Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

UJI MIKROSKOPIK TUMBUHAN DALAM JAMU

Disusun oleh :

Afifatul Jannah 34190282

Fauzha Muftia 34190288

Maya Wulandari 34190289

Miftahul Jannah 3419029

KELAS : A/DF/III

STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA


PRODI D3 FARMASI

2020

UJI MIKROSKOPIK TUMBUHAN DALAM JAMU

A. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat menganalisis kandungan fumbuhan apa
saja yang terdapat pada jamu yang dianalisis.

B. DASAR TEORI

Obat tradisional indonesia telah dipergunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia,
meskipun masih banyak bahan baku standar vang belum memiliki persyaratan resmi. Obat
tradisional pada umumnya menggunakan bahan-bahan alam yang lebih dikenal sebagai
simplisia, Simplisia lalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengobatan berabad-abad Jego Seperti materi makroskopik sediaan jamu,
pemeriksaan mikroskopik juga digunakan untuk memastikan dari simplisia penyusun sediaan
jamu dengan penyimpanan bentuk fragmen spepisifik penyusun pada juga, dinyatakan
dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. nwef uerspas Berbeda dengan obat-
obatan modern, standar mutu untuk jamu didasarkan pada bahan baku dan produk akhir yang
pada umumnya belum memiliki baku standar yang sesuai dengan persyaratan. Simplisia
nabati, hewani dan pelican yang dipergunakan sebagai bahan untuk memperoleh minyak
atsiri, alkaloid, glikosida atau zat berkhasiat lainnya, tidak perlu memenuhi persyaratan yang
tertera pada monografi yang diperhatikan. Identifikasi simplisia dapat dilakukan berdasarkan
uraian mikroskopik serta indikasi kimia senyawa kandungan senyawa yang terdapat
didalamnya. Pemeriksaan anatomi serbuk dari suatu simpfisia memiliki karakteristik, dan
merupakan pemeriksaan spesifik suatu suatu simplisia atau penyusun jamu. sebelum
melakukan pemeriksaan mikroskopik harus menerapkan bahwa masing-masing jaringan
tanaman berbeda bentuknya. Ciri khas dari masing-masing batang organ, akar dan rimpang
pada umumnya memiliki jaringan penyusun primer yang hampir sama yaitu epidermis,
korteks, dan endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutannya. Tipe berkas
pengangkut umumnya mengacu pada kelas tanaman seperti monokotil memiliki tipe berkas
pengangkutan terpusat (konsentris), dan pada dikotil terkenal (kolateral).
sedangkan jaringan sekunder pada organ batang, akar, dan rimpang berupa periderm dan
ritidorm. Rambut penutup dan stomata merupakan ciri spesifik dari bagian daun serta tipe
sel idioblas yang menunjukkan ciri spesifik suatu bahan nabati.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat
1. Mikroskop
2. Cawan porselain Bahan
bahan
1. Jamu
2. Kloroform nuuer
3. Fluoroglusin

D. CARA KERJA
1. Uji Organoleptis dan Uji Makroskopik

a. Dilakukan uji organoleptis dengan pengaturan bau, rasa, warna serta kelarutan jamu.
b. Dilakukan uji makroskopik dengan mengarmati struktur dari simplisia bahan baku dari
sediaan jamu yang dianalisis.
c. Hasil laporan dilaporkan dan dilaporkan dalam bentuk tabel.

2. Uji Mikroskopik
a. Dipersiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan.
b. Sediaan jamu dalam bentuk rajangan dan serbuk dihaluskan, bagian serbuk halus di atas
objek kaca (dibuat 2 preparat).
C. Preparat pertama ditetesi dengan kloroform dan preparat kedua ditetesi dengan
fluoroglusin, kemudian difiksasi dengan lampu spiritus.
d. Diletakkan kaca dek pada tiap preparat, lalu ciamati pada mikroskop dengan perbesaran
10 X 10.
e. Diamati dan observasi pengamatan mikroskopik sampel.

