Anda di halaman 1dari 175

BELAJAR

PORTOFOLIO
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Belajar dan Pembelajaran
Yang dibina oleh Bapak Drs. Pudyo Susanto, M.Pd.

Oleh :
Novita Ratnasari

140351600729

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA
Oktober 2015

PORTOFOLIO 1
Hari, tanggal
Judul

: Rabu, 19 Agustus 2015


: Pendahuluan dari Belajar dan

Pembelajaran
Kegiatan

Dalam membahas tentang pendahuluan dari belajar dan


pembelajaran ini, dosen memberikan bahan diskusi untuk
mahasiswa dan dibagi dalam beberapa kelompok. Kemudian
tiaptiap

perwakilan

dari

masing-masing

kelompok

menyampaikan hasil diskusi kelompoknya untuk dibandingkan


dengan hasil diskusi dari kelompok lain. Dosen memberikan
penjelasan kepada mahasiswa
disimpulkan

bersama-sama.

sehingga hasil diskusi dapat

Mahasiswa

mendengarkan

dan

mencatat materi yang disampaikan dosen sambil memahaminya


kemudian dosen memberi umpan balik kepada mahasiswa.
Dosen juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
bertanya tentang materi terkait hal tersebut yang belum
dipahami atau yang belum bisa dimengerti.
Dalam kegiatan ini menjadikan mahasiswa lebih mengerti
dan memahami tentang pendahuluan atau latar belakang dari
mata kuliah belajar dan pembelajaran.
Hasil studi di luar sekolah :
Di kebanyakan sekolah memang diterapkan suatu sistem di
mana para guru membimbing/mengajari siswanya. Disini terlihat
bahwa peran guru sangatlah besar pada hubungan antara siswa
dengan stimulus/perubahannya. Dengan adanya guru yang
membimbing/mengajari siswa maka siswa akan lebih mudah
memahami apa yang diajarkan. Dengan begitu, siswa akan lebih
mudah mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi pada
siswa ternyata tidak selalu mengarah ke hal-hal yang positif.
Oleh karena itu, guru selalu memberikan arahan kepada siswa-

siswanya,

sehingga

perubahan

yang

terjadi

pada

siswa

cara

untuk

merupakan perubahan ke arah hal-hal yang positif.


a. Studi Pustaka
Dalam

mempelajari

hubungan

serta

meningkatkan intensitas dan kualitas hubungan antara siswa


dengan stimulus / perubahannya dapat berlangsung apabila
terdapat

proses

belajar.

Dalam

proses

belajar,

siswa

membutuhkan stimulus seperti rangsangan dari internal dan


eksternal. Rangsangan internalnya berupa motivasi dari dalam
diri siswa yang berupa keinginan dari dirinya sendiri. Sedangkan
rangsangan eksternalnya adalah guru dan orang-orang yang
berada di lingkungan sosialnya. Sedangkan untuk meningkatkan
intensitas dan kualitas hubungan antara siswa dan stimulus
dengan melakukan berbagai pendekatan agar siswa merasa
nyaman sehingga bisa menerima penjelasan kita (guru) dan
dengan lebih memfasilitasi mereka.
Menurut Nasution (1982) dalam bukunya yang berjudul
Didaktik Asas Asas Mengajar, sebagai seorang guru, kita
perlu mengenal siswa. Abad keduapuluh pernah disebut abad
kanak kanak. Sekitar permulaan abad ini anak anak
mendapat perhatian dan dijadikan obyek penelitian. Anak diakui
sebagai manusia penuh dalam setiap masa perkembangannya
dan dihormati penuh sebagai menghormati orang lainnya.
Seorang ahli didik Amerika pernah mengatakan bahwa
perubahan yang terbesar yang terjadi dalam seperempat abad
akhir akhir ini adalah perubahan dalam hubungan antara guru
dengan siswa, yakni dari hubungan sebagai antara atasan dan
bawahan

menjadi

hubungan

persahabatan,

dimana

guru

menghormati pribadi anak.


Mengajar menurut pendapat modern tidak mungkin tanpa
mengenal murid. Kalau kita mengajar geografi, tak cukup kalau
kita menguasai bahan pelajaran itu, kita juga harus mengenal

anak sebab sebenarnya kita mendidik anak itu. Tidak boleh lagi
anak itu dianggap sebagai suatu bejana yang harus diisi oleh
guru dengan bahan pelajaran. Menurut penyelidikan, belajar
dengan efektif hanya mungkin, kalau anak itu sendiri turut aktif
dalam merumuskan serta memecahkan masalah. Malahan di
sekolah yang modern anak anak diturut sertakan menentukan
bahan

pelajaran,

tentu

dalam

rangka

tujuan

dan

filsafat

pendidikan yang dianut oleh sekolah itu. Bahan pelajaran tidak


dipaksakan kepada siswa.
Bahan pelajaran sering tidak dipahami anaka faedahnya. Hanya dengan
paksaan atau ancaman berupa angka buruk atau tinggal kelas anak itu akan
mempelajarinya. Di sekolah modern bahan pelajaran lebih menarik karena
disesuaikan dengan kebuuhan anak seperti:
1. Kebutuhan jasmaniah. Anak anak suka bergerak dan melakukan
olahraga. Pendidikan jasmani menarik minat anak anak. Soal makan,
tidur dan kebiasaan mengenai kesehatan mudah memikat perhatian anak.
2. Kebutuhan sosial. Sekolah harus juga dipandang sebagai lembaga tempat
anak-anak belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman-teman
sebaya yang berbeda mengenai jenis kelamin, suku bangsa, agama, status
sosial, atau pendapat. Guru harus menciptakan suasana kerjasama antara
siswa-siswa. Belajar kelompok harus lebih banyak dijadikan metode untuk
menumbuhkan rasa sosial. Guru hendaknya pula lebih memperhatikan
anak-anak pendiam yang menyendiri. Menurut ahli ilmu jiwa anak
pendiam banyak mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya kepada
ligkungan sosialnya daripada anak-anak yang ribut di dalam kelas.
3. Kebutuhan intelektual. Bahan pelajaran yang dipaksa oleh rencana
pelajaran yang ditetapkan oleh pihak atasan, sering kurang sesuai dengan
minat anak. Selain dari itu perlu lebih banyak diperhatikan kegemaran atau
hobby anak-anak.
Robbert J. Havighurst dalam bukunya Human Development and
Education mengemukakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan anak dan
pemuda. Katanya bahwa setiap orang harus memenuhi tugas-tugas tertentu dalam
hidup masing-masing, yang disebutnya developmental task. Kesanggupan

memenuhi tugas itu akan memberi kepadanya rasa kepuasan dan kebahagiaan.
Sebaliknya kegagalan memenuhinya akan menimbulkan kekecewaan, rasa tak
senang dan kecaman dari pihak lingkungan. Misalnya, pada masa perkembangan
tertentu seorang anak harus dapat makan sendiri, berpakaian sendiri,
mengeluarkan pendapatnya dengan bahasa yang teratur mengurus diri sendiri,
berumah tangga sendiri dan sebagainya. Itulah tugas-tugas yang dibebankan pada
bahu setiap orang sesuai dengan masa perkembangaannya. Developmental task
yang harus dipenuhi oleh pemuda-pemuda ialah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Memahami dan menerima baik keadaan jasmaniah


Memperoleh hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya
Mencapai hubungan yang lebih matang dengan orang dewasa
Mencapai kematangan emosional
Menuju kepada keadaan berdiri sendiri dalam lapangan finansiil
Mencapai kematangan intelektual
Membentuk pandangan hidup
Mempersiapkan diri untuk mendirikan rumah tangga sendiri
Untuk mengajar dengan baik diperlukan keterangan yang selengkap-

lengkapnya tentang siswa. Oleh sebab itu sekolah modern dengan sengaja
mengumpulkan keterangan-keterangan itu sejak anak itu masuk sekolah.
Keterangan itu senantiasa diperlengkapi selama anak itu belajar di sekolah dan
agar dapat sedalam-dalamnya mengenal latar belakang siswa.
Bila anak itu pindah sekolah maka keterangan itu dikirimkan ke sekolah
yang baru. Secara ideal, kumpulan keterangan itu mengikuti anak itu dari
Sekolah Dasar sampai Universitas. Tentu saja segala keterangan itu bersifat
rahasia dan hanya dipergunakan untuk kebaikan anak itu.
Kumpulan keterangan itu dalam bahasa asingnya disebut permanent
cumulative record atau catatan yang permanen yang dapat berisi keterangan
mengenai:
1. Keterangan pribadi anak: nama, tanggal dan tempat lahir, kebangsaan,
jenis kelamin, alamat, nama orang tua atau wali, tanggal masuk sekolah.
2. Kepandaian: angka-angka rapor, hasil-hasil tes, tinggal kelas.
3. Kesehatan: penyakit-penyakit, cacat badan, kebiasaan hidup,
perkembangan berat, tinggi badan, dan sebagainya.
4. Keadaan rumah: pekerjaan ayah/ibu, jumlah adik/kakak, suku bangsa
orang tua, pendidikan orang tua, agama orang tua, ada tidaknya ayah/ibu,
suasana rumah dan sebagainya.

5. Riwayat sekolah: kerajinan bersekolah, kemangkkran, hukuman, hadiah,


6.
7.
8.
9.

pujian.
Kesanggupan istimewa, hobby.
Sifat-sifat pribadi (watak): suka bergaul. Pendiam, jujur dan sebagainya.
Cita-cita untuk kemudian hari, jabatan yang diinginkan.
dan sebagainya yang masih dirasa perlu.
Kumpulan keterangan ini dilengkapi foto, hasil karya anak berupa

karangan, gambar, hasil ujian dan sebagainya, catatan berkala oleh guru sebagai
hasil pengamatan, hasil-hasil interview, kesulitan-kesulitan anak dalam pelajaran.
Setiap guru memberi sumbangan untuk memperlengkap keterangan tentang
murid.
Banyak cara untuk mengenal siswa, di antaranya ada yang sudah
dilakukan diatas, ada pula yang memerlukan alat serta latihan khusus seperti tes,
observasi (kelakuan anak di dalam kelas), mengunjungi rumah, interview
(Nasution, 1982).
Guru juga harus memberikan stimulus dari rangsangan internal berupa
motivasi. Menurut Sartain (1958) (dalam M. Ngalim, 1992) pada umumnya suatu
motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu
organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan atau perangsang.
Tujuan adalah yang menentukan atau membatasi tingkah laku organisme itu. Jika
yang kita tekankan adalah faktanya/obyeknya, yang menarik organisme itu, maka
kita pergunakan istilah perangsang (incentive).
Banyak bakat anak tidak berkembang karena tidak diperolehnya motivasi
yang tepat. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga
yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga. Motivasi
merupakan pendorong bagi perbuatan seseorang. Ia menyangkut soal mengapa
seseorang berbuat demikian dan apa tujuannya sehingga ia berbuat demikian (M.
Ngalim, 1992).
b. Browsing internet
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang di anggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar. Seseorang di
katakana belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari bahwa

dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan. Stimulus adalah apa saja yang di
berikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa
terhadap stimulus yang di berikan oleh guru.
Menurut Arden N. Frandsen, mengatakan bahwa hal yang mendorong
seseorang untuk belajar antara lain:
1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebis luas
2. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan
teman
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha
yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi
5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar
Belajar stimulus dan respon mengacu pada proses perubahan perilaku
yang di hasilkan oleh adanya relasi antara stimulus atau rangsangan dan respon
atau jawaban atas stimulus. Misalnya seseorang yang mendengar suara music ia
akan langsung mengetukkan kakinya mengikuti irama music tersebut. Respon
adalah perilaku yang lair sebagai hasil masuknya stimulus ke dalam pikiran
seseorang. Proses pembelajaran yang baik ialah yang memungkinkan terjadinya
relasi antara stimulus dan respon dengan baik. Untuk itu, maka stimulus harus
benar- benar dapat member rangsangan atau stimulus. Pertanyaan yang singkat
dan jelas akan dapat mengundang respon yang lebih baik dari pada pertanyaan
panjang yang berbelit- belit yang mungkin bisa menyesatkan. Oleh karena itu,
guru harus mampu memilih rangsangan yang baik dan mampu memberi
rangsangan yang baik.
Ada beberapa teori mengenai stimulus dan respon, di antaranya:
1. Teori Ivan Petrovich Pavlov
Memunculkan reaksi yang di inginkan, maka stimulus harus di lakukan
secara berulang- ulang, dalam artian semuanya tergantung dari kebiasaan yang di
lakukan.
2. Teori Asosiasi Edward L. Thorndike
Ketika melakukan sesuatu memang harus ada kegagalan - kegagalan
sebelumnya. Ketika ia gagal maka ia akan terus mencoba sampai akhirnya ia bisa
berhasil.

3. Teori Behaviorisme dari Jhon Broades Watson


Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan
sekitarnya. Dengan kata lain, lingkunganlah yang membentuk kepribadian
manusia.
4. Teori Kesegaran dari Edwin Guthrie
Seseorang di anggap belajar apabila ada perubahan dalam tahap akhir pada
sebuah situasi.
5. Teori Burrhus Frederic Skinner ( 1904-1990)
Terdapat penguatan positif dan penguatan negative dalam proses
pembelajaran. Penguatan positif dan negative ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dalam proses pembelajaran.
(Samuel, 2009-2015).
Hubungan antara stimulus dan respon akan semakin erat jika sering di
latih dan semakin kurang apabila jarang di latih. Dalam mengajar kita harus
perhatikan situasi peserta didik dan perhatikan respon yang di harapkan dari
situasi tersebut. Hendaknya guru mampu menciptakan hubungan respon dengan
sengaja dan membuat hubungan sedemikian rupa sehingga menghasilkan stimulus
dan respon yang baik (kompasiana.com).
Terdapat banyak aspek eksternal yang berpengaruh terhadap diri siswa di
sekolah. Teman-teman, struktur sekolah, suasana kelas, kebersihan, peralatan dan
banyak hal lainnya adalah contoh dari sekian banyak stimulus yang mestinya
diperhatikan untuk kesuksesan proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Namun
diantara semua itu, aspek guru merupakan stimulus yang paling besar
pengaruhnya. Bagaimana semangat, kreativitas, ketekunan dan kesabaran guru
dalam mengajar akan menentukan proses pengkondisian siswa dalam belajar
(kompasiana.com).
Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak baik yang internal
maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah
akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti
penguatan ikatan, asosiasi, sifat, kecendrungan perilaku S R (Stimulus
Respon). Maka dengan memperhatikan kondisi internal dan eksternal peserta
didik akan lebih membantu dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Secara

sadar bahwa dalam proses belajar ini yang diutamakan adalah bagaimana individu
dapat menyelesaikan dan terhadap rangsangan kehidupan kemudian individu ini
mengadakan reaksi. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan
kegiatan sekaligus menyelesaikan dan akhirnya mendapatkan hasil yang
mengakibatkan perubahan pada dirinya. Sebagai hal baru serta menambah
pengetahuan. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap positif artinya apabila
seseorang belajar sesuatu hal yang baru tergantung stimulus disekitarnya (faktor
lingkungan yang kondusif memberikan kenyamanan dalam proses belajar)
termasuk keaktifan proses mental yang sering dilatih dan akhirnya menjadi suatu
kegiatan yang terbiasa (kompasiana.com).
Jurnal kuliah
a. Pemahaman sebelum perkuliahan :
Pendidikan merupakan serangkaian aktivitas oleh pelaku
pendidikan, guru dan siswa, beserta unsur-unsurnya untuk
mencapai tujuan pendidikan, yaitu menciptakan manusia yang
berdaya. Kegiatan yang berlangsung di dalamnya adalah proses
belajar mengajar, guru menyampaikan informasi sedangkan
siswa menerima informasi. Dengan kata lain, pendidikan adalah
seni mengolah informasi.
Secara kontekstual, hal yang paling umum untuk diamati dalam proses
pendidikan adalah bagaimana guru dan siswa memainkan perannya dalam
panggung pendidikan serta bagaimana hubungan dari keduanya. Peran guru dalam
pendidikan adalah sebagai fasilitator dan motivator.
Siswa merupakan objek pendidikan. Umumnya, siswa seringkali meniru
tingkah laku, gaya berbicara maupun kebiasaan tertentu yang dilakukan oleh guru
favoritnya. Hal yang ditiru dari guru favoritnya ini seringkali berupa hal yang
positif. Tetapi terkadang beberapa siswa juga meniru hal negatif yang dilakukan
oleh guru. Guru harus bisa membuat siswa terbuka dan merasa nyaman terhadap
dirinya agar dirinya (guru) bisa lebih mudah dalam mengarahkan siswa untuk
berubah menjadi yang lebih baik lagi dalam tingkah laku, kebiasaan, serta pola
pikirnya.

b. Pemahaman setelah perkuliahan :


Perkuliahan ini diawali dengan

berdiskusi

tentang

hubungan serta cara untuk meningkatkan intensitas dan kualitas


hubungan

antara

siswa

dengan

stimulus

perubahannya.

Kelompok kami berpendapat bahwa hubungan antara siswa


dengan perubahnnya ada apabila terdapat proses belajar. Dalam
proses belajar, siswa membutuhkan stimulus seperti rangsangan
dari internal dan eksternal. Rangsangan internalnya berupa
motivasi dari dalam diri siswa yang berupa keinginan dari dirinya
sendiri. Sedangkan rangsangan eksternalnya adalah guru dan
orang-orang yang berada di lingkungan sosialnya. Sedangkan
untuk meningkatkan intensitas dan kualitas hubungan antara
siswa dan stimulus dengan melakukan berbagai pendekatan agar
siswa merasa nyaman sehingga bisa menerima penjelasan kita
dan

dengan

lebih

memfasilitasi

mereka.

Setelah

dibahas

bersama, bisa disimpulkan bahwa hubungan antara siswa


dengan

stimulus

memerlukan

proses

belajar

dan

untuk

meningkatkan intensitas dan kualitas hubungan antara siswa


dengan stimulus / perubahannya diperlukan adanya guru sebagai
fasilitator bagi para siswa.
Guru
Pembelajaran

Belajar Stimulus
/
perubah
Guru sebagai model, fasilitator, pengelola kelas (manajemen

kelas, pengatur strategi dan evaluator.


Siswa melakukan respon yang berupa perubahan perilaku

Siswa

(pola

berpikir,

sikap,

moral,

dan

lain-lain)

serta

pengembangan

kecakapan

(kecakapan

psikomotorik,

kecakapan moral, dan lain-lain)


Tiga Masalah Pokok Belajar dan Pembelajaran:
1. Apa yang ingin kita lakukan kepada anak-anak untuk meraih
pembelajaran tentang IPA?
2. IPA yang mana yang cocok / pantas untuk anak-anak?
3. Apa yang dapat kita lakukan untuk membantu mereka
mendapatkan pembelajaran IPA yang pantas untuk mereka?
Semua pertanyaan diatas adalah obyek dari Belajar dan
pembelajaran
Pengetahuan itu terdapat di siswa (otak). Interaksi antara
lingkungan dipelajari oleh siswa dan akan diproses di dalam otak
menjadi sebuah pengetahuan.
Pengetahuan
Terdapat dua jenis pengetahuan, yaitu :
1. Pengetahuan Non Ilmiah, adalah pengetahuan tanpa metode
ilmiah
2. Pengetahuan Ilmiah, adalah pengetahuan dengan metode
ilmiah serta disebut dengan ilmu pengetahuan dan ilmu
atau sekarang disebut sains
Sains (Means different thing to different people)
1. Sains dapat diartikan sebagai produk.
2. Science is a body of knowledge:
- Fakta : informasi tentang kejadian atau kenyataan, hal
-

yang sudah diketahui (tertulis di buku)


Konsep : fakta yang digeneralisasikan
Prinsip : gabungan antara konsep-konsep yang menjadi
sebuah prinsip
Contoh
:

bila

dipanaskan

Benda memuai
Aluminium memuai bila dipanaskan

bila

dipanaskan

Besi

memuai

Air memuai bila dipanaskan


Proses
1. Science is a way of thinking and acting
2. Science is a way of investigating
3. Science is science process skill
Jadi, kalau yang ada di buku itu pengetahuannya, maka
sains adalah proses untuk mendapatkan atau benar-benar
memahami seluruh isi buku dengan fenomena lingkungan
sekitar.
Sikap
Sebagai orang yang mempelajari ilmu sains, kita harus memiliki
sikap :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Berpikir logis (rationality)


Rasa ingin tahu (curiosity or inquisitiveness)
Objectivity and intelectual honesty / impersonal
Open mindedness
Teguh dalam keyakinan (Perseverance)
Rendah hati (humility)
Ability to accept failure
Skepticism
Tidak menyukai tahayul (aversion to superstition)

Lingkungan
Benda alam
1. Abiotik : tanah, air, udara, api
2. Biotik : Tumbuhan, hewan
Gejala alam
1. Cuaca : suhu, kelembaban, tekanan udara
Kejadian alam
1. Aliran sungai : sungai, gelombang laut, angin, hujan
2. Bencana : banjir, gunung meletus, tsunami
3. Pencemaran : udara, air, tanah
Masyarakat
1. Manusia
- Individu
- Keluarga
- Populasi

2. Lembaga
- Pemerintah
- Keagamaan
- Sosial
3. Fasilitas umum
- Pasar
- Jalan raya
- Tempat rekreasi
4. Dunia usaha
- Industri
- Jasa
- Perdagangan
5. Rumah sakit
- Poliklinik
- Puskesmas
- Rumah sakit umum
Teknologi (tradisisonal vs modern)
1. Pertukangan :
- Kayu
- Besi
- Kimia
2. Pertanian :
- Bercocok tanam
- Peternakan
- Perikanan
3. Kerajinan :
- Kayu
- Kain
- Mineral

Sains Teknologi-Masyarakat-Sets
Isu Technology

Isu Masyarakat

Isu Sains
Salingtemas-Sets
Isu Lingkungan

Isu Sains

Isu Technology

Isu Masyarakat
Bahan Ajar

SAINS

LINGKUNGAN

TEKNOLOGI

MASYARAKAT

- Fakta

- Pencemaran

- Pelestarian

Ekonomi
- Konsep

- G. Meletus

- R. Genetika

Politik
- Prinsip
- Prosedur

- Bencana
- Ekosistem

- Biotek
- Konvensional/
Modern

- Sosial
- Budaya
- Kesehatan

VERBAL - - - - - - - - - - - - - - IONIC - - - - - - - - - - - - -ENACTIVE


Kesimpulan :
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara siswa dengan stimulus/perubahannya adalah
belajar. Dengan belajar siswa akan mengalami perubahan, baik
perubahan dalam pengetahuan (pengetahuannya bertambah)
maupun perubahan tingkah laku (menjadi lebih baik dan lebih
sopan).
Jika intensitas dan kualitas hubungan antara siswa dengan
stimulus/perubahannya kurang baik, maka perlu adanya seorang
guru

yang

dapat

membimbing

siswa

tersebut

untuk

meningkatkan

intensitas

dan

kualitas

belajar.

Guru

dapat

memanipulasi stimulus yang akan memengaruhi perubahan pada


siswa. Belajar ada pada diri siswa, sedangkan pembelajaran
merupakan interferensi guru terhadap proses belajar.
Daftar Rujukan:
Gunawan, Samuel T. 2009-2015. Makna Sebuah Integritas. Sumber:
artikel.sabda.org. Diakses: 24 September 2015 pukul 16.04 WIB.
Nasution, S. 1982. Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung: Penerbit Jemmars.
Purwanto, M. Ngalim. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: Penerbit PT Remaja
Rosdakarya.
Teori Belajar Stimulus Respon. Sumber: www.kompasiana.com. Diakses: 24
September 2015 pukul 19.29 WIB.

PORTOFOLIO 2
Hari, tanggal

: Rabu, 26 Agustus 2015

Judul

: Integritas dan Belajar

Kegiatan

Dalam mempelajari atau membahas tentang Integritas dan


Belajar, dosen memberikan penjelasan kepada mahasiswa,
mahasiswa

mendengarkan

dan

mencatat

materi

yang

disampaikan dosen sambil memahaminya kemudian dosen


memberi

umpan

balik

kepada

mahasiswa.

