USULAN
PENELITIAN HIBAH BERSAING
TIM PENGUSUL
Selfina Gala, ST., MT. (0925017102)
Agustina Deka MB., ST., MT. (0906128002)
UNIVERSITAS FAJAR
April, 2015
0
1
ABSTRAK
Akhir-akhir ini penggunaan bahan tambahan pangan khususnya pewarna banyak mendapat
sorotan karena produsen pangan olahan terutama skala industri rumah tangga banyak
menyalahgunakan pewarna yang sebenarnya bukan untuk pangan. Alasan utama
penyalahgunaan tersebut adalah karena pewarna food grade harganya relatif mahal sehingga
biaya produksi olahan pangan juga akan menjadi lebih mahal. Disamping itu beberapa
pewarna sintetikpun ternyata tidak aman digunakan untuk pangan karena sifatnya yang
toksik, bahkan beberapa diantaranya bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, perlu dicari
sumber pewarna alami yang dapat digunakan dengan teknologi inovasi baru dalam
pengolahan pangan sehingga menghasilkan pewarna yang aman dengan harga relatif murah.
Penggunaan zat pewarna ini tidak terelakkan dalam kepentingan industri terutama dalam
makanan dan minuman. Zat warna alami (pigmen) adalah zat warna yang secara alami
terdapat dalam tanaman maupun hewan. Salah satu pigmen yang dapat diekstrak adalah
antosianin dari golongan flavonoid yang berasal dari tanaman Iler. Tujuan Penelitian yang
dilaksanakan selama 2 (dua) tahun ini adalah mempelajari variasi pengaruh jenis pelarut,
massa bahan baku, waktu ekstraksi yang digunakan untuk mengekstraksi zat warna
antosianin dari tanaman Iler (daun dan batang), membandingkan hasil ekstraksi dengan
metode konvensional dan metode microwave. Ekstrak diukur pHnya dengan pHmeter,
menghitung % rendemen produk, mengidentifiksi produk, menghitung kadar total antosianin
dan melihat struktur permukaan kristal sebelum dan sesudah ekstraksi.
2
BAB 1. PENDAHULUAN
3
dimana metode ini sangat memerlukan waktu dan jumlah pelarut yang relatif besar
(Proestos & Komaitis, 2008). Hal inilah yang mendorong dilakukannya inovasi
teknologi proses produksi khususnya pada proses ekstraksi untuk memperoleh hasil
yang lebih optimal dengan waktu relatif singkat. Untuk tujuan tersebut, metode baru
yang dapat dijadikan pilihan adalah metode ekstraksi dengan gelombang mikro
(microwave). Ekstraksi microwave adalah inovasi teknologi yang efektif dan efisien
karena teknik ekstraksinya paling sederhana dan paling ekonomis untuk ekstraksi
senyawa yang berasal dari banyak tanaman (Hemwimon, et al., 2007). Ekstraksi
microwave dapat mengurangi waktu ekstraksi dan konsumsi pelarut dibandingkan
dengan metode konvensional, seperti yang ditunjukkan oleh penghilangan secara
drastis berbagai senyawa dari matriks padat dan berpotensi untuk meningkatkan
kualitas ekstrak (Pan et al., 2008).
Oleh karena alasan tersebut di atas dan mengingat ekstraksi daun Iler dengan
bantuan gelombang mikro adalah hal yang masih baru sehingga dalam menyikapi
masalah ini diperlukan riset yang mendalam serta mengembangkan riset-riset
sebelumnya untuk mendapatkan zat warna alami dalam pengolahan pangan yang
aman dengan harga relatif murah.
4
4. Membandingkan hasil dari ekstraksi metode refluks (konvensional) dengan
metode microwave.
5. Memperoleh hasil dan membandingkan ekstraksi daun iler dengan batang iler pada
perlakuan dan variabel penelitian yang sama.
5
Penelitian tahap I, bahan baku yang ekstrak adalah daun iler dan pada tahap II
memanfaatkan batang iler untuk diekstrak dengan perlakuan yang sama dengan daun
iler. Pada tahap II ini juga mengekstrak zat warna pada skala lebih besar untuk
mengujicobakan atau mengaplikasikan pada makanan dan minuman.
Meskipun masih dalam tahap penelitian, diyakini bahwa inovasi teknologi
penggunaan microwave pada proses ekstraksi akan berpotensi besar untuk
memproduksi zat warna dari berbagai jenis tumbuhan. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan terkait dengan topik penelitian ini, diantaranya:
1. Vivi Lisdawati, dkk., (2008) mengetahui karakteristik fisika kimia miana dan
buah sirih dengan ekstraksi konvensional dengan variasi pelarut dan diuji dengan
kromatografi lapis tipis. Hasil ekstraksi membuktikan terdapat golongan senyawa
kimia pada masing-masing ekstrak yang secara literatur memiliki khasiat
antimalaria.
