bangun yang erat, yaitu sebagai asam askorbat dan dehidro asam askorbat
(Wahjudi 2003). Dehidro asam askorbat terjadi karena oksidasi spontan dari udara.
Keduanya merupakan bentuk aktif yang terdapat dalam cairan tubuh. Merupakan kristal
putih tidak berbau yang larut dalam air (tetapi kurang stabil), tidak larut dalam lemak. Stabil
dalam larutan dan penyimpanan dingin, peka terhadap pemanasan dan oksidasi (terutama
bila ada Cu, maka vitamin C adalah pereduksi yang kuat). Kebutuhan vitamin C dewasa 45
mg/hari, anak-anak 35 mg/hari, bumil & buteki : 60 mg/hari (Hawab 2005).
Vitamin C sangat mudah dirusak oleh pemanasan, karena ia mudahdioksidasi.
Dapat juga hilang dalam jumlah yang banyak pada waktumencincang sayur-sayuran seperti
kol atau pada menumbuk kentang (Lehninger 1982). Vitamin C dapat hilang karena hal-
hal seperti: Pemanasan yang menyebabkan rusak atau berbahayanya struktur, pencucian
sayuran setelah dipotong-potong terlebih dahulu, adanya alkali atau suasana basa selama
pengolahan, dan membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara akan
terjadi oksidasi yang tidak reversible. Penambahan tomat atau jeruk nipis dapat mengurangi
kadar vitamin C.
Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar atau
enzim oksidasi, serta oleh katalis lembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin
C dibiarkan dalam keadaan asam atau suhu rendah.
7

Gula reduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi
dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Aldehid dapat teroksidasi langsung
melalui reaksi redoks. Namun, gugus keton tidak dapat teroksidasi secara langsung, gugus
keton, tetapi harus diubah menjadi aldehid dengan perpindahan tautomerik yang
memindahkan gugus karbonil ke bagian akhir rantai. Monosakarida yang termasuk gula
reduksi antara lain glukosa, fruktosa, gliseraldehida, dan galaktosa. Untuk disakarida,
contohnya adalah laktosa dan maltosa. Sedangkan yang termasuk gula non-reduksi adalah
sukrosa. Gula non-reduksi dicirikan dengan tidak adanya struktur rantai terbuka, sehingga
tidak rentan terhadap proses oksidasi reduksi. Pada polimer glukosa seperti amilum dan
turunan amilum (maltodextrin dan dextrin), makromolekulnya dimulai dengan gula
reduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas
enzim, dimana semakin tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi
yang dihasilkan. Persentase gula reduksi di dalam turunan amilum/pati disebut dengan
dextrose equivalent (DE) (Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005)
Lemak merupakan salah satu bahan material organik yang sangat bermanfaat bagi
manusia. Lemak juga merupakan sumber energi terbesar yaitu untuk 1 gram lemak
menghasilkan 9,3 kalori. lemak terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen.
Fungsi lemak umumnya yaitu sebagai sumber energi, bahan baku hormon, membantu
transport vitamin yang larut lemak, sebagai bahan insulasi terhadap perubahan suhu, serta
pelindung organ-organ tubuh bagian dalam.
Dengan mengetahui berbagai manfaat dari lemak kita dapat memanfaatkan segala
potensi yang ada dalam lemak tersebut. Oleh karananya dilakukan beberapa uji pada lemak
dalam praktikum ini. Pada Praktikum ini di lakukan 3 uji terhadap lemak, yaitu penentuan
bilangan penyabunan, penentuan bilangan asam, dan uji kelarutan lemak.
Dalam penentuan bilangan penyabunan dapat di ketahui seberapa besar bilangan
saponifikasi dari lemak yang di amati. Dengan mengetahui bilangan saponifikasi dari lemak
kita dapat mengetahui seberapa banyak gliserol yang ada di dalam lemak/ minyak.
Sedangkan dalam penentuan bilangan asam, dapat diketahui jumlah asam lemak yang
terkandung dalam suatu lemak/minyak. Pada dasarnya kedua uji tersebut bermanfaat untuk
menentukan besarnya zat-zat penyusun lemak yaitu gliserol dan asam lemak. Lain halnya
dalam uji kelarutan, Dalam Uji kelarutan minyak/lemak dapat diketahui apakah minyak
dapat larut dalam pelarut polar dan/ atau non-polar.
Dengan mempelajari tentang lemak kita dapat memaksimalkan pemanfaatan dari
lemak itu sendiri serta mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan olehnya sehingga untuk
masa yang akan datang dapat menguntungkan bagi kelangsungan umat manusia sendiri.