Dosen

juga

memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya


tentang materi terkait hal tersebut yang belum dipahami atau
yang belum bisa dimengerti. Pada perkuliahan hari ini, dosen
memberikan beberapa video motivasi serta beberapa kata-kata
yang dapat membuat mahasiswa termotivasi sebagai sisipan
dalam menyampaikan materi perkuliahan supaya perkuliahan
tidak terkesan monoton dan membosankan.
Dalam

kegiatan

ini

menjadikan

mahasiswa

lebih

bersemangat lagi dalam menjalani keseharian dan menggapai


suatu impian serta belajar untuk menghargai hal-hal kecil atau
hal-hal yang terkesan sepele yang dilakukan orang lain tetapi
lama-kelamaan
Mahasiswa

dapat

juga

lebih

berdampak
mengerti

besar
dan

bagi

kita

memahami

semua.
tentang

pentingnya berintegritas serta terus belajar dimanapun kita


berada dan tentang apa saja.
Hasil studi di luar sekolah :
a. Studi Pustaka

Integritas diartikan sebagai bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai


dan kode etik, Dengan kata lain integritas diartikan sebagai satunya kata dengan
perbuatan. Paul J. Meyer menyatakan bahwa integritas itu nyata dan terjangkau
dan mencakup sifat seperti: bertanggung jawab, jujur, menepati kata-kata, dan
setia. Jadi, saat berbicara tentang integritas tidak pernah lepas dari kepribadian
dan karakter seseorang, yaitu sifat-sifat seperti: dapat dipercaya, komitmen,
tanggung jawab, kejujuran, kebenaran, dan kesetiaan (Bertens, 1997).
Betapa sering kita meremehkan dan memandang sebelah mata terhadap
arti penting sebuah integritas. Padahal, walaupun ada pengorbanan dan harga yang
harus dibayar demi sebuah integritas, akan lebih banyak risiko dan akibat fatal
yang terjadi jika harus mengorbankan integritas. Bila kita tidak memperhatikan
sikap dan tindakan, kenikmatan sesaat seringkali berujung pada akibat buruk yang
berkepanjangan (Bertens, 1997).
Apakah makna integritas bagi kita? Pertama, integritas berarti komitmen
dan loyalitas. Apakah komitmen itu? Komitmen adalah suatu janji pada diri
sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan-tindakan seseorang.
Seseorang yang berkomitmen adalah mereka yang dapat menepati sebuah janji
dan mempertahankan janji itu sampai akhir, walau pun harus berkorban. Banyak
orang gagal dalam komitmen. Faktor pemicu mulai dari keyakinan yang goyah,
gaya hidup yang tidak benar, pengaruh lingkungan, hingga ketidakmampuan
mengatasi berbagai persoalan kehidupan. Gagal dalam komitmen menujukkan
lemahnya integritas diri. Kedua, berintegritas berarti menguasai dan mendisiplin
diri. Banyak orang keliru menggambarkan sikap disiplin sehingga menyamakan
disiplin dengan bekerja keras tanpa istirahat. Padahal sikap disiplin berarti
melakukan yang seharusnya dilakukan, bukan sekedar hal yang ingin dilakukan.
Disiplin mencerminkan sikap pengendalian diri, suatu sikap hidup yang teratur
dan seimbang. Ketiga, berintegritas berarti berkualitas. Kualitas hidup seseorang
itu sangat penting. Kualitas menentukan kuantitas. Bila kita berkualitas maka
hidup kita tidak akan diremehkan. Kitab Suci menuliskan dengan gamblang
tentang kehidupan para tokoh Alkitab, ada yang gagal ada yang berhasil. Integritas

hidup berkualitas adalah kehidupan yang membiarkan orang luar menilai diri kita.
Pada saat menyenangkan ataupun pada saat tidak menyenangkan Bertens, 1997).
Filsuf Herb Shepherd (Antonius, 2002:135-136) (dalam Antonius)
menyebutkan integritas diri sebagai kesatuan yang mencakup empat nilai, yaitu
perspektif (spiritual), otonomi (mental), keterkaitan sosial, dan tonus (fisik).
George Sheehan menjabarkan integritas diri sebagai kesatuan empat peran, yaitu
menjadi binatang yang baik (fisik), ahli pertukangan yang baik (mental), teman
yang baik (sosial), dan orang suci (spiritual) (Antinius).
Kedua tokoh itu, walau dengan istilah yang agak berbeda, namun samasama menyebutkan hal yang merupakan unsur penting dalam diri manusia, yakni
fisik, sosial, dan mental-spiritual. Unsur penting tersebut merupakan dimensi
dasar diri manusia. Integritas diri dilihat sebagai keterpaduan sinergis dan saling
mendukung antara ketiga dimensi dasar tersebut dalam kehidupan seseorang.
Ketiganya berkembang secara seimbang sehingga dapat saling mendukung dalam
menjalani kehidupan secara lebih manusiawi. Inilah pengertian yang lebih luas
tentang integritas diri (Antonius).
Jarang sekali orang kehilangan integritas secara mendadak. Biasanya
dimulai dengan menurunnya standar integritas secara perlahan hingga sulit
disadari dan sukar dihentikan sampai akhirnya mencapai akhir yang mematikan.
Seperti seorang anak, orang memulainya dengan mencuri permen dan bukan
mobil. Dalam kaitan dengan integritas, hal kecil itu penting. Oleh karena itu,
untuk memiliki keunggulan integritas, orang tidak boleh mengabaikan hal kecil,
seperti berbohong untuk hal sederhana atau mengambil sesuatu milik orang lain
tanpa izin (mencuri), sekecil apa pun itu. Membangun integritas diri berarti
memulainya dan memperlihatkannya dari hal kecil (Antonius).
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana prses belajar
yang dialami oleh siswa sebagai anak didik (Slameto, 1995).

Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar terutama


belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. Pengertian
belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi termasuk ahli
psikologi pendidikan (Slameto, 1995).
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,
1995).
Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar,
terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi, diantaranya:
1. Hilgard dan

Bower, dalam buku Theoris of Learning (1975)

mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku


seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon
pembawaan,

kematangan,

atau

keadaan-keadaan

sesaat

seseorang

(misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagagainya).


2. Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1977) menyatakan bahwa
belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan
mempengaruhi

siswa

sedemikian

rupa

sehingga

perbuatannya

(performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke


waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
3. Morgan, dalam buku Introduction to Psichology (1978) mengemukakan
belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku
yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
4. Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan
belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan
diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan


adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar,
yaitu bahwa:
1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, diaman
perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi
juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
2. Blajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar,
seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap,
harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.
Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti.
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti perubahan
dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, ketrampilan,
kecakapan, kebiasaan, atau pun sikap.
(M. Ngalim, 1992).
Good dan Brophy dalam bukunya Educational Psychology: A Realistic
Approach mengemukakan arti belajar dengan kata yang singkat, yaitu Learning is
the development of new associations as a result of experience. Beranjak dari
definisi yang dikemukakannya itu selanjutnya ia menjelaskan bahwa belajar itu
suatu proses yang benar-benar bersifat internal (a purely internal event). Belajar
merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi di
dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan
belajar menurut Good dan Brophy bukan tingkah laku yang nampak, tetapi
terutama adalah prosesnya yang terjadi secara internal di dalam diri individu
dalam usahanya memperoleh hubungan-hubungan baru. Hubungan baru itu dapat
berupa antara perangsang-perangsang, antara reaksi-reaksi, atau perangsang dan
reaksi. Faktor-faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan proses belajar
ialah: kematangan, penyesuaian diri/adaptasi, menghafal/mengingat, pengertian,
berpikir dan latihan. Namun kita harus dapat membedakan antara faktor-faktor
tersebut dengan pengertian belajar itu sendiri (M. Ngalim, 1992).

b. Browsing internet
Kata integritas berasal dari bahasa Inggris yakni integrity,
yang berarti menyeluruh, lengkap atau segalanya. Kamus Oxford
menghubungkan arti integritas dengan kepribadian seseorang
yaitu jujur dan utuh. Ada juga yang mengartikan integritas
sebagai keunggulan moral dan menyamakan integritas sebagai
jati diri (Samuel, 2009-2015).
Integritas juga diartikan sebagai bertindak konsisten sesuai dengan nilainilai dan kode etik, Dengan kata lain integritas diartikan sebagai satunya kata
dengan perbuatan. Paul J. Meyer menyatakan bahwa integritas itu nyata dan
terjangkau dan mencakup sifat seperti: bertanggung jawab, jujur, menepati katakata, dan setia. Jadi, saat berbicara tentang integritas tidak pernah lepas dari
kepribadian dan karakter seseorang, yaitu sifat-sifat seperti: dapat dipercaya,
komitmen, tanggung jawab, kejujuran, kebenaran, dan kesetiaan (Samuel,
2009-2015).
Orang Tiongkok berhasil membangun tembok batu yang kuat dan dapat
diandalkan, tetapi gagal membangun integritas pada generasi berikutnya.
Seandainya, penjaga pintu gerbang tembok itu memiliki integritas yang tinggi, ia
tidak akan menerima uang suap itu yang tidak hanya menghancurkan dirinya tapi
juga orang lain (Samuel, 2009-2015).
Betapa sering kita meremehkan dan memandang sebelah
mata terhadap arti penting sebuah integritas. Padahal, walaupun
ada pengorbanan dan harga yang harus dibayar demi sebuah
integritas, akan lebih banyak risiko dan akibat fatal yang terjadi
jika

harus

mengorbankan

integritas.

Bila

kita

tidak

memperhatikan sikap dan tindakan, kenikmatan sesaat seringkali


berujung pada akibat buruk yang berkepanjangan (Samuel,
2009-2015).
Suatu penelitian menyatakan bahwa perbedaan antara
negara berkembang (miskin) dan negara maju (kaya) tidak
tergantung pada usia negara itu. Contohnya negara India dan

Mesir, yang usianya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap
terbelakang (miskin). Di sisi lain Negara seperti Singapura,
Kanada, Australia dan New Zealand, negara yang umurnya
kurang dari 150 tahun dalam membangun, saat ini mereka
adalah bagian dari negara maju di dunia, dan penduduknya tidak
lagi miskin (Samuel, 2009-2015).
Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga
tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin Jepang
mempunyai area yang sangat terbatas, di mana daratannya
delapan puluh persen berupa pegunungan dan tidak cukup untuk
meningkatkan pertanian dan peternakan Tetapi, saat ini Jepang
menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana
suatu negara industri terapung yang besar sekali, mengimpor
bahan baku dari semua negara di dunia dan mengekspor barang
jadinya. Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat tetapi
sebagai segara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss
sangat

kecil,

hanya

sebelas

persen

daratannya

ang

bisa

ditanami. Swiss juga mengolah susu dengan kualitas terbaik.


(Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di
dunia). Bank-bank di Swiss juga saat ini menjadi bank yang
sangat disukai di dunia (Samuel, 2009-2015).
Para eksekutif dari negara maju yang berkomunikasi
dengan temannya dari negara terbelakang akan sependapat
bahwa

tidak

ada

perbedaan

yang

signifikan

dalam

hal

kecerdasan. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara


asalnya ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di
negara-negara maju dan kaya di Eropa. Ras atau warna kulit juga
bukan faktor penting (Samuel, 2009-2015).
Lalu, apa perbedaannya? Perbedaannya adalah pada sikap
atau perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk sepanjang
tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan analisis
atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa
mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti dan mematuhi

prinsip-prinsip dasar kehidupan yang salah satu dari prinsip


dasar itu adalah integritas diri (Samuel, 2009-2015).
Apakah makna integritas bagi kita? Pertama, integritas
berarti tanggung jawab. Tanggung jawab adalah tanda dari
kedewasaan pribadi. Orang yang berani mengambil tanggung
jawab

adalah

memperbaiki

mereka
keadaan,

yang
dan

bersedia
melakukan

mengambil
kewajiban

risiko,
dengan

kemampuan yang terbaik. Peluang menuju sukses terbuka bagi


mereka. Sementara itu, orang yang melarikan diri dari tanggung
jawab merasa seperti sedang melepaskan diri dari sebuah beban
(padahal tidak demikian). Semakin kita lari dari tanggung jawab,
semakin kita kehilangan tujuan dan makna hidup. Kita akan
semakin merosot, merasa tidak berarti dan akhirnya menjadi
pecundang
dipercaya,

(penghasut).
jujur

dan

Kedua,

setia.

integritas

Kehidupan

kita

berarti
akan

dapat
menjadi

dipercaya, apabila perkataan kita sejalan dengan perbuatan kita;


tentunya dalam hal ini yang kita pandang baik atau positif.
Sebuah

pribahasa

mengatakan

Kemarau

setahun

akan

dihancurkan oleh hujan sehari, yang artinya segala kebaikan


kita akan runtuh dengan satu kali saja kita berbuat jahat
(Samuel, 2009-2015).
Ketiga, integritas berarti konsisten. Konsisten berarti tetap
pada pendirian. Orang yang konsiten adalah orang yang tegas
pada keputusan dan pendiriannya tidak goyah. Konsisten bukan
berarti sikap yang keras atau kaku. Orang yang konsisten dalam
keputusan dan tindakan adalah orang yang memilih sikap untuk
melakukan apa yang benar dengan tidak bimbang, karena
keputusan yang diambil beradasrkan fakta yang akurat, tujuan
yang jelas, dan pertimbangan yang bijak. Selalu ada harga yang
harus dibayar untuk sebuah konsistensi dimulai dari penguasaan
diri dan sikap disiplin (Samuel, 2009-2015).
Keempat, berintegritas berarti menguasai dan mendisiplin
diri. Banyak orang keliru menggambarkan sikap disiplin sehingga

menyamakan disiplin dengan bekerja keras tanpa istirahat.


Padahal sikap disiplin berarti melakukan yang seharusnya
dilakukan, bukan sekedar hal yang ingin dilakukan. Disiplin
mencerminkan sikap pengendalian diri, suatu sikap hidup yang
teratur dan seimbang (Samuel, 2009-2015).
Di dalam bukunya You and Your Family, Dr. Tim La Haye
memberikan diagram silsilah dua orang yang hidup pada abad
18. Yang pertama adalah Max Jukes, seorang penyelundup
alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr. Jonathan
Edwards,

seorang

pendeta

yang

saleh

dan

pengkhotbah

kebangunan rohani. Jonathan Edwards ini menikah dengan


seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup yang
baik. Melalui silsilah kedua orang ini ditemukan bahwa dari Max
Jukes terdapat 1.026 keturunan: 300 orang mati muda, 100
orang dipenjara, 190 orang pelacur, 100 orang peminum berat.
Dari

Dr.

Edwards

terdapat

729

keturunan:

300

orang

pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang penulis,


3 orang pejabat pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika.
Dari diagram tersebut kita bisa melihat bahwa kebiasaan,
keputusan

dan

nilai-nilai

dari

generasi

terdahulu

sangat

mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya (Samuel, 20092015).


Sekitar tahun 65 M silam, Rasul Paulus menasehati
pemimpin

muda

Timotius

agar

menjadi

teladan

dalam

perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam


kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. Keteladan ini adalah
syarat paling penting bagi Paulus maupun Timotius sebagai
pemimpin Kristen pada masa itu. Kata teladan ini dalam
bahasa Yunani adalah tufos yang berarti model, gambar,
ideal, atau pola. Menurut pengertian ini orang Kristen harus
menjadi teladan dalam perkataan dan tindakan. Menjadi teladan
dalam perkataan dan perbuatan inilah yang sekarang ini kita

sebut sebagai integritas, karena pada dasarnya integritas


adalah satunya kata dengan perbuatan (Samuel, 2009-2015).
Berikut ini adalah pengertian dan definisi belajar menurut
beberapa ahli:
1. Nasution, belajar adalah menambah dan mengumpulkan
sejumlah pengetahuan.
2. Notoadmodjo, Belajar adalah usaha untuk menguasai segala
sesuatu yang berguna untuk hidup.
3. Ahmadi A., belajar adalah proses perubahan dalam diri
manusia.
4. Oemar H.,

belajar

adalah

bentuk

pertumbuhan

atau

perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam caracara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
5. Cronbach, belajar sebaik-baiknya adalah dengan mengalami
dan dalam mengalami itu menggunakan panca indranya.
6. Winkel, belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilakn perubahan - perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap.
7. Noehi Nasution, belajar adalah suatu

proses

yang

memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah


laku sebagai hasil terbentuknya respon utama, dengan syarat
bahwa perubahan atau munculnya perilaku baru itu bukan
disebabkan oleh adanya kematangan atau adanya perubahan
sementara karena suatu hal.
8. Snelbecker, belajar adalah harus mencakup tingkah laku dari
tingkat yang paling sederhana sampai yang kompleks dimana
proses perubahan tersebut harus bisa dikontrol sendiri atau
dikontrol oleh faktor-faktor eksternal.
9. Whiterington, belajar adalah suatu proses perubahan dalam
kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan
penguasaan pola-pola respontingkah laku yang baru nyata
dalam perubahan ketrampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan
sikap.

Dapat disimpulkan belajar adalah proses perubahan di


dalam

diri

manusia.

Apabila

setelah

belajar

tidak

terjadi

perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan


bahwa

padanya

telah

berlangsung

proses

belajar.

Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian


manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk
peningkatan

kualitas

dan

peningkatan

kecakapan,

pemahaman,

ketrampilan,

kuantitas

tingkah

pengetahuan,
daya

laku

sikap,

pikir,

dan

seperti

kebiasaan,
kemampuan-

kemampuan yang lain (Andrean).


Jurnal kuliah
a. Pemahaman sebelum perkuliahan :
Integritas merupakan salah satu cara untuk membiasakan
orang-orang untuk berperilaku baik. Tetapi, sekarang banyak
pemuda khususnya yang tidak memiliki integritas dalam dirinya.
Sehingga mereka banyak yang berperilaku tidak sepantasnya
(tidak sopan santun) dimanapun mereka berada. Hal ini dapat
diatasi

dengan

mengadakan

bimbingan karakter,

bimbingan

karakter.

Melalui

para pemuda dapat menyadari perilaku

mereka yang salah, sehingga lama-kelamaan akan terbentuk


integritas dalam diri mereka.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang di anggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar. Seseorang di
katakana belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari bahwa
dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan. Stimulus adalah apa saja yang di
berikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa
terhadap stimulus yang di berikan oleh guru.
Sekarang, konsep belajar sains sudah mulai berkembang.
Hal ini terbukti dari banyaknya ilmuwan-ilmuwan yang muncul
bersama

dengan

penemuan-penemuan

baru

mereka

yang

menjadi

bahan

perbincangan

dunia.

Melalui

penemuan-

penemuan baru tersebut masyarakat menjadi tahu bahwa belajar


sains itu tidak hanya belajar untuk mencari ilmu, melainkan lebih
menjurus ke konsep-konsep ilmiah. Penemuan-penemuan dari
bidang sains dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi.
Harapannya dalam belajar sains, siswa akan dapat menemukan
penemuan-penemuan menakjubkan lainnya, yang dapat lebih
memajukan teknologi di dunia.

b. Pemahaman setelah perkuliahan :


INTEGRITAS (penilaian terhadap diri sendiri)
-

Mengerjakan

kebaikan

pada

semua

waktu

dan

semua

kejadian, tanpa peduli ada orang yang melihatnya atau tidak


Berani berbuat kebaikan, tidak peduli apapun konsekuensi

yang akan terjadi


Memegang kata-katanya sendiri
Kompas atau kemudi diri yang mengarahkan diri sendiri
kemanapun pergi ketika lingkungan sekitar menariknya

kearah yang berbeda


Siap dikritik atas apa yang dikerjakan, karena integritas
merupakan pondasi dari sifat dapat dipercaya baik di mata

diri sendiri, mata orang lain, maupun mata Tuhan


Orang yang menyenangkan buat orang lain
Orang yang bekerja keras
Orang yang selalu mau belajar
Orang yang jujur, dapat dipercaya dan dapat diandalkan

Makna kebaikan dalam integritas :


- Honesty (jujur)
- Fair (terbuka, adil)
- Adherence (kesetiaan, ketaatan)
- An unimpaired condition (tidak mengganggu, tidak merusak)
- Guru yang baik adalah guru yang memiliki integritas.
- Berbuatlah dengan integritas dalam semua pergaulanmu
tanpa memperhatikan hasilnya. Maka kamu akan dapat
menjaga ketenangan dan self respect (Peggy Carlaw).

Kelakuan, keberanian, disiplin, ketabahan, keuletan, dan


integritas dapat membuat seorang wanita menjadi cantik

(Jacqualine Bisset).
Integritas lebih memilih berpikir dan berbuat berdasarkan

nilai-nilai daripada pamrih pribadi.


Change yor words, change your world.
Dari sejak lahir, kamu dan hanya kamu yang menentukan

apakah kamu akan menjadi seseorang yang berintegritas.


Integritas tidak ada yang rendah, sedang atau tinggi. Tetapi
yang

ada

adalah

mempunyai

integritas

atau

tidak

mempunyai integritas.
Membangun reputasi dan integritas memerlukan waktu
bertahun-tahun, tetapi hanya memerlukan waktu satu detik
untuk menghilangkannya. Maka jangan pernah membiarkan
diri untuk

pernah mengerjakan sesuatu yang merusak

integritas diri.
Kita harus berusaha untuk berintegritas walaupun pepatah
mengatakan sepandai-pandai tupai melompat pasti akan

terjatuh juga.
Success will come and go, but integrity is forever.
Dont ever say God, i have a big problem, instead of Hei

problem... i have a big God, and everything will be all right.


Membangun integritas pada diri sendiri (guru) kemudian pada
diri siswa.

BELAJAR
- Adalah proses interaksi antara siswa dengan objek.

Memperoleh
Perilaku
baru
Membentuk
Nilai
yang
sudah
ada
Memodifikas
Ketrampilan
Pengetahua
i
Menguatkan
n
Adalah Perilaku mempelajari diri sendiri dengan mencoba,
Pilihan
memodifikasi dan membangun.
LINGKUNGAN

Benda nyata dan berbagai media pembelajaran.

Adalah stimulus agar proses belajar bisa dilakukan secara


langsung.

Belajar Sains
-

Paradigma lama :
berupa produk yang

Belajar adalah mencari ilmu (ilmu


biasanya berupa buku teks) serta

mempelajari produk sains pengetahuan.


Paradigma baru : Belajar adalah proses perubahan perilaku
kognitif/afektif/psikomotorik/moral.

Kognitif
Afektif

Benjamin S. Bloom

Psikomotorik
Moral

Kohlberg

Belajar sains adalah how to learn


Belajar sains adalah mempelajari keterampilan proses

sains
Belajar

berkomunikasi ilmiah, dan bersikap ilmiah


Belajar sains adalah belajar kecakapan hidup

sains

adalah

mempelajari

metode

ilmiah,

Tingkatan Belajar
Stimulus - Respon
Habituasi
Instingtif
Belajar kognitif

Hakikat Belajar
-

Kemampuan belajar dimiliki oleh hewan dan mamalia


Berlangsung dari waktu ke waktu
Belajar bukan kewajiban tetapi kontekstual

Tidak terjadi sekali, tetapi dibangun dari yang sudah

diketahui
Dipandang

pengetahuan faktual atau pengetahuan prosedural


Belajar mengahasilkan perubahan dan perubahan yang

sebagai

proses,

bukan

pengumpulan

terjadi bersifat permanen


Belajar pada Manusia
-

Terjadi

dari

perkembangan

pribadi,

pendidikan,

persekolahan, pelatihan
Bisa berorientasi pada tujuan, atau muncul dari motivasi
Berlangsung sejak pranatal

Kesimpulan :
Integritas adalah adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan
dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan . Dalam etika, integritas diartikan
sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Guru harus memiliki
reputasi yang baik dan integrasi yang baik. Integritas seorang guru dapat terpancar
melalui pengajarannya terhadap murid-muridnya, sebab guru memproyeksikan
kehidupannya terhadap muridnya. Jika gurunya memberikan pengajaran menganai
cara hidup yang baik maka muridnya pun akan mengikutinya begitupun
sebaliknya. Jadi disini kita sebagai calon guru harus menunjukkan integritas kita
sebagai seorang guru.
Daftar Rujukan:
Bertens, K. 1997. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan, Samuel T. 2009-2015. Makna Sebuah Integritas. Sumber:
artikel.sabda.org.
Gea, Antonius. Integritas Diri. core.ac.uk. Diakses: 24 september 2015 pukul
15.23 WIB.
Perdana, Andrean. Pengertian Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran. Sumber:
www.andreanperdana.com.
Purwanto, M. Ngalim. 1992.Psikologi Pendidikan. Bandung: Penerbit PT Remaja
Rosdakarya.

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

PORTOFOLIO 3
Hari, tanggal

: Rabu, 2 September 2015

Judul

: Tipe Belajar

Kegiatan

Pertemuan ketiga dari mata kuliah ini

mempelajari atau membahas

tentang tipe-tipe dari belajar. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil


diskusi kelompoknya masing-masing secara bergantian. Kemudian terjadi tanya
jawab atau diskusi dosen memberikan penjelasan kepada mahasiswa, mahasiswa
mendengarkan

dan

mencatat

materi

yang

disampaikan

dosen

sambil

memahaminya kemudian dosen memberi umpan balik kepada mahasiswa. Dosen


juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya tentang materi
terkait hal tersebut yang belum dipahami atau yang belum bisa dimengerti. Pada
perkuliahan hari ini, dosen memberikan beberapa video motivasi serta beberapa
kata-kata yang dapat membuat mahasiswa termotivasi sebagai sisipan dalam
menyampaikan materi perkuliahan supaya perkuliahan tidak terkesan monoton
dan membosankan.
Kegiatan ini menjadikan mahasiswa lebih bersemangat lagi dalam
menjalani keseharian dan menggapai suatu impian serta belajar untuk menghargai
hal-hal kecil atau hal-hal yang terkesan sepele yang dilakukan orang lain tetapi
lama-kelamaan dapat berdampak besar bagi kita semua. Mahasiswa juga lebih
mengerti dan memahami tentang pentingnya berintegritas serta terus belajar di
manapun kita berada dan tentang apa saja.
Hasil studi di luar sekolah :
c. Studi Pustaka
Tipe belajar merupakan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu
yang merupakan cara termudah dalam menyerap, mengatur dan mengolah

informasi (DePotter dan Hernachi, 2003). Sedangkan menurut Zaini (2002) tipe
belajar adalah karakteristik dan preferensi atau pilihan individu untuk
mengumpulkan

informasi,

menafsirkan,

mengorganisasi,

merespon,

dan

memikirkan informasi yang diterima. Secara ilmiah diketahui bahwa dalam hal
penyerapan informasi, manusia dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Manusia visual, dimana ia akan secara optimal menyerap informasi

yang dibacanya/dilihatnya.
2. Manusia auditori, dimana informasi yang masuk melalui apa yang

didengarnya akan diserap secara optimal.