2. Tameshia S. Ballard (2010) Sebuah sistem ekstraksi dengan bantuan gelombang
mikro digunakan untuk mengekstrak antioksidan fenolik dari kulit kacang. Efek
dari daya microwave (10%, 50%, 90%), waktu iradiasi (30, 90, 150 s) dan massa
sampel (1.5, 2.5, 3.5 g) pada kandungan total fenolik (TPC), ORAC ( kapasitas
penyerapan oksigen radikal). Diselidiki tingkat dan resveratrol isi ekstrak kulit
kacang tanah (PSE). Kulit kacang diekstraksi dengan 37,5 ml dari 30% etanol
dalam air. Metode respon permukaan digunakan untuk memperkirakan Kondisi
optimal ekstraksi, berdasarkan TPC, tingkat ORAC dan konten resveratrol.
Perkiraan maksimum TPC,di bawah kondisi optimal (90% daya microwave, 30 s
waktu iradiasi dan 1,5 g kulit), adalah setara dengan Asam galat 143.6 mg (GAE)
/ g kulit. Nilai ORAC tertinggi adalah 2.789 setara l mol trolox (TE) / g kulit,
yang terjadi pada 90% daya, 150 s dan 1,5 g kulit. Resveratrol diidentifikasi
dalam PSE oleh analisi LC-MS
3. Herlina, dkk., (2012) melakukan penelitian ekstraksi pigmen antosianin dengan
variabel jenis pelarut etanol 70%, 80% dan 95% yang diasamkan dengan asam
sitrat 3% atau HCl 1%. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah ektrasksi
6
menggunakan pelrut etanol 80% yang diasamkan asam sitrat 3% yang
menghasilkan ekstrak dengan kadar total antosianin 38,38 mg/100 gr db, kadar
total fenol 127,73 mg/100 gr db, aktivitas penangkapan radikal bebas IC50
865,50 ppm.
4. Dam Sao Mai (2013) melakukan penelitian ekstraksi pigmen pada kulit buah
manggis. Hasil yang didapat dari penelitian adalah kondisi optimal ekstraksi
antosianin pada ethanol 40% menggunakan solven HCl 1,5% dengan rate of the
rind dan solven 1:10, kondisi suhu ektraksi adalah 600C dengan Waktu ekstraksi
40 menit
5. Rene (2010) melakukan penelitian ektraksi antosianin dengan 9 perlakuan dengan
faktor jenis pelarut yaitu aquades, etanol 70%, asam tartarat 10%, asam sitrat
10%, asam asetat 10%, etanol 70% : aquades (1:1), asam tartrat 10% dalam etanol
70%, asam sitrat 10% dalam etanol 70%, dan asam asetat 10% dalam etanol 70%.
Hasil yang didapat dari penelitian adalah penggunaan asam sitrat 10% dengan
kadar antosianin 10,946 ml/L, rendemen ekstrak sebesar 41,363%.
6. Sri Winarti, dkk (2008) melakukan ekstraksi dan stabilitas warna ubi jalar ungu
sebagai pewarna alami, dimana hasilnya diperoleh bahwa ekstrak ubi jalar ungu
lebih stabil pada pH asam disbanding pH basa, penuruna stabilitas pada
pemanasan sampai 80oC.namun stabil pada suhu yang lebih tinggi dan terjadi
penurunan stabilitas pada lama pemanasan sampai 60 menit. Namun stabil pada
waktu yang lebih lama, dan tetap stabil untuk diaplikasikan pada pembuatan Jelly
dan agar-agar.
7. Ivana T. Karabegovic (2013) melakukan ekstraksi daun salam untuk karakteristik
komponen phenolic menggunakan microwave. Hasil optimum yang diperoleh
adalah Daya microwave 598 W, perbandingan bahan dngan pelarut yang optimum
adalah 0,11 gram/cm3 dan waktu 28,62 menit. Untuk meningkatkan produksi
industri maka perlu mencoba metode untuk simulasi data dengan response
surface method yang terbukti lebih efektif untuk memprediksi kondisi-kondisi
operasional yang optimal dengan membandingkan hasil percobaan.
7
8. Chung-Hung Chan (2015) mengembangkan model yang dapat memprediksi rapat
daya yang digunakan pada ekstraksi menggunakan microwave dengan
mempertimbangkan energi dan daya yang diserap yang didasarkan pada
pemanasan profil selama ekstraksi. Model ini dapat dipelajari dengan
membandingkan hasil pada ekstraksi dengan MAE (Microwave assisted
Extraction).
8
atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang
bersifat racun. (Winarno, 1994)
Pada umumnya pewarna alami rentan terhadap pH, sinar matahari dan suhu
tinggi. Pewarna alami sebaiknya disimpan pada 4-80C untuk meminimumkan
pertumbuhan mikroba dan degradasi pigmen. Pewarna alami berbentuk bubuk pada
umumnya higroskopis. Untuk meningkatkan kestabilan pewarna alami selama
pengolahan dan penyimpanan pewarna dan produk aplikasinya dilakukan beberapa
strategi misalnya mikroenkapsulasi, penambahan antioksidan, pembentukan emulsi
atau suspensi dalam minyak dan penyimpanan secara vakum. (Smith, 1991)
Zat warna alami dapat diperoleh dari tumbuhan maupun hewan. Sampai saat
ini, sumber utama zat warna diperoleh dari tumbuhan, khususnya daging buah, kulit
buah, daun, akar, batang.
9
daun. Bunganya muncul pada pucuk tangkai batang berbentuk untaian bunga
bersusun. Iler mempunyai penampang batang berbentuk segi empat dan termasuk
kategori tumbuhan basah yang batangnya mudah patah. Iler dapat tumbuh subur di
daerah dataran rendah sampai ketinggian 1500 m diatas permukaan laut.
Keistimewaan tanaman ini adalah beraneka ragam jenis warna daun yang dimiliki.
Iler biasa ditemukan disekitar sungai atau pematang sawah dan tepi-tepi pedesaan
sebagai tumbuhan liar. Iler sekarang menjadi tumbuhan hias yang telah berkembang
dengan berbagai varitas yang indah (Thomas, 1992).
Taksonomi Tanaman Iler:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Coleus
Spesies : Coleus atropurpureus (L) Benth
10
2.2.2 Antosianin
Antosianin merupakan senyawa berwarna yang berperan untuk kebanyakan
warna merah, biru, dan ungu pada buah, sayur, dan tanaman hias. Senyawa ini adalah
salah satu pigmen yang termasuk dalam golongan flavonoid. Struktur utamanya
ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan
dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin (Jackman, 1996).
Antosianin disusun dari sebuah aglikon (antoksianidin) yang teresterifikasi
dengan satu atau lebih gugus gula (glikon). Kebanyakan antosiani ditemukan dalam
enam bentuk antosianidin, yaitu pelargonidin, sianidin, peonidin, delfinidin,
petunidin, dan malvidin. Gugus gula pada antosianin bervariasim namun kebanyakan
dalam bentuk glukosa, ramnosa, galaktosa, atau arabinosa. Gugus gula ini bisa dalam
bentuk mono atau asam alifatis. Terdapat sekitar 539 jenis antosianin yang telah
diekstrak dari tanaman (Mateus, 2009). Secara visual, rumus struktur antosianin
disajikan pada gambar 2.
11
dengan asam alifatik atau aromatik), pH, temperatur, cahaya, keberadaan ion logam,
oksigen, kadar gula, enzim, dan pengaruh sulfut dioksida (Brat P, 2008).
Substitusi beberapa gugus kimia pada rangka antosiani dapat mempengaruhi
warna yang diekspresikan oleh antosiani dan kestabilannya. Penambahan gugus
glikosida atau peningkatan jumlah gugus hidroksi bebas pada cincin A (Gambar 2.1)
menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sebaliknya, penambahan
jumlah gugus metoksi atau metilasi akan menyebabkan warna cenderung merah dan
relatif stabil (Jackman, 1996).
Asam fenolat diketahui dapat menstabilkan dan memperkuat warna
antosianin. Contoh asam fenolat yang dapat berperan sebagai ko-pigmentasi tersebut
adalah asam sinapat dan asam ferulat. Ko-pigmentasi juga dapat terjadi dengan
keberadaan logam. Beberapa logam bervalensi dua atau tiga seperti magnesium dan
aluminium dapat membentuk komplek dengan antosianin dan menciptakan warna
biru. Bentuk komplek tersebut menyebabkan antosianin lebih stabil. Reaksi ko-
pigmentasi ini dapat terjadi dengan dua macam mekanisme. Pertama, terjadi reaksi
intramolekul melalui ikatan kovalen pada gugus aglikon antosianin dengan asam
organik, senyawa aromatik, atau flavonoid, atau kombinasi ketiganya. Mekanisme
kedua yaitu reaksi intramolekular yang melibatkan pembentukan ikatan hidrofobik
yang lemah antara flavonoid dan antosianin (Brat P, 2008).
Di dalam larutan, antosianin berada dalam lima bentuk kesetimbangan
tergantung pada kondisi pH. Kelima bentuk tersebut yaitu kation flavilium, basa
karbinol, kalkon, basa quinonoidal, dan quinonoidal anionik. Gambar 2
memperlihatkan mekanisme perubahan bentuk antosianin tersebut. Pada pH sangat
asam (pH 1-2), bentuk dominan antosianin adalah kation flavilium. Pada bentuk ini,
antosianin berada dalam kondisi paling stabil dan paling berwarna. Ketika pH
meningkat di atas 4 terbentuk senyawa antosianin berwarna kuning (bentuk kalkon),
senyawa berwarna biru bentuk quinouid), atau senyawa yang tidak berwarna (basa
karbinol) (Brat P, 2008). Oleh karena pigmen ini paling stabil di pH rendah, aplikasi
12
pigmen antosianin sering digunakan untuk produk- produk seperti minuman ringan,
manisan, saus, pikel, makanan kalengan, dan yoghurt yang bersifat asam.
