Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II

PERCOBAAN V
UJI FITOKIMIA

OLEH :

NAMA : JIHANSYAH
NIM : A1L1 20 047
KELOMPOK : IV (A)
ASISTEN PEMBIMBING : ST. HAERANI, S.Si

LABORATORIUM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah diperiksa secara teliti dan disetujui oleh Asisten Pembimbing


Praktikum Kimia Organik II dengan judul percobaan “Uji Fitokimia” yang
dilaksankan pada:
Hari, Tanggal : Selasa, 17 Mei 2022
Waktu : 13.30 WITA-Selesai
Tempat : Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

Kendari, Mei 2022


Menyetujui
Asisten Praktikum

St. Haerani, S.Si


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu kimia mempelajari tentang materi yang meliputi struktur, susunan,

sifat, dan perubahan materi serta energi yang menyertainya. Dalam proses

pembelajaran kimia agar menjadi lebih bermakna, maka pembelajaran harus

berkaitan dengan fenomena-fenomena yang dialami oleh mahasiswa/siswa dalam

kehidupan sehari. Oleh karena itu, perencanaan pelaksanaan pembelajaran harus

dilakukan agar proses pembelajaran menjadi lebih bermakna melalui metode

pembelajaran yang telah didesain. Salah satu materi pembelajaran yang dimulai

dari kehidupan sehari-hari adalah kimia organik bahan alam.

Materi kimia organik bahan alam mempelajari tentang zat-zat kimia yang

diperoleh dari alam, baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan termasuk

pula hasil-hasil pertambangan. Tumbuhan termasuk penghasil senyawa kimia

organik terbesar dan terkompleks yang ada di dunia. Salah satu senyawa yang

dihasilkannya yaitu Senyawa metabolit sekunder yang digunakan untuk

mempertahankan diri terhadap lingkungan dan gangguan dari spesies lain. Selain

itu, metabolit sekunder merupakan komponen senyawa kimia aktif yang berasal

dari alam yang akan tersusun menjadi suatu kelompok besar berupa produk alami.

Khasiat yang dimiliki suatu tumbuhan tersebut berasal dari kandungan

metabolit sekunder pada tumbuhan-tumbuhan itu sendiri. Untuk mengetahui

kandungan metabolit sekunder pada suatu tumbuhan sayuran dapat dilakukan

dengan cara uji fitokimia atau penapisan kimia. Seperti halnya yang dikemukakan
oleh Mandal (2015) bahwa untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada

suatu tumbuhan dapat diuji dengan uji fitokimia yang merupakan tahapan awal

untuk mengidentifikasi kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan, pada

tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung pada

tumbuhan.

Singkong dalam bahasa daerah ketela pohon, ubi kayu, [pohung, kasbi,

sepe, boled, budin (jawa)], sampeu (sunda), kaspe (papua), dan dalam bahasa

inggris disebut cassava. Tapioca plant adalah pohon tahunan daerah tropis dan

subtropis dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan

pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.

Kandungan kimia yang terdapat dalam singkong yaitu pada umbi singkong

memiliki kandungan kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, zat besi,

vitamin B dan C, serta amilum. Daun singkong mengandung protein, mineral,

vitamin B1, vitamin B2, vitamin C dan Karoten. Daun singkong memiliki

kandungan vitamin C yang cukup tinggi (sekitar 27,5%), senyawa organik

flavonoid, triterpenoid, tanin serta saponin.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut

secara ilmiah kand\ungan senyawa kimia dari daun singkong yang dapat

memberikans pengaruh terhadap kesehatan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk

melakukan pengujian dengan judul: “Uji Fitokimia”


1.2 Tujuan Percobaan

Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan tujuan dari percobaan

ini yaitu :

1) Untuk mengetahui cara pengujian fitokimia terhadap daun singkong.

2) Untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat

dalam daun singkong.

