Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Salah satu sumber yang diperlukan dalam pembangunan selain
sumber daya manusia adalah sumber daya alam. Sumber daya alam Indonesia
yang kaya akan beraneka ragam tumbuh–tumbuhan dan hewan potensial untuk
menjadi sumber bahan baku obat terutama obat tradisional. Ini merupakan
anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang patut kita syukuri. Bahan alam ini perlu
terus kita kaji, teliti dan kembangkan supaya dapat berguna bagi kehidupan
manusia.
Sumber bahan alam yang berkhasiat sebagai obat berasal dari
tumbuh – tumbuhan juga berasal dari biota laut. Biota laut yang potensial untuk
sumber bahan baku obat adalah yang berasal dari tumbuhan laut dan hewan laut.
Tumbuhan adalah salah satu makhluk hidup yang tumbuh di bumi
ini. Ilmu tumbuhan pada saat ini telah mengalami kemajuan yang demikian
pesat sehingga bidang-bidang pengetahuan yang semula merupakan cabang-
cabang ilmu tumbuhan saja sekarang ini telah menjadi ilmu yang telah berdiri
sendiri. Maksud penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
praktikum farmakognosi tentang identifikasi simplisia campuran
Seiring dengan kesadaran masyarakat akan bahaya dari obat-obat
sintetik, maka alternatif lain untuk mendapatkan efek terapi atau pengobatan
cenderung memilih bahan alam, diantaranya dengan mengkomsumsi jamu.
Sebagai ahli farmasi, maka kita dituntut untuk dapat mengidentifikasi secara
makroskopis maupun mikroskopis dari komposisi sediaan jamu yang ada.
Dalam usaha tersebut, maka kita dituntut untuk dapat mengenali bentuk
morfologi ataupun anatomi serta kandungan kimia dari jamu tersebut
Dengan diketahuinya kandungan simplisia dari sediaan jamu
tersebut, maka kita dapat menganalisis kandungan zat serta lebih lanjut dapat
mempelajari kemampuan efek terapi dari kandungan simplisia dari jamu
tersebut.
Secara umum kandungan/komposisi dari jamu merupakan bahan alam
khususnya dari tumbuh-tumbuhan yang khasiatnya teruji berdasarkan
pengalaman secara turun temurun.
Penggunaan sumber daya alam baik yang berupa tumbuhan maupun
hewan telah digunakan sejak dahulu oleh nenek moyang kita tanpa mereka
ketahui apa isi yang terkandung dalam tanaman tersebut. Indonesia sangat kaya
akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal sampai mineral
tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan
bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk
mengembangkan tanaman obat. Dari sekian banyak tanaman obat ada salah satu
tanaman yang berkasiat obat yaitu Impatien balsamina atau yang biasa disebut
bunga pacar air ini telah diteliti bahawa kandungan fitokimia yang terkandung
didalamnya dapat berkhasiat sebagai obat. Penelitian terhadap tanaman ini
kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji aktivasi, tetapi untuk literatur
mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu simplisia tanaman pacar air masih
minim bahkan dalam buku Materia Medika Indonesia pacar air belum
diklarifikasi secara detail. Hanya beberapa artikel dan e-book saja yang
membahas tanaman ini. Untuk itu, melalui kemajuan pengetahuan yang kita
miliki, maka kita perlu melakukan penelitian untuk mengetahui kandungan
kimia dari tanaman maupun hewan tersebut yang dapat menghasilkan efek
klinik
1.2.Prinsip percobaan
Melakukan penyiapan sampel dari jamu beruang setelah itu
melakukan metode sampling yang terdiri dari Pooled Sample, Average Sample,
dan terakhir Final Sample.

1.3.Tujuan penelitian
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat
mengidentifikasi jamu yang diberikan untuk diamati secara makroskopik dan
mikroskopik serta untuk mengetahui fragmen-fragmen khas yang ada pada
jamu tersebut yang nantinya dapat ditentukan kebenaran bahan apa saja yang
ada di dalam jamu tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Jamu
Bahan baku jamu berasal dari bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, namun ada beberapa jenis jamu dinilai berbahaya karena
didalamnya terkandung bahan kimia obat
(BKO). Menurut temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan, obat tradisional
yang sering dicemari bahan kimia obat umumnya adalah obat tradisional yang
digunakan pada penyakit-penyakit tertentu seperti Tabel berikut :
Jamu yang Mengandung Bahan Kimia Obat
Kegunaan Obat Tradisional BKO yang sering ditambahkan
Pegal linu/Encok/rematik Fenilbutazon, metampiron,
piroksikam,
parasetamol, prednison, deksametason
dan diklofenaksodium.
Pelangsing Sibutramin hidroklorida
Peningkat stamina / obat kuat pria Sildenafil sitrat
Kencing manis / diabetes Glibenklamid
Sesak nafas / asma Teofilin
(Yuliarti, 2008)

Jamu untuk Penambah Stamina Selain pengobatan jamu juga dimanfaatkan untuk
menambah stamina dan imunitas tubuh. Jamu beras kencur adalah salah satu jamu
yang dipercaya memiliki khasiat untuk menambah stamina dan juga untuk menjaga
kesehatan. Jamu ini merupakan jamu yang paling terkenal dan banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai suplemen penambah stamina dan menjaga
daya tahan tubuh

(Supriadi, 2001)
Analisis suatu obat tradisional/jamu haru menyatakan uji subjektif, meskipun uji ini
memerlukan praktek dan pengalaman yang luas. Hal ini perlu dilakukan untuk
membandingkan kesan subyektif dengan sifat khas yang disimpan dan
diklasifikasikan sebelumnya. Penentuan identifikasi berbagai sifat yang demikian
merupakan suatu langkah yang penting pada identifikasi.
(Asmi Amin, 2019)
Pengambilan sampel (SAMPLING)
Pengambilan sampel atau sebagian contoh dari suaru bahan baku simplisia atau
sediaan obat tradisional merupakan salah satu langkah awal dalam proses
standarisasi. Keabsahan kesimpulan yang diambil dari hasil analisa suatu sampel
tergantung dari apakah sampel dapat mewakili keseluruhan batch. Aturan umum
untuk metode pengambilan sampel bagi pengujian kualitas dari bahan farmasetika
telat ditetapkan WHO.

Kromatografi Lapis Tipis


Salah satu cara untuk mengidentifikasi bahan kimia obat yang terdapat dalam
sediaan obat tradisional adalah dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dan
dilanjutkan dengan spektrofotometri ultraviolet untuk melihat spektrumnya.
Kromatografi Lapis Tipis mempunyai keuntungan yaitu metode ini hanya
memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang
singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit), dan memerlukan jumlah
cuplikan yang sangat sedikit
(Stahl, 1985).

Prinsip Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang
memisah, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah
pelat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan
(dideteksi)
(Stahl, 1985)

Deteksi Bercak

Deteksi bercak dapat langsung dilakukan pada akhir eluasi jika senyawa tersebut
memiliki warna. Sedangkan untuk senyawa yang tidak berwana deteksi dapat
dilakukan secara fisika ataupun kimia. Secara fisika, deteksi bercak komponen
umumnya dilakukan dengan melakukan pengamatan di bawah sinar ultraviolet
sebelum dan sesudah elusi. Panjang gelombang yang umum digunakan adalah 366
nm dan 254 nm. Beberapa senyawa terlihat sebagai bintik fosforescen atau
fluorescen

(Gritter et al, 1991).

Parasetamol

Parasetamol merupakan hasil metabolit fenasetin yang termasuk golongan obat


antiinflamasi non-steroid (OAINS) dan digunakan untuk meringankan nyeri dan
demam. Asetaminofen umumnya digunakan untuk meringankan sakit kepala dan
nyeri ringan lainnya serta obat utama dalam sejumlah pemulihan demam dan flu
(Pyka et al, 2013). Parasetamol memiliki pemeriaan berupa serbuk kristal putih atau
hampir putih, sedikit larut dalam air, mudah larut dalam alkohol, sangat sedikit larut
dalam diklorometana (Sweetman, 2009). Penggunaan dari parasetamol yang tidak
benar dan dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan efek samping serius
berupa nekrosis hati. Nekrosistubuli renalis serta koma hipoglikemi dapat juga
terjadi. Hepatotoksisitas juga dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15
gram (200-250 mg/kgBB) parasetamol

(Wilmana & Gan, 2009).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Penentuan Benda Asing

1. Sampel ditimbang
2. Disebarkan hingga menjadi suatu lapisan tipis ( dengan metode pooled
sampel, average sampel dan final sampel)
3. Dipisahkan benda asing dengan diayak dengan pengayak no 250
4. Benda asing yang diperoleh ditimbang dan dihitung.

B. Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik

 Pengujian organleptik
1. Ukuran : untuk simplisia utuh dan rajangan diukur panjang, lebar dan tebal.
2. Warna : diperiksa sampel dibawah sinar matahari dan bandingkan dengan
pembanding.
3. Karakteristik permukaan, tekstur dan retakan : diamati permukaan luar dan
permukaan potongan. Disentuh dan dirasakan apakah simplisia lembut,
kasar, berserat, halus, dan rasa.
4. Bau : dicium simplisia, bila tidak tercium bau, tekan dengan jari atau
masukan dalam air mendidih. Ditentukan kekuatan baunya (lemah, kuat,
tajam, menyengat) sensasinya (aromatik, bau, masam, bau jamur dll). Bisa
juga dibandingkan dengan bau bahan lain.
5. Rasa : dicicipi rasa simplisia, dinyatakan dengan rasa pahit, manis, pedas,
asin, asam, atau tajam).
 Pemeriksaan Mikroskopik

Diteteskan 1-2 tetes gliserol atau kloralhidrat pada kaca objek. Dibasahi ujung
jarum dengan air dan celupkan pada serbuk simplisia, diletakan pada kaca objek
dan diaduk, tutup kaca objek dan diamati.

C. Kromatografi Lapis Tipis


1. Serbuk jamu ditimbang 2g dan diekstraksi menggunakan cara panas selama
30 menit dengan pelarut metanol 50mL.
2. Filtrat disaring menggunakan kertas saring kemudian segera disiapkan
diatas Tangas air sampai menjadi ekstak kental.
3. Plat KLT yang berukuran 3x7cm diberi tanda batas pengembangan bawah
1cm dan batas pengembangan atas 0,5cm.
4. Ekstrak ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa papilet tepat pada
batas pengembangan bawah.
5. Kromatografi disiapkan dan uap pelarut dibiarkan jenuh selama 30menit.
6. Plat KLT yang sudah siap dimasukan kedalam bejana yang telah jenuh
dengan uap pelarut, proses elusi selesai jika fase gerak sudah mencapai
batas Pengambangan atas.
7. Plat KTL dikeringkan kemudian dilakukan pengamatan menggunakan
lampu UV 254 nm dan 365 nm.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Benda Asing

Benda asing yang ditemukan berupa : serbuk putih dan benang.

Bobot benda asing : 0,01 gram

4.2 Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis sampel

a) Data makroskopis sampel

Parameter Pemeriksaan Deksripsi Hasil Pemeriksaan


Aroma Bau lemah jamu
Warna Kuning kecoklatan
Rasa Sedikit pahit
Ukuran Serbuk
Tekstur Serbuk kasar

b) Hasil pengamatan mikroskopis sampel


Nama sampel : Jamu BERUANG
Perbesaran : 10x10
Pelarut yang digunakan : kloral hidrat 25%
c) Kromatografi lapis tipis
Sampel : Jamu BERUANG
Fase diam : silika gel
Fase gerak : n-heksan:etil asetat (1:1)
Pembanding bko : Parasetamol
Pembahasan

Jamu adalah obat tradisional berbahan alami warisan budaya yang telah
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi untuk kesehatan.
Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan serian
(generik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman dan dapat diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Sebagian besar masyarakat mengkonsumsi jamu karena percaya
memberikan manfaat yang cukup besar terhadap kesehatan baik untuk pencegahan
dan pengobatan terhadap suatu penyakit maupun dalam hal menjaga kebugaran dan
kecantikan dan meningatkan stamina tubuh. Sampai saat ini keberadaan jamu terus
berkembang. Hal ini terlihat pada permintaan terhadap jamu yang terus mengalami
peningkatan
Secara umum analisis obat tradisional jamu dikelompokkan menjadi 2
macam analisis, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif
berfungsi untuk mengidentifikasi jenis dari suatu zat atau simplisia yang terdapat
pada bahan bakunya, sedangkan analisis kuantitatif yaitu penetapan kadar atau
kemurnian dari zat atau simplisia yang akan dianalisis. Pengujian secara kualitatif
obat tradisional jamu biasanya digunakan untuk mengidentifikasi atau menganalisis
jenis bahan baku dari suatu simplisia baik dari jenis tumbuhan maupun jenis hewan.
Didalam pemeriksaan kualitatif ini, meliputi analisis sebagai berikut:
1. Pengujian organoleptis, yaitu pengujian untuk mengetahui kekhususan
bau dan rasa dari simplisia yang diuji.
2. Pengujian makroskopis, yaitu pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan kaca pembesar atau dengan indera. Fungsinya untuk
mencari kekhususan morfologi ukuran dan warna dari simplisia yang
diuji.
3. Pengujian mikroskopis, yaitu pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan mikroskop dengan pembesaran tertentu yang disesuaikan
dengan keperluan simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang,
membujur atau berupa serbuk. Fungsinya untuk mengetahui unsur-unsur
anatomi jaringan yang khas dari simplisia.
4. Pengujian histokimia.
5. Identifikasi kimia terhadap senyawa yang tersari.
Pengujian mikroskopis dan makroskopis dilakukan untuk menentukan jenis
simplisia. Pengujian histokimia dan identifikasi kimia dilakukan untuk mengetahui
kelompok utama zat aktifnya. Dari pengujian tersebut diatas dapat diketahui jenis
simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik untuk masing-masing
simplisia.
Penetapan secara kuantitatif meliputi :
1. Penentuan kadar kandungan, yaitu untuk mengetahui jumlah kandungan
yang terdapat pada simplisia yang diuji atau pada produk jamu setengah
jadi. Misalnya penentuan kadar tannin, alkaloida, minyak atsiri, glukosida,
flavonoida.
2. Penentuan kadar air, yaitu untuk mengetahui besarnya kandungan air yang
terdapat pada simplisia yang diuji.
3. Penentuan kadar abu.
4. Penentuan bahan organik asing

Pada percobaan kali ini dilakukan sampling atau pengambilan sampel pada
sediaan obat tradisional yaitu jamu. Sampling merupakan salah satu langkah awal
dalam proses standardisasi. Keabsahan kesimpulan yang diambil dari hasil analisa
suatu sampel tergantung pada apakah sampel dapat mewakili keseluruhan batch.
Proses pengambilan sampel pada jamu dilakukan melalui 3 tahap yaitu pembuatan
pooled sampel, average sampel, dan final sampel. Kemudian hasil sampling
disebarkan hingga menjadi suatu lapisan tipis agar terlihat bila ada benda asing pada
jamu. Dari hasil percobaan, ditemukan adanya benda asing pada jamu yang berupa
serbuk putih dan benang seberat 0,01gr. Tahap selanjutnya dilakukan pemeriksaan
mikroskopik dan makroskopik. Pada pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan
pengujian organoleptik atau menggunakan pancaindra dengan mendeskripsikan
bentuk, warna, bau, dan rasa. Sampel yang diuji dapat dideskripsikan seperti serbuk
halus berwarna kuning kecoklatan dengan aroma dan rasa khas jamu. Pemeriksaan
mikroskopik juga dilakukan dengan meletakkan sampel diatas kaca objek dan
ditetesi kloralhidrat 25% sehingga dapat diamati bentuk fragmen spesifik penyusun
pada sediaan jamu. Dengan perbesaran 10x10 dapat diketahui simplisia penyusun
jamu ini adalah Zingiberis rhizoma, Piperis nigri fructus, Gynurae segetum folium
dan ditemukan kristal setelah dilakukan mikrosublimasi.

Tahap terakhir dilakukan identifikasi bahan kimia obat (BKO) yaitu


parasetamol yang mungkin terkandung dalam jamu menggunakan metode
kromatografi lapis tipis. KLT adalah salah satu metode kromatografi yang
menggunakan fase diam berbentuk lapisan dan fase gerak berupa cairan, baik
tunggal maupun campuran. Hal yang harus dilakukan adalah mempersiapkan
sampel yang akan digunakan, terlebih dahulu sampel dimasukkan kedalam vial
kemudian dilarutkan dalam etanol dan disaring agar larutan menjadi jernih dan
tidak ada serbuk dari sampel jamu yang ikut masuk ke dalam vial. Fase diam yang
digunakan dalam praktikum ini adalah plat silica gel yang telah diberi tanda batas
bawah 1 cm dan tanda batas atas 0.5 cm. Tanda batas dibuat menggunakan pensil,
hal ini dilakukan karena warna pada pensil tidak akan terbawa oleh eluen dan tidak
akan mempengaruhi nilai Rf. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah pelarut
organik yaitu kloroform : metanol (6:4). Untuk pengamatan dilakukan penotolan
sampel dan bahan kimia obat (parasetamol) pada plat KLT menggunakan pipa
kapiler. Tanda batas bawah dibuat agar penotolan sampel yang dilakukan tidak
terkena eluen yang akan sangat mempengaruhi nilai Rf yang didapat. Sedangkan
tanda batas atas dibuat hanya untuk memudahkan saat mengamati jarak rambat dan
menghitung nilai Rf. Plat KLT yang sudah siap dimasukkan kedalam bejana
kromatografi yang berisi eluen jenuh hingga fase gerak mencapai batas atas.
Kemudian plat KLT dikeringkan dan diamati menggunakan lampu UV 254nm dan
365 nm. Dari hasil pengamatan, tampak jelas hanya ditemukan bercak sampel
berwarna kuning yang muncul pada permukaan plat dengan nilai Rf yaitu 1.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai sampling jamu


beruang yang memiliki khasiat sebagai meningkatkan stamina pria dilakukan
dengan metode Pooled Sample, Average Sample, dan Final Sample terdapat bahan
kimia obat atau BKO berupa paracetamol yang terkandung dalam jamu serta
terdapat benda asing berupa serbuk putih dan benang yang mengkontaminasi jamu
beruang.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, & Asni. (2009). Obat Asli Indonesia. Makassar: Indonesia Press.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Swharting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi.
Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung

Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan
oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB, Bandung.

Supriadi, 2001. Tumbuhan Obat Indonesia Penggunaan dan Khasiatnya. Jakarta:


Pustaka Obor

Wilmana, P.F., dan Gan, S.G., 2007. Analgesik-Antipiretik Analgesik


AntiInflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan, S.G.,
Editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru, 230- 240.
LAMPIRAN

 Perhitungan nilai Rf
nilai Rf = jarak yang ditempuh senyawa / jarak yang ditempuh pelarut
1. Sampel jamu = 0,5 cm / 3 cm

= 0,167 cm

2. BKO (pct) = 0,5 cm / 3 cm


= 0,167 cm
3. Rg = 0,167 cm / 0,167 cm
=1
 Dokumentasi foto
Mikroskopis
Kromatografi Lapis Tipis

Anda mungkin juga menyukai