Temperatur juga dapat menggeser kesetimbangan antosianin. Perlakuan panas
dapat menyebabkan kesetimbangan antosianin cenderung menuju bentuk yang tidak
berwarna, yaitu basa karbinol dan kalkon. Kerusakan akibat pemanasan ini dapat
terjadi melalui dua tahap. Pertama hidrolisis terjadi pada ikatan glikosidik antosianin
sehingga menghasilkan aglikon-aglikon yang tidak stabil. Kedua, cincin aglikon
terbuka membentuk gugus karbinol dan kalkon. Degradasi ini dapat terjadi lebih
lanjut jika terdapat oksidator sehingga terbentuk senyawa yang berwarna coklat
(Markakis, 1982). Oleh karena itu, pada proses pengolahan pangan, aplikasi pewarna
antosianin harus diusahakan pada tahap akhir di mana proses pemanasan sudah
minimal.
Gambar 3. Bentuk Kesetimbangan Antosianin
13
Cahaya, seperti halnya panas, mampu mendegradasi pigmen antosianin dan
membentuk kalkon yang tidak berwarna. Energi yang dikeluarkan oleh cahaya
memicu terjadinya reaksi fitokimia atau fotooksidasi yang dapat membuka cincin
antosianin. Paparan yang lebih lama menyebabkan terjadinya degradasi lanjutan dan
terbentuk senyawa turunan lain seperti 2,4,6-trihidroksibenzaldehid dan asam benzoat
tersubtitusi. (Jackman, 1996)
Jenis pelarut antosianin secara nyata mempengaruhi warna yang
diekspresikannya. Sifat antosianin yang hidrofilik menyebabkannya sering diekstrak
dengan menggunakan pelarut alkohol atau air. Pelarut alkohol menghasilkan warna
antosianin yang lebih biru dibandingkan dengan pelarut air. (Swain, 1976)
2.2.3 Sifat Fisika dan Kimia Antosianin
Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutan antosianin larut
dalam pelarut polar seperti methanol, aseton atau kloroform, terlebih sering dengan
air dan diasamkan dengan asam klorida atau asam format. Antosianin stabil pada pH
3,5 dan suhu 500C. Antosianin berwarna merah, ungu dan biru yang mempunyai
panjang gelombang maksimum 515-545 nm.
2.3 Ekstraksi
Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga
ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popular. Alasan
utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro
ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Teknik ini
dapat dipergunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan
serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar, 2003).
Isolasi pigmen dapat dilakukan dengan cara mengesktrak bahan dengan
menggunakan pelarut yang sesuai kepolarannya dengan zat yang akan di ekstrak.
Ekstraksi senyawa golongan flavonoid dianjurkan dilakukan pada suasana asam
karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan
14
pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel, serta mencegah oksidasi flavonoid.
(Robinson, 1995)
Ekstraksi secara panas (konvensional) terdiri dari ekstraksi dengan metode
soxhletasi, metode refluks, metode distilasi uap. Ekstraksi konvensional yang akan
dilakukan pada penelitian ini adalah ekstraksi dengan metode refluks. Keuntungan
dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang
mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah
membutuhkan volume total pelarut yang besar.
Menurut Guenther (1987) pelarut adalah salah satu faktor yang dalam proses
ekstraksi sehingga banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut.
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
1). Selektifitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-
komponen lain dari bahan ekstraksi.
2). Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki komponen melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit)
3). Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen-komponen bahan ekstraksi.
4). Titik Didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi atau reaktifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat.
Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih
tidak terlalu tinggi.
5). Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun,
tidak dapat terbakar, tidak eksplosif, tidak bercampur dengan udara, tidak korosif,
15
tidak membentuk terjadinya emulsi, memiliki viskositas yang rendah dan stabil
secara kimia dan termis.
2.4. Gelombang Microwave
Gelombang mikro atau microwave adalah gelombang elektromagnetik
dengan frekuensi super tinggi, yaitu antara 300 MHz – 300GHz. Microwave memiliki
rentang panjang gelombang dari 1 mm sampai 1 m (Thostenson dan Chou, 1999).
Gelombang mikro dapat dilihat mata kita karena panjang gelombangnya (walaupun
sangat kecil dibanding gelombang radio) jauh lebih besar dari panjang gelombang
cahaya (di luar spektrum sinar tampak). Keduanya terdapat dalam spektrum
gelombang elektromagnetik.