1.3 Prinsip Dasar Percobaan

Prinsip dasar pada percobaan ini didasarkan pada identifikasi warna yang

terdapat pada tumbuhan dengan menggunakan pendekatan fitofarmakologi dan

pendekatan skrining uji fitokimia.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fitokimia

Fitokimia (Yunani: Phyton = tumbuhan) adalah senyawa kimia yang

secara alami terdapat pada tumbuhan yang memiliki dampak positif atau negatif

bagi kesehatan. Tanaman obat yang digunakan dalam berbagai penyakit adalah

reservoir bio terkaya dari berbagai fitokimia. Beberapa fitokimia pentinig antara

lain alkaloid, flavonoid, fenolat, tanin, saponin, steroid, glikosida, terpen dan lain

yang lain didistribusikan diberbagai bagian tanaman. Fitokimia dapat dipisahkan

dari bahan tanaman dengan berbagai teknik ekstraksi. Metode konvensional yang

paling umum digunakan meliputi maserasi, perkolasi, infus, pencernaan, rebusan,

ekstraksi kontinu panas (ekstraksi soxhlet), dan lain lain. Berbagai jenis pelarut

yang digunakan pada uji fitokimia yaitu air, etanol, metanol, aseton, eter, benzena,

kloroform, dan lain lain digunakan dalam proses ekstraksi. Ekstraksi fitokimia

dari bahan tanaman dipengaruhi oleh faktor pra-ekstraksi (bagian tanaman yang

digunakan, asal dan ukuran partikelnya, kadar air, metode pengeringan, tingkat

pemprosesan, dan lain lain. Dan faktor terkait ekstraksi (metode ekstraksi yang

diadopsi, pelarut yang dipilih)., rasio terhadap sampel, pH dan suhu pelarut, dan

lama ekstraksi (Shaikh, 2020).

2.2 Uji Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan metode yang digunakan untuk mempelajari

komponen senyawa aktif yang terdapat pada sampel, yaitu mengenai struktur
kimianya, biosintesisnya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya,

isolasi dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis

tanaman. Letak geografis, suhu, iklim dan kesuburan tanah suatu wilayah sangat

menentukan kandungan senyawa kimia dalam suatu tanaman. Sampel tanaman

yang digunakan dalam uji fitokimia dapat berupa daun, batang, buah, bunga dan

akarnya yang memiliki khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah

dalam pembuatan obat modern maupun obat-obatan tradisional

(Muthmainna, 2016).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi secara umum merupakan suatu proses pemisahan zat aktif dari

suatu padatan maupun cairan dengan menggunakan bantuan pelarut. Prinsip

prosees ekstraksi yaitu: pelarut ditransfer bulk menuju ke permukaan pelarut

menembus masuk atau terjadi difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert

kedalam pori padatan (intraparticle difussion). Zat terlarut (solut) yang ada dalam

padatan larut kedalam pelarut lalu karena adanya perbedaan konsentrasi.

Campuran solut dalam pelarut berdifusi keluar dari permukaan padatan inert.

Selalnjutnya, zat terlarut (solut) keluar dari pori padatan inert dan bercampur

dengan pelarut yang ada pada luar permukaan (Prayudo dan Novian, 2018).

2.4 Maserasi

Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan suatu zat yang

didasarkan pada perbedaan kelarutan terhadap dua cairan tidak saling larut yang

berbeda, biasanya yaitu air dan yang lainnya berupa pelarut organik. Ada
beberapa metode yang dapat dilakukan dalam ekstraksi, salah satu yang paling

umum dilakukan adalah metode maserasi. Maserasi merupakan salah satu metode

ekstraksi yang paling umum dilakukan dengan cara memasukkan serbuk tanaman

dan pelarut yang sesuai ke dalam suatu wadah inert yang ditutup rapat pada suhu

kamar. Akan tetapi, ada pula kerugian utama dari metode maserasi ini, yaitu

dapat memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar

kemungkinan beberapa senyawa dapat hilang. Selain itu, beberapa senyawa

mungkin saja akan sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode

maserasi dapat juga menghindari resiko rusaknya senyawa-senyawa dalam

tanaman yang bersifat termolabil (Badarin, 2020).

