Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan obat tradisional di Indonesia semakin menunjukkan
kemajuan yang mengarah kepada upaya memasuki jalur pelayanan kesehatan
formal. Obat tradisonal yang akan memasuki jalur pelayanan kesehatan formal
dituntut mempunyai kualitas yang memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Evaluasi kualitas ini diperlukan untuk memperoleh obat tradisional yang
memenuhi persyaratan, memiliki khasiat, dan tentunya harus aman untuk
digunakan.
Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif
yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan
cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia
tertuntu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia tertentu.
Srining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan
senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti Metode skrining
fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan
menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam
skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi.
Kajian fitokimia meliputi uraian yang mencakup aneka ragam
senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh organisme, yaitu struktur
kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolisme, penyebaran secara
alamiah dan fungsi biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa
kimia dari bermacam-macam jenis tanaman. Analisis fitokimia dilakukan
untuk menentukan ciri komponen bioaktif suatu ekstrak kasar yang mempunyai
efek racun dan efek farmakologis lain yang bermanfaat bila diujikan dengan
sistem biologi.
Pada fase pertumbuhan, tumbuhan umumnya memproduksi metabolit
primer, sedangkan metabolit sekunder belum atau hanya sedikit diproduksi
Metabolit sekunder terjadi pada saat sel yang lebih terspesialisasi Metabolit
sekunder yang terdapat pada bahan alam merupakan hasil metabolit primer
yang mengalami reaksi yang spesifik sehingga menghasilkan senyawa-
senyawa tertentu. Metabolit sekunder disebut juga dengan fitoleksin Senyawa
ini diproduksi oleh tanaman pada waktu mengalami infeksi atau stress
lingkungan fitoleksin merupakan senyawa kimia yang berasal dari derivat
flavonoid dan isoflavon, turunan sederhana dari fenilpropanoid, dan derivat
dari sesquiterpens.
Uji fitokimia dilakukan sebagai uji pendahuluan secara kualitatif
untuk mengetahui kandungan senyawa kimia (metabolit sekunder) dalam
tumbuhan dan kandungan yang diuji secara fitokimia pada tumbuhan yaitu
alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, terpenoid, fenol dan tanin.
Uji fitokimia terhadap kandungan senyawa kimia metabolit sekunder
merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian mengenai tumbuhan
obat atau dalam hal pencarian senyawa aktif baru yang berasal dari bahan alam
yang dapat menjadi precursor bagi sintesis obat-obat baru atau menjadi
prototype senyawa aktif tertentu. Oleh karenanya, metode uji fitokimia harus
merupakan uji sederhana tetapi terandalkan. Metode uji fitokimia yang banyak
digunakan adalah metode reaksi warna dan pengendapan yang dapat dilakukan
di laboratorium.
B. Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat melakukan
uji skrining fitokimia.
C. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mahasiswa dapat melakukan
uji skrining fitokimia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Indonesia merupakan salah satu negara yang telah dikenal merupakan
salah satu Negara yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi. Keberadaan
hutan yang luas dan iklim tropis yang mendukung menjadi salah satu pemicu
tumbuhnya berbagai macam flora di Indonesia. Dari sekian banyak flora yang
tumbuh di Indonesia tersebut, ribuan diantaranya telah dikenal oleh masyarakat
Indonesia berkhasiat sebagai obat dan digunakan untuk mengobati banyak
penyakit. Sejak lebih dari puluhan tahun yang lalu, masyarakat dunia, tidak
saja di negara-negara Timur melainkan juga di negara-negara Barat, mulai
menoleh kembali dan tertarik untuk menggunakan obat-obat alam, yang kita
kenal sebagai gerakan Kembali ke Alam atau Back to Nature. Adanya
ketertarikan terhadap pola hidup Kembali ke Alam ini salah satunya
disebabkan oleh keyakinan bahwa mengkonsumsi obat alami relatif lebih aman
dibanding dengan obat sintetik yang memiliki banyak efek samping negatif.
Namun sayangnya, karena bahan baku yang sulit didapatkan atau peralatan
yang digunakan untuk mengolah, saat ini harga obat tradisional di pasaran
tidak bisa dikatakan murah atau bahkan beberapa bisa dapat lebih mahal dari
obat sintetik. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah memberdayakan
masyarakat agar dapat mengolah obat tradisional alaminya secara mandiri,
mulai menanam tumbuhan obatnya sampai mengolahnya menjadi ramuan obat
siap pakai dalam bentuk sederhana (Noer et al., 2020).
Skrining fitokimia merupakan metode yang digunakan untuk