8

C. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Gunting
2. Pensil
3. Mistar
4. Kertas saring
5. Gelas Kimia
6. Tabung reaksi
7. spiritus
8. Pipet tetes
9. Mortar
10. Stamf

Bahan:
1. Aquades
2. Tinta bolpoin
3. Kecap
4. You C 1000
5. Sunlight
6. Marimas
7. Kacang tanah
8. Fehling A dan B
9. Benedict

D. CARA KERJA
1. Uji Pewarna Berbahaya













Membuat garis horizontal
ber jarak 2 cm dari ujung
atas dan ujung bawah
kertas
Memotong kertas saring
ukuran
(9x12) cm

Menotolkan sampel pada
garis penotolan, setiap
sampel diberikan jarak
Meletakkan kertas saring
pada gelas kimia yang telah
diisi aquades (pelarut)
Mengangkat kertas saring
setelah pelarut mencapai
batas pengembangan
Batas pengembangan
9

2. Uji Kandungan Kacang Tanah
a. Uji vitamin c












b. Uji gula pereduksi
















Menghaluskan
kacang tanah
Menambahkan
aquades
Menambahkan
larutan fehling A dan
fehling B
Memasukkan larutan
ke dalam tabung
reaksi
Diamati endapan
yang terbentuk,
warna merah bata (+)
Menghaluskan kacang
tanah
Menambahkan aquades
Menambahkan larutan
benedict
Memasukkan larutan
ke dalam tabung reaksi
Diamati endapan yang
terbentuk, warna merah
bata (+)
10

c. Uji lemak





.



E. DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Uji pewarna berbahaya
No Sampel Hasil Pengamatan Hasil Uji
1 Tinta bolpoin Warna sampel terbawa pelarut (+)
2 Kecap cap lele Warna sampel terbawa pelarut (+)
3 You C 1000 Warna sampel tidak terbawa pelarut (-)
4 Sunlight Warna sampel terbawa pelarut (+)
5 Marimas Warna sampel terbawa pelarut (+)

Tabel 2. Uji pewarna berbahaya
No Perlakuan Hasil Pengamatan Hasil Uji
1 Uji vitamin c Larutan hijau lumut (-)
2 Uji gula pereduksi Larutan hijau kehitaman (-)
3 Uji lemak Kertas berminyak (+)

F. PEMBAHASAN
1. Uji Pewarna Berbahaya
Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi zat warna berbahaya pada
makanan. Dalam percobaan ini sampel yang digunakan tidak seluruhnya merupakan
makanan. Namun digunakan sampel tinta dan sunlight untuk menunjukkan hasil uji
yang positif (kontrol positif). Dalam percobaan ini digunakan kertas kromatografi yaitu
kertas saring sebagai medium penyerapan larutan pengembang. Pada kromatografi
Menggosok bahan makanan
ke atas ketas minyak
Menjemur kertas sampai
kering
Mengamati kertas kering,
apabila menunjukkan
keadaan yang transparan
maka mengandung lemak
11