2.5 Daun Singkong

Singkong merupakan salah satu tanaman terpenting, ditanam di 105 negara

terutama untuk akarnya yang mengandung tepung. Selain umbi umbian, potensi

ekonomi yang sangat besar terletak pada daun singkong yang mengandung protein

17%-38% berdasarkan berat kering. Menurut Telek (1983) ekstraksi protein

mekanis dari daun menggunakan pengepres ulir dianggap sebagai pendekatan

yang cocok untuk daerah pedesaan karena keterjangkauan dan kesederhanaannya.

Umumnya daun yang baru dipanen dipotong-potong atau ditumbuk, diperas

dengan menekan mekanis diikuti dengan pemanasan atau poengendapan iso-listrik

ius untuk memulihkan protein (Carlasson & Hanczakowsi, 1989) protein yang

dihasilkan disebut konsentrat protein daun (LPC). Untuk mengekstrak protein dari

daun secara efisien, tanaman sel harus diganggu melalui pengepresan mekanis.
Oleh karena itu efisiensi pers ulir adalah salah satu faktor utama yang membatasi

kinerja ekonomi protein mekanis ekstraksi (Latif &Muller, 2015).

2.6 Metabolit Sekunder

Metabolisme sekunder tanaman didefinisikan sebagai istilah untuk jalur

dan produk molekul kecil metabolisme yang tidak penting untuk kelangsungan

hidup organisme. Di alam, berbagai jalur metabolisme sekunder memunculkan

serangkaian senyawa pertahanan tanaman yang disebut metabolit sekunder (SM).

selain nutrisi dasar seperti protein, lemak atau karbohidrat, tanaman dapat

menghasilkan senyawa lain termaksuf taksoid, polisakarida, flavon, dan lain lain.

SM adalah molekul yang dapat dibuang untuk metabolisme dan pertumbuhan

tanaman, sedangkan keragaman dan keragaman produk sekunder yang tingg

merupakan komponen kunci bagi tumbuhan untuk berinteraksi dengan lingkungan

dalam adaptasi terhadap kondisi cekaman biotik dan abiotik. Faktanya, metabolit

sekunder terllibat dalam perlindungan terhadap herbivora, bakteri, jamur, virus

dan bahkan tanaman pesaing lainnya. Selain itu beberapa tanaman memanfaatkan

metabolit sekunder sebagai sinyal untuk komunikasi antara tanaman dan

mikroorganisme simbiosis, serta berfungsi untuk menarik penyerbuk dan

penyebar benih (Pagare, 2015).

Metabolit sekunder dihasilkan pada tingkat pertumbuhan atau kondisi

tertentu. Kelompok senyawa ini diproduksi dalam jumlah terbatas, tidak terus-

menerus dan hanya untuk tujuan spesifik. Adanya kemampuan tanaman untuk

melakukan fotosintesis menyebabkan produk metabolit sekunder yang dihasilkan

tanaman sangat berbeda dari metabolit sekunder yang dihasilkan organisme


lainnya. Pada tanaman, senyawa metabolit sekunder memiliki beberapa fungsi,

diantaranya sebagai atraktan (menarik organisme lain), pertahanan terhadap

patogen, perlindungan dan adaptasi terhadap stress lingkungan, pelindung

terhadap sinar ultra violet, sebagai zat pengatur tumbuh dan untuk bersaing

dengan tanaman lain (alelopati). Metabolit sekunder juga diduga sebagai limbah

atau produk detoksifikasi tanaman, namun sebagian besar fungsi metabolit

sekunder masih belum diketahui (Dewick, 2009; Kabera et al., 2014). Penelitian

terhadap metabolit sekunder masih merupakan salah satu area penelitian terbesar

guna menentukan fungsi dan sifat farmakologi dari masing-masing metabolit

sekunder (Dalimunthe, 2017).