3. Manusia kinestetik, dimana ia akan sangat senang dan cepat mengerti

bila informasi yang harus diserapnya terlebih dahulu dicontohkan


atau ia membayangkan orang lain melakukan hal yang akan
dipelajarinya (Susanto, 2006).
Hal ini sejalan dengan pendapat DePorter (2004) yang mengatakan bahwa
terdapat tiga macam modalitas (tipe) belajar yang digunakan oleh seseorang
dalam pembelajaran, pemrosesan informasi, dan komunikasi, yaitu :
1. Visual
Orang visual belajar melalui apa yang mereka lihat. Warna, hubungan
ruang, potret mental dan gambar menonjol dalam modalitas ini. Adapun beberapa
ciri orang dengan tipe belajar visual, yaitu :
a) Rapi, teratur, memperhatikan segala sesuatu dan menjaga penampilan
b) Berbicara dengan cepat
c) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
d) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam
pikiran mereka
e) Lebih mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar
f) Mengingat dengan asosiasi visual
g) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis
dan
h) sering meminta orang lain untuk mengulangi ucapannya.
i) Lebih suka membaca daripada dibacakan dan pembaca yang cepat
j) Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau dalam rapat

k) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato


l) Lebih menyukai seni daripada musik
m) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban yang singkat ya atau tidak
n) Mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih katakata yang tepat
o) Biasanya tidak terganggu dengan keributan
2. Auditori
Tipe auditori belajar melalui apa yang mereka dengar. Modalitas ini
mengakses segala jenis bunyi dan kata. Musik, irama, dialog internal dan suara
menonjol pada tipe auditori. Seseorang yang sangat auditori memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a) Suka berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
b) Perhatiannya mudah terpecah dan mudah terganggu oleh keributan
c) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika
membaca
d) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
e) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, perubahan dan warna
suara
f) Merasa kesulitan untuk menulis dan lebih suka mengucapkan secara lisan
g) Lebih suka musik daripada seni
h) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan
daripada yang dilihat
i) Suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu dengan panjang
lebar
j) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
k) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan
visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain
l) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
m) Biasanya pembicara yang fasih
3. Kinestetik

Orang dengan tipe kinestetik belajar malalui gerak, emosi dan sentuhan.
Modalitas ini mengakses pada gerakan, koordinasi, irama, tanggapan emosional,
dan kenyamanan fisik. Ciri-ciri orang dengan tipe belajar kinestetik yaitu :
a) Berbicara dengan perlahan
b) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka saat berbicara
c) Berdiri berdekatan saat berbicara dengan orang
d) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
e) Belajar melalui memanipulasi dan praktik
f) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
g) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
h) Banyak menggunakan isyarat tubuh
i) Tidak dapat diam untuk waktu yang lama
j) Tidak dapat mengingat geografis, kecuali jika mereka memang telah
pernah berada di tempat itu.
k) Menyukai permainan yang menyibukkan
l) Mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca, suka mengetukngetuk pena, jari, atau kaki saat mendengarkan
m) Ingin melakukan segala sesuatu
n) Kemungkinan tulisannya jelek
Selain ketiga tipe belajar tersebut, DePorter juga mengatakan bahwa ada
tipe campuran dari tiga tipe belajar diatas, misalnya Auditori-visual atau Visualkinestetik atau bisa ketiga-tiganya tapi biasanya satu tipe belajar lebih
mendominasi.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar
yang disesuaikan dengan tipe belajar siswa menurut Deporter (2004), adalah :
1. Visual
a) Dorong pelajar visual untuk membuat banyak simbol dan gambar dalam
catatan mereka
b) Menggunakan kertas tulis dengan tulisan berwarna

c) Mendorong siswa untuk menggambarkan informasi yang diterimanya


menggunakan peta pikiran, tabel, grafik dan diagram untuk memperdalam
pemahaman mereka tentang informasi tersebut.
d) Memberikan gambaran umum/garis-garis besar setiap materi pelajaran
yang disampaikan dengan memberikan ruang yang kosong untuk
menambahkan catatan.
e) Menggunakan bahasa yang dapat menciptakan visualisasi pada diri anak.
Misalnya : bayangkanlah bola dunia yang sedang berputar mengelilingi
matahari (jika kita sedang mempelajari tentang revolusi bumi) dan
sebaginya.
2. Auditori
a) Menggunakan variasi vokal (ritme, volume suara, intonasi) yang
digunakan pada saat menyampaikan materi pelajaran.
b) Menggunakan penggulangan dengan cara meminta siswa mengulang
kembali konsep-konsep kunci yang telah dipelajari.
c) Mendorong setiap siswa untuk membuat jembatan keledai untuk
menghafal

konsep

kunci,

Misalnya

warna

pelangi

adalah

MEJIKUHIBINIU (Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu).


d) Membuat materi lebih mudah untuk diingat dengan mengubahnya menjadi
lagu atau melodi yang sudah dikenal baik dan pelajar auditorik akan lebih
suka belajar sambil mendengarkan musik.
e) Mendorong siswa terutama untuk pelajar audiotori untuk merekam
informasi-informasi penting untuk kemudian didengarkan secara berulangulang karena pelajar audiotori tidak terlalu senang mencatat.

3.Kinestetik
a) Menggunakan alat bantu pada saat mengajar untuk menimbulkan rasa
ingin tahu dan menekankan konsep-konsep kunci.
b) Menggunakan simulasi konsep agar setiap siswa dapat mengalaminya
sendiri.

c) Memperagakan setiap konsep yang diajarkan dan memberikan kesempatan


kepada setiap siswa untuk mencoba mempelajarinya secara bertahap.
d) Melakukan lakon/simulasi pendek dapat membantu siswa untuk
memahami materi yang dipelajarinya.
Mengetahui pola belajar peserta didik adalah modal bagai seorang guru
untuk menentukan strategi pembelajaran. Robert M. Gagne (1979) membedakan
pola-pola belajar peserta didik ke dalam delapan tipe, yang tiap tipe merupakan
prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe belajar
dimaksud adalah: 1) signal , (belajar isyarat), 2) stimulus-response learning
(belajar stimupons), 3) chaining (rantai atau rangkaian), 4) verbal association,
(asosiasi verbal), 5) discrimination learning (belajar diskriminasi), 6) concept
learning (belajar konsep), 7) rule learning (belajar aturan), problem solving
(memecahkan masalah).
Kedelapan tipe belajar sebagaimana disebutkan di atas akan dijelaskan
satu per satu secara singkat dan jelas sebagai berikut.
Belajar Tipe 1: Signal Learning (Belajar Isyarat)
Belajar tipe ini merupakan tahap yang paling dasar. Jadi, tidak ada
persyaratan, namun merupakan hierarki yang harus dilalui untuk menuju jenjang
belajar yang paling tinggi. Signal learning dapat diartikan sebagai penguasaan
pola-pola dasar perilaku bersifat involuntary (tidak sengaja dan tidak disadari
tujuannya). Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi
yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya
stimulus (signal) secara serempak dan perangsang-perangsang tertentu secara
berulang kali. Signal learning. Ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov
yang timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat
umum dan emosional selain timbulnya dengan tidak sengaja dan tidak dapat
dikuasai. Contoh: Aba-aba Siap! merupakan suatu signal atau isyarat
mengambil sikap tertentu. Melihat wajah ibu menimbulkan rasa senang. Wajah
ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan senang itu. Melihat ular
yang besar menimbulkan rasa takut. Melihat ular merupakan isyarat yang
menimbulkan perasaan tertentu.

Belajar Tipe 2: Stimulus-Respons Learning (Belajar Stimulus-respon)


Bila tipe di atas digolongkan dalam jenis classical condition, maka belajar
2 ini termasuk ke dalam instrumental conditioning atau belajar dengan trial and
error (mencoba-coba). Proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses
yang serupa dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe
belajar ini adalah faktor inforcement. Waktu antara stimulus pertama dan
berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya,
semakin

kuat

reinforcement.

Contoh:

Anjing

dapat

diajar

memberi

salam.dengan mengangkat kaki depannya bila kita katakan Kasih tangan!


atau Salam . Ucapan `kasih tangan merupakan stimulus yang menimbulkan
respons `memberi salam oleh anjing itu.
Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Chaining adalah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R (StimulusRespons) yang satu dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan bagi
berlangsungnya tipe belajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus
terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu
prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi
berlangsungnya proses chaining. Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh
chaining seperti ibu-bapak, kampung-halaman, selamat tinggal, dan sebagainya.
Juga dalam perbuatan kita banyak terdapat chaining ini, misalnya pulang kantor,
ganti baju, makan malam, dan sebagainya. Chaining terjadi bila terbentuk
hubungan antara beberapa S-R, sebab yang terjadi segera setelah yang satu lagi.
Jadi berdasarkan hubungan conntiguity).
Belajar Tipe 4. Verbal Association (Asosiasi Verbal)
Baik chaining maupun verbal association, yang kedua tipe belajar ini,
menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan lain. Bentuk verbal
association yang paling sederhana adalah bila diperlihatkan suatu bentuk
geometris, dan si anak dapat mengatakan bujur sangkar, atau mengatakan itu
bola saya, bila melihat bolanya. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk
geometris agar dapat mengenal `bujur sangkar sebagai salah satu bentuk
geometris, atau mengenal bola, `saya, dan itu. Hubungan itu terbentuk, bila

unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu segera mengikuti satu lagi
(conntiguity).
Belajar Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)
Discrimination learning atau belajar membedakan. Tipe ini peserta didik
mengadakan seleksi dan pengujian di antara perangsang atau sejumlah stimulus
yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respons yang dianggap paling
sesuai. Kondisi utama berlangsung proses belajar ini adalah anak didik sudah
mempunyai pola aturan melakukan chaining dan association serta pengalaman
(pola S-R). Contoh:. Guru mengenal peserta didik serta nama masing-masing
karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak itu. Diskriminasi
didasarkan atas chain. Anak misalnya harus mengenal mobil tertentu berserta
namanya. Untuk mengenal model lain diadakannya chain baru

dengan

kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satunya lagi. Makin banyak yang
dirangkaikan, makin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan
gangguan atau interference itu, dan kemungkinan suatu chain dilupakan.
Belajar Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep)
Concept learning adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan
kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia membentuk
suatu pengertian atau konsep. Kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai
kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya. Belajar
konsep dapat dilakukan karena kesanggupan manusia untuk mengadakan
representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa.
Manusia dapat melakukannya tanpa batas berkat bahasa dan kemampuannya
mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan dunia
sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah,
dan sebagainya. la dapat menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga,
seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan,
dan sebagainya. Dalam hal ini, kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus
dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk yang abstrak. Misalnya kita dapat
menyuruh peserta didik dengan perintah: Ambilkan botol yang di tengah!
Untuk mempelajari suatu konsep, peserta didik harus mengalami berbagai situasi
dengan stimulus tertentu. Untuk itu, ia harus dapat mengadakan diskriminasi

untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep itu. Proses
belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur.
Belajar Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan)
Rule learning belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada
tingkat ini peserta didik belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan
mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, dedukatif, sintesis,
asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga peserta didik dapat
menemukan konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya dipandang sebagai rule
: prinsip, daliI, aturan, hukum, kaidah, dan sebagainya.
Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini
para peserta didik belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan
respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi
problematik, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.
Belajar memecahkan masalah itu berlangsung sebagai berikut: Individu
menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan
sehingga merasakan adanya semacam kesulitan. Langkah-langkah yang
memecahkan masalah, adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan dan Menegaskan Masalah
Individu melokalisasi letak sumber kesulitan, untuk memungkinkan
mencari jalan pemecahannya. la menandai aspek mana yang mungkin
dipecahkan dengan menggunakan prinsip atau dalil serta kaidah yang
diketahuinya sebagai pegangan.
b) Mencari Fakta Pendukung dan Merumuskan Hipotesis
Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan termasuk
pengalaman orang lain dalam menghadapi pemecahan masalah yang
serupa. Kemudian mengidentifikasi berbagai alternatif kemungkinan
pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai pertanyaan dan jawaban
sementara yang memerlukan pembuktian (hipotesis).
c) Mengevaluasi Alternatif Pemecahan yang Dikembangkan
Setiap alternatif pemecahan ditimbang dari segi untung ruginya.
Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan memilih alternatif yang
dipandang paling mungkin (feasible) dan menguntungkan.
d) Mengadakan Pengujian atau Verifikasi

Mengadakan pengujian atau verifikasi secara eksperimental alternatif


pemecahan yang dipilih, dipraktikkan, atau dilaksanakan. Dari hasil
pelaksanaan itu diperoleh informasi untuk membuktikan benar atau
tidaknya yang telah dirumuskan.
Kedelapan tipe belajar di atas itu ada hirarkinya. Setiap tipe belajar
merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya. Untuk memecahkan masalah
misalnya, perlu dikuasai sejumlah aturan yang relevan dan untuk menguasai
aturan perlu dipakai semua konsep dalam aturan itu. Agar dikuasi konsep perlu
kemampuan membuat perbedaan, dan agar dapat membuat perbedaan perlu
dikuasai verbal chain, dan seterusnya.
Biasanya dalam proses pembelajaran di sekolah hanya sampai pada tingkat
konsep. Namun adakalanya kita harus menggunakan taraf belajar lebih rendah
lagi. Agar belajar dapat mencapai lebih taraf tinggi diperlukan kemampuan guru
dalam menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana diuraikan di atas.
d. Browsing internet
Mengenal Berbagai Tipe Belajar Siswa

Manusia diciptakan beraneka ragam bentuk, sifat, minat, bakat, dan lain
sebagainya. Keanekaragaman hasil ciptaan Tuhan ini adalah sunatullah yang
harus disyukuri. Betapa tidak, andai saja manusia diciptakan seragam, dapat
dibayangkan alangkah susahnya proses interaksi antarmanusia. Penyebabnya
adalah bisa jadi antarmanusia tersebut tidak saling mengenal ciri khas satu sama
lain. Sehingga sangat sulit membedakan antara si A dan si B. Dalam konteks
pendidikan, keanekaragaman tersebut dapat ditemui dalam hal tipe-tipe belajar
siswa. Para ahli di bidang pendidikan menemukan fakta bahwa setiap individu
siswa memiliki tipe belajarnya sendiri-sendiri. Tipe-tipe belajar tersebut

cenderung berbeda satu sama lain (walaupun ada juga yang sama). Fakta
tersebut selanjutnya menjadi acuan bagi para guru dalam menentukan metode
pembelajaran apa yang sekiranya cocok diterapkan dikelasnya. Hal ini menjadi
penting mengingat sebuah kelas terdiri dari sekumpulan individu yang berbeda.
Dengan demikian, sangat dimungkinkan terdapat beraneka ragam tipe belajar di
dalamnya. Alangkah tidak bijak jika guru hanya menggunakan satu metode
mengajar saja secara monoton dalam setiap KBM-nya. Dengan kata lain, guru
tersebut terindikasi hanya mengakomodasi salah satu dari sekian banyak tipe
belajar siswanya.
Untuk itu, guru profesional adalah guru yang mengajar dengan
multimetode dan multigaya. Namun demikian, penerapan multimetode
pengajaran tidak bisa sembarangan. Guru profesional tetap harus melakukan
pengidentifikasian

dahulu

terhadap

tipe-tipe

belajar

siswanya.

Pengidentifikasian ini pada awalnya bisa menyulitkan, namun akan menjadi


mudah jika telah terbiasa. Berikut adalah sedikit panduan mengidentifikasi tipetipe

belajar

siswa

melalui

pengenalan

ciri

dan

sifatnya.

Tipe Belajar Visual


Bagi siswa yang bertipe belajar visual, yang mememgang peranan penting
adalah mata / penglihatan visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang
digunakan guru sebaiknya lebih banyak / ititikberatkan pada peragaan / media,
ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran ersebut, atau
dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau
menggambarkannya di papan tulis. Ciri-ciri tipe belajar visual :

Bicara agak cepat


Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi

Tidak mudah terganggu oleh keributan

Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar

Lebih suka membaca dari pada dibacakan

Pembaca cepat dan tekun

Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai


memilih kata-kata

Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato

Lebih suka musik dari pada seni

Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis,


dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

Mengingat dengan Asosiasi Visual

Tipe Belajar Auditif


Siswa yang bertipe auditif mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui
telinga (alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus
memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Karena akan sia-sialah
guru yang menerangkan kepada siswa tuli, walaupun guru tersebut menerangkan
dengan lantang, jelas dan dengan intonasi yang tepat. Ciri-ciri Tipe Belajar
Auditif:

Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri

Penampilan rapi

Mudah terganggu oleh keributan

Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari


pada yang dilihat

Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika


membaca

Biasanya ia pembicara yang fasih

Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya

Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual,


seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain

Berbicara dalam irama yang terpola

Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Tipe Belajar Kinestetik


Siswa yang bertipe belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan. Ciriciri Tipe Belajar Kinestetik :

Berbicara perlahan

Penampilan rapi

Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan

Belajar melalui memanipulasi dan praktek

Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca

Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita

Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan


tubuh saat membaca

Menyukai permainan yang menyibukkan

Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah


berada di tempat itu

Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan


kata-kata yang mengandung aksi

Tipe Belajar Taktil


Taktil artinya rabaan atau sentuhan. Siswa yang seperti ini penyerapan
hasil

pendidikannya

melaui

alat

peraba

yaitu

tangan

atau

kulit.

Contoh : mengatur ruang ibadah, menentukan buah-buahan yang rusak (busuk).


Tipe Belajar Olfaktoris
Keberhasilan siswa yang bertipe olfaktoris , tergantung pada alat indra
pencium, tipe siswa ini akan sangat cepat menyesuaikan dirinya dengan suasana
bau lingkungan. Siswa tipe ini akan cocok bila bekerja di : laboratorium.
Tipe Belajar Gustative
Siswa yang bertipe gustative ( kemampuan mencicipi ) adalah mereka
yang mencirikan belajarnya lebih mengandalkan kecapan lidah. Mereka akan
lebih cepat memahami apa yang dipelajarinya melalui indra kecapnya.

Tipe Belajar Kombinatif


Siswa bertipe kombinatif adalah siswa yang dapat dan mampu mengikuti
pelajaran dengan menggunakan lebih dari satu alat indra.Ia dapat menerima
pelajaran dangan mata dan telinga sekaligus ketika belajar. Karena banyak ragam
tipe belajar siswa, maka kita sebagai pendidik hendaknya mengenali betul anak
didik kita dan hendaknya pendidik memiliki berbagai metode mengajar, agar
siswa dapat menerima atau mengerti apa yang disampaikan oleh gurunya dengan
seefektif dan seefisien mungkin.
Catatan Penting!
1. Adakalanya siswa terlihat bosan mengikuti pembelajaran dikelas. Kenapa
demikian? Salah satunya disebabkan ketidakselarasan antara metode
pengajaran dengan tipe belajar yang dimiliki siswa.
2. Kemajemukan tipe belajar siswa bukan berarti guru harus menggunakan
beraneka macam metode mengajar dalam satu kali tatap muka. Cukup
satu atau dua namun bervariasi sesuai dengan materi pelajaran yang
diberikan.

3. Keberhasilan belajar tidak dapat dinilai hanya pada hasil belajar,


melainkan juga proses belajar yang menyertainya. Ini sekaligus mendidik
agar siswa tidak terkontaminasi mindset serba instan.
Sumber: http://bisnisguru.blogspot.co.id/2010/03/mengenal-berbagai-tipe-belajarsiswa_09.html (Umar Tri, S.Pd) diakses pada tanggal 14 Oktober pukul 19.30
WIB.
Jurnal kuliah
a. Pemahaman sebelum perkuliahan :
Secara umum terdapat tiga macam tipe belajar pada siswa, yaitu visual
(dengan penglihatan), audiotori (dengan pendengaran), dan kinestetik (dengan
gerakan). Ketiga tipe tersebut mempengaruhi kebiasaan, pola tingkah laku yang
dilakukan oleh siswa dalam belajar dan variasi kondisi yang diperlukan di
dalamnya. Beberapa siswa mampu belajar di keramaian dan beberapa siswa yang
lain membutuhkan kesunyian yang mendalam agar bisa menjalankan kegiatan
belajar secara maksimal.
Siswa dengan tipe belajar visual akan secara optimal menyerap informasi
yang dibacanya/dilihatnya.
Siswa dengan tipe belajar audiotori akan secara optimal menyerap
informasi yang didengarnya.
Siswa dengan tipe belajar kinestetik akan secara optimal menyerap
informasi melalaui gerakan atau sentuhan yang dilakukan atau dialaminya ketika
dia belajar.
b. Pemahaman setelah perkuliahan :
Tipe-tipe Belajar
a

Belajar Non Asosiatif


Belajar yang sederhana dan tidak melibatkan terbentuknya asosiasi antara
stimulus dan respon.
- Habituasi : bentuk sederhana dari proses belajar, dimana bila suatu
informasi yang masuk berulang-ulang dan diterima oleh otak, lama
-

kelamaan responnya akan semakin berkurang.


Sensitisasi: bila suatu informasi diulang terus menerus anak memberi

respon yang semakin besar


Belajar Asosiatif

Melibatkan terbentuknya asosiasi antara stimulus.


- Classical Conditioning : stimulus netral menjadi diasosiasikan
dengan stimulus bermakna dan menimbulkan kemampuan untuk
c

mengeluarkan respon yang serupa


Imprinting (Belajar melalui Kesan)
- Tahap-tahap belajar pada usia tertentu
- Menggambarkan keadaan seseorang tentang situasi belajar. menaruh
kesan pada suatu objek.
Observational Learning (Belajar Pengamatan)
- Imitatif Learning
- Mengulangi perilaku
- Balita mengamati keadaan sekitar, kemudian dia berusaha untuk
menyesuaikan diri
Play
- Bermain sambil belajar
- Mengadopsi permainan
- Keuntungan
: sangat menarik, kelas dinamis, membangkitkan
-

pelajaran dapat disampaikan dengan tipe belajar ini


Enculturation
- Proses belajar dan menyesuaikan alam pikiran
- Sikap terhadap adat istiadat, norma, peraturan dalam kebudayaan
-

g
h

semangat dan rasa kebersamaan


Kelemahan
: menghabiskan banyak waktu, tidak semua materi

(menurut koentjaraningrat)
Secara umum
:
a Belajar melalui budaya
b Dibantu orang tua, teman sebaya, dan saudara
c Bisa bersosialisasi dengan baik
d Mendapat nilai-nilai dan norma-norma yang sesuai dengan budaya

di tempat tersebut
Episodic Learning
- Proses menyimpan pengalaman dalam memori episodik
- Belajar dari pengalaman
Multimedia Learning
- Dapat menyalurkan pesan melalui berbagai media
Media cetak, radio, TV, jaringan internet
Dari beberapa tipe yang telah dijelaskan, dapat dipahami bahwa pada

setiap kegiatan belajar mengajar menerapkan tipe belajar tersebut. Mulai dari
belajar non asosiatif, biasanya murid TK (Taman Kanak-Kanak) yang menerapkan
tipe belajar ini. Ketika saya menjadi murid TK dulu, tipe belajar yang saya

lakukan yakni tipe belajar non asosiatif. Guru mengulang materi, setiap hari
diulang sehingga murid hafal materi dengan sendirinya. Misalnya menyanyi,
setiap sebelum pulang sekolah murid disuruh bernyanyi bersama, agar hafal
dengan lagu yang dinyanyikan. Tipe belajar asosiatif terkadang juga diterapkan
pada pendidikan jenjang TK, karena respon yang diberikan oleh murid TK sama
dengan stimulus yang diberikan oleh gurunya.
Tipe belajar imprinting juga dapat diterapkan di jenjang TK, namun
penerapan di jenjang SD lebih baik. Yakni murid SD belajar dengan memberikan
kesan pada suatu objek, dimana jika itu dianggap baik maka akan ia terapkan di
keseharian, namun jika sebaliknya maka ia tidak ingin meniru hal tersebut. Tipe
belajar ini berbeda dengan observational learning, dimana tipe belajar ini lebih
kepada mengamati hal sekitar.
Tipe belajar yang paling menarik adalah play, karena penerapan tipe
belajar ini membangkitkan antusias murid untuk mengikuti materi yang
disampaikan. Namun sayangnya ada beberapa kelemahan yang menyebabkan tipe
belajar tidak dapat diterapkan setiap hari. Sedangkan tipe belajar enculturation
dapat mengajarkan murid untuk disiplin, karena menganut norma/ aturan yang ada
di masyarakat.
Tipe belajar episodic learning yakni belajar dari pengalaman, contohnya
ketika ada ujian, kebanyakan murid akan menghafal materi yang diujikan, namun
terkadang banyak materi yang dihafalkan tidak keluar dalam soal ujian. Dengan
begitu murid akan memperbaiki cara belajarnya dengan tidka menghafal seluruh
materi namun mereka memprediksi sendiri materi mana yang akan keluar pada
ujian dan yang harus mereka hafal.
Selanjutnya adalah tipe belajar multimedia learning. Tipe belajar ini
menggunakan berbagai media. Contohnya yakni murid akan berusaha mencari
sumber berita dari koran untuk melengkapi tugas yang diberikan oleh guru. Atau
mungkin ada tugas dari guru untuk membuat kliping, hal ini juga dapat
dikategorikan dalam multimedia learning.
Kesimpulan :
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum terdapat
3 macam tipe belajar, yaitu: (1) tipe belajar visual (2) tipe belajar auditif dan (3)
tipe belajar kinestetik. Sedangkan secara khusus, terdapat 8 macam tipe belajar,

diantaranya: (1) Belajar non-asosiatif (2) belajar asosiatif (3) imprinting (belajar
melalui kesan) (4) Observational Learning (Belajar Pengamatan) (5) Play (6)
Enculturation (7) Episodic Learning dan (8) multimedia learning.
Daftar Rujukan :
http://bisnisguru.blogspot.co.id/2010/03/mengenal-berbagai-tipe-belajarsiswa_09.html (Umar Tri, S.Pd) diakses pada tanggal 14 Oktober pukul
19.30 WIB.
http://editopan.guru-indonesia.net/artikel_detail-36689.html

PORTOFOLIO 4
Hari, tanggal

: Rabu, 9 September 2015

Judul

: Teori Teori Belajar

Kegiatan

Pertemuan keempat dari mata kuliah ini mempelajari atau


membahas tentang teori-teori dari belajar. Dosen memberikan
penjelasan kepada mahasiswa, mahasiswa mendengarkan dan
mencatat materi yang disampaikan dosen sambil memahaminya
kemudian dosen memberi umpan balik kepada mahasiswa.
Dosen juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
mengajukan pertanyaan tentang materi terkait hal tersebut yang
belum dipahami atau yang belum bisa dimengerti.
Kegiatan ini menjadikan mahasiswa bertambah wawasan,
lebih mengerti dan memahami tentang teori-teori belajar, serta
mengetahui kelebihan dan kelemahan dari masing-masing teoriteori belajar tersebut.
Hasil studi di luar sekolah :

a. Studi Pustaka
Menurut Wasty Soemanto dan Hendyat Soetopo dalam
bukunya yang berjudul Dasar & Teori Pendidikan Dunia (1982),
terdapat berbagai macam teori pendidikan dari berbagai masa
sebelum masehi hingga sesudah masehi, diantaranya:
Teori-teori pendidikan dari masa sebelum masehi hingga
abad 4
1. Teori pendidikan Plato
Dalam mengembangkan

teori

pendidikannya,

Plato

berorientasi pada empat kenyataan/fakta:


1) Fakta psikologi yang menguraikan jiwa dan kepribadian
manusia.
2) Fakta kemasyarakatan.
3) Fakta hubungan antara individu dan masyarakat.
4) Fakta peradaban manusia berdasarkan ketiga fakta di atas
(Soemanto, 1982).
Pandangan Plato mengenai jiwa dan kepribadian manusia
Jiwa dan kepribadian manusia dapat dipelajari melalui
psikologi. Menurut Plato, psikologi itu tidak eksperimental, tidak
pula empirikal. Dalam usaha mempelajari kepribadian manusia,
Plato menekankan penggunaan cara introspeksi dan observasi
lain. Perbedaan individu yang dapat diamati disebabkan karena
perbedaan motivasi seseorang (Soemanto, 1982).
Perbedaan observasi dan introspeksi, Plato memandang,
bahwa jiwa manusia terdiri atas tiga kemampuan atau daya:
akal, spirit dan nafsu. Akal adalah bagian jiwa yang mampu
menemukan kesalahan dan kebenaran. Akal adalah motive dari
semua pengetahuan. Spirit adalah kekuatan yang menjalankan
keputusan-keputusan akal. Nafsu terbentuk oleh semua kekuatan
keinginan yang erat berhubungan dengan fungsi-fungsi jasmani.
Plato membedakan dua macam keinginan, yaitu keinginan yang
berguna dan keinginan yang tak berguna. Tingkat kesempurnaan
tiap-tiap daya pada masing-masing individu tidak sama. Oleh

karena itu bakat dan kemampuan profesi masing-masing orang


tidak sama (Soemanto, 1982).
Kemampuan-kemampuan akal, spirit dan nafsu kehendak
tidak terikat pada perbedaan jenis kelamin. Oleh karena itu
wanita pun bisa menjadi pegawai pemerintah, militer, ataupun
ekonom seperti halnya laki-laki (Soemanto, 1982).
Kenyataan lain ialah tak ada seorang pun yang dapat
mememnuhi sendiri segenap kebutuhannya. Bakat masingmasing individu hendaknya dimanfaatkan secara tetap dan
tepat. Itulah sebabnya, manusia harus bekerja sama dan
bermasyarakat (Soemanto, 1982).
Pandangan Plato tentang masyarakat
Menurut Plato, masyarakat primitif terutama berfungsi
ekonomi. Kebutuhan manusia adalah sederhana, mereka tidak
memerlukan pemerintahan dan peperangan. Manusia hidup
spontan secara bersama dan damai untuk mencari keuntungan
ekonomi. Pada masyarakat beradab/maju, masalahnya lebih
komplek. Manusia memerlukan kondisi ekonomi yang kuat,
pemerintahan
digambarkan

dan
oleh

dan
Plato

militer.