16
a. Pemanasan volumetrik
Salah satu sifat pemanasan microwave yang membedakan dengan pemanasan
konvensional adalah pemanasan volumetrik dimana pemanasan langsung terjadi pada
keseluruhan volume sampel sehingga pemanasan yang terjadi bisa seragam dan
berlangsung cepat. Hal ini berbeda dengan pemanasan konvensional dimana
perpindahan panas dihantarkan secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan
panas secara konvensional terjadi karena adanya gradien suhu pada sampel.
b. Pemanasan selektif
Pemanasan selektif berkaitan dengan respon material terhadap gelombang
mikro. Untuk mendapatkan pemanasan yang efektif dan efisien maka pelarut, katalis,
ataupun reaktan dipilih yang mempunyai sifat menyerap gelombang mikro.
Pemanasan dengan gelombang mikro mempunyai kelebihan yaitu pemanasan
lebih merata karena bukan mentransfer panas dari luar tetapi membangkitkan panas
dari dalam bahan tersebut. Pemanasannya juga dapat bersifat selektif artinya
tergantung dari dielektrik properties bahan. Hal ini akan menghemat energi untuk
pemanasan. Selain itu waktu reaksi pemanasan dengan gelombang mikro jauh lebih
cepat jika dibandingkan dengan waktu reaksi pemanasan konvensional. Pemanasan
dengan microwave memiliki panas yang hilang lebih kecil dibandingkan dengan
pemanasan konvensional. Hal ini menandakan bahwa efisiensi energi pemansan
menggunakan microwave lebih kecil dibandingkan pemanasan konvensional. (Gude,
dkk., 2013)
2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi dengan Gelombang Mikro
Beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro
(Mandal, 2007):
1). Sifat Pelarut
Pemilihan pelarut yang tepat merupakan dasar untuk proses ekstraksi yang optimum.
Pemilihan pelarut untuk ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro berdasarkan
pada kelarutan senyawa ekstrak, interaksi antara pelarut dan simplisia, serta sifat
pelarut dalam menyerap gelombang mikro. Pemilihan pelarut seharusnya berdasarkan
17
selektivitas yang tinggi dari komponen matriks yang tidak digunakan. Pelarut yang
digunakan pada proses ekstraksi konvensional juga dapat digunakan pada ekstraksi
dengan microwave. Akan tetapi, sifat dielektrik dari pelarut akan berpengaruh apabila
menggunakan metode ekstraksi dengan microwave. Sifat dielektrik dari pelarut
memiliki peranan penting dalam pemanasan dengan bantuan microwave.
Keberhasilan dan selektivitas dari ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro secara
signifikan bergantung pada konstanta dielektrik dari pelarut yang digunakan. Air
merupakan pelarut yang baik karena memiliki konstanta dielektrik sebesar 80 dan
nilai disipasi yang tinggi sehingga merupakan pengabsorb terbaik pada gelombang
mikro.
2). Volume pelarut
Volume pelarut merupakan faktor yang mempengaruhi ekstraksi berbantu gelombang
mikro. Secara umum, volume pelarut harus cukup guna meyakinkan bahwa bahan
yang akan diekstrak terendam seluruhnya di dalam pelarut. Volume pelarut yang
lebih banyak dapat meningkatkan perolehan ekstrak dalam ekstraksi konvensional,
namun dalam ekstraksi berbantu gelombang mikro, volume pelarut yang lebih banyak
dapat menghasilkan rendemen yang lebih rendah.
3). Waktu ekstraksi
Secara umum, dengan semakin meningkatnya waktu ekstraksi, maka jumlah analit
terekstrak akan semakin tinggi. Namun bila dibandingkan dengan metode yang lain,
ekstraksi dengan pemanasan gelombang mikro membutuhkan waktu yang jauh lebih
singkat.
4). Daya Gelombang Mikro
Daya gelombang mikro dan waktu merupakan dua faktor yang saling mempengaruhi.
Kombinasi dari daya yang rendah atau sedang dengan pemaparan yang lebih lama
akan membawa hasil yang lebih baik mengingat kombinasi tersebut dapat
menghindari terjadinya degradasi termal dari zat yang diinginkan. Secara umum,
efisiensi dari ekstraksi dengan waktu ekstraksi yang singkat akan meningkat dengan
menaikkan daya.
18
5). Karakteristik Matriks.
Secara umum semakin kecil ukuran partikel yang akan diekstraksi maka akan
semakin mudah untuk di ekskrak. Bubuk matriks yang lebih halus dapat
meningkatkan luas permukaan ekstraksi sehingga memperbesar bidang kontak
dengan pelarut dan meningkatkan penetrasi dari pelarut dan gelombang mikro.
6). Suhu
Daya gelombang mikro dan suhu merupakan parameter yang saling berhubungan dan
keduanya memerlukan perhatian khusus ketika ekstraksi dilakukan dalam vessel
tertutup. Dalam vessel tertutup, suhu mungkin akan mencapai titik didih dari pelarut
19
Gambar 5. Alat Microwave
4 Keterangan:
2 3
Gambar 6. Skema alat ekstraksi refluks (konvensional)
20
microwave dihubungkan dengan kondensor sebagai pendingin.Perlakuan ini
dilakukan sesuai variabel yang telah ditentukan. Ekstrak yang diperoleh di analisis
dengan GCMS/LCMS untuk mengetahui struktur senyawa yang terdapat dalam daun
iler.
Kondisi proses yaitu pada lamanya waktu ekstraksi selama 45 menit dengan
suhu ekstraksi 80oC. Variabel penelitian untuk ekstraksi microwave adalah:
1). Jenis Pelarut: Aquades dan etanol 96%
2). Massa serbuk daun iler; 1, 2, 3, 4, 5 gram masing-masing dalam 200 ml pelarut.
3). Daya microwave: 400 W, 600 W, 800 W
Sedang untuk ekstraksi konvensional, variabel penelitian adalah:
1) Jenis pelarut: aquades dan etanol 96%
2). Massa serbuk daun iler; 1, 2, 3, 4, 5 gram masing-masing dalam 200 ml pelarut.
3). Lamanya waktu ekstraksi: 50, 70, 90, 110, 120 menit
Hasil ekstraksi microwave dan konvensional selanjutnya disaring untuk
dipisahkan dan residu yg didapatkan discan dengan SEM. Ekstraknya dianalisis
dengan spektrofotometer untuk mengetahui absorban dari zat warna tersebut.
Selanjutnya hasil larutan ekstrak dibuat powder dengan pemanasan pada suhu sekitar
80-100oC sampai kering. Selanjutnya ditimbang massa powder dan dipeoleh %
rendemennya. Powder yang sudah diperoleh diidentifikasi dan dianalisa kadar
antosianin total. Dan dianalisis dengan GCMS untuk mengetahui komponen zat
warna dan struktur senyawa yang terdapat dalam zat warna tersebut.
3.4. Besaran yang diukur
1). Pengukuran Rendemen zat warna.
% Rendemen =
2). Penentuan kadar total monomer antosianin dan kadar total antosianin dalam
sampel dihitung dengan menggunakan metoda perbedaan pH (Giusti,2001).
21
Daun iler yang telah diblender halus dilarutkan dengan dapar KCl pH 1,0
dan dapar CH3CO2Na.3H2O pH 4,5. Lalu larutan pada kondisi pH yang
berbeda tersebut diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 520 nm dan 700 nm. Kandungan antosianin total
dalam daun iler dihitung menggunakan perhitungan dengan koefisien
ekstingsi molar (ε) sebesar 29.600 (berdasar koefisien ekstingsi molar dari
sianidin-3 glukosida) dan bobot molekul sebesar 449,2 sebagai berikut:
Keterangan :
A : (A520 nm – A700 nm) pH 1 – (A520 nm – A700 nm) pH 4,5
ε : koefisien ekstingsi molar (L x mol–1 x cm–1)
MW: Bobot molekul
DF: Faktor pengenceran
l : Tebal kuvet (1 cm) (Lee, et al., 2005)
22
3.5. Diagram Alir Penelitian
Tahap I:
Daun Iler
Ekstraksi
Pemisahan (penyaringan)
Larutan Ekstrak
Produk Powder
(dianalisis)
23
Penelitian Tahap II:
Penelitian tahap II ini penekanannya untuk mengekstrak zat warna pada skala
besar dengan kondisi operasi yang sudah dilakukan pada tahap I. Hasil ekstraksi yang
optimum pada variabel penelitian yang didapatkan di tahap I, akan digunakan sebagai
acuan pada tahap II ini untuk mengekstrak zat warna dari daun iler kemudian produk
yang diperoleh akan diidentifikasi dengan GC-MS dan diuji kadar total antosianin
dengan metode perbedaan pH.
Pada tahap II ini akan dilakukan penelitian untuk sisa batang tumbuhan iler ini
karena dari pengamatan visual terlihat warna dari batang hampir sama dengan warna
daunnya. Hal inilah sehingga batangnya perlu juga diteliti kandungan senyawanya
sehingga semua bagian dari tumbuhan iler ini termanfaatkan. Produk yang diperoleh
diujicobakan pada bahan makanan dan minuman.
24
Diagram alir tahap II:
A.
Daun Iler
Ekstraksi
Pemisahan (penyaringan)
Larutan Ekstrak
Produk Powder
(dianalisis)
25
B.
Batang Iler
Pretreatment
Batang iler
Ekstraksi
Pemisahan (penyaringan)
Larutan Ekstrak
Produk Powder
(dianalisis)
26
3.6. Diagram Fishbone
Metode
Ekstraksi Analisis
Ekstraksi Total Antosianin
Microwave
Bentuk permukaan
Kristal (SEM)
Kadar
Ekstraksi Rendemen
Konvensional
Produk
Zat warna
Daun Jenis pelarut
dikeringkan Berat bahan baku
Waktu ekstraksi
Daun dijadikan
serbuk kasar Variabel
Proses
Bahan
Baku
27
Bab 4. JADWAL PELAKSANAAN
No Kegiatan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Penyiapan Peralatan
2 Penyiapan Bahan Baku & Bahan
Kimia
3 Proses Pretreatment bahan baku
4 Proses Ekstraksi
5 Proses Pemisahan
6 Analisa Produk
7 Pembuatan Laporan dan presentasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Penyiapan Peralatan
2 Penyiapan Bahan Baku & Bahan
Kimia
3 Proses Pretreatment bahan baku
4 Proses Ekstraksi
5 Proses Pemisahan
6 Analisa Produk
7 Pembuatan Laporan dan presentasi
28
DAFTAR PUSTAKA
Galema, A.S., 1997, Microwave Chemistry, Chemichal Society Reviews, Volume 26,
233-238.