2.7 Kandungan Daun Singkong

Daun singkong diketahui memiliki kandungan senyawa aktif flavonoid

dan fenolik (Faezah et al. 2013). Flavonoid dan fenolik merupakan salah satu

senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman dan memiliki

banyak fungsi, salah satunya sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan

menghambat aktivitas radikal bebas dalam tubuh dengan cara memberikan

elektron pada molekul radikal bebas sehingga molekul tersebut menjadi stabil

(Hasim, 2016).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kimia Organik II dengan judul percobaan “Uji Fitokimia”

dilaksanan pada hari Selasa, 17 Mei 2022 pada pukul 13.00 WITA - Selesai dan

bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan Dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu tabung reaksi, rak tabung,

gegep, corong pisah 250 mL, gelas kimia 600 mL, 200 mL dan 100 mL, pipet

ukur 25 mL, filler, hot plate, timbangan analitik, corong kaca, batang pengaduk,

spatula, statif dan klem, serta pipet tetes.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah Etanol (C2H5OH), Aquades (H2O),

logam Magnesium (Mg), Asam Klorida (HCl) Pekat, Asam Sulfat (H 2SO4), Kertas

saring, dan Aluminium Foil dan pereaksi untuk uji fitokimia (pereaksi Meyer,

pereaksi Dragendorf, pereaksi Liebermann-Burchard, logam Magnesium (Mg),

larutan Feri Klorida (FeCl3), dan Gelatin (C102H151N31) 10 %) serta sampel yaitu

Daun singkong.
3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Preparasi Sampel

Hal yang pertama dilakukan adalah memetik/mengambil daun ubi kayu

yang sudah menguning dari pohonnya. Tujuan diambil daun yang sudah

menguning/tua yaitu agar proses pengeringan tidak membutuhkan waktu yang

terlalu lama. Setelah itu, daun ubi kayu yang sudah diambil dipotong-potong kecil

terlebih dahulu lalu di simpan dan dikeringkan di dalam ruangan (dalam suhu

kamar). Setelah daunnya mengering, langkah selanjutnya adalah dihaluskan

dengan cara diblender sampai benar-benar hancur. Dan sampel daun ubi kayu siap

untuk digunakan sebagai bahan praktikum.

3.3.2 Uji Saponin

2 mL ekstrak daun singkong dimasukkan kedalam tabung reaksi dan

dipanaskan selama 5 menit, kemudian disaring, setelah itu ditambahkan serbuk

magnesium, selanjutnya ditambahkan 2 mL HCl pekat, kemudian dikocok. Dan

amati perubahan warna yang terjadi, apabila berwarna merah/ merah muda/ ungu

menunjukkan adanya saponin.

3.3.3 Uji Steroid dan Triterpenoid

2 mL ekstrak daun singkong dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard, lalu dikocok. Dan amati

perubahan warna yang terjadi, apabila berwarna biru/hijau menunjukkan adanya

steroid dan jika berwarna coklat/ungu/merah menunjukkan adanya triterpenoid.


3.3.4 Uji Polifenol

2 mL ekstrak daun singkong dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dan

dipanaskan selama 5 menit, kemudian ditambahkan 5 tetes FeCl3, lalu dikocok.

Dan amati perubahan warna yang terjadi, apabila berwarna biru/hitam

menunjukkan adanya Polifenol.

3.3.5 Uji Kuinon

2 mL ekstrak daun singkong dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dan

dipanaskan selama 5 menit, kemudian didinginkan, setelah itu ditambahkan 2 mL

NaOH 5%, lalu dikocok. Dan amati perubahan warna yang terjadi, apabila

berwarna merah menunjukkan adanya kuinon.

3.3.6 Uji Flavonoid

2 mL ekstrak daun singkong dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambhakn 2 mL aquades, lalu dikocok keras-keras. Dan amati

perubahan warna yang terjadi, apabila terbentuk busa konstan menunjukkan

adanya flavonoid.

3.3.7 Uji Tanin

• 2 mL ekstrak sampel kemudian ditambahkan 5 tetes FeCl3, lalu dikocok. Dan

amati perubahan warna yang terjadi.