mempelajari komponen senyawa aktif yang terdapat pada sampel, yaitu
mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, penyebarannya secara alamiah dan
fungsi biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari
bermacam-macam jenis tanaman. Letak geografis, suhu, iklim dan kesuburan
tanah suatu wilayah sangat menentukan kandungan senyawa kimia dalam suatu
tanaman. Sampel tanaman yang digunakan dalam uji fitokimia dapat berupa
daun, batang, buah, bunga dan akarnya yang memiliki khasiat sebagai obat dan
digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern maupun obat-
obatan tradisional (Muthmainnah, 2017).
Uji fitokimia pada suatu tanaman dapat diperoleh dengan cara
ekstraksi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi
diantaranya bagian tanaman, ukuran bahan, suhu, metode, waktu, konsentrasi
pelarut, serta jenis pelarut. Polaritas dari jenis pelarut yang digunakan dalam
ekstraksi harus sama atau sangat dekat dengan polaritas bahan aktif yang
diekstrak agar ekstraksi berjalan secara efisien sebab menurut prinsip like
dissolves like tidak semua senyawa akan terlarut dalam suatu cairan pelarut
(Prayoga et al., 2019).
Dunia tumbuh-tumbuhan (Regnum vegetable) dibagi dalam
kelompok- kelompok, mulai dari kelompok terbesar sampai kelompok terkecil
berdasarkan kriteria tertentu. Sistem klasifikasi yang banyak dipakai sampai
sekarang ialah sistem natural yang didasarkan pada struktur morfologis,
anatomis dan konstitusi genetik dari tumbuh-tumbuhan tersebut. Pada analisis
fitokimia, identitas botani tumbuhan harus dibuktikan dan harus dilakukan oleh
ahli yang diakui. Penentuan identitas tumbuhan merupakan hal yang penting
bila ingin melaporkan adanya senyawa baru dalam tumbuhan tersebut atau
adanya senyawa yang sudah dikenal tetapi dari sumber tumbuhan baru. Dasar
determinasi atau identifikasi adalah ciri morfologis, anatomis, kandungan
kimia atau kombinasi antara cara-cara tersebut. Idealnya, untuk analisis
fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan segar, tetapi dapat juga
digunakan jaringan tumbuhan yang telah dikeringkan (tergantung golongan
senyawa yang akan diisolasi) dengan catatan proses pengeringan harus
dilakukan dengan hati-hati (Kristanti et al., 2019).
Senyawa metabolit sekunder adalah sumber bahan kimia yang tidak
pernah habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan
obat-obat baru ataupun untuk menunjang berbagai kepentingan industri. Selain
itu, sebagai identifikasi awal dalam membuat sediaan farmasi dari senyawa
kimia bahan alam yang memiliki nilai tambah produk. Senyawa metabolit
sekunder yang terdapat dalam tumbuhan merupakan zat bioaktif yang berkaitan
dengan kandungan kimia dalam tumbuhan, sehingga sebagian tumbuhan dapat
digunakan sebagai bahan obat. Tanpa adanya suatu senyawa bioaktif dalam
tumbuhan secara umum tumbuhan tersebut tidak dapat digunakan sebagai obat
(Rohama & Zainuddin, 2021).
Metabolit sekunder yang ditemukan pada tanaman atau tumbuhan
umumnya berupa flavonoid, saponin, quinon, triterpenoid, tanin, steroid, dan
alkaloid. Senyawa aktif yang terkandung di berbagai jenis tumbuhan atau
tanaman dapat digunakan untuk pengobatan dalam hal untuk kesehatan.
Senyawa metabolit sekunder yang dimiliki oleh tumbuhan merupakan zat
bioaktif yang berhubungan pada kandungan zat kimia oleh tumbuhan tersebut,
sehingga tumbuhan tersebut mampu dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan
untuk berbagai jenis penyakit (Humairah et al., 2022).
Semua tumbuhan mengandung sejumlah senyawa fitokimia dengan
kadar yang amat beragam. Kandungan fitokimia inilah yang bertanggung
jawab atas sifat-sifat organoleptik yang sangat khas bagi bahan pangan ini (rasa
pahit, sepat, langu....). Kurangnya selera kita terhadap menu sayuran memang
berkaitan dengan sifat-sifat organoleptik ini. Apabila cita rasa lemak dan gula
yang telah kita akrabi itu segera dikenali oleh otak kita sebagai pasokan energi
secara cepat dan efisien, rasa pahit dan sepat pada bahan pangan tumbuhan
(Gingras, 2013).
Di alam sekitar manusia dari tumbuhan banyak ditemukan kelompok
senyawa fenolik yaitu senyawa flavonoid. Tumbuhan di alam mempunyai zat
warna tumbuhan berwarna merah, hijau, nila, dan biru yang merupakan suatu
senyawa flavonoid. Zat warna tumbuhan berwarna kuning disebut sebagai
vitamin P atau citrin. Zat warna tumbuhan memiliki aktivitas antioksidan
apabila dikonsumsi manusia dan bekerja dalam tubuh (bioflavonoid).
Tumbuhan mempunyai molekul-molekul yang mengandung unsur nitrogen
basa heterosiklik disebut senyawa alkaloid. Senyawa fitokimia ini mempunyai
peran dalam mematikan sel bakteri. Alkaloid berperan menghambat
pembentukan struktur dinding penyebab kematian sel (Hakim, 2021).
B. Uraian Sampel
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
B. Bahan
C. Prosedur Kerja
DAFTAR PUSTAKA