Giusti, M. M., and Wrolstad, R. E., 2001, Characterization and Measurement of
UNIT F1.2 (anthocyanin) Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy, Food
Gude VG., Patil PD, Mannarswarny A. Deng S, cooke P., Munsa-Mc Gee S., Rhodes
I., Lammers P., Khandan NN, 2011, Optimization of Microwave Assisted
Transesterification of Dry Algae Biomass Using RSM., Bioresour
Technol:102(2): 1399-1405.
Herlina, Setyaningrum dan Lia, 2012, Ekstraksi pigmen antosianin buah senggani
dengan variasi jenis pelarut, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian USM
Surakarta.
Hidayat, N., dan E. A. Saati, 2006, Membuat Pewarna Alami, Cetakan Pertama,
Penerbit Trubus Agrisarana, Surabaya.
Jackman RL, Smith JL. 1996. Anthocyanins and betalains. In: Hendry GAF,
Houghton JD (eds). Natural food colorant. London: Blackie Academic and
Professional.
29
Mateus N, de Freitas V. 2009. Anthocyanins as food colorants. In: Gould K, Davies K,
Winefield C (eds). Anthocyanins. Biosynthesis, Functions, and Applications. New
York: Springer.
Rahmawati, F., 2008, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun
Miana (Coleus scutellarioides (L.)Benth), Tesis pascasarjana IPB, Hal 3
Sri Winarti, Ulya Sarofa, Dhini Anggrahini, 2008, Ekstraksi dan Stabilitas Warna ubi
Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.,) Sebagai Pewarna Alami, jurnal Teknik
Kimia, Vol.3 No.1
Swain T. 1976. Nature and Properties of Flavonoid. In: Goodwin TW (ed). Chemistry and
Biochemistry of plant pigmens. London: Academic Press.
Smith, J., 1991, Food Additive User’s Handbook, AVI, New York
S.M Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Thostenson, E.T., dan Chou, T., W., 1999, Microwave Processing: Fundamentals and
Applications, The Journal of Composites Part A: Applied Science and Manufacturing
Vol. 30, hal. 1055 – 1071
Winarno, F.G., 1997, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia. Jakarta.
http:medicafarma.blogspot.com/2008/
30
REKAPITULASI ANGGARAN PENELITIAN
31
B. Anggaran Untuk Komponen Peralatan
32
C.2. Analisa Bahan dan Produk
No Uraian Kegiatan Volume Biaya Satuan Jumlah Biaya
(Rp) (Rp)
1 Analisa dengan SEM: 1 kali 250.000 250.000
- Bahan nsebelum diekstraksi
- Ekstraksi microwave
15 kali 350.000 5.250.000
(pelarut etanol x 3 variabel x 5 titik)
Total 14.500.000
33
E. Pengeluaran Lain (Administrasi, Publikasi, Pemeliharaan alat)
No Uraian Kegiatan Volume Biaya Satuan Jumlah Biaya
(Rp) (Rp)
1 Pemeliharaan alat Selama penelitian 2.000.000 2.000.000
2 Laporan/Publikasi 1 paket 1.500.000 1.500.000
3 ATK 1 paket 500.000 500.000
4 Pembuatan dan 1 paket 500.000 500.000
penggandaan laporan
Total 4.500.000
34
B. Anggaran Untuk Komponen Peralatan
35
C.2. Analisa Bahan dan Produk
No Uraian Kegiatan Volume Biaya Satuan Jumlah Biaya
(Rp) (Rp)
1 Analisa dengan SEM: 1 kali 250.000 250.000
- Bahan nsebelum diekstraksi
- Ekstraksi microwave
15 kali 350.000 5.250.000
(pelarut etanol x 3 variabel x 5 titik)
Total 14.500.000
36
x 10 bulan)
3 Transport Luar Pertemuan, Lokakarya, 1 paket 5.000.000 5.000.000
kota seminar
Total 13.500.000
37
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti Dan Pembagian Tugas
1. Laboratorium :
Sarana laboratorium yang akan digunakan adalah: Laboratorium Kimia
Proses di Universitas Fajar, Laboratorium Instrumen Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Ujung Pandang dan Laboratorium Instrumen di Laboratorium
Kriminal di Makassar
38
2. Peralatan Utama
No Peralatan yang sudah tersedia Lokasi Kegunaan
1 Oven listrik Lab. Kimia Proses Unifa Untuk kadar air
2 Hot plate stirer Lab. Kimia Proses Unifa Untuk menguapkan kadar
Air pada larutan hasil
3 pHmeter Lab. Kimia Proses Unifa Pengukuran pH
4 Spektofotometer UV-Vis Lab. Instrumen Poltek Ujung Untuk analisa total
Pandang antosianin
15 Bengkel Mekanik
Peralatan yang dimiliki adalah: mesin las listrik, dan mesin bubut. Bengkel
yang dimiliki Fakultas Teknik Universitas Fajar sangat membantu untuk membuat
sistem peralatan ataupun untuk merakit komponen-komponen peralatan.