• 2 mL ekstrak sampel kemudian ditambahkan 5 tetes Gelatin 10%, lalu dikocok.

Dan diamati perubahan yang terjadi, jika terbentuk endapan putih menunjukan

adanya tanin.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Data Pengamatan

Tabel 1. Data Pengamatan Uji Fitokimia


No Perlakuan Pengamatan Keterangan
. Sebelum Sesudah
1. Uji saponin : 2 mL Negatif
ekstrak daun singkong
+ 1 tetes HCl + 2 mL
aquader
Hijau Daun Kuning
Kunyit
2. Uji Steroid dan Positif
Triterpenoid : 2 mL (Triterpenoid)
ekstrak daun singkong
+ 4 mL pereaksi LB + 3
tetes asam asetat + 3 Hijau Daun Cokelat
tetes H2SO4 pekat
Positif
3. Uji Polifenol : 2 mL
ekstrak daun singkong
+ 2 mL NaOH 5%
Hijau Daun Hitam
Negatif
4. Uji Kuinon : 2 mL
ekstrak daun singkong
+ 2 mL NaOH 5%
Hijau Daun Hijau
Kekuningan
5. Uji Flavonoid : 2 mL Negatif
ekstrak daun singkong
+ serbuk Mg + 2 mL
HCl pekat
Hijau Daun Hijau Daun

6. Uji Tanin :

 2 mL ekstrak daun
singkong + 5 tetes Positif
FeCl3 Hijau daun Hitam

2 mL ekstrak daun
singkong + 5 tetes Hijau Daun Hijau Daun
gelatin 10%
(Endapan Putih)
4.2.1 Uji Steroid danTriterpenoid

+ H2SO4 Senyawakompleksberwarna

Biru Coklat
Senyawadalamsampel pereaksi L-B (steroid) (Triterpenoid)

4.2.2 Uji Tannin danPolifenol

+ Fe3+ + Fe(OH)3
Warnahitam

4.2 Pembahasan

Uji fitokimia adalah metode pengujian awal untuk menentukan kandungan

senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman. Untuk melakukan uji fitokimia

terlebih dahulu sampel harus diambil ekstrknya dengan menggunakan metode

pemisahan kimia, yaitu metode ekstraksi dengan cara teknik maserasi. Menurut

Badarin (2020) ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan suatu zat yang

didasarkan pada perbedaan kelarutan terhadap dua cairan tidak saling larut yang

berbeda, biasanya yaitu air dan yang lainnya berupa pelarut organik. Ada

beberapa metode yang dapat dilakukan dalam ekstraksi, salah satu yang paling

umum dilakukan adalah metode maserasi. Maserasi merupakan salah satu metode

ekstraksi yang paling umum dilakukan dengan cara memasukkan serbuk tanaman

dan pelarut yang sesuai ke dalam suatu wadah inert yang ditutup rapat pada suhu
kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat juga menghindari resiko

rusaknya senyawa-senyawa dalam tanaman yang bersifat termolabil

Pada percobaan ini sampel yang digunakan yaitu tanaman daun singkong

(Manihot Esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman terpenting, ditanam di

105 negara terutama untuk akarnya yang mengandung tepung. Selain umbi

umbian, potensi ekonomi yang sangat besar terletak pada daun singkong yang

mengandung protein 17%-38% Pagare (2015). Menurut Nurdiana (2015)

senyawa dalam daun singkong adalah flavonoid, triterpenoid, saponin, tannin dan

vitamin.

Pada percobaan ini hal yang pertama dilakukan adalah Hal yang pertama

dilakukan adalah memetik/mengambil daun ubi kayu yang sudah menguning dari

pohonnya. Tujuan diambil daun yang sudah menguning/tua yaitu agar proses

pengeringan tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Setelah itu, daun ubi

kayu yang sudah diambil dipotong-potong kecil terlebih dahulu lalu di simpan dan

dikeringkan di dalam ruangan (dalam suhu kamar). Setelah daunnya mengering,

langkah selanjutnya adalah dihaluskan dengan cara diblender sampai benar-benar

hancur. Dan sampel daun ubi kayu siap untuk digunakan sebagai bahan

praktikum.