Jenis

berfungsi

masyarakat

ekonomi,

militer,

yang
dan

pemerintahan adalah negara kota Yunani pada waktu itu


(Soemanto, 1982).
Hubungan individu dan masyarakat
Setiap negara maju harus ada orang-orang yang cakap
untuk menjalankan ketiga fungsi diatas. Semua individu dalam
masyarakat hendaknya menyumbangkan diri untuk membangun
masyarakat yang baik. Sumbangan individu dapat diberikan
melalui partisipasi ke dalam fungsi-fungsi, baik ekonomi, militer,
maupun pemerintahan (Soemanto, 1982).
Pola pendidikan
Berdasarkan
mengemukakan

psikologi
beberapa

dan
fakta

teori

masyarakat,

tentang

pola

di

Plato
mana

keterampilan, seni dan pengetahuan diwariskan. Berikut ini


beberapa pernyataan tentang fakta tersebut yang merupakan
pokok-pokok dalam teori plato:
a) Jika manusia memiliki akal sehat yang menonjol dalam jiwa
mereka, maka mereka akan menjadi individu-individu yang
efisien dan sempurna. Pendidikan berlangsung dalam lima
tahap: Pertama, dari lahir sampai umur 17 atau 18 tahun.
Dalam tahap ini ada dua periode, pertama pemeliharaan
orang tua, bermain untukmenjaga perkembangan tubuh.
Periode kedua dimulai ketika anak siap belajar membaca dan
menulis,

mempelajari

musik,

literatur

dan

pendidikan

jasmani. Kedua, dari umur 17 atau 18 tahun sampai 20


tahun.

Dalam

tahap

ini

pemuda

cocok

memperoleh

pendidikan militer dan jasmani yang intensif. Ketiga, dari


umur 20 tahun sampai 30 tahun. Dalam tahap ini tepat
diajarkan sains, misalnya berhitung, geometri, astronomi dan
musik. Keempat, dari umur 30 tahun sampai 35 tahun, tepat
untuk

memberikan

pengeahuna

dan

pengajaran

pengenalan

prinsip-prinsip

dunia

untuk

ilmu

memperoleh

prinsip kebaikan yang disebut the idea of the good.


Kelima, dari umur 35 tahun sampai 50 tahun, bagi yang
berhasil dalam melatih dialektik dapat memangku jabatanjabatan pemerintah. Setelah 50 tahun, bagi mereka yang
berhasil dalam jabatan-jabatan itu mendapat status penuh
dalam kelas pemimpin (guardians).
b) Bagi manusia yang memiliki spirit predominan, apabila
memperoleh latihan akan dapat menjadi pembantu pimpinan,
meskipun

kehidupan

pribadi

mereka

tidak

sesempurna

mereka yang menjadi guardians. Bilaman mereka tidak


terdidik, maka ambisi mereka akan menyebabkan mereka
menjadi kekuatan politik.

c) Apabila

manusia

yang

daya

kehendaknya

dominan

menempuh pendidikan tahap pertama, mereka akan menjadi


anggota kelas pelaksana yang produktif (Soemanto, 1982).
Plato berpendapat, bahwa jika prosedur pendidikan ini
ditempuh/diikutu, masing-masing individu akan belajar menurut
kebutuhan mereka. Individu akan menyumbang masyarakat
secara efektif dan akan mencapai kehidupan pribadi yang teratur
(Soemanto, 1982).
2. Teori pendidikan Quintilian
Dalam menulis teori pendidikan, Quintilan mengemukakan
pernyataan tentang fakta. Pernyataan tentang fakta cukup
singkatdan

tidak

berkembang.

Di

bidang

psikologi

ia

berpendapat, bahwa jiwa manusia terdiri atas jenis kapasitaskapasitas bertingkah laku impulsif (menurut dorongan hati),
kapasitas pengamatan pasif, dan kapasitas berpikir. Kapasitas
bertindak impulsif adalah kekuatan/dorongan untuk berbuat
begini atau begitu. Aktivasi kemampuan pengamatan pasif
menentukan arah tindakan impulsif. Melalui indera, berbagai
obyek

dan

diungkapkan

tindakan
oleh

di

bawa

ingatan,

ke

dalam

diulang

kesadaran

dalam

imitasi,

yang
dan

dikembangkan oleh imajinasi. Akal adalah kekuatan untuk


menentukan mana yang benar dan baik, yang secara aktif
mengendalikan keinginan yang dihasilkan dari kerja sama antara
pengamatan pasif dan dorongan hati. Proses ini membentuk
karakter seseorang (Soemanto, 1982).
Meskipun setiap manusia memiliki tiga kapasitas tersebut,
namun

perkembangan

pada

masing-masing

diri

mereka

tervariasi. Karakter manusia berkembang menjadi tiga tahap:


Pertama,

beberapa tahun setelah lahir, anak dikuasai oleh

dorongan impulsif, kemampuan pengamatan pasif belum teratur,


dan akalanya belum bekerja. Kedua, beberapa saat menjelang
umur 7 tahun. Pada tahapa ini anak mulai menyadari kesankesan indera yang ada dalam ingatan dan imitasi tingkah laku

yang teramati. Dorongan hati aakan mengarahkan reproduksi


kesan dan imitasi yang memungkinkan terjadinya belajar.
Ketiga, tahap di mana imajinasi dan akal menjadi aktif bekerja.
Manusia semakin mampu membedakan antara image yang baik
dan yang buruk antara tingkah laku yang baik dan yang buruk
(Soemanto, 1982).
Menurut Quintilian, tujuan pendidikan adalah membentuk
karakter tertentu pada diri seseorang. Ia mengharapkan bahwa
pendidikan hendaknya menghasilkan manusia baik yang terampil
berbicara (a good man skilled in speaking). Untuk mendidik
manusia baik yang terampil berbicara, ditempuh latihan-latihan
dalam 4 tahap:
a) Beberapa tahun setelah lahir
Pada tahap ini anak hendaknya memperoleh pengaruhpengaruh positif dari orang-orang di sekelilingnya.
b) Beberapa saat menjelang umur 7 tahun
Pada tahap ini, anak hendaknya mulai belajar dengan teratur.
c) Setelah umur 7 tahun sampai dengan + 17 tahun (tahap
belajar tat bahasa)
Pada tahap ini anak diajari tata bahasa. Ingatan anak mulai
aktif dan kemampuan imitasi perlu dimanfaatkan.
d) Tahap belajar berpidato (Rhetoric Study)
Pelajaran
berpidato
hendaknya
disertai
pemberian
pengetahuan secara umum mengenai semua aspek penting
dari eksistensi manusia (Soemanto, 1982).
Pengajaran yang membentuk the good man skilled in
speaking berusaha menyiapkan tenaga yang akan bekerja di
bidang jasa dan public service (Soemanto, 1982).
3. Teori Pendidikan Augustine
St. Augustine menuliskan
tentang

pendidikan

meninggalnya.

sejak

pandangan-pandangannya

berumur

20

Pernyataan-pernyataannya

tahun
dalam

hingga
teori

pendidikan Augustine tentang fakta, ada dua jenis: psikologis dan


historis.
a) Pandangan psikologi Augustine

Augustine menerangkan, bahwa kepribadian manusia pada


umumnya berupa kombinasi daripada badan dan jiwa. Badan
terbentuk menurut prinsip-prinsip biologis, dari Adam yang
diciptakan oleh Allah dari tanah, dan Hawa yang tercipta dari
tulang rusuk kiri Adam. Dalam badan diperlengkapi dengan
bagian-bagian tubuh untuk kehidupan jiwa. Badan melaksanakan
tindakan-tindakan yang digerakkan oleh jiwa dengan cara-cara
tertentu
b) Pandangan sejarah dunia
Tak ada waktu setelah dunia mulai ada, namun ada awal
waktu di mana terbentuk bahan-bahan perkembangan dunia.
Perkembangan dunia merupakan perwujudan apa yang ada pada
awal waktu. Inilah benih pandangan Augustine mengenai sejarah
dunia (Soemanto, 1982).
Menurut Augustine, liberal arts meliputi pelajaran tata
bahasa, dialektika, pidato, musik, geometri dan tronomi. Metode
pengajaran Augustine mementingkan pengertian, dan bukan
dogma. Untuk itu digunakan penalaran atau berpikir logis
(Soemanto, 1982).
Teori-teori pendidikan dari abad 17 hingga abad 18
1. Teori pendidikan Comenius
Berdasarkan observasi oleh dirinya maupun observasiobservasi orang
lain, Comenius mengemukakan pernyataan-pernyataan tentang
fakta-fakta. Ada tiga jenis pernyataan, yaitu :
a) Berhubungan dengan hakikat manusia
Menurut Comenius, tiap manusia memiliki tiga komponen
jiwa: saraf pertumbuhan, perasaan dan intelek. Oleh
karena itu, manusia memiliki tiga sifat: tumbuh-tumbuhan,
binatang dan makhluk intelektual. Sifat pertama membuat
manusia bertumbuh dengan menggunakan lingkungannya.
Sifat kedua melalui alat inderanya membuat manusia sadar

dan menuruti keinginannya. Sifat intelektual membuat


manusia

mengetahui

kebenaran

sesuatu,

dapat

membedakan baik dan buruknya obyek dan mengarahkan


keinginan dan emosinya.
b) Berhubungan dengan sejarah dunia
Sejarah dunia harus menjelaskan dua hal: perkembangan
alam

semesta,

dan

perkembangan

hidup

manusia.

Berdasarkan Bible, Comenius mengemukakan bahwa pada


mulanya Allah menciptakan alam semesta yang berisi
bahan-bahan dengan ciri-ciri tertentu. Bahan-bahan itu
terbentuk atas unsur-unsur kecil atau atom-atom dan
mengisi

ruang.

Ke

dalam

bahan-bahan

itu

Allah

memberikan roh kehidupan dan benih segala sesuatu.


Unsur-unsur memiliki berbagai kualitas dan menyusun
bahan-bahan pokok: tanah, air, udar, dan api. Bahan yang
berat

berada

di

bawah dan

menjadi

sentral

ruang,

sedangkan yang ringan berada di atasnya. Air di atas


tanah, udara di atas air, dan api di atas udara. Maka bumi
menjadi sentral alam semesta, dilengkapi air, kemudian
udara atmosfir dan di atasnya zat-zat api seperti planetplanet panas dan matahari. Di atas bumi hidup tumbuhtumbuhan dan binatang-binatang sebagai hasil dari spirit
kehidupan

yang

berkembang

dari

benih-benih

yang

ditebarkan oleh Allah.


c) Berhubungan dengan kondisi sekolah-sekolah
Sarana penting untuk memajukan peradaban manusia
adalah

sekolah-sekolah.

sekolah-sekolah

Dalam

memiliki

menjalankan

beberapa

peranan,

kekurangan

yang

senantiasa harus diatasi. Kekurangan tersebut bertalian


dengan

tiga

bidang:

administrasi

sekolah,

pengajaran dan kurikulum (Soemanto, 1982).


2. Teori pendidikan John Locke

metode

Menurut Locke, tujuan akhir pendidikan ialah kebahagiaan


atau
kesejahteraanbangsa. Kebahagiaan adalah tercapainya kepuasan
daripada

keinginan,

namun

tidak

semuanya.

Tidak

terpuaskannya semua keinginan karena ada beberapa keinginan


yang bertentangan. Demikian pula kebahagiaan bangsa tidak
dinikmati oleh seluruh warga bangsa oleh karena apa yang
diinginkan

oleh

beberapa

orang

kebetulan

sama

dengan

keinginan orang lain. Keinginan sebagian orang yang tak


terpenuhi menyebabkan frustasi dan pertentangan. Pendidikan
berusaha mewujudkan suatu harmoni kebahagiaan individu atau
kesejahteraan bangsa. Kenikmatan yang dicapai oleh setiap
individu tidak akan sama karena adanya perbedaan peranan
antar kelas dan antar individu (Soemanto, 1982).
Pendidikan
negara

untuk

negaranya.

diusahakan
memegang

Untuk

itu

dapat

mempersiapkan

peranan-peranan

earga

negara

mereka

diperlengkap

warga
dalam
dengan

pendidikan jasmani, pendidikan moral dan pendidikan intelek


(Soemanto, 1982).
3. Teori pendidikan Rousseau
Teori pendidikan Rousseau dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu teori yang berkenaan dengan pendidikan swasta bagi orang
laki-laki, teori yang berkenaan dengan pendidikan negeri orangorang laki-laki, teori yang berkenaan dengan pendidikan kaum
wanita (Soemanto, 1982).
Pandangan-pandangan

Rousseau

tentang

pendidikan

wanita merupakan sejarah yang perlu diperhatikan. Ia yakin


bahwa perbedaan wanita dalam hal psikologinya dari laki-laki
perlu adanya pendidikan yang berbeda pula (Soemanto, 1982).
4. Teori pendidikan Kant
Pengungkapan fakta dari teori pendidikan Emmanuel Kant
ada tiga macam, yaitu menyangkut psikologi, sejarah umum dan

praktik lembaga-lembaga pendidikan. Psikologi aktivitas manusia


tergantung pada tiga bagian atau kekuatan mental, diataranya
kekuatan keinginan, kekuatan kemauan, serta kognisi (Soemanto,
1982).
5. Teori pendidikan Pestalozzi
Pada hakekatnya anak didik adalah pribadi yang memiliki
daya-daya yang perlu dikembangkan. Pestalozzi memandang
anak bukan hanya sebagai individu, akan tetapi dipandang
sebagai anggota masyarakat. Di sinilah pendidikan sosial mulai
dirintis oleh Pestalozzi (Soemanto, 1982).
Anak

harus

dikembangkan

rasa

kesosialannya,

budi

pekertinya, daya-daya jiwanya serta keterampilan jasmaninya.


Oleh sebab itu kehidupan anak harus dimulai dalam lingkungan
keluarga terlebih dahulu. Ibu memegang peranan yang sangat
pening dalam pendidikan keluarga (Soemanto, 1982).
Pestalozzi menghendaki pendidikan segala aspek pribadi
anak secara harmonis dan seimbang. Aspek-aspek tersebut
menyangkut aspek jasmani, kejiwaan, sosial, moral etis dan
keagamaan (Soemanto, 1982).
Teori-teori pendidikan dari abad 19 hingga awal abad 20
1. Teori pendidikan Herbart
Herbart

kurang

setuju

dengan

sebagian

pandanga

Pestalozzi. Ia menganggap bahwa anak dapat dijadikan binatag


buas, tetapi dapat juga dijadikan pribadi yang luhur dan pandai
karena pendidikan. Sedangkan Pestalozzi menganggap bahwa
anak dianggap sebagai tanaman dan pendidikan adalah tukang
kebunnya. Perumpamaan Pestalozzi hanya dapat dijalankan
apabila

anak

sudah

mempunyai

cukup

pengetahuan

dan

kepribadian. Dasar pengajaran bagi Herbart adalah tanggapan


yang jernih (Soemanto, 1982).

Herbart mencoba menyususn ilmu pendidikan secara


ilmiah dengan ilmu dasar: etika (kebajikan) dan ilmu jiwa.
Berdasar etika, ia menyusun tujuan pendidikan dan berdasarkan
ilmu jiwa ia menentukan alat-alat pendidikan (Soemanto, 1982).
2. Teori pendidikan Frobel
Menurut Frobel, pendidikan adalah usaha dengan berbagai
alat untuk membangkitkan manusia sebagai makhluk yang
sadar, berpikir dan mengerti, agar dengan sadar dan atas
kemauan sendiri menjelmakan hukum Tuhan yang ada padanya
(Soemanto, 1982).
Sesuai dengan definisi pendidikan tersebut, terlihat adanya
prinsip kemandirian dalam pendidikan. Penidikan tidaklah boleh
dipaksakan, tetapi berasal dari kesukarelaan anak didik sendiri.
Ingat,

sesuai

dengan

Rousseau,

Frobel

juga

menganggap

manusia lahir dalam keadaan baik. Apabila terjadi ketidakbaikan,


lingkunganlah yang

menyebabkannya,

termasuk

lingkungan

dalam arti pendidikan (Soemanto, 1982).


Tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan manusia
untuk dengan segala daya jasmani dan rohani yang ada padanya
(Soemanto, 1982).
3. Teori pendidikan Jan Lighthart
Ia mengemukakan teori-teori pendidikan yang terdiri atas
dua golongan:
a) Teori yang berhubungan dengan pendidikan
Tujuan utama pendidikan ialah pembentukan manusia yang
berbudi pekerti. Kecerdasan otak memang perlu, tapi
bukan itu yang terpenting. Kata hati berperanan penting
bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu pendidikan kata
hati harus diutamakan. Semua usaha pendidikan harus
didasari dengan keyakinan, bahwa anak didik memiliki kata
hati. Murid harus patuh terhadap guru, namun kepatuhan
ini bukan karena takut. Pendidikan harus didasarkan pula

atas kasih, karena kasih mendukung kesabaran dan


kebijaksanaan. Tugas pendidikan adalah membangkitkan
kebaikan yang telah ada dalam jiwa anak untuk melawan
hasrat kejahatan. Hukuman jangan dipakai untuk mendidik.
b) Teori yang berhubungan dengan pengajaran
Teori ini dikemukakan berdasarkan sendi-sendi didaktik.
Pengajaran hendaknya menghindari intelektualisme dan
verbalisme. Untuk menghindari verbalisme, anak harus
diaktifkan, dengan memberi kesempatan kepada anak
untuk

berbuat

dan

meneliti

lingkungan

hidupnya.

Pengajaran yang dipusatkan pada lingkungan hidup anak


didik, akan memperoleh perhatian spontan dari anak didik
tersebut. Bahan pengajaran hendaknya diperoleh dari
lingkungan alam, lingkungan pekerjaan, dan lingkungan
masyarakat
menggunakan

konsumen.
prosedur

Pengajaran
menentukan

hendaknya
pusat

minat,

perjalanan sekolah ke lapangan kerja atau alam, belajar


mengajar di kelas dengan menggunakan gambar-gambar,
guru bercerita mengenai topik tersebut, imitasi hasil
pengamatan serta menghubungkan pelajaran tersebut
dengan segala mata pelajaran lain: kesenian, membaca,
sejarah, dan lain-lain (Soemanto, 1982).
4. Sistem pengajaran Montessori
Dalam usaha menuliskan teorinya, Montessori bertolak dari
pengalaman-pengalaman

hidupnya

mulai

dari

pekerjaannya

sebagai dokter rumah sakit, belajar di Paris, penyelenggaraan


taman kanak-kanaknya (casa dei Bambini) hingga menjadi besar.
Teori pendiikanMontessori lebih banyak tertuju pada metodologi
pengajaran.

Ada

beberapa

pokok

teori

pendidikan

dan

pengajaran Montessori: Pendidikan adalah hanya pertolongan


bagi perkembangan anak didik. Segenap faktor pendidikan
hendaknya tertolak dari kodrat dan pembawaan anak didik.

Metode ini disebut pedosentris, karena memungkinkan anak


untuk dapat berkembang secara wajar. Segala usaha dan
aktivitas pengajaran harus tumbuh dari dalam diri anak (Von
Kinde aus). Anak didik harus dapat berkembang secara bebas
(perkembangan diri secara bebas). Perkembangan indera anak
didik sangat penting untuk perkembangan dirinya. Indra adalah
pintu gerbang masuknya pengertian (Soemanto, 1982).
5. Sistem pengajaran Dalton
Pencipta dari sistem pengajaran ini adalah Dr. Helen
Pakhurst. Dasar pokok sistem Dalton adalah: pelajaran klasikal
tidak dihilanhkan sama sekali melainkan masih juga dilanjutkan,
tetapi hubungan kelas harus lebih longgar. Pengajaran harus
disesuaikan dengan sifat tiap individu. Anak harus diberikan
kemerdekaan

dan

keebebasan

pada

waktu

menunaikan

kewajibannya. Inti sari sistem ini adalah bahan pengajaran yang


diberikan sekaligus dalam bentuk tugas untuk tahunan, bulanan
dan mingguan. Sistem Dalton yang dengan bentuk tugas ini
memenuhi dasar didaktik efisien (Soemanto, 1982).
6. Teori pendidikan John Dewey
Menurut John Dewey, pendidikan adalah proses dimana
masyarakat mengenalkan diri. Dengan kata lain pendidikan
merupakan proses agar masyarakat menjadi survival untuk
menjadi kekal abadi. Pendidikan adalah proses pembentukan
impulse (Soemanto, 1982).
Tujuan umum pendidikan ialah untuk mencapai kekebalan
semua generasi penerus masyarakat yang di didik (Soemanto,
1982).
b. Browsing Internet
Berdasarkan pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat
diidentifikasi beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu :

1. Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana

perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga
ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk. Perubahan
itu tidak harus segera nampak setelah proses belajar tetapi dapat nampak di
kesempatan yang akan datang.
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan

pengalaman.
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu pada pokoknya adalah

didapatkannya kecakapan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif


lama.
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut

berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun phisikis (Sholihin, 2014).


Teori manapun pada prinsipnya, belajar meliputi segala perubahan baik berpikir,
pengetahuan, informasi, kebiasaan, sikap apresiasi maupun pengertian. Ini berarti
kegiatan belajar ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman. Perubahan akibat proses belajar adalah karena adanya usaha dari
individu dan perubahan tersebut berlangsung lama. Belajar merupakan kegiatan
yang aktif, karena kegiatan belajar dilakukan dengan sengaja, sadar dan bertujuan
(Sholihin,2014).
Agar kegiatan belajar mencapai hasil yang optimal, maka diusahakan
faktor penunjang seperti kondisi peserta didik yang baik, fasilitas dan lingkungan
yang mendukung serta proses belajar mengajar yang tepat (Sholihin, 2014).
Macam-macam teori belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori
belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori
belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek
objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk
menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar
sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide
baru atau konsep:

1. Teori belajar Behavioristik


Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini
lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori

behavioristik

dengan

model

hubungan

stimulus-responnya,

mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes
terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif
ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan
pelajaran

melalui

upayanya

mengorganisir,

menyimpan,

dan

kemudian

menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang


telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner,
dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang
berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki
pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau
penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik
memperoleh informasi dari lingkungan.
3. Teori belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan
dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-

konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu
dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan
masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena
mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih
pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep
(Sholihin, 2014).
Jurnal kuliah
c. Pemahaman sebelum perkuliahan :
Secara umum terdapat dua teori belajar dalam pendidikan,
yaitu teori belajar mandiri dan teori belajar kelompok. Teori
belajar mandiri memaparkan bahwa seorang individu dapat
belajar di manapun, kapanpun, dan dengan apapun. Yang
melatar belakangi hal ini adalah setiap manusia memiliki akal
pikiran. Setiap manusia berpotensi untuk berkembang, manusia
dapat megkontruksi objek-objek yang ada di sekitarnya dengan
panca inderanya, kemudian diolah oleh otak dengan kegiatan
berpikir sampai pada akhirnya menjadi suatu pengetahuan
(informasi). Dalam perkembangannya, belajar tidak bersifat kaku.
Belajar bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Tidak harus
selalu dengan kegiatan belajar-mengajar secara formal di kelas,
melainkan bisa dilakukan di tempat terbuka (out door) dan
dengan media apapun.
Teori belajar kelompok

memaparkan

bahwa

kegiatan

belajar terjadi dengan optimal ketika ada orang lain baik sebagai
penunjang maupun sebagai rekan dalam melakukan presepsi
terhadap

suatu

materi.