39
B RIWAYAT PENDIDIKAN
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi UKIP ITS
Bidang Ilmu Teknik kimia Teknik Kimia
Tahun Masuk-Lulus 1993-1998 2004-2006
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Prarancangan Pabrik Pembuatan Poliol
Crude Agar-agar dari Minyak Nabati
Dari Alga Merah dengan Reaksi
Epoksidasi dan
Hidroksilasi
Nama Pembimbing/Promotor Prof Dr. Ir. Tjodi Prof. Dr. Ir.
Harlim Mahfud, DEA
40
D. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Tahun Judul Riset Pendanaan
No
Sumber Jumlah (Jt Rp)
1 2010 Iptek bagi masyarakat dengan kegiatan DIKTI
budidaya jamur merang di Desa Bontoala 36,5
Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
2 2010 Bina Lingkungan PT Semen Tonasa di PT.
Pangkep Sulawesi Selatan SEMEN 24,344
TONASA
2 2009 Sintesa Sirup Glukosa dari Tepung Edisi Juli 2009 Jurnal Ilmiah
Tapioka dengan metode Enzimatis ADIWIDIA
3 2010 Pembuatan Bioetanol Menggunakan Vol. 9 No. 3 Jurnal Ilmiah
Bakteri Zymomonas Mobilis Dari Glukosa FAQIH
Hasil Hidrolisa Enzimatik Umbi Talas
4 2014 Potensi Limbah Kulit Pisang Menjadi Vol. 1 No.1 Jurnal Ilmiah
Biobutanol Melalui Fermentasi Edisis Maret ADIWIDIA
Saccharomyces Cerevisiae 2014
41
G. PENGALAMAN PENULISAN BUKU DALAM 5 TAHUN TERAKHIR
No Tahun Judul Buku Jumlah Penerbit
Halaman
1 - Tidak ada
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Bersaing.
42
II. Anggota Peneliti
A. Identitas Diri
1. Nama Nama Lengkap (dengan Agustina Deka Minggu Bali’, ST., MT
gelar)
2 Jabatan Fungsional Asisten Ahli
3 Jabatan Struktural -
4 NIK 09073015
5 NIDN 907088305
6 Tempat dan Tanggal Lahir Makale, 17 Agustus 1983
7 Alamat Rumah Komp. TNI AU Panaikang. Jln Antariksa
3 No. 7/C Panakukang Makassar
8 Nomor Telepon/Faks/HP 085255000083
9 Alamat Kantor Jl. Racing Centre No. 101, Makassar
10 Nomor Telepon/Faks (0411) 459938 / (0411) 459065
11 Alamat e-mail deka_mb@yahoo.com
12 Lulusan yang Telah Dihasilkan
13 Mata Kuliah yg diampu Kimia Dasar
Utilitas Teknik Kimia
Matematika Teknik Kimia 1
Matematika Teknik Kimia 2
Metode Numerik
Komputasi Proses
Perancangan Alat Proses
B RIWAYAT PENDIDIKAN
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi UKIP ITB
Bidang Ilmu Teknik kimia Teknik Kimia
Tahun Masuk-Lulus 2001-2006 2009-2011
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Prarancangan Pabrik Esterifikasi Isopropil
Gliserol dari produk Alkohol dengan
samping asam lemak Asam lemak
Nama Pembimbing/Promotor Prof Dr. Ir. Tjodi Dr. Tirto Prakoso
Harlim
Yoel Pasae, ST, MT
43
C. PENGALAMAN PENELITIAN (5 tahun terakhir)
Pendanaan
No Tahun Judul Riset Sumber Jumlah
(Juta Rp)
1 2012 Esterifikasi Isopropil alkohol dengan Asam Mandiri 2
lemak
2 2012 Pemanfaatan Buah jeruk Mandiri 1,5
3 2013 Pengaruh temperatur terhadap ekstraksi kitin Mandiri 1,1
dari cangkang udang
44
H. PENGALAMAN PEROLEHAN HKI DALAM 5 – 10 TAHUN TERAKHIR
No Tahun Judul / Tema HKI Jenis Nomor P/ID
1 - Tidak ada
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Bersaing
45
46