Setelah itu dilakukan pengujian pertama yaitu uji senyawa saponin yaitu

dengan memasukkan 2 mL ekstrak daun singkong dan dimasukkan kedalam

tabung reaksi dan dipanaskan selama 5 menit, kemudian disaring, setelah itu

ditambahkan serbuk magnesium, selanjutnya ditambahkan 2 mL HCl pekat,

kemudian dikocok. Dan menunjukkan larutan tampak berwarna kuning dan tidak
terdapat busa, hal ini menunjukkan tidak adanya senyawa saponin dalam

tumbuhan daun singkong. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Selanjutnya pada pengujian kedua yaitu uji senyawa steroid dan

triterpenoid dengan memasukkan 2 mL ekstrak daun singkong ke dalam tabung

reaksi, kemudian ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard, lalu dikocok dan

larutan tampak berwarna ungu/merah yang menunjukkan adanya triterpenoid,

seperti pada gambar dibawah ini.

Selanjutnya pada pengujian ketiga yaitu uji senyawa polifenol dengan

memasukkan 2 mL ekstrak daun singkong dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

dan dipanaskan selama 5 menit, kemudian ditambahkan 5 tetes FeCl3, lalu

dikocok dan tampak larutan berwarnan hitam yang menunjukkan larutan tersebut

mengandung polifenol, seperti pada gambar dibawah ini.

Selanjutnya pada pengujian keempat yaitu uji senyawa tanin yaitu pada

perlakukan pertama dengan mencampurkan 2 mL ekstrak sampel kemudian

ditambahkan 5 tetes FeCl3, lalu dikocok dan terjadi perubahan warna hitam yang

menunjukkan adanya senyawa tanin dalam larutan. Kemudian pada perlakukan

kedua dengan mencampurkan 2 mL ekstrak sampel kemudian ditambahkan 5 tetes

gelatin 10%, lalu dikocok dan tampak terlihat endapan putih pada larutan yang

menunjukkan adanya senyawa tanin. Perhatikan pada gambar dibawah ini.

Sedangkan pada pengujian senyawa steroid, kuinon dan flavonoid

berdasarkan prosedur kerja yang dilakukan tampak tidak ada senyawa tersebut

pada ekstrak daun singkong. Dan terkhusus pada uji alkoloid terjadi kesalahan

dalam percobaan, yaitu dalam suatu tabung larutan reaksi mayer dicampurkan
dengan pereaksi fitokimia daun singkong dalam percobaan ini menunjukkan

adanya kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu tannin, triterpenoid, dan

polyfenol. Berdasarkan penelitian Nurdiana, 2015 kandungan senyawa dalam

daun singkong adalah flavonoid, triterpenoid, saponin, tannin dan vitamin. Namun

pada percobaan ini hanya senyawa triterpenoid dan tanin saja yang dapat

diidentifikasi hal ini disebabkan ekstrak yang dikeluarkan oleh daun singkong

tidak maksimal karena masih ada senyawa senyawa dragendrof dalam tabung

reaksi, seharusnya tidak. Sehingga tidak dapat dilakukan uji senyawa alkoloid.

Hasil uji lainnya yang tidak terekstrak, olehnya itu dalam prosees ekstraksi

dengan menggunakan teknik maserasi sangat menentukan keberhasilan dalam

pengidentifikaasian senyawa senyawa yang terkandung dalam daun singkong

dengan menggunakan uji fitokimia.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada praktikum ini dapat

disimpulkan bahwa dalam kandungan daun singkong positif terdapat senyawa

metabolit sekunder yaitu triterpenoid, tanin, dan polyfenol.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan yaitu sebaiknya pada percobaan

berikutnya bisa melakukan uji fitokimia terhadap tumbuhan pada bagian batang

untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekundernya untuk memperluas

pemahaman praktikkan.
DAFTAR PUSTAKA

Badaring, D. R., Sari, S. P. M., Nurhabiba, S., Wulan, W., & Lembang, S. A. R.
(2020). Uji Ekstrak Daun Maja (Aegle marmelos L.) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus. Indonesian Journal of Fundamental Sciences, 6(1), 16-26.