Gingras D. 2013. 11 Makanan Ampuh Pencegah Kanker. Penerbit Gramedia


Pustaka Utama: Jakarta.

Hakim RF. 2021. Book Series Riset Update Kedokteran Gigi dan Prospek
Aplikasi Klinis: Riset Bahan Alam Bidang Kedokteran Gigi. Penerbit
Syiah Kuala University Press: Aceh.

Humairah A, Yuniarti & Gusti ART. 2022. Identifikasi Senyawa Metabolit


Sekunder Pada Tumbuhan Belaran Tapah (Merremia Peltata). Jurnal
Sylva Scienteae. Vol. 5 (1). Hal: 86.

Kristanti AN, Nanik SA, Mulyadi T & Bambang K. 2019. Buku Ajar Fitokimia.
Penerbit Airlangga University Press: Surabaya.

Muthmainnah B. 2017. Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Dari


Ekstrak Etanol Buah Delima (Punica Granatum L.) Dengan Metode Uji
Warna. Jurnal Media Farmasi Poltekkes Makassar. Vol. 13 (2). Hal: 1.

Noer S, Rosa DP & Efri G. 2020. Penetapan Kadar Senyawa Fitokimia (Tanin,
Saponin Dan Flavonoid Sebagai Kuersetin) Pada Ekstrak Daun Inggu
(Ruta angustifolia L.). Jurnal Ilmu-ilmu MIPA. Vol. 1 (18). Hal: 20.

Prayoga DGE, Komang AN & Ni NP. 2019. Identifikasi Senyawa Fitokimia Dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Daun Pepe (Gymnema Reticulatum
Br.) Pada Berbagai Jenis Pelarut. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Vol.
8 (2). Hal: 112.

Rohama & Zainuddin. 2021. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Pada


Ekstrak Daun Gayam (Inocarpus Fagifer Fosb) Dengan Menggunakan Klt.
Jurnal Surya Media. Vol. 6 (2). Hal: 125.

Anda mungkin juga menyukai