Objek

(informasi)

diolah

sampai

membentuk pengetahuan, dalam kenyataannya, pengetahuan


(kesimpulan) atau presepsi yang terbentuk oleh manusia satu

dengan yang lain nyaris tidak selalu sama. Oleh karena setiap
manusia memiliki perbedaan baik dari pengalaman, pola pikir,
tingkat kemampuan, dan wawasan, maka sangat dimungkinkan
adanya ketergantungan antara manusia yang satu dengan yang
lain untuk menciptakan suatu ilmu pengetahuan yang padu.
Analoginya, ketika suatu objek diolah dua pengamat, setidaknya
akan tercipta presepsi yang berbeda, meskipun perbedaannya
tidak selalu jauh. Hal ini karena masing-masing pengamat
memiliki sudut pandang yang berbeda, di mana keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangan masin-masing. Ketika kedua
presepsi dipadukan sampai mencapai titik temu, kesimpulan
yang didapat akan lebih unversal karena kesimpilan yang
terbentuk

tersebut

merupakan

kesmpulan

dari

beberapa

kesimpulan.
d. Pemahaman setelah perkuliahan :
Teori Belajar
Terdapat empat macam teori belajar, diantaranya :
1. Teori Behaviorisme
Teori belajar ini merupakan teori belajar yang mempelajari tingkah laku
luar yang merupakan dampak dari suatu proses belajar. Tingkah laku luar yang
tampak berupa kata-kata, gerak tubuh, tulisan dan lain sebagainya. Sedangkan
tingkah laku dari dalam disebut otak (teori kognitivisme). Teori belajar ini juga
merupakan proses belajar hafalan. Pada teori belajar ini lebih menekankan pada
murid yang diubah oleh lingkungan.
Stimulus
produk sains:
-

Respon perubahan tingkah laku eksternal :


Instruk

Guru
Buku

Refleks (conditioning + operant)


Hafalan
- Sesuai dengan tujuan pengajaran
Teori Belajar Behaviorisme

Tingkah laku
Belajar terjadi
:
Hasil belajar :
teramati
Belajar
:
- Jika
ada stimulus
- Pengetahuan
- Stimulus
Siap mental
- respon

terstruktur

Ada motivasi
ekstrinsik

Latihan
berulang
(drill)

Teacher centered
Direct instruction/active teaching/mastery
teaching

2. Teori Humanisme
Teori ini muncul karena adanya unsur kritik dari teori behaviorisme yang
mengannggap bahwa teori humanisme ini tidak baik.
Guru

Respon
(sesuai dengan rasa ingin
tahu, tujuan belajar yang
ditentukan sendiri oleh siswa,

Stimulus
(sesuai dengan minat siswa)

Fasilitatif
untuk
motivasi
intrinsik

dan kemajuan murid yang


merupakan

respon

perkembangan anak)

dari

Jadi, pada teori belajar humanisme ini motivasi belajar muncul dari pikiran
siswa sendiri atau minat dan rasa ingin tahu siswa.
Landasan dari teori belajar humanisme ini yaitu menentang sistem otoriter
dan memandang siswa dari sudut pandang siswa, bukan dari sudut pandang guru.
Belajar pada teori humanisme ini prinsipnya mengubah lingkungan, terdapat
hasrat dari dalam, bebas dari ancaman, terarah atau berdasarkan tujuan sendiri dan
bermakna bagi diri sendiri (jati diri). Sedangkan proses belajar mengajar pada
teori humanisme ini yaitu menggunakan pendekatan PBM (Proses Belajar
Mengajar) yang berpusat pada siswa (fasilitatif), pendidikan multikultural, belajar
kooperatif, belajar sosial (teori Bandura) dan scaffolding (teori Vygotsky).
Pembelajaran pada teori ini menggunakan metode modelling (guru menjadi
model), belajar kooperatif, dan STS (Science Technology Society) / kontekstual.
3. Teori belajar Kognitivisme
Dalam teori ini guru harus memandang siswa dari sudut pandang siswa.
Proses belajar ada di dalam otak, bukan pada pengamatan. Stimulus berasal dari
lingkungan sekitar, dan respon berupa kecakapan hidup.
Guru

Stimulus :
lingkungan
alam, teknologi,
dan masyarakat

Respon :
Kecakapan hidup (konsep
sains, ketrampilan, sikap,
kemampuan pemecahan
masalah, dan moral

Siswa yang kognitifnya baik, dia akan menjadikan guru sebagai model dan
perilakunya siswa tersebut akan baik.
Teori belajar kognitivisme disebut sebagai teori belajar yang menggunakan
penalaran berpikir secara logis. Tokoh dari teori ini adalah John Piaget. Teori
belajar ini membahas studi tentang proses perubahan kognitif, yang mana belajar

dalam hal ini diartikan sebagai proses interaksi atau adaptasi dengan
lingkungannya. Belajar juga merupakan proses asimilasi akomodasi
ekuilibrium yang melibatkan perkembangan kogitif pada anak pula. Sedangkan
hasil dari proses belajar mengajar dalam teori ini yaitu struktur perkembangan
kognitif serta adult role behaviorisme. Pembelajaran dalam teori ini menggunakan
metode schientific dari Brunner.
4. Teori belajar Konstruktivisme
Teori ini digunakan pada tahun 2000-an. Studi tentang teori ini meliputi
proses kognitif. Belajar diartikan sebagai interaksi atau adaptasi dengan
lingkungan. Belajar juga merupakan inkuiri ilmiah serta lebih ditekankan pada
pemecahan masalah. Sedangkan proses hasil belajar meliputi pengetahuan
(dikonstruksi sendiri oleh siswa), terjadi perkembangan kognitif/psikimitorik, dan
afektif serta moral, life skiils, adult role behaviors dan self regulated learning.
Pembelajaran pada sistem ini menggunakan discovery/inquiry, PBL, serta
kontekstual /STS (Science Technology System) / salingtemas.
Kesimpulan :
Berdasarkan uraian tentang teori belajar di atas, dapat
disimpulkan bahwa teori belajar adalah pemaparan bagaimana
proses pendidikan. Pendidikan merupakan seni menyampaikan
dan menerima informasi. Di dalam terdapat kegiatan belajar dan
mengajar. Jadi, teori belajar tidak hanya membahas bagaimana
siswa belajar saja, membahas bagaimana proses kegiatan
belajar-mengajar dilangsungkan oleh pelaku pendidikan. Dalam
perkembangannya terdapat 4 teori belajar, yaitu: teori belajar
behaviorisme,

teori

belajar

humanisme,

teori

belajar

kognitivisme, dan teori belajar kontruktivisme.


Teori behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulusresponnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan

semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Teori belajar humanisme berlandaskan menentang sistem otoriter dan
memandang siswa dari sudut pandang siswa, bukan dari sudut pandang guru.
Belajar pada teori humanisme ini prinsipnya mengubah lingkungan, terdapat
hasrat dari dalam, bebas dari ancaman, terarah atau berdasarkan tujuan sendiri dan
bermakna bagi diri sendiri (jati diri). Sedangkan proses belajar mengajar pada
teori humanisme ini yaitu menggunakan pendekatan PBM (Proses Belajar
Mengajar) yang berpusat pada siswa (fasilitatif), pendidikan multikultural, belajar
kooperatif, belajar sosial (teori Bandura) dan scaffolding (teori Vygotsky).
Teori belajar kognitivisme disebut sebagai teori belajar yang menggunakan
penalaran berpikir secara logis. Teori belajar ini membahas studi tentang proses
perubahan kognitif, yang mana belajar dalam hal ini diartikan sebagai proses
interaksi atau adaptasi dengan lingkungannya. Belajar juga merupakan proses
asimilasi akomodasi ekuilibrium yang melibatkan perkembangan kogitif pada
anak pula.
Dalam teori belajar kontruktivisme belajar diartikan sebagai interaksi atau
adaptasi dengan lingkungan. Belajar juga merupakan inkuiri ilmiah serta lebih
ditekankan pada pemecahan masalah. Sedangkan proses hasil belajar meliputi
pengetahuan

(dikonstruksi

sendiri

oleh

siswa),

terjadi

perkembangan

kognitif/psikimitorik, dan afektif serta moral, life skiils, adult role behaviors dan
self regulated learning.
Daftar Rujukan :
Soemanto, Wasty, dkk. 1982. Dasar dan Teori Pendidikan Dunia.
Surabaya: Usaha Nasioanal.
http://visiuniversal.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-belajar-dan-macammacam.html (Ahmad Solohin - Minggu 2 Maret 2014) diakses pada
tanggal 14 Oktober 2015 pukul 20.57 WIB
PORTOFOLIO 5
Hari, tanggal

: Rabu, 16 September 2015

Judul

: Teori Belajar dan Model Pemrosesan Informasi

Kegiatan

Pertemuan kelima dari mata kuliah ini


membahas

tentang

teori

belajar

dan

mempelajari atau

model

pemrosesan

informasi. Beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi


kelompoknya

masing-masing

secara

bergantian.

Kemudian

terjadi tanya jawab atau diskusi dosen memberikan penjelasan


kepada mahasiswa, mahasiswa mendengarkan dan mencatat
materi yang disampaikan dosen sambil memahaminya kemudian
dosen memberi umpan balik kepada mahasiswa. Dosen juga
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya
tentang materi terkait hal tersebut yang belum dipahami atau
yang belum bisa dimengerti.
Kegiatan ini menjadikan mahasiswa bertambah wawasan,
lebih mengerti dan memahami tentang

teori-teori belajar dan

model pemrosesan informasi, serta mengetahui kelebihan dan


kelemahan dari masing-masing teori-teori belajar tersebut.
Hasil studi di luar sekolah :
a

Studi Pustaka

Teori-teori dari belajar sudah dijelaskan pada portofolio 4.


Sedangkan pada portofolio ke 5 ini materi teori belajar merupakan
tambahan.
Tokoh Teori Pemrosesan Informasi
Salah satu tokoh dari teori pemrosesan informasi adalah Robert Gagne
yang memiliki nama lengkap Robert Milis Gagne, ia dilahirkan pada tanggal 21
Agustus 1916 di di North Andover, Massachusetts dan meninggal pada tanggal 28
April tahun 2002. Setelah lulus dari SMA, Gagne melanjutkan pendidikan di Yale
University.

Pada tahun 1937

Gagne mendapat

gelar B.A dari

Yale

University, kemudian dia melanjutkan studinya di Brown University dan


mendapat gelar Ph.D di bidang psikologi pada tahun 1940. Robert Gagne adalah
seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika yang terkenal dengan
penemuannya berupa The Condition Of Learning. Ia profesor psikologi dan
pendidikan di Connecticut College untuk Perempuan (1940-1949), Pennsylvania

State University (1945-1946),

Princeton (1958-1962), dan University of

California di Berkeley (1966-1969), dan profesor di Departemen Penelitian


Pendidikan di Florida State University di Tallahassee dimulai pada tahun 1969. Ia
juga menjabat sebagai direktur penelitian untuk Angkatan Udara (1949-1958) di
Lackland, Texas, dan Lowry, Colorado. Dia bekerja sebagai konsultan untuk
Departemen Pertahanan (1958-1961), dan ke Amerika Serikat Kantor Pendidikan
(1964-1966). Selain itu, ia menjabat sebagai direktur penelitian di Institut
Penelitian Amerika di Pittsburgh (1962-1965) (Bookrags.com)
Gagne

merupakan

pelopor

dalam

instruksi

pembelajaran

yang

dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Munculnya teori pemrosesan


informasi berawal dari modifikasi teori matematika, yang telah disusun oleh para
peneliti dengan tujuan untuk menilai dan meningkatkan pengiriman pesan. Di sisi
lain, terjadinya kondisi pemberian dan penerimaan informasi pengetahuan akan
tetap kita temukan dalam proses pembelajaran yang secara langsung berkaitan erat
dengan proses kognitif. Karena itu teori pemrosesan informasi memberikan
persfektif baru pada pengolahan pembelajaran yang akan menghasilkan belajar
yang efektif. Dan dalam perkembangan selanjutnya dalam teori ini akan
ditemukan persepsi, pengkodean, dan penyimpanan di dalam memori jangka
panjang. Sehingga pada akhirnya teori ini akan berpengaruh terhadap siswa dalam
hal pemecahan masalah (Warsita, 2008).
Teori Pembelajaran Pemrosesan Informasi Robert Gagne
Menurut Teori Robert. M. Gagne, belajar merupakan perubahan yang
terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan
hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja, Gagne juga menyatakan bahwa
belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu
sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di
lingkungan individu yang bersangkutan (kondisi). Seperangkat proses yang
bersifat internal yang dimaksud oleh Gagne adalah kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan terjadinya
proses kognitif dalam diri individu Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran (Warsita, 2008).

Berdasarkan kondisi internal dan eksternal ini, Gagne menjelaskan


bagaimana proses belajar itu terjadi. Model proses belajar yang dikembangkan
oleh Gagne didasarkan pada teori pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut :
1

Rangsangan yang diterima panca indera akan disalurkan ke

pusat syaraf dan diproses sebagai informasi.


Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang
disimpan dalam memori jangka pendek, dan ada yang

disimpan dalam memori jangka panjang.


Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada
sebelumnya, dan dapat diungkap kembali setelah dilakukan
pengolahan (Warsita, 2008).

Konsep Dasar Teori Pemprosesan Informasi


Pengetahuan yang diproses dan dimaknai dalam memori kerja disimpan
pada memori panjang dalam bentuk skema-skema teratur secara tersusun. Tahapan
pemahaman dalam pemrosesan informasi dalam memori kerja berfokus pada
bagaimana pengatahuan baru yang dimodifikasi (Warsita, 2008).
Urutan dari penerimaan informasi dalam diri manusia dijelaskan sebagai
berikut: pertama, manusia menangkap informasi dari lingkungan melalui organorgan sensorisnya yaitu: mata, telinga, hidung dan sebagainya. Beberapa
informasi disaring pada tingkat sensoris, kemudian sisanya dimasukkan dalam
ingatan jangka pendek. Ingatan jangka pendek mempnyai kapasitass pemeliharaan
informasi yang terbatas sehingga kandungannya harus diproses secara sedemikian
rupa (misalnya dengan pengulangan atau pelatihan), jika tidak akan lenyap dengan
cepat (Warsita, 2008).
Bila diproses, informasi dari ingatan jangka pendek dapat ditransfer
dalam ingatan jangka panjang. Ingatan jangka panjang merukan hal penting dalam
proses belajar. Karena ingatan jangka panjang merupakan tempat penyimpanan
informasi yang faktual (disebut pengetahuan deklaratif) dan informasi bagaimana
cara mengerjakan sesuatu (Warsita, 2008).
Tingkat pemrosesan stimulus informasi diproses dalam berbagai tingkat
kedalaman secara bersamaan bergantung kepada karakternya. Semakin dalam
suatu informasi diolah, maka informasi tersebut akan semakin lama diingat.
Sebagai contoh, informasi yang mempunyai imaji visual yang kuat atau banyak

berasosiasi dengan pengetahuan ynag telah ada akan diproses secara lebih dalam.
Demikian juga informasi yang sedang diamati akan lebih dalam diproses dari
pada stimuli atau kejadian lain di luar pengamatan. Dengan kata lain, manusia
akan lebih mengingat hal-hal yang mempunyai arti bagi dirinya atau hal-hal yamg
menjadi perhatiannya karena hal-hal tersebut diproses secara lebih mendalam dari
pada stimuli yang tidak mempunyai arti atau tidak menjadi perhatiannya (Warsita,
2008).
Pengulangan memegang peranan penting dalam pendekatan model.
Penyimpanan juga dianggap penting dalam pendekatan model tingkat
pemrosesan. Namun hanya mengulang-ulang saja tidak cukup untuk mengingat.
Untuk memperoleh tingkatan yang lebih dalam, aktivitas pengulangan haruslah
bersifat elaboratif. Dalam hal ini, pengulangan harus merupakan sebuah proses
pemberian makna dari informasi yang masuk (Firmansyah, 2011).
Pendekatan Teori Pemrosesan Informasi
Pendekatan pemrosesan informasi adalah pendekatan kognitif di mana
anak mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan
dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan
proses berpikir . Menurut pendekatan ini, anak secara bertahap mengembangkan
kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka
bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks (Santrock, 2011).
Secara sederhana analogi sistem pemrosesan informasi aktif yang
dikemukakan oleh psikologi kognitif, untuk menggambarkan hubungan antara
kognisi dengan otak adalah dengan melihat sistem kerja komputer yang seakanakan menjelaskan bagaimana kognisi manusia bekerja dengan menganalogikan
hardware sebagai otak fisik dan software sebagai kognisi. Teori pemrosesan
informasi adalah teori yang

menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan

pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Trianto, 2009).


Menurut Robert S. Siegler ada tiga karakteristik utama pendekatan
pemrosesan informasi, yaitu :
1

Proses Berpikir

Siegler berpendapat bahwa berpikir adalah pemrosesan informasi, dengan


penjelasan ketika anak merasakan, kemudian melakukan penyandian,
merepresentasikan, dan menyimpan informasi, maka proses inilah yang

disebut dengan proses berpikir. Walaupun kecepatan dalam memproses


dan menyimpan informasi terbatas pada satu waktu.
2

Mekanisme Pengubah
Siegler berpendapat dalam

pemrosesan

infromasi

fokus

utamanya adalah pada peran mekanisme pengubah dalam


perkembangan. Ada empat mekanisme yang bekerja

untuk

menciptakan perubahan dalam ketrampilan kognitif anak.


a Encoding (penyandian)
Encoding adalah proses memasukkan informasi

ke

dalam memori. Dalam encoding untuk memecahkan suatu


problem

dengan menyandikan

informasi

yang

relevan

dengan mengabaikan informasi yang tidak relevan. Namun,


anak

membutuhkan

waktu

dan

usaha

untuk

melatih encoding ini, agar dapat menyandi secara otomatis.


Apa itu memori? bagaimana informasi itu diletakkan
dan disimpan dalam mmemori? bagaimana informasi itu
disimpan setelah disandikan? dan bagaimana caranya

ia

dimunculkan kembali untuk tujuan tertentu di kemudian


hari?
Pertanyaan

inilah

yang

dipelajari

para

psikologi

pendidikan, dan mereka menyatakan bahwa adalah penting


untuk

tidak

memori

dari

segi

bagaimana

anak

menambahkan sesuatu ke dalam ingatan, tetapi dilihat dari


segi bagaiamana anak menyusun memori mereka.
Memori adalah rentensi informasi. Retensi informasi ini
terus menerus melibatkan encoding, penyimpanan, dan
pengambilan kembali informasi pada saat diperlukan untuk
waktu tertentu. Skemanya sebagai berikut:

ENCODING

PENYIMPANAN

PENGAMBILAN

Memasukkan

Mempertahankan

Mengambil

Informasi ke dalam

informasi dari

infromasi dari

memori

waktu ke waktu

gudang memori

Ada enam konsep yang dikenal dalam encoding, yaitu :


1

Atensi yaitu mengkonsentrasikan dan memfokuskan


sumber daya mental.

Pengulangan yaitu repetisi informasi dari waktu ke


waktu

agar

informasi

lebih

lama

berada

dalam

memori.
Pemrosesan mendalam, pada bagian ini Fergus Craik
dan Robert Lockhart mengatakan bahwa kita dapat

memproses informasi pada berbagai level.


Elaborasi, yang merupakan ekstensivitas pemrosesan
informasi

dalam

penyandian.

Jadi,

saat

pendidik

menyajikan konsep demokrasi pada peserta didik,


maka mereka akan mengingatnya dengan lebih baik
5

jika diberikan contoh yang bagus tentang demokrasi.


Mengkonstruksi citra, dalam hal ini Allan Paivio
percaya bahwa memori disimpan melalui satu atau
dua cara yaitu sebagai kode verbal atau kode
citra/imaji dan menggunakan kode mental. Sebagai
contoh pada saat seseorang mengkonstruksi citra
berarti

ia

telah mengelaborasi informasi, seperti

menghitung jumlah jendela di rumahnya. Mungkin


seseorang

akan

mengalami

kesulitan

saat

menyebutkan jumlah jendela secara keseluruhan,


tetapi ia akan mudah menjawab ketika menggunakan
kode mental yaitu dalam mengkonstruksi citra ia
dapat menyebutkan jumlah jendela dengan berjalan
6

secara mental di seluruh bagian rumahnya.


Penataan atau pengorganisasian informasi

dalam

kaitannya dengan penyandian pada memori, maka hal


ini akan membawa pengaruh terhadap pemahaman,
dengan kata lain, semakin baik seorang pendidik
menata informasi dalam menyajikan materi pelajaran,
maka semakin mudah peserta didik untuk memahami
dan mengingatnya dalam memori (Santrock, 2011).

Pada proses penyimpanan ada tiga simpanan utama yang erat


kaitannya dengan tiga kerangka waktu yang berbeda, yaitu :
1

Memori

sensori.

Memori

sensori

berfungsi

mempertahankan informasi dari dunia, dalam bentuk


sensoris aslinya hanya selama beberapa saat, tidak

lebih lama ketimbang waktu murid menerima sensasi


2

visual, suara, dan sensasi lainnya (Santrock, 2011).


Memori jangka pendek (working memory). Memori
jangka pendek adalah system memori berkapasitas
terbatas dimana informasi dipertahankan sekitar 30
detik, kecuali informasi itu diulang atau diproses lebih
lanjut. Trianto mengutip dari Nur, menurut Miller
memori jangka pendek mempunyai kapasitas 5-9 bits
informasi (Trianto, 2009). Lebih lanjutnya Trianto
menjelaskan bahwa untuk mempertahankan informasi
pada memori jangka pendek maka harus melakukan

pengulangan dengan cara menghafal.


Memori jangka panjang. Memori jangka panjang
adalah

tipe

memori

yang

menyimpan

banyak

informasi selama periode waktu yang lama secara


relative permanen. Kapasitas yang dimiliki memori ini
menurut ilmuan computer Jhon Von Neumann tidak
terbatas (Santrock, 2011).
Ketiga konsep di atas dikembangkan oleh Atkinson
dan Shiffrin, mereka mengatakan bahwa semakin lama
informasi dipertahankan dalam memori jangka pendek
dengan

bantuan

pengulangan,

semakin

besar

kemungkinannya untuk masuk ke memori jangka panjang.


Untuk semakin mendekatkann pemahaman, maka
berikut ini adalah tabel yang menguraikan perbedaan tiga
tingkatan memori.

Karakteristi
k

Register
Pengideraa

Masuknya

n
Perhatian

informasi

awal

Memori

Jangka Memori Jangka

Pendek

Panjang

Memerlukan

Latihan

perhatian
Perhatian

pengulangan
terus

Memelihara

Tidak

informasi

mungkin

Format

Mengcopi

organisasi
pengulangan
Bunyi
visual Sebagian besar

informasi

masukan

yang

menerus latihan

Pengulangan

mungkin semantik,

secara

apa

adanya
Kapasitas

Hilangnya
informasi

Selang
berkas

Besar

sebagian bunyi,

semantik

dan suara.
Tidak diketahui

Kecil

batasannya
Kemungkinan
tidak

Pergeseran
Menyeluruh kemungkinan
menyeluruh

kembali

kemampuan
mengakses
karena
interferensi
Beberapa menit

- 2 detik

Sampai 30 detik

sampai
beberapa tahun.

Kemungkinan
Memanggil

hilang,

Membaca

otomatis

butir-

yang

butir

dalam

nyaring

kesadaran isyarat
sesat/bunyi

Isyarat
perbaikan
kemungkinan
proses mencari

Pemrosesan informasi terakhir dalam memori adalah pengambilan


kembali dan melupakan. Ketika seseorang mengambil informasi dari
gudang data, maka ia melakukan penelusuran untuk mencari informasi
yang relevan, pengambilan informasi ini bisa dilakukan secara otomatis,
bisa juga harus memerlukan usaha (Santrock, 2011).
Dalam melupakan, ada beberapa istilah yang berkaitan yaitu cuedependent forgetting atau kegagalan dalam mengambil kembali
informasi karena kurangnya petunjuk pengambilan yang efektif, teori
interferensi yang menyatakan bahwa kita lupa bukan karena kita
kehilangan memori dari tempat penyimpanan, tetapi karena ada
informasi lain yang menghambat upaya kita untuk mengingat kembali
informasi yang kita inginkan, dan decay teory yang menyatakan bahwa
berlalunya waktu bisa membuat orang menjadi lupa (Santrock, 2011).
b Otomatisasi

Otomatisasi adalah kemampuan untuk memproses informasi


dengan sedikit atau tanpa usaha. Peristiwa ini terjadi karena
pertambahan usia dan pengalaman

individu sehingga otomatis

dalam memproses informasi, yaitu cepat dalam mendeteksi kaitan


atau hubungan dari peristiwa-peristiwa yang baru dengan peristiwa
yang sudah tersimpan pada memori dan akhirnya akan menemukan
ide atau pengetahuan baru dari setiap kejadian.
c

Konstruksi Strategi
Konstruksi strategi adalah penemuan prosedur baru
untuk

memproses

informasi.

Dalam

hal

ini

Siegler

menyatakan bahwa anak perlu menyandikan informasi


kunci

untuk

suatu

problem

dan

mengkoordinasikan

informasi tersebut dengan pengetahuan sebelumnya yang


relevan untuk memecahkan masalah.
d Generalisasi
Untuk melengkapi mekanisme pengubah, maka
manfaat dari langkah ketiga yaitu konstruksi strategi akan
terlihat pada proses generalisasi, yaitu kemampuan anak
dalam

mengaplikasikan

konstruksi

strategi

pada

permasalahan lain. Pengaplikasian itu melalui proses


transfer,

yaitu

suatu

mengaplikasikan
sebelumnya

untuk

proses

pengalaman
mempelajari

pada

saat

anak

dan

pengetahuan

atau

memecahkan

problem dalam situasi yang baru (Santrock, 2011).


3 Modifikasi Diri
Modifikasi diri dalam pemrosesan informasi secara
mendalam tertuang dalam metakognisi, yang berarti kognisi
atau kognisi atau mengetahui tentang mengetahui, yang

di

dalamnya terdapat dua hal yaitu pengetahuan kognitif dengan


aktivitas

kognitif.

Pengetahuan

kognitif

melibatkan

usaha

monitoring dan refleksi pada pemikiran seseorang pada saat


sekarang, sedangkan aktivitas kognitif terjadi saat murid secara
sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka
pada saat memecahkan masalah dan memikirkan suatu tujuan
(Santrock, 2011).

Berkaitan

dengan

modifikasi

diri

Deanna

Kuhn

mengatakan metakognisi harus lebih difokuskan pada usaha


untuk membantu anak menjadi pemikir yang lebih kritis,
terutama di sekolah menengah. Baginya ketrampilan kognitif
terbagi dua, yaitu mengutamakan kemampuan murid untuk
mengenali

dunia,

dan

ketrampilan

untuk

mengetahui

pengetahuannya sendiri (Santrock, 2011).


Michael Pressly dan rekan - rekannya seperti yang telah
dikutip

Santrock,

mereka

telah

mengembangkan

model

metakognitf yang disebut model pemrosesan informasi yang


baik. Model ini menyatakan bahwa kognisi yang kompeten
adalah hasil dari sejumlah faktor yang saling berinteraksi
(Santrock, 2011).
Penerapan Teori pemrosesan informasi
Dalam sensori input dan sensori register infomasi hanya
beberapa detik, sangat singkat, didapat dari penglihatan, sentuhan dan
lain sebagainya. Dio dalam short term memory, informasi tersebut
akan ada dalam beberapa detik antara 20-30 detik, ada rehaorsal
buffer yang diulang terus menerus dihubungkan dengan informasi lain
yang telah ada dalam ingatan. Sedangkan dalam long term memory,
waktunya adalah berhario-hari, berbulanp-bulan, bertahun-tahun dan
sepanjang masa; informasi yang tidak terproses dengan baik akan
hilang atau terlupakan; pada saat kita mengingat sesuatu segala items
akan tergambar di sini. Dari penjelasan di atas dapat diuraikan sebai
berikut:
1 Dari

lingkungan,

pembelajar

mendapat

rangsangan

yang

mengativasikan reseptor dan transformasikan pada informasi


saraf. Pada awalnya informasi ini masuk ke dalam struktur yang
disebut sensory register (SR) dan tersimpan dalam waktu yang
2

sangat singkat dalam hitungan perseratus detik.


Tidak seluruh gambaran informasi yang direkam dalam SR akan
bertahan, karena informasi tersebut ditrasformasikan ke dalam
bentuk rangsang melalui proses persepsi selektif, yaitu proses
pemberian perhatian terhadap gambaran tertentu dari informasi
yang ada dalam SR dan mengabaikan informasi lain (misalnya:
tekstur, kemiringa, objek tiga dimensi dsb). Proses persepsi

selektif ini membentuk jenis input baru yang akan masuk ke


3

dalam short term memory storage (STM).


Dalam STM, informasi akan bertahan sampai sekitar 20 detik.
Ada

dua

bentuk

penyimpanan

dalam

STM,

yaitu: Pertama, bentuk akustis (informasi yang secara internal


didengar oleh pembelajar. Kedua, bentuk artikulator (pembelajar
mendengar dirinya sendiri mengatakan informasi). Sebagai
contoh, saat seseorang mengingat nomor telepon karena akan
menelepon,

maka

ia

akan

mendengarkan

dirinya

sendiri

mengulang nomor tersebut. Kapasitas STM terbatas, item bisa


berupa huruf, angka, atau kata dengan satu suku kata. Bila
kapasitasnya sudah terisi penuh, maka item lama akan terbuang
4

saat ada item baru masuk.


Dalam STM, ada suatu proses yang disebut rehearsal, yaitu:
suatu proses pengulangan mental (pengulangan secara tenang)
dari

informasi.

Proses

rehearsal

ini,

selain

membantu

memperpanjang masa bertahannya informasi dalam STM, juga


membantu dalam pengkodean informasi, sehingga akan bisa
masuk (menjadi input) ke dalam struktur berikutnya, yaitu: long
term memory stotage (LMT) tapi tidak membentuk dalam
5

meningkatkan jumlah item yang disimpan dalam STM.


Transformasi informasi yang paling oenting terjadi

saat

informasi keluar dari STM dan masuk ke dalam LTM. Proses ini
disebut pengkodean (encoding). Informasi yang terdapat dalam
STM demgam gfambaran perspektual tertentu ditransformasikan
ke dalam bentuk konseptual, bentuk yang bermakna. Jadi
informasi tidak lagi disimpan dalam bentuk suara atau bentuk
rupa, tapi sebagai konsep yang diketahui maknanya dan dapat
dirujuk dengan cepat dalam lingkungan pembelajar. Informasi
yang disimpan ini diorganisasikan dalam berbagai cara, tidak
6

hanya dikumpulkan.
Penyimpanan dalam LTM bersifat permanen. Tetapi, karena
berbagai faktor informasi-informasi tersebut bisa jadi tidak dapat
akses, misalnya karena interferensi antara memori lama dengan
memori baru. Salah satu contoh akibat kesulitan mengakses
informasi dari LTM ini adalah terjadinya lupa.

Untuk

menemukan

kembali

informasi

dari

LTM

biasanya

dibutuhkan adanya cues baik melalui situasi eksternal maupun


oleh si pembelajar itu sendiri (dari sumber memori lain) cues ini
diperlukan untuk memasangkan atau mengaitkan apa yang
telah dipelajari sehingga informasi yang dicari dapat dikenali
8

dan ditemukan kembali.


Recall dari apa yang sudah dipelajari

dapat terjadi segera

setelah proses belajar terjadi, tapi bisa pula tertunda. Kadang


9

membutuhkan rekontruksi dari kejadian yang perlu diingat.


Transfer of Learning terjadi bila recall terhadap apa yang
dipelajari mencakup aplikasi terhaap situasi atau masalah baru.
Dalam hal ini seseorang yang perlu menerapkan pengetahuan
atau

ketrampilannya

dalam

situasi

masalah

baru

harus

mengarahkan suatu proses pencarian yang lebih kompleks dari


pada menggunakannya pada situasi atau masalah yang biasa
ditemui.
10 STM juga memiliki peran sebagai memori aktif atau memori
kerja yang sangat penting. Proses pencarian dapat dilakukan
dalam memori kerja untuk menemukan kembali bahan-bahan
yang disimpan dalam LTM. Sebagai hasilnya, bahan tersebut
dapat kembali ke dalam memori kerja dalam suatu bentuk yang
dapat disimpan dan dipasangkan dengan input yang baru
diterima.
11 Generator respon menentukan, partama, bentuk dasar dari
respon manusia, yaitu apakah muncul dalam bentuk perkataan,
otot besar tubuh, otot kecil tangan atau lainnya. Kedua
menentukan pola dari performance, urutan dan waktu dari
gerakan yang masuk tindakan. Secara umum proses yang
dihubungkan

dengan

generator

respon

menjamin

bahwa

performance akan terorganisasikan.


12 Tahapan berikutnya adalah aktifasi dari efektor; pola aktivitas
yang dapat diamati secara eksternal (Budiningsih, 2011).

Dalam kegiatan belajar seseorang, menurut teori pemrosesan informasi


terdapat efek eksternak yang mempengaruhi, yaitu:

Kejadian eksternal bisa mempromosikan belajar dan memori


dalam jangka waktu yang sangat singkat sebelum sesuatu
disimpan. Proses yang terjadi dalam pembelajaran berkait
dengan memasukkan stimulus yag relevan ke dalam belajar.
Tahapan persiapan ini terdiri atas; pertama kewaspadaan
terhadap rangsang yang disebutsebagai perhatian. Kedua;
persepsi

selektif.

Merupakan

proses

penyarinagan

dan

pengorganisasian yang sangat penting dari rangsang, yang


membawa pada seluruh penyimpanan dari ciri rangsang yang
relevan

dalam

STM.

Dari

sinilah

informasi

yang

telah

ditransformasikan kembali (diberi kode) untuk bisa masuk ke


b

dalam LTM.
Untuk belajar,

pertama

pembelajar

haruslah

menerima

stimulus artinya panca indera mereka harus diarahkan pada


sumber

stimulasi

dan

mereka

harus

siap

menerimanya.

Memberikan perhatian merupakan langkah awal dalam belajar


yang dapat dideteksi dengan mengamati apa yang dilihat atau
didengarkan

oleh

pembelajar.

Stimulasi

eksternal

yang

menghasilkan kewaspadaan bisa dilakukan dengan berbagai


cara, misalnya membuat keadaan menjadi lebih terang atau
mengeraskan suara. Secara umum membuat perubahan tibatiba,
c

baik

meningkatkan

maupun

menurun,

merupakan

stimulus yang efektif untuk membuat pembelajar wapada.


Persepsi selektif bisa diarahkan dengan intruksi verbal atau
bentuk stimulasi lainnya. Misalnya, pada teks bacaan persepsi
selektif bisa diarahkan dengan membuat garis bawah atau
cetak miring pada kata tertentu yang harus diperhatikan
(Budiningsih, 2011).

Aplikasi Teori Pemrosesan Informasi Dalam Pembelajaran


Dalam aplikasi teori pemrosesan informasi dalam pembelajaran, kita dapat
mengambil teori yang disampaikan oleh Gagne tentang tahapan belajar dari fakta
sampai pemecahan masalah, serta tahapan tujuan dari yang rendah sampai ke
tinggi, dapat kita lihat pada keterangan yang dituliskan Harjanto tentang pelajaran
melukis, seperti berikut ini :

Siswa dapat menyebutkan beberapa alat yang dipergunakan

untuk mengambar berwarna (fakta).


2 Siswa dapat mengidentifikasi warna panas dan warna dingin
(konsep).
3 Siswa dapat menyatakan bahwa penempatan atau pemakaian
kedua jenis warna tersebut akan saling berpengaruh (prinsip)
4 Siswa dapat melukis dengan komposisi warna yang harmonis
(pemecahan masalah)

(Harjanto, 2000).
b Browsing Internet
Berdasarkan pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat
diidentifikasi beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu :
1

Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana


perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga
ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk. Perubahan
itu tidak harus segera nampak setelah proses belajar tetapi dapat nampak di
kesempatan yang akan datang.

Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan


pengalaman.

Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu pada pokoknya adalah
didapatkannya kecakapan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif
lama.

Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut


berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun phisikis (Sholihin, 2014).

Teori manapun pada prinsipnya, belajar meliputi segala perubahan baik berpikir,
pengetahuan, informasi, kebiasaan, sikap apresiasi maupun pengertian. Ini berarti
kegiatan belajar ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman. Perubahan akibat proses belajar adalah karena adanya usaha dari
individu dan perubahan tersebut berlangsung lama. Belajar merupakan kegiatan
yang aktif, karena kegiatan belajar dilakukan dengan sengaja, sadar dan bertujuan
(Sholihin,2014).

Agar kegiatan belajar mencapai hasil yang optimal, maka diusahakan


faktor penunjang seperti kondisi peserta didik yang baik, fasilitas dan lingkungan
yang mendukung serta proses belajar mengajar yang tepat (Sholihin, 2014).
Macam-macam teori belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori
belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori
belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek
objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk
menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar
sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide
baru atau konsep:
1

Teori belajar Behavioristik

Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini
lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori

behavioristik

dengan

model

hubungan

stimulus-responnya,

mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
2

Teori Belajar kognitivisme

Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes
terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif
ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan
pelajaran

melalui

upayanya

mengorganisir,

menyimpan,

dan

kemudian

menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang


telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner,
dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang

berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki


pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau
penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik
memperoleh informasi dari lingkungan.
3

Teori belajar Konstruktivisme

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan


dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyongkonyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu
dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan
masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena
mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih
pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep
(Sholihin, 2014).

Jurnal kuliah
a

Pemahaman sebelum perkuliahan :

Teori-teori dari belajar sudah dijelaskan pada portofolio 4 sehingga pada


portofolio ke 5 ini, pemahaman sebelum kuliah hanya memaparkan tentang model
pemrosesan informasi. Seperti pada umumnya, dalam pemrosesan informasi
terdapat tahapan-tahapannya. Dimulai dari proses pengamatan informasi (objek)
yang akan hendak dikaji baik itu benda nyata maupun hanya sebatas benda pikir.
Dari proses pengamatan oleh panca indera ini kemudian objek diterima lalu
dikirim menuju saraf otak. Di otak inilah objek tersebut diolah sedemikian hingga
menjadi suatu pengetahuan atau pemahaman. Proses ini disebut encoding.

Ketika objek yang dikaji merupakan objek ingatan jangka panjang, misal
seperti gambar, irama, dan lain-lain, maka objek tersebut akan dengan mudah
tersimpan di memori jangka lama di dalam otak. Namun ketika objek yang dikaji
merupakan objek ingatan jangka pendek, maka diperlukan perlakuan khusus agar
bisa tersimpan dalam ingatan jangka panjang, yaitu dengan mengkajinya
berulang-ulang sampai timbul kesan dalam otak. Dengan demikian objek
tersebut akan menjadi ingatan jangka panjang.
Ketika objek yang dikaji berhasil dimasukkan ke dalam otak dan
menyimpannya sebagai suatu informasi atau pengetahuan, ada kalanya kita
hendak menggunakan pengetahuan tersebut. Saraf kita akan mencari di mana
objek tersebut disimpan di dalam otak sebagai pengetahuan, yang dalam hal ini
disebut Retrial. Terkadang kita mudah untuk memanggil kembali objek yang telah
tersimpan, namun terkadang kita masih memerlukan stimulus untuk dapat
memanggil objek tersebut di dalam otak untuk digunakan. Tergantung bagaimana
kualitas skema yang terbentuk di dalam otak kita tentang objek tersebut.

b Pemahaman setelah perkuliahan :


Pada pertemuan ini diadakan diskusi dengan presentasi dan terdapat dua
pertanyaan dari audien yaitu: (1) Apakah kurikulum 2013 termasuk dalam teori
belajar behaviorisme? (dari saudara M. Andik Rohmatullah) (2) Bagaimana cara
mencapai tingkat kecerdasan? (dari saudara Novia Rhike D. Pitaloka).
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar dengan meniru orang
lain. Peniruan tersebut lebih fokus terhadap ucapan dan gerak atau tingkah laku
dari seseorang. Saat di sekolah, teori ini diterapkan dengan mengulang-ulang
pelajaran atau penjelasan dari guru, lalu guru memberikan reward dan punishment
kepada murid. Reward tindakannya seperti kehendak dari orang lain, sedangkan
punishment tindakannya tidak sama dengan pemberi stimulan.
Kritik dalam teori behavioristik yaitu siswa meniru guru, tetapi rata-rata
yang ditiru adalah hal-hala yang negatif. Sedangkan hal-hal yang positif sulit
ditiru.
Teori belajar Humanisme merupakan teori belajar dengan memandang dari
persepsi siswa. Salah satu tokohnya yaitu Carl Roger (psikolog humanisme) yang

mempunyai pegangan hidup atau prinsip untuk saling menghargai serta


menekankan

pentingnya

guru

memperhatikan

prinsip

pendidikan

dan

pembelajaran.
Tokoh lainnya yaitu Maslow yang berpendapat bahwa manusia ingin
memenuhi kebutuhan hidup.
Implikasi dari teori humanisme ini yaitu kebutuhan peserta didik akan
terpenuhi jika terjadi proses belajar. Kekurangan dari teori ini yaitu tidak bisa
diuji dengan mudah, individual, dan siswa tidak dapat memahami potensi yang
ada pada dirinya karena siswa ketinggalan dalam belajar. Salah satu contoh
penerapannya adalah bimbingan belajar (les privat).
Teori belajar kognitivisme merupakan aktivitas belajar, persepsi atau
pengalaman yang tidak dapat diukur. Tokoh-tokohnya yaitu John Piaget, Bruner,
Ausebel, Gestalt, Kohler, dan Kast Lewin. Implikasi dari teori ini adalah tujuantujuan instruksional, kesiapan peserta didik, materi pelajaran, prinsip-prinsip,
audienced organizer dan memahami konsep-konsep. Kritik dari teori ini yaitu
pembelajaran di Indonesia cenderung cognitif oriented (berorientasi pada
intelektual/kognitif), akibatnya lulusan pendidikan kaya intelektual tetapi miskin
moral kepribadian.
Domain/dimensi belajar meliputi pengetahuan, kognitif (berpikir), afektif,
psikomotorik serta moral. Pengetahuan di Indonesia berbasis textbook oriented,
bukan kognitif oriented. Kognitif (berpikir), afektif, dan psikomotorik merupakan
ide atau pendapat dari Benyamin S. Bloom.
Multiple intelegency merupakan kecakapan, bukan hanya pikiran logika.
Ada 8 intelegency yang diajarkan atau dalam kata lain kaya akan intelektual.
Model Pemrosesan Informasi (Gagne):
Pengertian:
a

Model pemrosesan informasi menjelaskan mengenai proses

belajar pada diri pelaku belajar.


Proses belajar = proses pengolahan informasi menjadi struktur
kognitif yang tersimpan dalam LTM (Long Term Memory).

Lingkungan

Siswa menerima stimulus (informasi) dari lingkungan berupa reseptor


(indera). Kemudian informasi masuk ke otak dan diseleksi persepsinya atau
disenut sebagai persepsi selektif. Persepsi merupakan titik perhatian. Yang
dipersepsi tadi dipindahkan ke bagian otak yang lain atau merupakan Short Term
Memory (STM). Terdapat proses rehersal atau melakukan pengamatan lagi/dihafal
lagi. Bisa juga terjadi encoding (informasi yang baru masuk dan dipadukan
dengan Short Term Memory (STM). Long Term Memory (LTM) bergabung dengan
Short Term Memory (STM) dan terjadi retrieval atau pengorekan ingatan kembali.
Tetapi bisa juga langsung (orang menjawab dengan spontan). Kemudian Long
Term Memory (LTM) dan Short Term Memory (STM) dibawa ke bagian otak
penggerak lain yang disebuat sebagai penggerak respon yang juga merupakan
harapan. Informasi kompleks dan respons kompleks diorganisasikan oleh
organisasi respon yang dikontrol oleh harapan atau kontrol eksekutif. Respon
disalurkan ke efektor berupa otot. Kemudian respon keluar ke lingkungan.

Kesimpulan:
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar terdapat
4 teori yang mendasari keberlangsungan kegiatan belajar-mengajar, yaitu: teori
belajar behaviorisme, teori belajar humanisme, teori belajar kognitivisme, dan
teori belajar kontruktivisme. Sedangkan dalam model pemrosesan informasi,
dipaparkan bagaimana suatu informasi itu diproses melalui aktivitas mental di
dalam otak.
Secara umum ada 3 tahap dalam model pemrosesan informasi. Yang
pertama encoding, yaitu proses memasukkan informasi ke dalam otak. Yang
kedua membentuk memori. Informasi yang telah diterima oleh otak akan diolah
dan dimasukkan ke dalam memori dalam bentuk skema. Yang terakhir retrial,
yaitu memanggil kembali informasi yang telah tersimpan di dalam memori untuk
digunakan. Adapun alurnya sebagai berikut:
ENCODING

PENYIMPANAN

PENGAMBILAN

Memasukkan
informasi ke dalam
memori

Mempertahakan
informasi dari waktu
ke waktu

Mengambil informasi
dari gudang memori

Daftar Rujukan:
Bookrags,
Biography
Robert
Milis
http://www.bookrags.com/biography/robert-mills-gagne/

Gagne

Budiningsih, C. Asri.2009. Psikologi Pendidikan, terjemahan Tri Wibowo B. S.


Jakarta: Kencana.
Firmansyah, Yody Hasruf. http://wagimanthinker.blogspot.com/2011/04/makalahteori-pemrosesan-informasi.html
Harjanto. 2000. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Santrock, Jhon W.2009. Psikologi Pendidikan, terjemahan Tri Wibowo B. S.
Jakarta: Kencana.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana.
Warsita, Bambang. 2008. Teori Belajar Robert M. Gagne dan Implikasinya Pada
Pentingnya Pusat Sumber Belajar, (Jurnal Teknodik, vol. XII No. 1.
http://www.isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121086579.pdf
http://visiuniversal.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-belajar-dan-macammacam.html (Ahmad Solohin - Minggu 2 Maret 2014) diakses pada
tanggal 14 Oktober 2015 pukul 20.57 WIB

PORTOFOLIO 6
Hari, tanggal
Judul

: Rabu, 30 September 2015


: Teori Belajar dan Model Pemrosesan

Informasi
Kegiatan

Dalam mempelajari atau membahas tentang Teori Belajar


dan Model Pemrosesan Informasi, dosen memberikan penjelasan
kepada mahasiswa, mahasiswa mendengarkan dan mencatat
materi yang disampaikan dosen sambil memahaminya kemudian
dosen memberi umpan balik kepada mahasiswa. Dosen juga
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya
tentang materi terkait hal tersebut yang belum dipahami atau
yang belum bisa dimengerti. Pada perkuliahan hari ini, dosen
memberikan beberapa gambar/foto yang sedikit abstrak untuk
ditebak oleh mahasiswanya. Gambar/foto tersebut tentang awan

yang berbentuk wajah manusia dan gambar pohon yang roboh


akibat banjir. Mahasiswa menebak wajah siapa yang tergambar
pada awan serta menebak bagaimana bisa pohon pisang bisa
berada di ranting pohon jambu.
Kegiatan ini menjadikan mahasiswa bertambah wawasan,
lebih mengerti dan memahami tentang

teori-teori belajar dan

model pemrosesan informasi, serta mengetahui kelebihan dan


kelemahan dari masing-masing teori-teori belajar tersebut.
Hasil studi di luar sekolah :
c Studi Pustaka
Teori-teori dari belajar sudah dijelaskan pada portofolio 4.
Sedangkan pada portofolio ke 5 ini materi teori belajar merupakan
tambahan.
Teori Konstruktivisme Piaget
Untuk

memahami

teori

Piaget,

kita

perlu

mengerti

beberapa istilah baku yang digunakannya untuk menjeaskan


proses seseorang mencapai pengertian.
Skema/skemata
Sebagaimana tubuh kita mempunyai struktur tertentu agar
dapat berfungsi, pikiran kita juga mempunyai struktur yang
disebut skema atau skemata (jamak). Skema adalah suatu
struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara
intelektual

beradaptasi

dan

mengkoordinirnasi

lingkungan

sekitarnya. Skemata itu akan beradaptasi dan berubah selama


perkembangan memtal anak. Skemata bukanlah benda nyata
yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam
sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan
tidak dapat dilihat. Skemata adalah hasil kesimpulan atau
bentukan

mental,

konstruksi

hipotesis,

seperti

kreativitas, kemampuan, dan naluri (Wadsworth, 1989).

intelek,

Skema juga dapat dipikirkan sebagai suatu konsep atau


kategori. Orang dewasa mempunyai banyak skema. Skema ini
digunakan untuk memproses dan mengidentifikasi rangsangan
yang datang. Seorang anak yang baru lahir mempunyai sedikit
skema., yang dalam perkembangannya kemudian menjadi lebih
umum, lebih terperinci, dan lebih lengkap (Suparno, 1997).
Skema tidak pernah berhenti berubah atau menjadi lebih
rinci. Skemata seorang anak berkembang menjadi skemata orang
dewasa.

Gambaran

dalam

pikiran

anak

menjadi

semakin

berkembang dan lengkap (Suparno, 1997).


Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru
ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya.
Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan
yang baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini
berjalan

terus.

Setiap

orang

selalu

secar

terus-menerus

mengembangkan proses ini. Menurut Wadsworth, asimilasi tidak


menyebabkan

perubahan/pergantian

perkembangan

skemata.

Misalnya,

skemata,
seseorang

melainkan
yang

baru

mengenal konsep balon. Dalam pikiran orang itu, ia punya skema


balon. Kalau dia meniup balon itu atau mengisinya dengan
air sampai besar atau malah memecahkan balon itu, ia tetap
mempunyai skema yang sama tentang balon. Perbedaannya
adalah bahwa skemanya tentang balon diperluas dan diperinci
lebih lengkap, bukan hanya sebagai balon yang kempes belum
tertiup,
Asimilasi

melainkan
adalah

mengadaptasikan

balon

dengan

salah

satu

dan

macam-macam
proses

mengorganisasikan

individu
diri

sifatnya.
dalam
dengan

lingkungan baru sehiingga pengertian orang itu berkembang


(Suparno, 1997).

Akomodasi
Dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau
pengalaman yang baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan
pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia punyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok
dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan seperti ini, orang
itu akan mengadakan akomodasi, yaitu (1) membentuk skema
baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru atau (2)
memodifikasi

skema

yang

ada

sehingga

cocok

dengan

rangsangan itu. Misalnya seorang anak mempunyai skema


bahwa semua binatang harus berkaki dua atau empat. Skema ini
didapat dari abstraksinya terhadap binatang-binatang yang
pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia berjalan ke sawah dan
menemukan banyak binatang yang kakinya lebih dari empat.
Anak tadi mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok lagi,
terjadi konflik dalam pikirannya. Ia mengadakan akomodasi
dengan membentuk skema baru bahwa binatang dapat berkaki
dua, empat dan lebih dari empat (Suparno, 1997).
Skemata

seseorang

dibentuk

dengan

pengalaman

sepanjamg waktu. Skemata menunjukkan taraf pengertian dan


pengetahuan seseorang sekarang tentang dunia sekitarnya.
Karena skema ini suatu konstruksi, maka bukan tiruan dari
kenyataan dunia yang ada. Menurut Piaget, proses asimilasi dan
akomodasi ini terus berjalan dalam diri seseorang. Dalam contoh
anak di atas, ia akan terus mengembangkan skemanya tentang
kaki binatang bila dijumpainya pengalaman-pengalaman yang
berbeda, misalnya bahwa ada pula binatang yang tak berkaki
(Suparno, 1997).
Equilibrium
Proses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan
kognitif seseorang. Dalam perkembangan intelek seseorang,
diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses

itu disebut equilibrium, yakni pengaturan diri secara mekanis


untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi.
Disequilibrium adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi
dan akomodasi. Equilibration adalah proses dari disequilibrium ke
equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri orang
melalui

asimilasi

dan

akomodasi.

Equilibration

membuat

seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur


dalamnya (skemata). Bila terjadi ketidakseimbangan, maka
seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan
asimilasi atau akomodasi (Suparno, 1997).
Bagi Piaget, belajar adalah merupakan perubahan konsep.
Dalam proses tersebut, si pelajar setiap kali membangun konsep
baru melalui asimilasi dan akomodasi skema mereka. Oleh sebab
itu,

belajar

merupakan

proses

yang

terus-menerus,

tidak

berkesudahan (Suparno, 1997).


Bila anak menjadi besar, kegiatan fisik yang menyebabkan
perubahan kognitif dapat berkurang. Namun, perbuatan yang
perlu untuk perkembangan kognitif bukan hanya perbuatan
secara fisik, melainkan termasuk juga setiap tingkah laku nonfisik
yang merangsang struktur intelektual anak. Tingkah laku itu
menciptakan

disequilibrium

dan

membiarkan

asimilasi

dan

akomodasi terjadi. Kegiatan fisik dan mental dalam lingkungan


adalah perlu tetapi tidak cukup untuk perkembangan kognitif.
Pengalaman

sendiri

tidak

menjamin

perkembangan,

tetapi

perkembangan tidak dapat terjadi tanpa pengalaman. Perlulah


dalam

perkembangan

itu

proses

asimilasi

dan

akomodasi

(Suparno, 1997).
Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan: (1)
pengetahuan fisis, (2) matematis-logis, dan (3) sosial. Masingmasing

pengetahuan

itu

membutuhkan

tindakan

seseorang, tetapi dengan berbeda alasannya:


1 Pengetahuan Fisis

/kegiatan

Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis


dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, kekasaran,
berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu engan
yang lain (Piaget, 1970, 1971 ; Wadsworth, 1989; Althose, 1988).
Anak memperoleh suatu pengetahuan fisis tentang suatu objek
dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui
indranya. Pengetahuan fisik ini didapat dari abstraksi langsung
akan suatu objek. Misalnya, anak yang bermain pasir dapat
menuang pasir dari dari tempat yang satu ke tempat yang lain.,
memegang-megang pasir itu, merasakan kekerasannya, atau
meletakkan

di

mulut,

dll.

Dari

tindakan-tindakan

itu

ia

membentuk dan membangun pengetahuannya akan pasir. Dalam


pembentukan pengetahuan fisis tersebut, bendanya sendiri
(pasir) memberitahukan kepada si anak apa yang dapat ia buat
dan yang tidak dapat ia buat. Feetback dan peneguhan didapat
dari benda itu sendiri. Menurut Piaget, si anak tidak dapat
membentuk

skema

yang

akurat

tentang

pasir

kecuali

ia

bertindak aktif terhadap pasir. Pengetahuan yang akurat akan


suatu objek tidak dapat diperoleh dari membaca, melihat
gambar,

mendengarkan

orang

bicara,

tetapi

hanya

dapat

diperoleh melalui campur tangan si anak terhadap benda itu.