Dalimunthe, I. C., & Rachmawan, A. (2017). Prospek pemanfaatan metabolit


sekunder tumbuhan sebagai pestisida nabati untuk pengendalian patogen
pada tanaman karet. Warta Perkaretan, 36(1), 15-28.

Hasim, H., Falah, S., & Dewi, L. K. (2016). Effect of boiled cassava leaves
(Manihot esculenta Crantz) on total phenolic, flavonoid and its
antioxidant activity. Current Biochemistry, 3(3), 116-127. Hasim, H.,
Falah, S., & Dewi, L. K. (2016). Effect of boiled cassava leaves (Manihot
esculenta Crantz) on total phenolic, flavonoid and its antioxidant
activity. Current Biochemistry, 3(3), 116-127.

Latif, S., & Müller, J. (2015). Potential of cassava leaves in human nutrition: a
review. Trends in Food Science & Technology, 44(2), 147-158.

Muthmainnah, B. (2019). Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Dari


Ekstrak Etanol Buah Delima (Punica granatum L.) Dengan Metode Uji
Warna. Media Farmasi, 13(2), 36-41.

Pagare, S., Bhatia, M., Tripathi, N., Pagare, S., & Bansal, Y. K. (2015).
Secondary metabolites of plants and their role: Overview. Current
Trends in Biotechnology and Pharmacy, 9(3), 293-304

Prayudo, A. N., & Novian, O. (2018). Koefisien transfer massa kurkumin dari
temulawak. Widya Teknik, 14(1), 26-31.

Shaikh, J. R., & Patil, M. K. (2020). Qualitative tests for preliminary


phytochemical screening: An overview. International Journal of
Chemical Studies, 8(2), 603-608.
LAMPIRAN

Diagram Alir

1. Uji Saponin

2 mL ekstrak sampel
- Dimasukkan kedalam tabung rekasi
- Ditambahkan 2 mL aquades
- Dikocok kuat-kuat
- Diamati perubahan yang terjadi

Hasil pengamatan

2. Uji Flavonoid

2 mL ekstrak sampel

- Dimasukkan kedalam tabung reaksi


- Dipanaskan selama 5 menit
- Disaring
- Ditambahkan serbuk Mg
- Ditambahkan 2 mL HCl pekat
- Dikocok
- Diamati perubahan yang terjadi

Hasil pengamatan

3. Uji Polifenol dan Tannin

2 mL ekstraksampel

- Dimasukkan kedalam tabung reaksi


- Dipanaskan 5 menit
- Ditambahkan 5 tetes FeCl3
- Dikocok
- Diamati perubahan yang terjadi

Hasil pengamatan
4. Uji Tannin

2 mL ekstrak sampel

- Dimasukkan kedalam tabung reaksi


- Dipanaskan 5 menit
- Ditambahkan 5 tetes gelatin 10%
- Dikocok
- Diamati perubahan yang terjadi

Hasil pengamatan

5. Uji Kuinon

2 mL ekstrak sampel

- Dimasukkan kedalam tabung reaksi


- Dipanaskan selama 5 menit
- Didinginkan
- Ditambahkan 2 mL NaOH 5 %
- Dikocok
- Diamaati perubahan yang terjadi

Hasil pengamatan

6. Uji Steroid dan Triterpenoid

2 mL ekstrak sampel

- Dimasukkan kedalam tabung reaksi


- Ditambahkan pereaksi LB (4 tetes
asam asetat dan 3 tetes H2SO4 pekat)
- Dikocok
- Diamati perubahan yang terjadi

Hasil pengamatan

Anda mungkin juga menyukai