Hasil Praktikum
Fragmen Daun jati belanda Kayu manis Jahe Media
Trikoma/ - - Kloroform
Rambut
penutup
Rambut - -
kelenjar Kloroform

Epidermi - - Fluoroglus
s dan in
stomata

Serabut - Kloroform

Pembahasan
Analisis suatu obat tradisional/ jamu harus menyertakan uji subyektif, meskipun uji ini
memerlukan praktek dan pengalaman yang luas. Hal ini perlu dilakukan untuk membandingkan
kesan subyektif dengan sifat khas yang disimpan dan diklasifikasikan sebelumnya. Penentuan
identifikasi sebagai sifat yang demikian merupakan suatu langkah yang penting pada
identifikasi. Untuk menjamin kebenaran dari simplisia penyusun sediaan jamu dilakukan
pemeriksaan awal secara makroskopik dengan mengamati bentuk organoleptik simplisia
penyusun. Pemeriksaan organoleptik dilakukan menggunakan pancaindra dengan
mendeskripksikan bentuk warna, bau dan rasa sebagai berikut : (Dirjen POM, 2000)

1. Bentuk : padat, serbuk, kering, kental dan cair


2. Warna : warna dari ciri luar dan warna bagian dalam
3. Bau : aromatik, tidak berbau dan lain-lain
4. Rasa : pahit, manis, khelat dan lain-lain
5. Ukuran : panjang,lebar

Agar dapat mendukung hasil pemeriksaan maka simplisia yang telah diidentifikasi
dikelompokkan berdasarkan jenisnya dan khasiatnya.

Bahan alam merupakan zat kimia murni yang sering digunakan dalam bentuk obat
berizin. Senyawa-senyawa ini terkadang di produksi secara sintetis dan di kenal sebagai
“senyawa identik alami” (jika itu kasusnya), tetapi pada awalnya ditemukan dari obat-obat
tanaman. (Heinrich,M.2009)
Obat tradisional telah dikenal secara turun menurun dan digunakan oleh masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya
lebih diutamakan sebagai upaya menjaga kesehatan atau preventif meskipun ada pula upaya
sebagai pengobatan suatu penyakit. Dengan semakin berkembangnya obat tradisional,
ditambah dengan gema kembali ke alam, telah meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal
ini terbukti dari semakin banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang memproduksi obat
tradisional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (www.tempo.co.id/medika/
arsip/102002/pus-2.htm)
Banyak alasan terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal. Alasan tersebut berkisar
dari daya tarik produk dari ‘alam’ dan persepsi bahwa produk tersebut ‘aman’ (atau paling
tidak ‘lebih aman’ daripada obat konvensional, yang sering diremehkan sebagai”
obat”.(Heinrich,M.2009)
Berdasarkan undang-undang kesehatan bidang farmasi dan kesehatan, yang dimaksud
dengan Obat bahan Alam Indonesia adalah Obat bahan Alam yang diproduksi di Indonesia.
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat,
Obat bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi : jamu, Obat Herbal Terstandar, dan
Fitofarmaka.( Makhmud, Ilham,2007).
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk
serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun
jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan
mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang
jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak
memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu
yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin
ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan
kesehatan tertentu.(www.tempo.co.id/medika/ arsip/102002/pus-2.htm)
Pada praktikum kali ini, kami mengamati bagian bagian primer tumbuhan
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x10. Ditemukan rambut penutup, rambut
kelenjar dan stomata pada penyusun daun jati belanda menggunakan media klorofom.
Ditemukan serabut pada kayu manis dan jahe menggunakan media klorofom.

KESIMPULAN

1. Uji mikroskopik serbuk jamu tidak hanya dapat dilakukan melihat bentuk anatomi jaringan
yang khas, tetapi dapat pula menggunakan uji histokimia dengan penambahan pereaksi tertentu
pada serbuk sediaan jamu uji, dan zat kandungan simplisia uji akan memebrikan warna
spesifik, sehingga mudah di deteksi.
2. Uji makroskopik yaitu pemeriksaan awal dengan mengamati bentuk organoleptik simplisia
menggunakan panca indra dengan mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa kemudian
dikelompokkan berdasarkan jenisnya (spesies)

DAFTAR PUSTAKA

Buku panduan praktikum Farmakognosi. Stikes Surya Global Yogyakarta. 2020


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan., 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Heinrich,Michael,etc. 2009. Farmakognosi dan Fitoterapi. EGC. Jakarta

Tim Penyusun Materia Medika Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Edisi VI. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai