Disusun oleh:
1. Ainun Nida (E001703}
2. Harti Mulani Nurawalia (E00170
3. Nabilah Nurhayati (E0017034)
4. Ulfatun Azizah (E0017046)
Semester V
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Obat tradisional Indonesia telah berabad-abad lamanya dipergunakan
secara luas oleh masyarakat Indonesia, meskipun masih banayak bahan baku
standar yang belum memiliki persyaratan resmi. Obat tradisional pada umumnya
menggunakan bahan-bahan alam yang lebih dikenal sebagai simplisia. Simplisia
ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan.
Semakin maraknya penggunaan obat tradisional berdasarkan khasiat yang
turun temurun semakin memperluas kesempatan terjadinya pemalsuan simplisia
bahkan ada beberapa jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO) yang telah
jelas dilarang penambahannya baik sengaja maupun tidak disengaja kedalam
produk obat tradisional.
Oleh karena itu, maka diperlukan adanya analisis terhadap sediaan jamu
yang beredar dipasaran yang meliputi analisis makroskopik dan mikroskopik serta
analisis kimia untuk melindungi masyarakat luas dari peredaran obat tradisional
yang mengandung simplisia palsu maupun bahan kimia obat.
I. Pengertian Jamu
Obat tradisional menurut PERMENKES RI No: 246/Menkes/Per/V/1990
terdiri dari 3 bentuk, yaitu jamu, herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu
(empirical based herbal medicine) merupakan ciri khas dan warisan berharga dari
turun temurun nenek moyang bangsa Indonesia yang biasanya belum melalui
proses uji kelayakan. Sekarang ini penggunaan jamu dikalangan masyarakat
semakin meningkat. Dalam penggunaannya, baik untuk menjaga kesehatan
maupun untuk pengobatan karena sakit. Ini menunjukkan bahwa, jamu sebagai
bagian dari pengobatan tradisional, telah diterima oleh masyarakat Indonesia
(Balitbangkes, 2014).
II. Bahan Kimia Obat (BKO)
Bahan kimia obat merupakan zat-zat kimia yang digunakan sebagai bahan
utama obat kimiawi yang biasanya ditambahkan dalam sediaan obat
tradisional/jamu untuk memperkuat indikasi dari obat tradisional tersebut. Obat
tradisional yang biasa mengandung BKO adalah yang memiliki indikasi untuk
rematik, penghilang rasa sakit, dan afrodisiak. BKO dalam obat tradisional inilah
yang menjadi titik penjualan bagi produsen. Hal ini kemungkinan disebabkan
kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat
secara tidak terkontrol, baik dosis maupun cara penggunaannya atau bahkan
semata-mata demi meningkatkan penjualan karena konsumen menyukai produk
obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh (Yuliarti, 2012).
III. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar,
selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi
kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas didalamnya, pada KLT fase
diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Meskipun
demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari
kromatografi kolom (Gandjar dan Abdul, 2012).
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal).
Setelah pelat atau lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatankapiler/pengembangan. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna
harus ditampakkan /dideteksi (Stahl, Egon. 1985).
A. Dexametason
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengidentifikasi bahan kimia obat
yang ada didalam suatu sediaan obat tradisional, dalam hal ini adalah jamu. Secara
visual, jamu yang mengandung bahan kimia obat sulit dibedakan dengan jamu yang
tidak mengandung bahan kimia obat.
B. Sildenafil
a. Ekstraksi sampel secara Maserasi
Ditimbang sampel serbuk jamu kuat lelaki kurang lebih 400 mg/kapsul, di
masukkan dalam wadah maserasi, lalu di tambahkan metanol kurang lebih 5
ml. setelah1 - 2 hari saring dan tamping ekstrak cair dari sampel jamu.
b. Identifikasi Kromatografi lapis tipis (KLT)
Ekstrak metanol jamu kuat lelaki dan senyawa pembanding Sildenafil sitrat
ditotolkan pada lempeng KLT dengan ukuran 1 x 7 cm, dimasukkan ke
dalam chamber yang berisi eluen Kloroform : Etanol (9,5 : 0,5). Setelah
eluen mencapai batas tanda, angkat dan keringkan. Kemudian kromatogram
yang dihasilkan diamati nodanya di bawah sinar ultra violet (UV) pada
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Dibandingkan noda yang terdapat
pada senyawa pembanding, ekstrak jamu dengan ekstrak yang di tambahkan
senyawa pembanding dan perhatikan ada tidaknya kesamaan pada
penampakan noda dan hitung nilai Rf-nya.
c. Penetapan kadar dengan KLTDensitometri
1. Pembuatan larutan baku Sildenafil Sitrat
Pembanding Sildenafil Sitrat ditimbang 10 mg kemudian dilarutkan
dengan 10 ml metanol dengan konsentrasi 1000 ppm. Dari konsentrasi
1000 ppm tersebut di pipet sebanyak 500 μl dan ditambahkan 1 ml
methanol di peroleh konsentrasi 500 ppm.
2. Pembuatan larutan sampel
Masing-masing sampel jamu hasil meserasi di pipet sebanyak 1 ml
kemudian\ dilarutkan dengan 5 ml metanol.
3. Penentuan kadar Sildenafil Sitrat pada sampel
Disiapkan lempeng KLT dengan ukuran 10 x 10 cm, dengan tepi atas
ditandai 0,5 cm dan tepi bawah ditandai 1 cm. Dari larutan baku dengan
konsentrasi 500 ppm kemudian ditotolkan dengan menggunakan
mikropipet dengan variasi konsentrasi 1 μl , 2 μl , 3 μl dan 4 μl.
Kemudian ekstrak cair jamu kuat lelaki ditotolkan dengan menggunakan
mikropipet sebanyak 2μl pada lempeng KLT yang sama dan dilakukan
replikasi sebanyak tiga kali. Lempeng di elusi dalam chamber yang berisi
kloroform : etanol (9,5 : 0,5). Noda yang terpisah diamati dengan lampu
UV 254 nm dan diukur dengan KLT - densitometri pada panjang
gelombang maksimum 292 nm, dilakukan analisis terhadap hasil scan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Dexametason
Pada analisa jamu gemuk badan ini dilakukan tiga uji diantaranya adalah uji
organoleptis, uji mikroskopik dan uji KLT. Pada uji organoleptik, tujuanya adalah untuk
mengetahui warna, rasa, bentuk sediaan, serta aroma dari sampel yang diuji. Hasil yang
didapat pada jamu gemuk sehat adalah bentuk sediaan serbuk, warna kuning pucat, aroma
khas jamu dan rasa sepat. Untuk jamu kianpi pil bentuk sediaan serbuk, warna hijau
keabuan, aroma khas jamu dan rasa sepat. Hasil dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Dari sampel yang di uji disimpulkan bahwa positif mengandung bahan kimia obat
berupa obat deksametason. Hasil ini dibuktikan dengan perlakuan tiga macam pengujian
yaitu uji organoleptis, uji mikroskopik dan ditegaskan dengan uji kromatografi lapis tipis
dengan baku pembanding deksametason.
DAFTAR PUSTAKA