kertas, fase diam merupakan selulosa yang berupa padat dan fase geraknya merupakan
air yang berupa cairan.
Kertas saring terlebih dahulu dipotong berukuran (9x12) cm. Ukuran ini
disesuaikan dengan tempat peletakkan pelarut. Kemudian dibuat garis horizontal
berjarak 2 cm dari ujung bawah kertas. Garis ini disebut sebagai garis penotolan. Setelah
itu, dibuat juga garis horizontal berjarak 2 cm dari ujung atas kertas yang disebut batas
pengembanagan. Tersebut. Pada garis penotolan, sampel ditotolkan secara berturut-turut
yaitu tinta bopoin, kecap lele, you c 1000, sunlight dan marimas. Penotolan dilakukan
sebanyak tiga kali untuk memperjelas pemisahan zat warna. Namun penotolan ini
dilakukan setelah sampel yang ditotolkan keing. Hal ini dilakukan agar sampel berupa
cair tidak melebar dan menyebabkan sampel bercampur dengan sampel yang lainnya.
Dalam percobaan ini digunakan metode ascending, dimana pelarut maupun
komponen akan teradsopsi dan bergerak ke atas dengan gaya kapiler pada kertas
kromatografi, berlawanan dengan gaya gravitasi. Pergerakan pelarut dihentikan setelh
pelarut mencapai batas pengembangan, Hal ini dilakukan unttuk mempermudah
perhitungan Rf. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa pada tinta bolpoin, kecap lele,
sunlight dan marimas warnanya bergerak menuju ke bagian atas kertas, seiring dengan
bergeraknya pelarut. Zat warna yang ada terpisah menunjukkan bahan tersebut
tergolong berbahaya. Sedangkan pada you c 1000 tidak mengalami perubahan maka
tidak tergolong berbahaya dan menunjukan itu sehat untuk di konsumsi. Akibat dari efek
kapiler kertas pada pelarut, maka larutan warna akan bergerak menuju ke bagian atas
kertas, dan seiring dengan bergeraknya larutan, maka zat warna yang ada akan terpisah
berdasarkan perbedaan densitasnya. Larutan warna yang bergerak keatas dan bergerak
cepat menandakan mengandung zat pewarna yang tidak baik bagi tubuh.

2. Uji Kandungan Kacang Tanah
a) Uji Lemak
Dalam uji lemak, kami menyiapkan sampel kacang tanah yang sudah ditumbuk
halus dan dilarutkan dengan air. Kami pun mengambil sampel dan menyiapkan kertas
sampul buku berwarna cokelat dengan ukuran 10x10 cm
2
. Kami menyiapkan dua kertas
dan pipet untuk menetesi kertas terlebih dahulu untuk melakukan suatu perbandingan
dimana satu kertas ditetesi air dan satu kertas ditetesi minyak. Kedua kertas cokelat yang
telah ditetesi air dan minyak tersebut didiamkan selama 10 menit. Kami mengamati
adanya perubahan pada kertas dimana kertas yang ditetesi air tidak meninggalkan bekas
pada kertas tersebut. Sedangkan kertas yang ditetesi dengan minyak meninggalkan
bekas. Kemudian kami menyiapkan satu kertas cokelat untuk kemudian kami gunakan
sebagai tempat sampel kacang tanah. Kami menunggu sekitar 10 menit untuk
mengamati sampel kacang tanah tersebut. Ternyata berdasarkan percobaan di atas kami
mengamati adanya perubahan pada kertas cokelat tersebut. Dimana kertas yang ditetesi
12

minyak dan sampel kacang tanah meninggalkan bekas. Sedangkan yang ditetesi air tidak
meninggalkan bekas. Maka dapat disimpulkan bahwa kacang tanah mengandung lemak.

b) Uji Vitamin C
Percobaan yang dilakukan bertujuan untuk menguji secara kualitatif vitamin C
dalam sampel kacang tanah. Persiapan awal untuk memulai percobaan adalah
menyiapakan alat dan bahan. Pertama-tama kacang tanah dihaluskan dengan ditumbuk
dengan mortal. Lalu ditambahkan aquades, masukkan sampel dalam tabung reaksi.
Kemudian tambahkan beberapa tetes Fehling A dan Fehling B. Panaskan dalam water
bath. Amati perubahan warnanya. Jika lauran berubah menjadi orange tua, maka sampel
positif mengandung vitamin C. Jika warna larutan tetap maka negative mengandung
vitamin C.
Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki
peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit.
Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam
askorbat. Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal
berbagai radikal bebas ekstraselular. Beberapa karakteristiknya antara lain sangat
mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam.

Struktur kimia vitamin C

c) Uji Gula Pereduksi
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat)
pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida
seperti laktosa dan maltosa.
Nama Benedict merupakan nama seorang ahli kimia asal Amerika, Stanley
Rossiter Benedict (17 Maret 1884-21 Desember 1936). Benedict lahir di Cincinnati dan
studi di University of Cincinnati. Setahun kemudian dia pergi ke Yale University untuk
mendalami Physiology dan metabolisme di Department of Physiological Chemistry.
Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali
aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun
fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton,
maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan
memberikan hasil positif dengan pereaksi benedict.
13

Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100 gram
sodium carbonate anhydrous, 173 gram sodium citrate, dan 17.3 gram copper (II)
sulphate pentahydrate, kemudian dilarutkan dengan akuadest sebanyak 1 liter.
Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam
makanan, sample makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi
benedict. Dipanaskan dalam waterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini larutan
akan berubah warna menjadi biru (tanpa adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah
dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa tinggi).
Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa
mengandung dua monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan
glikosidic sedemikian rupa sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha
hidroksi keton. Sukrosa juga tidak bersifat pereduksi.
Sedangkan pada sampel kacang tanah setelah dipanaskan dalam waterbath warna
biru. Hal ini menunjukkan bahwa sampel negative mengandung gula pereduksi.
Uji Benedict dapat dilakukan pada urine untuk mengetahui kandungan glukosa.
Urine yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali
urine diketahui mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk
memastikan jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam urine. Hanya glukosa yang
mengindikasikan penyakit diabetes.

G. KESIMPULAN
1. Kromatografi kertas merupakan kromatografi dengan menggunakan kertas penyaring
sebagai penunjang fase diam dan fase bergerak, berupa cairan yang terserap di antara
struktur pori kertas.
2. Kromatografi kertas dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat warna berbahaya
pada makanan.
3. Berdasarkan hasil percobaan sampel yang positif mengandung zat warna berbahaya
antara lain tinta bolpoin, kecap merk lele, sunlight dan marimas.
4. Berdasarkan hasil percobaan kacang tanah mengandung lemak.

H. SARAN
1. Sebaiknya digunakan pelarut yang bervariasi untuk menghasilkan pemisahan yang
lebih baik
2. Penempatan kertas saring hendaknya dalam posisi yang benar agar pemisahannya
dapat teramati dengan baik.

14

I. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Kromatografi Kertas. http://autumninday.com. Diakses pada 27 Mei 2012.
Palu.
Khopkar, SM. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.
Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisik untuk Paramedis. ANDI. Yogyakarta.
Basset, J, et al. 1994. Buku Ajar Vogel; Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Day & Underwood. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Svehla, G. 1979. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro
Jilid 1 Edisi Kelima. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta
Baliwati, Y.F dan Ali, K. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta:EGC
Girindra,A.1993. Biokimia 1. Jakarta:Gramedia
Harjadi.1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta:Gramedia
Hawab,HM. 2005. Pengantar Biokimia Edisi Revisi. Bayumedia:Medan
Lehninger A.1982. Dasar-dasar Biokimia. Maggy Thenawidjaya, penerjemah.
Jakarta:Erlangga.Terjemahan dari : Basic of Biochemistry
Lide R.2004. CRC Handbook of Chemistryy and Physics. London:CRC Press
Mulyono,HAM. 2005. Kamus Kimia. Jakarta:Bumi Aksara
Winarno F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama
Lehninger, A.L. 1997. Dasar-dasar Biokimia (edisi ke-Jilid 1, diterjemahkan oleh M.
Thenawidjaja). Jakarta: Erlangga.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organic, Sterokimia, Lemak, dan
Protein.Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.




15

J. LAMPIRAN

























16

Anda mungkin juga menyukai