Benda itu sendirilah akan membiarkan kita untuk mengerti sifatsifatnya (Suparno, 1997).
2 Pengetahuan Matematis-Logis
Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang
dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu
objek atau kejadian tertentu (Piaget, 1970; Gallgher dan Reid,
1981). Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan
koordinasi, relasi ataupun penggunaan objek.

Pengetahuan

matematis-logis dapat berkembang hanya bila si anak bertindak


terhadap

benda

itu.

Anak

itu

membentuk/menciptakan

pengetahuan matematis-logis karena pengetahuan itu tidak ada

dalam objek sendiri seperti pengetahuan fisis. Pengetahuan itu


harus dibentuk dari perbuatan berpikir si anak terhadap benda
itu. Benda di sini hanya menjadi medium untuk membiarkan
konstruksi itu terjadi. Misalnya, pengetahuan tentang konsep
bilangan. Si anak dapat bermain dengan himpunan 10 keping
uang. Ia mengatur uang itu berderet dan menghitungnya
sepuluh. Ia meletakkan keping-keping itu di gelas, ia dapat
menyusunnya vertikal, ia meletakkannya dalam bakul. Waktu ia
menghitungnya, selalu didapatkan 10. Melalui berbagai kegiatan
itu, si anak membentuk konsep akan bilangan 10 yang tetap,
meskipun keping-keping itu diletakkan di tempat yang berbedabeda bentuknya. Konsep 10 itu sendiri tidak terdapat dalam
keping uang itu, tetapi diciptakan oleh sia anak (Wadsworth,
1989; Althouse, 1988). Menurut Piaget, pengetahuan itu tidak
dapat diperoleh dari membaca atau mendengarkan orang bicara
tetapi dibentuk dari tindakan seseorang terhadap suatu objek
(Suparno, 1997).
Pada taraf tertentu, abstraksi pengalaman matematis
tersebut dapat disimbolkan menjadi suatu logika dan matematika
yang murni. Dari sini dapat dimengerti bahwa logika murni dan
matematika yang murni dapat mengatasi pengalaman karena
tidak terbatas kepada sifat-sifat fisis objek itu sendiri. Sementara
itu, pengetahuan fisis tidak menjadi murni karena didasarkan
pada sifat-sifat langsung objek atau pengalaman yang diamati.
Namun,

pada

taraf

tertentu

pengetahuan

fisis

ini

dapat

digabungkan dengan konsep-konsep matematis logis untuk


menemukan suatu persepsi yang lebih tinggi (Suparno, 1997).
3 Pengetahuan Sosial
Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari
kelompok budaya sosial yang secara bersama menyetujui
sesuatu. Contoh pengetahuan ini adalah aturan, hukum, moral,
nilai, sistem bahasa, dan lain-lain. Pengetahuan ini muncul dalam
kebudayaan tertentu maka dapat berbeda antara kelompok yang

satu dengan yang lain. Pengetahuan sosial tidak dapat dibentuk


dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu objek, tetapi
dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain. Ketika anak
berinteraksi dengan orang lain, kesempatan untuk membangun
pengetahuan sosial dikembangkan (Wadsworth, 1989; Althouse,
1988).
Menurut Piaget, setiap pengetahuan itu pengetahuan,
matematis-logis, atau sosial. Yang terpenting dari pembentukan
pengetahuan itu dalah tindakan/kegiatan anak terhadap suatu
benda dan interaksi dengan orang lain. Pengetahuan yang akurat
tidak dapat diturunkan langsung dari membaca atau dari
mendengarkan orang bicara (Suparno, 1997).
Pengetahuan si anak akan dunia bukanlah tiruan dari dunia
yang

nyata.

Setiap

individu,

sepanjang

perkembangannya,

membentuk pengethuan dan kenyataan melalui asimilasi dan


akomodasi.

Pengetahuan

fisis,

matematis,

dan

sosial

itu

diperoleh langsung dari konstruksi oleh anak itu sendiri (Piaget,


1967).
Dalam

The

Psychology

of

Intelligence

(1967)

Piaget

menyatakan bahwa struktur yang sangat diperlukan dalam


pemikiran

orang

dewasa,

seperti

struktur

matematis-logis,

bukanlah suatu yang menetap pada anak, melainkan sesuatu


yang mereka bentuk pelan-pelan. Setiap struktur dibentuk pelanpelan dari konstruksi awal dan dikembangkan dalam konstruksikonstruksi berikutnya (Suparno, 1997).
Perkembangan struktur kognitif dan pengetahuan adalah
proses yang evolusioner dalam diri setiap individu. Ini terjadi
dalam

skemata

individu

yang

setiap

kali

berubah

atau

berkembang. Proses asimilasi menunjukkan bahwa skemata


bukanlah

tiruan

dari

kenyataan

(realitas).

Akomodasi

menjelaskan bahwa konstruksi itu berelasi dengan dunia nyata


(Elkind dalam Wadsworth (1989)).
Kritik terhadap Piaget

Menurut Matthews

(1994),

konstruktivisme Piaget itu

terlalu personal dan individual. Piaget terlalu menekankan


bagaimana seseorang membangun pengetahuannya dengan
kegiatannya di dunia ini tetapi kurang menekankan pentingnya
masyarakat

dan

lingkungan

terhadap

cara

seseorang

membangun pengetahuannya. OLoughlin (1992) juga mengkritik


Piaget terlalu subjektif dan kurang sosial, padahal dalam
kenyataan seseorang tidak dapat lepas dari orang-orang lain
(Suparno, 1997).
Von

Glasersfeld

mengatakan

bahwa

dalam

definisi

pengetahuan Piaget, pengalaman seseorang selalu termasuk


interaksi sosial dengan orang-orang lain dan macam-macam hal
yang penting dalam pendidikan (1988). Dalam bukunya, The
Psychology of Intelligence, Piaget juga menekankan faktor-faktor
sosial dalam pengembangan intelektual anak didik. Sebelum
tingkat operasional konkret lingkungan sosial tidaklah berbeda
secara essensial dari lingkungan fisik, tetapi dalam taraf
operasional konkret, dan khususnya dalam operasional formal,
peran lingkungan sosial bagi perkembangan intelelektual siswa
menjadi penting (Suparno, 1997).
Model pemrosesan informasi (Gagne)
Salah satu tokoh pelopor dari teori pemrosesan informasi adalah Robert
Gagne yang memiliki nama lengkap Robert Milis Gagne, ia dilahirkan pada
tanggal 21 Agustus 1916 di di North Andover, Massachusetts dan meninggal pada
tanggal 28 April tahun 2002. Setelah lulus dari SMA, Gagne melanjutkan
pendidikandi YaleUniversity. Pada
B.A dari

tahun 1937

Gagne mendapat

gelar

di Brown University dan mendapat gelar Ph.D di bidang psikologi

pada tahun 1940. Robert Gagne adalah

seorang psikolog pendidikan

berkebangsaan Amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa The


Condition Of Learning. Ia profesor psikologi dan pendidikan di Connecticut
College untuk Perempuan (1940-1949), Pennsylvania State University (19451946), Princeton (1958-1962), dan University of California di Berkeley (1966-

1969), dan profesor di Departemen Penelitian Pendidikan di Florida State


University di Tallahassee dimulai pada tahun 1969. Ia juga menjabat sebagai
direktur penelitian untuk Angkatan Udara (1949-1958) di Lackland, Texas, dan
Lowry, Colorado. Dia bekerja sebagai konsultan untuk Departemen Pertahanan
(1958-1961), dan di Kantor Pendidikan Amerika Serikat (1964-1966). Selain itu,
ia menjabat sebagai direktur penelitian di Institut Penelitian Amerika di Pittsburgh
(1962-1965).

Diambil

dari

Biography

Robert

Mils

Gagne

http://www.bookrags.com)

Gagne beranggapan bahwa terdapat masalah dalam pandangan sebelumnya

(1) Ide yang dikemukakan awal terkait dengan situasi spesifik, seperti anjing berliur
ketika melihat makanan (2) Teori-teori awal berasal dari sudut belajar di laboratorium,
dan tidak menjelaskan kapasitas manusia untuk mempelajari ketrampilan dan
kemampuan yang kompleks. Gagne tidak mengawali dengan dengan riset
laboratorium, ia berpendapat bahwa kunci untuk mengembangkan teori yang
komprehensif adalah memulai dengan analisis berbagai macam kinerja dan
ketrampilan yang dilakukan oleh manusia. Teori-teori sebelumnya memang
menjelaskan subkomponen belajar manusia, akan tetapi subketrampilan itu bukan
tujuan utama dari belajar. (Gagne, 1977 & 1984, dalam Margaret G. Bell, 2013).
Ada beberapa unsur yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar.
Menurutnya, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas

yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku (Udin S.


Winataputra, et. al., 2007: 3.30). Jadi tingkah laku itu merupakan hasil dari efek
komulatif belajar. Artinya banyak ketrampilan yang telah dipelajari memberikan
sumbangan bagi belajar ketrampilan yang lebih rumit, contohnya ketrampilan
belajar menjumlah akan berguna bagi siswa untuk belajar mengkali siswa
tidak perlu belajar menjumlah ketika belajar mengkali. (Udin S. Winataputra, et.
al., 2007: 3.30). Contoh model dari Pavlov oleh Gagne (1977a) dideskripsikan
sebagai belajar signal atau tanda, sedangkan perspektif lain dari teori stimulusrespons (S-R) dari Thorndike dan Skinner adalah salah satu contoh terbentuknya
koneksi (S-R). Saat anak mendapatkan sejumlah koneksi maka akan terbentuk
rantai koneksi. (Margaret G. Bell, 2013: 173). Sedangkan para penganut psikologi
Gestalt berpendapat bahwa belajar terjadi ketika subyek melihat hubungan baru

dalam stuasi masalah (Gagne, 1977), (tetapi tidak menilai belajar yang telah
dilakukan oleh subyek sebelumnya (Margaret G. Bell, 2013: 173 ).
Pandangan Gagne tentang pendekatan kognitif ini didukung oleh sebuah
penelitian tentang pentingnya pengetahuan dalam memahami dan mengingat
sesuatu yang baru telah dilakukan oleh Recht dan Leslie (Woolfolk, dalam
Baharuddin, 2007: 96) keduanya meneliti tentang siswa-siswa sekolah menengah
pertama yang sangat bagus membacanya dan sangat kurang membacanya. Mereka
menguji pengetahuan siswa tentang olahraga baseball dan menemukan bahwa
pengetahuan baseball tidak ada kaitannya dengan kemampuan membaca. Karena
itu kedua peneliti tersebut membagi siswa menjadi empat kelompok, yaitu 1)
Kelompok yang mampu membaca dengan bagus sekaligus memiliki pengetahuan
tentang baseball, 2) kelompok yang mampu membaca dengan bagus tapi kurang
pengetahuannya tentang baseball, 3) kelompok yang kurang mampu membaca
dengan baik tapi memiiki kemampuan yang luas tentang baseball, 4) Kelompok
yang memiliki kemampuan membaca yang kurang dan pengetahuan tentang
baseball yang kurang.
Tabel 1.1:
Penelitian Recht dan Leslie
Kelompok
Kriteria

Ketrampilan Membaca
Pengetahuan tentang

Baseball
Hasilnya, kekuatan pengetahuan siswa yang memiliki kemampuan
membaca kurang dan telah memiliki pengetahuan baseball yang luas ternyata
lebih baik daya ingatnya tentang basaeball dari pada siswa yang memiliki
kemampuan membaca yang baik tetapi pengetahuan baseball yang kurang. Dan
diketahui pula bahwa siswa yang memiliki kemampuan membaca yang kurang

dengan pengetahuan baseball yang luas sama baiknya dengan siswa yang mampu
membaca dengan baik dan pengetahuan baseball yang luas. Sedangkan siswa yang
kurang baik dalam kemampuan membaca dan kurang baik dalam pengetahuan
baseball kurang dapat mengingat apa yang mereka baca. Dari penelitian tersebut
kedua peneliti menyimpulkan bahwa dasar pengetahuan yang baik lebih penting
daripada strategi belajar dalam memahami dan mengingat.
Pengertian Teori Pemrosesan Informasi
Shuell (1986) dalam Schunk (2012:228) menyebutkan bahwa teori-teori
pengolahan

informasi

memperhatikan

memfokuskan

peristiwa-peristiwa

perhatian

lingkungan,

pada

bagaimana

mengkodekan

orang

informasi-

informasi untuk dipelajari, dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang ada


dalam memori, menyimpan pengetahuan yang baru dalam memori, dan
menariknya kembali ketika dibutuhkan. Dalam Baharuddin (2007:99) disebutkan
bahwa information processing model memandang memori manusia itu seperti
sebuah komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelolanya,
mengubahnya baik bentuk dan isi, kemudian menyimpannya, dan menghadirkan
kembali pada saat dibutuhkan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa
teori pemrosesan informasi merupakan model dalam teori kognitivisme yang
mencoba menjelaskan kerja memori manusia dalam memperoleh, menyandikan,
dan mengingat informasi.
Sistem Pemrosesan Informasi
Gredler (2013:227) menyebutkan bahwa ada dua asumsi pokok yang
mendukung riset pemrosesan informasi, yaitu sistem memori adalah pengolah
informasi yang aktif dan terorganisasi serta pengetahuan sebelumnya berperan
penting dalam belajar. Terkait dengan asumsi tersebut maka perlu dibahas tentang
hakikat sistem memori manusia dan organisasi pengetahuan dalam memori jangka
panjang.
Konsepsi awal tentang memori manusia menganggap bahwa memori
hanya sekedar tempat penyimpanan atau kolektor informasi yang pasif selama
periode waktu yang lama. Tetapi, pada tahun 1960-an periset mulai memandang
memori

manusia

sebagai

sistem

kompleks

yang

memproses

dan

mengorganisasikan semua pengetahuan kita (Gredler, 2013:227). Disebutkan pula

oleh Santrock (2009:359) bahwa memori atau ingatan adalah penyimpanan


informasi di setiap waktu.
Cara kerja memori manusia meliputi tiga macam sistem penyimpanan
ingatan, yaitu memori sensori (sensory memory), memori jangka pendek (shortterm memory,) dan memori jangka panjang (long-term memory). Konseptualisasi
umum memori manusia digambarkan oleh Gredler (2013:231) dalam gambar 1.1
berikut ini.

Gambar 1.2
Konseptualisasi Umum Memori Manusia
Memandang memori manusia itu seperti sebuah komputer yang mengambil atau
mendapatkan informasi, mengelolanya, mengubahnya baik bentuk dan isi,
kemudian menyimpannya, dan menghadirkan kembali pada saat dibutuhkan.
Bagian penting mengenai memori yang berkaitan dengan teori pemrosesan
informasi yaitu pengodean (encoding), penyimpanan (storage), dan pemanggilan
kembali (retrieval). Pengodean adalah proses di mana informasi masuk ke dalam
memori. Penyimpanan adalah penahan informasi di setiap waktu. Pemanggilan
kembali berarti mengeluarkan informasi dari penyimpanan. Aliran informasi di
seluruh sistem pengolahan informasi dikendalikan oleh proses control (eksekutif).
Sensory Memory
Sensory memory atau sensory register merupakan komponen pertama
dalam system memori. Sensori memory menerima stimuli atau informasi dari
lingkungan (seperti sinar, suara, bau, dan lain sebagainya) secara terus menerus
melalui alat penerima (receptor) kita. Receptor disebut juga dengan alat-alat

indera. Informasi yang diterima disimpan dalam sensory memory kurang lebih
dua detik (Baharuddin, 2007:100).
Masih dalam Baharudin (2007:100) disebutkan bahwa keberadaan sensory
memory memiliki dua implikasi dalam proses belajar. Pertama, orang harus
memberikan perhatian pada informasi yang ingin diingatnya. Kedua, waktu
mendapatkan atau mengambil informasi harus dalam keadaaan sadar. Setelah
respon diterima oleh sensory memory, otak mulai bekerja untuk memberikan
makna terhadap informasi atau ransangan tersebut. Proses ini disebut Perseption
atau memersepsi. Persepsi (pengenalan pola) terjadi; yaitu proses pemberian
makna terhadap sebuah input stimulus (Schunk, 2012: 231). mengacu pada
kelekatan makna pada input-input lingkungan yang diterima melalu panca indera
(Schunk, 2012: 244). Persepsi manusia terhadap informasi yang diterimanya
berdasarkan realita obyek yang mereka tangkap dan pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya (Baharuddin, 2007:101) Misalkan, bila ada tulisan seperti
berikut ini,
Jika seseorang kita tanya huruf apakah itu, maka orang akan mengatakan itu huruf
z, jika kita tanya angka berapakah itu, maka orang akan menjawab 2, jika orang
yang kita tanya belum pernah mengenal sama sekali angka atau huruf maka, maka
orang tersebut akan kesulitan memberi makna dan hanya menganggap itu
hanyalah simbol/coretan yang tidak berarti.
Persepsi terhadap stimuli tidak seasli atau semurni stimuli sebenarnya,
karena bisa dipengaruhi kondisi mental, pengalaman sebelumnya, motivasimotivasi, pengetahuan, dan faktor lainnya (Baharuddin, 2007:101). Perhatian
merupakan faktor (attention) penting dalam proses ini, Tidak semua stimuli dari
lingkungan diterima manusia karena perhatian merupakan sebuah sumber yang
terbatas (Schunk, 2012: 241). pada tahapan ini satu input dipilih untuk diberikan
perhatian lebih lanjut berdasarkan tingkat aktivasinya yang tergantung kepada
konteks (Schunk, 2012: 240). Jadi di sinilah peran proses kontrol (eksekutif)
mengendalikan informasi mana yang akan dipilih untuk proses lebih lanjut.
Short-Term Memory (STM)
Short-term memory atau memori jangka pendek adalah sistem memori
dengan kapasitas yang terbatas di mana informasi disimpan selama 30 detik,

kecuali informasi tersebut diulang atau kalau tidak diproses lebih lanjut, karena
jika diproses informasi bisa disimpan lebih lama (Santrock, 2009:364).
Short-term memory disebut juga sebagai working memory atau memori
kerja. Baddeley (1993, 1998, 2000, 2001) dalam Santrock (2009: 365)
menyatakan bahwa working memory seperti meja kerja pikiran tempat
berlangsungnya banyak pemrosesan informasi. Working memory terdiri atas tiga
komponen utama, yaitu putaran fonologis, working memory visual ruang, dan
eksekutif sentral. Input dari memori sensori menuju putaran fonologis, di mana
informasi tentang cara bicara disimpan dan pengulangan terjadi dan menuju
working memory visual ruang, di mana informasi visual dan ruang, termasuk
imajinasi disimpan. Eksekutif sentral tidak hanya menggabungkan informasi dari
putaran fonologis dan working memory visual ruang, tetapi juga dari memori
jangka panjang (retrieval).
Long-Term Memory (LTM)
Long-term memory atau memori jangka panjang adalah jenis memori yang
menyimpan banyak sekali informasi untuk periode waktu yang lama dalam cara
yang relative permanen (Santrock, 2009: 366). Kapasitas memori jangka panjang
manusia sangatlah mengejutkan dan efisiensi di mana individu-individu bisa
mendapatkan kembali informasi sangatlah mengesankan. Menurut Baddeley
(1998) dalam Schunk (2013:258) representasi pengetahuan dalam LTM
tergantung pada frekuensi dan kontinguitas. Makin sering suatu fakta, peristiwa,
atau ide dijumpai, makin kuat representasinya dalam memori. Selain itu, dua
pengalaman yang terjadi berdekatan waktunya akan cenderung dihubungkan
dengan memori sehingga ketika salah satunya diingatkan yang satunya akan
teraktifkan. Maka, informasi dalam LTM direpresentasikan dalam strukturstruktur asosiatif. Asosiasi-asosiasi ini sifatnya kognitif, tidak seperti asosiasi
dalam teori pengkondisian yang sifatnya behavioral (stimulus dan respon).
Berdasarkan isinya memori jangka panjang dapat dibedakan menjadi
subjenis memori deklaratif dan prosedural. Memori deklaratif dibagi lagi menjadi
memori episodik dan memori semantik (Santrock, 2009:368).
Memori deklaratif (declarative memory) adalah pengumpulan kembali
informasi yang disengaja, seperti fakta atau peristiwa tertentu yang bisa

dikomunikasikan secara verbal. Sedangkan memori procedural (procedural


memory) adalah pengetahuan nondeklaratif dalam bentuk keterampilan dan
operasi kognitif. Memori prosedural tidak bisa dikumpulkan kembali secara sadar,
setidaknya dalam bentuk peristiwa atau fakta tertentu.
Psikolog kognitif Endel Tulving (1972,2000) dalam Santrock (2009:369)
membedakan antara dua subjenis memori deklaratif menjadi episodik dan
semantik. Memori episodik (episodic memory) adalah ingatan mengenai informasi
tentang waktu dan tempat terjadinya peristiwa dalam kehidupan. Memori
semantik (semantic memory) adalah pengetahuan umum tentang dunia ini.
Memori semantik mencakup tentang jenis pengetahuan yang dipelajari di sekolah;
pengetahuan dalam bidang keahlian yang berbeda; dan pengetahuan sehari-hari
tentang makna kata, orang-orang terkenal, tempat-tempat penting, dan hal-hal
biasa.
Pengkodean
Pengkodean (encoding) adalah proses menempatkan informasi yang baru
(yang masuk) ke dalam sistem pengolahan informasi dan mempersiapkannya
untuk disimpan dalam LTM. Pengkodean biasanya dilaksanakan dengan membuat
informasi-informasi yang baru memiliki makna dan menggabungkannya dengan
informasi-informasi yang telah diketahui dalam LTM (Schunk, 2013:258). Faktorfaktor yang mempengaruhi masalah pengkodean:
1

Organisasi
Mengklasifiksai mengelompokkan potongan-potongan kecil menjadi

potongan

besar yang terorganisir. Pengelompokkan

cenderung

berdasar

Kesamaan, kedekatan, ketertutupan.


2

Penjelasan
Proses mengembangkan informasi yang baru bagi seseorang dengan
menambahkan atau menghubungkannya dengan hal-hal yang telah diketahuinya
(dalam teori Gestalt disebut hukum pragnaz) kecenderungan memberi makna.
3

Skema
Struktur yang mengorganisasikan sejumlah besar informasi menjadi

sebuah sistem yang bermakna (dalam teori Gestalt disebut kontinuitas).


Pemanggilan Kembali

Setelah seseorang melakukan pengodean informasi dan kemudian


menyampaikannya dalam memori, ia mungkin bisa mendapatkan kembali
beberapa informasi tersebut, tetapi mungkin juga melupakan beberapa informasi.
Ketika kita mendapatkan kembali sesuatu dari bank data pikiran Seperti halnya
pengodean, pencarian ini bisa otomatis atau bisa juga membutuhkan usaha.
Posisi suatu hal dalam daftar juga mempengaruhi seberapa sulit atau
mudah hal itu diingat (Pressley & Harris, 2006 dalam Santrock, 2009 : 370).
Dalam efek posisi serial (serial position effect), ingatan lebih baik dalam hal-hal
di awal dan di akhir sebuah daftar daripada untuk hal-hal tengah. Efek utama
adalah bahwa hal-hal di awal sebuah daftar cenderung diingat. Efek akhir adalah
bahwa hal-hal di akhir sebuah daftar juga cenderung diingat.
Faktor lain yang mempengaruhi pemanggilan kembali adalah sifat dari
petunjuk yang digunakan orang-orang untuk mendorong memori mereka (Allan &
lainnya, 2011 dalam Santrock, 2009:372). Pertimbangan lain dalam memahami
pemanggilan kembali adalah prinsip kekhususan pengodean (encoding specificity
principle) yaitu bahwa asosiasi yang terbentuk pada saat pengodean atau
pembelajaran cenderung merupakan petunujk pemanggilan kembali yang efektif.
Aspek pemanggilan kembali yang lain adalah sifat dari tugas pemanggilan
kembali itu sendiri. Pengingatan kembali adalah tugas memori di mana individuindividu harus mendapatkan kembali informasi yang dipelajari sebelumnya,
seperti yang harus dilakukan siswa-siswa ketika mengerjakan pertanyaan essai
atau isian. Pengenalan adalah tugas memori di mana individu hanya harus
mengidentifikasikan (mengenali) informasi, yang sering kali merupakan kasus
dalam ujian pilihan ganda.
Lupa
Schunk (2012:294) mendefinisikan lupa sebagai hilangnya informasi dari
memori atau ketidakmampuan mengakses informasi. Kondisi lupa masih menjadi
perselisihan para peneliti dalam hal apakah informasi hilang dari memori atau
apakah ia masih ada, namun tidak dapat ditarik karena telah berubah, tanda-tanda
penarikannya tidak mencukupi, atau ada informasi lain yang mengganggu usaha
mengingatnya.

Manfaat teori pemrosessan informasi (Jauhar, 2011:25) antara lain :


1

Membantu terjadinya proses pembelajaran sehingga individu mampu


beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah.

Menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan cara berpikir yang


berorientasi pada proses lebih menojol.

Kapabilitas belajar dapat disajikan secara lengkap.

Prinsip perbedaan individu terlayani.

d Browsing Internet
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori
belajar yang bersumber dari aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan
dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme, (B)
teori belajar kognitif Piaget, (C) teori belajar pemrosesan informasi, dan (D) teori
belajar Gestalt.
A. Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek aspek mental.
Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat
dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme
ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya:

Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi


bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan
pengantar

(conduction

unit),

dimana

unit-unit

ini

menimbulkan

kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak


berbuat sesuatu.

Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan


Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan
semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov


Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang


dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah
satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya
akan meningkat.

Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang


dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner


Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :

Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi


dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.

Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah


diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.
Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,
melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada
dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya
seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura
memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus
(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar
sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning.
Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan
memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori
belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan
dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory
yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan

(The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible
Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif Piaget


Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor
aliran

konstruktivisme

[lihat:

Teori Belajar Konstruktivisme].

Salah

satu

sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk


memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu
meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete
operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton
(2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah the process by which a person
takes material into their mind from the environment, which may mean changing
the evidence of their senses to make it fit dan akomodasi adalah the difference
made to ones mind or concepts by the process of assimilation
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik
hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik,
yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan
tilikan dari guru.Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta
didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.

Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan


dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.

Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.

Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling


berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Belajar Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan


faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil
kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya
interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu.
Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan
kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu
dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
(1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan
kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt


Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa

tertentu

akan

dipandang

sebagai

sesuatu

keseluruhan

yang

terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang
terpenting yaitu :
1

Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu


menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu
figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran,
potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang.
Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan
penafsiran antara latar dan figure.

Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik


waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai
satu bentuk tertentu.

Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung


akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan


yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu
figure atau bentuk tertentu.

Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang


pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan

Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan


suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:


1

Perilaku Molar hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan


perilaku Molecular. Perilaku Molecular adalah perilaku dalam bentuk
kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku Molar adalah
perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan,
mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku Molar.
Perilaku Molar lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku
Molecular.

Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara


lingkungan

geografis

dengan

lingkungan

behavioral.

Lingkungan

geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan


behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang
nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral),
padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan
hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3

Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu
bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau
peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti :
sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip
ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang
tertentu.

Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan


suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis.
Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam
memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :


1

Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang


penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta
didik

memiliki

kemampuan

tilikan

yaitu

kemampuan

mengenal

keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.


2

Pembelajaran

yang

bermakna

(meaningful

learning);

kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan


tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu
unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting
dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah
dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari
peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan
proses kehidupannya.

Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada


tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons,
tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses
pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan
yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan
sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam
memahami tujuannya.

Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki


keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi
yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi
lingkungan kehidupan peserta didik.

Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi


pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam
situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas

dalam

pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum


(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan
generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah
dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu
peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.

Jurnal kuliah
c Pemahaman sebelum perkuliahan :
Dalam

pemrosesan

informasi

peran

otak

sangatlah

penting, baik kualitasnya dalam melakukan aktivitas mental


maupun kondisi awal atau skema-skema awal yang sudah
terbentuk di dalamnya. Dalam menerima informasi, seseorang

memerlukan persiapan untuk melakukannya. Seseorang harus


tahu apa yang hendak ia pelajari. Seorang murid akan lebih
mudah menerima materi dari gurunya bila murid tersebut tahu
bila ia tahu hal apa yang sedang gurunya bicarakan.
Seorang murid SD mungkin tidak akan menangkap ketika
gurunya menjelaskan materi tentang kesetimbangan kimia
(materi SMA) karena siswa SD tidak memiliki konsep awal
tentang materi itu. Yang terjadi adalah dia tidak tahu apa yang
sedang dibicarakan oleh gurunya. Dalam kasus lain yang serupa,
seorang mahasiswa mungkin tidak akan menguasai suatu materi
dalam satu mata kuliah jika tidak mengerti materi yang
sebelumnya. Dalam hal ini, terlihat bahwa keadaan awal atau
skema-skema awal yang terbentuk di otak sangat berguna agar
kita mampu menambah wawasan dengan cepat.
Selanjutnya, ketika sudah memiliki skema dan hendak
membentuk

skema

berkesinambungan

baru

dengan

tentang
materi

materi

sebelumnya,

lain

yang

terkadang

seorang siswa juga memiliki kendala. Hal ini karena otak manusia
mampu menerima dan menolak apa yang hendak dimasukkan ke
dalamnya. Ketika apa yang dimasukkan ke dalam otak sesuai
dengan skema awal, maka otak akan mencapai pemahaman
langsung. Ketika apa yang hendak dimasukkan ke dalam otak
tidak sesuai dengan sesuai skema awal yang ada di otak, maka
di sini peran aktivitas mental sangatlah penting. Otak akan
mengolah

objek

baru

dan

membentuk

skema

sehingga terjadi keseimbangan atau pemahaman.

yang

baru

d Pemahaman setelah perkuliahan :


Model Pemrosesan Informasi (Gagne):
Harapan

Kontrol eksekutif

L
I
N
K
U
N
G
A
N

Efektor

Organisasi respons

Penggerak respons

Retrieval

Persepsi selektif

LTM

STM

Reseptor
Rehersal
Encoding

Tahap-Tahap Pemrosesan Informasi (Gagne):

Tahap 1
penerimaan informasi
Tahap 2

informasi berasal dari lingkungan


informasi diamati oleh indra
informasi ditangkap receptor indra

impuls informasi di bawa ke otak


tidak semua informasi diproses

impuls yan dipersepsi disimpan


penyimpanan memori sebentar

Memori disimpan
lama
(LTM)
Respons
disalurkan
ke otot
dengan
cara
latihan
ulang
dan
Otot bergerak
Gerakan otot dapat diamati dari

Seleksi persepsi
Tahap 3
STM
Tahap 4
LTM 78
Tahap
Organisasi
Gerakanrespons
otot

pemahaman
atau
mengubah
bisa
Memori
dari informasi
LTM ataudiSTM diubah

Respons kompleks diorganisasikan

menjadi
lingkungan
struktur respons

Tahap 5

Memori dikorek kembali


LTM diangkat kembali menjadi STM

Memori dari LTM atau STM diubah


menjadi struktur respons

Respon kompleks diorganisasikan

Respon disalurkan ke otot


Otot bergerak
Gerakan otot dapat diamati dari
atau bisa mengubah informasi di
lingkungan

Retrieval
Tahap 6
Penggerakan respons
Tahap 7
Organisasi respons
Tahap 8
Organisasi respons

Proses Kognitif (Piaget):

Proses Kognitif (Piaget)


Pengertian:
a

Proses kognitif adalah proses berpikir

Proses berpikir = pengolahan informasi dari lingkungan menjadi skema

Skema = struktur kognitif mengenai susunan dari pengetahuan

Pengetahuan = informasi yang diterima indra berupa benda atau kejadian


nyata di lingkungan

Tahap-Tahap Proses Kognitif

Tahap 1

penerimaan
informasi

Tahap 3

informasi berasal dari


lingkungan
informasi berupa benda atau
kejadian
informasi disebut pengetahuan

pengetahuan baru diasimilasikan


artinya dipersepsi sama skema yang
sudah ada di otak (pengetahuan lama)
bila memang sama, pengetahuan itu
dijadikan hafalan

asimilasi

Tahap 3

akomodasi

Tahap 4
ekuilibrium

pengetahuan baru yang gagal


diasimilasikan
menimbulkan
konflik kognitif
Otak mengolah konflik kognitif
menjadi struktur kognitif baru
(proses akomodasi)

bila akomodasi berhasil akan


terbentuk skema baru (konsep
baru)
pembentukan skema baru dari
skema lama disebut ekulibrium

Teori-Teori Belajar Pasca Piaget


Teori Belajar Sosial Bandura
Isu-Isu Penting :
1

Objek belajar: perilaku sosial dan moral

Sumber belajar: model (perilaku orang lain)

Proses belajar: observational learning, imitative learning

Lagkah belajar: attention retensi reproduksi reinforcement

Aplikasi:
belajar kooperatif: guru/orang tua/teman sebagai model
- teman sebagai sumber motivasi.

Belajar Observasional:
1. Proses
atensional

2. Proses retensi

3. Proses reproduksi motorik

4. Proses reinforcement dan motivasional

Belajar Observsional Dibagi Menjadi 4 Subproses:

1. Proses atensional

2. Proses retensi

3. Proses
reproduksi motorik

4. Proses
reinforcement dan
motivasional

Proses memperhatikan model, karena


Model menarik

Mengingat model dalam bentuk simbolik


Mengasosiasikan beberapa stimulus
Asosiasinya dalam bentuk kode-kode
verbal
Anak di bawah lima tahun lebih mudah
menangkap visual image.
Pemodelannya perlu dibantu dengan
menyuruh mengucapkan tingkah laku
model sambil mengamatinya. Belum
berpikir metakognitif
Anak 5 10 tahun mampu menilai
kapasitas memorinya sendiri, dan
berlatih berulang-ulang untuk
mendapatkan ingatan lebih baik

Proses mereproduksi gerakan motorik


Untuk mereproduksi gerakan secara
tepat
memerlukan ketrampilan motorik
Ketrampilan meningkat melalui latihan

Proses munculnya penguatan dan


motivasi
Penguatannya bersifat penguatan
sendiri
(self-reinforcement)
Penguatan mempengaruhi penampilan

Belajar Model Abstrak (Konsep Dan Prinsip)


a

Bandura yakin bahwa pembelajaran mengikutsertakan proses yang disebut


pemodelan abstrak (abstract modeling).

Pemodelan abstrak meliputi pembelajaran konsep.

Dalam belajar konsep anak merupakan agen kognitif yang aktif.

Bandura menekankan bahwa lingkungan luar (terutama model)


menentukan macam konsep yang dipelajari anak.

Belajar Observasional
a

Orang sering belajar lebih mudah dan cepat dengan mengamati tingkah
laku orang lain

Tingkah laku orang yang diamati disebut model. Model juga bisa berupa
model simbolik (misalnya: dari TV, buku bacaan atau instruksi verbal)

Pembelajar mendemonstrasikan (dengan cara no-trial learning) dan


sekaligus mengembangkan tingkah laku baru.

Belajar observasional melibatkan proses meniru (disebut juga imitative


learning) tanpa latihan.

Belajar observasional melibatkan proses kognitif.

Piaget

Siswa mengkonstruk struktur kognitif sendiri pada masalah yang menarik


dirinya

Keingintahuan muncul terhadap akibat/aktivitas yang lebih sulit

Siswa tertarik pada model tingkah laku yang lebih kompleks

Bandura

Pemikiran siswa ditentukan oleh lingkungannya

Lingkungan yang dimaksud adalah model dan praktik pelatihan social


orang dewasa perlu membantu dan memotivasi siswa

Sosialisasi

Model belajar Bandura adalah proses sosialisasi, yaitu proses dimana


masyarakat mempengaruhi anggotanya untuk bertingkah laku yang dapat
diterima dalam kelompok sosial yang bersangkutan.

Sosialisasi merupakan proses inklusif yang mempengaruhi hampir semua


tingkah laku, termasuk ketrampilan teknis.

Semua budaya mengajarkan sifat agresi yang dapat diterima, kooperatif,


dan saling membantu.

Model-Model Pemrosesan Informasi


GAGNE

BANDURA

PIAGET

Observasi-persepsi

Atensi

Observasi

fenomena

baru
STM

LTM:

rehearsal

dan

encoding

Retensi: MENGINGAT

Asimilasi penget. baru

MODEL

dengan penget.lama

Retensi:

Asosiasi

beberapa stimulus

Akomodasi:
memperbaharui
penget. lama dg penget.
baru; problem solving

Pengorganisasian

Reproduksi

gerak

Ekuilibrium: terbentuk

respons

motorik

konsep baru

Reinforcement/motivasi

Reinforcement/motivasi

Reinforcement/motivasi

ekstrinsik

instrinsik

intrinsik

Teori Social-Historical Vygotsky Dalam Perkembangan Kognitif


Isu-Isu Penting:
1

Objek belajar: alam sekitar

Manusia mampu membangun psychologial tools:


- Berpikir kritis, kreatif, abstrak
- Memecahkan masalah dengan menggunakan alat

2. Zone of Proximal Development


3. Belajar dalam interaksi sosial: teman sebaya, orang tua
4. Scafolding: tutorial sebaya

5. Aplikasi teori Vygotsky dalam pembelajaran: konstruktivisme dan belaja


kooperatif
Pandangan Marxis
Teori Vygostsky selaras dengan pandangan Marxis tentang sifat dasar manusia:

manusia mempunyai kebutuhan biologis

manusia mengembangkan dan mengunakan alat

- menguasai lingkungan untuk memenuhi kebutuhan,


- manusia punya potensi besar untuk kreatif

manusia mampu menghasilkan produk, dan untuk itu perlu proses sosial

- manusia bekerja sama untuk menanam, memungut hasil panen, bertukar


barang, merangkai mesin dll.
PANDANGAN MARXIS
(selaras dengan pandang Vygotsky)

manusia mempunyai kebutuhan biologis


Manusia mengembangan dan
menggunakan alat
Manusia menguasai lingkungan
Manusia punya potesi untuk kreatif
Manusia menghasilkan produk

Manusia perlu proses sosial (kerja


sama, komunikasi, koperatif)

Teori Vygotsky tentang Peralatan Psikologis

Sebagaimana manusia mengembangkan alat untuk menguasai lingkungan,


manusia juga menciptakan peralatan psikologis (psichological tools) untuk
menguasai tingkahlakunya.
Contoh: pelaut membuat peta untuk mengingat dan melacak arah atau

b
c

jejak perjalanannya
Bermacam-macam peralatan psikologi digunakan manusia untuk peralatan
berpikir dan tingkah laku.
Kemampuan berbicara mempunyai banyak fungsi:
Membebaskan pikiran dan perhatian dari situasi sesaat, yang
merupakan stimulus sesaat
Kata-kata dapat menyimbulkan benda dan kejadian yang teramati
Pembicaraan memungkinkan manusia untuk merefleksi kejadian masa

lalu dan merencanakan masa depan.


Manusa tidak hanya merespons stimulus lingkungan, tetapi tingkah

lakunya juga dipengaruhi oleh pertanda dari dirinya sendiri


Pemikiran tingkat tinggi (berpikir abstrak) memerlukan pengajaran dalam

menulis, matematika dan konsep-konsep abstrak yang lain


Anak-anak dapat mengembangkan konsep atas kemampuannya sendiri,
melalui pengalaman sehari-hari, tetapi tidak dapat mengembangkan
pemikiran yang benar-benar abstrak kalau tidak ada pengajaran yang

berkaitan dengan sistem yang abstrak.


Berpikir abstrak adalah suatu produk yang merupakan berpikir lanjut, yang
merupakan perkembangan dari sosial-historik

Tugas:
Mencari artikel tentang model pemrosesan informasi (asimilasi, akomodasi,
equilibrium, bandura, dan Vygotsky.
Membuat pertanyaan dijawab sendiri. Tetapi jawabannya merupakan debat dari
materi hari ini disertai argumentasi (Rabu, 30 September 2015).

Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa teori pemrosesan informasi
merupakan model dalam teori kognitivisme yang mencoba menjelaskan kerja
memori manusia dalam memperoleh, menyandikan, dan mengingat informasi.

Ada dua asumsi pokok yang mendukung riset pemrosesan informasi, yaitu: (1)
sistem memori adalah pengolah informasi yang aktif dan terorganisasi; serta (2)
pengetahuan sebelumnya berperan penting dalam belajar.
Memori manusia merupakan sistem kompleks yang memproses dan
mengorganisasikan semua pengetahuan kita. Cara kerja memori manusia meliputi
tiga macam sistem penyimpanan ingatan, yaitu memori sensori (sensory memory),
memori jangka pendek (short-term memory,) dan memori jangka panjang (longterm memory).
Konsep kerjanya yaitu memandang memori manusia itu seperti sebuah
komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelolanya,
mengubahnya baik bentuk dan isi, kemudian menyimpannya, dan menghadirkan
kembali pada saat dibutuhkan. Bagian penting mengenai memori yang berkaitan
dengan teori pemrosesan informasi yaitu pengodean (encoding), penyimpanan
(storage), dan pemanggilan kembali (retrieval). Pengodean adalah proses di mana
informasi masuk ke dalam memori. Penyimpanan adalah penahan informasi di
setiap waktu. Pemanggilan kembali berarti mengeluarkan informasi dari
penyimpanan. Aliran informasi di seluruh sistem pengolahan informasi
dikendalikan oleh proses control (eksekutif).

Daftar rujukan
Baharuddin & Esa Nur Wahyuni. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Group.
Gredler, M.E. (2013). Learning and Instruction Teori dan Aplikasi. (Terjemahan
Tri Wibowo B.S). Jakarta : Kencana.
Jauhar, M. (2011). Implementasi Paikem dari Behavioristik sampai
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Santrock, J.W. (2009). Educational Psychology. (Terjemahan Diana Angelica).
Jakarta : Salemba Humanika.
Schunk, D.H. (2012). Learning Theories. (Terjemahann Eva Hamdiah dan
Rahmat Fajar). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suyono & Hariyanto, (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.
Winataputra, Udin S., dkk., (2007) Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:
Universitas Terbuka.
Biography Robert Mills Gagne: http://www.bookrags.com/biography/robert-millsgagne/
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-belajar (Artikel Teoriteori Belajar: Behaviorisme, Kognitif, dan Gestalt).

PORTOFOLIO 7
Hari, tanggal

: Rabu, 5 Oktober 2015

Judul

: Teori Vygotsky, Experiental Learning, Model

Pemrosesan Informasi dan Berfikir Tingkat Tinggi


Kegiatan

Dalam mempelajari atau membahas tentang Teori Vygotsky, Experiental


Learning dan Model Pemrosesan Informasi, dosen memberikan penjelasan kepada
mahasiswa, mahasiswa mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan
dosen sambil memahaminya kemudian dosen memberi umpan balik kepada
mahasiswa. Dosen juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
bertanya tentang materi terkait hal tersebut yang belum dipahami atau yang belum
bisa dimengerti.
Kegiatan ini menjadikan mahasiswa bertambah wawasan, lebih mengerti
dan memahami tentang

Teori Vygotsky, Experiental Learning dan Model

Pemrosesan Informasi, serta mengetahui kelebihan dan kelemahan dari masingmasing teori-teori belajar tersebut.
Hasil studi di luar sekolah :
e

Studi Pustaka

Sejarah Singkat
Nama lengkap Vygotsky adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Beliau
dilahirkan di salah satu kota Tsarist, Russia, tepatnya pada 17 november 1896.
Dan berketurunan yahudi. Beliau tertarik pada psikologi saat berusia 28 tahun,
sebelumnya, ia lebih menyukai dunia sastra.
Awalnya, beliau mnjadi guru sastra di sebuah sekolah, namun pihak
sekolah juga memintanya untuk mengajarkan psikolog. Padahal beliau sama
sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal di fakultas psikologi
sebelumnya. Namun, inilah sekenario yang membuatnya menjadi tertarik untuk
menekuni psikologi hingga akhirnya ia melanjutkan kuliah di program studi
psikologi, Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925. Judul disertasinya
mengenai psychology of art.
Vygotsky dalam menyalurkan pemikiran-pemikirannya di dunia psikologi
kerap menghadapi rintangan oleh pemerintah Rusia saat itu. Perkembangan
pemikirannya mulai meluas setelah beliau wafat pada tahun 1934, dikarenakan
menderita penyakit TBC (Budiningsih, 2005).

Teori perkembangan kognitif Vygotsky


Membincangkan perkembangan kognitif akan lebih baik bila merujuk
langsung pada konsep-konsep yang ditulis oleh para pakarnya. Karena mereka
telah melakukan analisis lebih jauh. Analisis yang dilakukan pun telah diuji oleh
banyak pihak. Teori perkembangan kognitif Vygotsky kerap dijadikan salah satu
bahasan kajian. Alasannya, ia memiliki penilaian tersendiri yang membedakannya
dengan para tokoh yang lain.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif
seorang seturut dengan teori sciogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat
primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan
turunan dan bersifat sekunder. Artinya, pengetahuan dan pengembangan kognitif
individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar individu. Hal ini tidak berarti
bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya. Tetapi Vygotsky
juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi
pengetahuannya. Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan
pendekatan konstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang
disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan
sosial yang aktif pula.
Teori psikologi yang dipegang oleh Vygotsky lebih mengacu pada
kontruktivisme. Karena beliau lebih menekan pada hakikat pembelajaran
sosiokultural. Dalam analisisnya, perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan
sosial secara aktif.
Oleh karena itu, konsep teori perkembangan kognitif Vygotsky terdapat
pada tiga hal, antara lain:
1.

Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)

Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua aturan,
yaitu: tataran sosial lingkungannya dan tataran psikologis yang ada pada dirinya.
2.

Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)

Perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan dalam dua tingkat, yaitu:


tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuannya menyelesaikan
tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri, dan tingkat perkembangan

potensial yang tampak dari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas


atau pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa.
3.

Mediasi

Mediator yang diperankan lewat tanda maupun lambang adalah kunci utama
memahami proses-proses sosial dan psikologis. Maka dari itu jika dikaji lebih
mendalam, pada teori perkembangan kognitif Vygotsky akan ditemukan dua jenis
mediasi. Antara lain: Mediasi Metakognitif dan Mediasi Kognitif.
Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan
untuk melakukan self regalution (pengaturan diri) yang mencakup: self planning,
self monitoring, self chechikng dan self evaluation. Mediasi ini berkembang
dalam komunikasi antar pribadi.
Sedang mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk
memecahkan masalah yang berhubungan dengan pengetahuan tertentu. Sehingga,
mediasi ini bisa berhubungan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah
(yang lebih terjamin kebenarannya). Dalam semua literatur yang mengupas tetang
teori perkembangan kognitif Vygotsky, kerap memakjubkan pesan Vygotsky yang
bernada: Untuk membantu anak mengembangkan pengetahuan yang sungguhsungguh bermakna adalah dengan cara memadukan antar konsep-konsep dan
prosedur melalui demonstrasi.
Pada dasarnya, teori-teori Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama, yakni:
(1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru
dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2)
bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3)
peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator
pembelajaran siswa.
Sumbangan psikologi kognitif berakar dari teori-teori yang menjelaskan
bagaimana otak bekerja dan bagaimana individu memperoleh dan memproses
informasi. Pandangan yang ditawarkan Vygotsky dan para ahli psikologi kognitif
yang lebih mutakhir adalah penting dalam memahami penggunaan-penggunaan
strategi belajar karena tiga alasan. Pertama, mereka menggarisbawahi peran
penting pengetahuan awal dalam proses belajar. Dua, mereka membantu kita
memahami pengetahuan dan perbedaan antara berbagai jenis pengetahuan. Dan

tiga, mereka membantu menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh manusia


dan diproses dalam sistem memori otak.
Tingkat pengetahuan (scaffolding) menurut Vygotsky
Tingkat pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini disebut scaffolding
oleh Vygotsky, menurutnya scaffolding ini yang berarti memberikan kepada
seorang individu sejumlah bantuan besar selama tahap-tahap awal pembelajaran
dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada
anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah mampu
mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori
pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu: (1) siswa
mencapai keberhasilan dengan baik; (2) siswa mencapai keberhasilan dengan
bantuan; (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya
pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan.
Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih
tinggi menjadi optimum.
Konstruktivisme Vygotsky memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi
secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh
setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan melalui adaptasi intelektual dalam
konteks

sosial

budaya.

Proses

penyesuaian

itu

equivalent

dengan

pengkonstruksian pengetahuan secara intra-individual yakni melalui proses


regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotsky lebih
menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individu.
Teori

Vygotsky

adalah

penekanan

pada

hakikat

pembelajaran

sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek


internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan
sosial pembelajaran. Karena menurutnya, fungsi kognitif manusia berasal dari
interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga
yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang
belum

dipelajari,

namun

tugas-tugas

tersebut

masih

dalam

jangkauan

kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zone of proximal development

mereka. Zone of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan


sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah
secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman
sebaya yang lebih mampu.
Berdasarkan teori Vygotsky di atas, maka diperoleh keuntungan jika:
a.

Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona

perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang.


b.

Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dari

pada tingkat perkembangan aktualnya.


c.

Pembelajaran

mengembangkan

lebih

diarahkan

kemampuan

pada

penggunaan

intermentalnya

dari

strategi

pada

untuk

kemampuan

intramentalnya.
d.

Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintregrasikan pengetahuan

deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat


digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah.
e.

Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transfersal tetapi lebih

merupakan konstruksi, yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau


makna baru secara brsama-sama antar semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Teori Experiential Learning menurut David Kolb
Experiental

learning

theory (ELT),

menjadi

dasar

model

pembelajaran experiential learning , dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal


1980-an. Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holiostik
dalam proses belajar. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran
sentral dalam proses belajar.
Experiential Learning adalah metode pembelajaran yang prosesnya
menekankan perlunya pengalaman, yakni belajar dari pengalaman atau belajar
melalui pengalaman. Kunci utama dari pendekatan ini bahwa peserta didik
(pembelajar) akan mendapatkan hikmah yang lebih mendalam dari sesuatu
pembelajaran apabila mengalami sendiri. Penghayatan terhadap pengalaman
menjadi hal yang penting dalam model pendekatan ini, karena dari sinilah

pembelajar dapat merefleksikan apa yang dialami dan dihayatinya. Selanjutnya,


dengan menggunakan kemampuan

analitiknya dapat menarik hikmah dan

menemukan prinsip baru, yang kemudian dapat diterapkan dalam kehidupannya.


Kolb dalam Funia (2013) mengemukakan 3 karakteristik model
pembelajaran Experiential, yaitu 1) belajar paling baik diterima sebagai suatu
proses, di mana konsep diperoleh dan dimodifikasi dari kegiatan eksperimen,
tidak dinyatakan dalam bentuk produk, 2) belajar merupakan proses kontinu
bertolak dari pengalaman, dan 3) proses belajar memerlukan resolusi konflik.
Adapun beberapa manfaat penerapan pembelajaran yang didasarkan pada
pengalaman adalah sebagai berikut: (Adam dalam Funia: 2013)
1.

Menyediakan arah pembelajaran yang tepat dalam penerapan apa yang

dipelajari.
2.

Memberikan arah cakupan metode pembelajaran yang diperlukan.

3.

Memberikan kaitan yang erat antara teori dan praktek.

4.

Dengan jelas merumuskan pentingnya para siswa untuk merefleksikan dan

merangsang siswa memberikan umpan balik tentang apa yang mereka pelajari.
5.

Membantu dalam mengkombinasi gaya pengajaran sehingga pembelajaran

menjadi lebih efektif.


Experiential Learning lebih menekankan kepada kebutuhan dan keinginan
pembelajar. Keberhasilannya tergantung pada seberapa jauh pembelajar mau
melibatkan diri dalam siklus kegiatan belajar dan seberapa besar inisiatif untuk
bertindak dalam proses belajar. Fokus penting dalam pendekatan ini adalah
bagaimana meningkatkan minat dan keterlibatan pembelajar. Makin banyak
kontribusi dari pembelajar, makin besar kemungkinan transfer of learning
tercapai maksimum.
Tahapan belajar teori Experiential Learning
Prosedur pembelajaran dalam experiential learning terdiri dari 4 tahapan,
yaitu; 1) tahapan pengalaman nyata atau experiencing, 2) tahap observasi refleksi
atau reflecting, 3) tahap konseptualisasi atau generalising, dan 4) tahap
implementasi atau applying. Keempat tahap tersebut oleh David Kolb (1984)
kemudian digambarkan dalam bentuk lingkaran sebagai berikut: Dalam tahapan di
atas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang.

Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses


refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang
dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar konseptualisasi/ generalisasi atau proses
pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta
prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru).
Proses implementasi atau applying merupakan situasi atau konteks yang
memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai (Iskandar, 2012).
Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian
direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut.
Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga
membentuk pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan
menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses
pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out),
sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses
penerapan (taking action). Menurut teori experiential learning, agar proses belajar
mengajar efektif, seorang siswa harus memiliki 4 kemampuan.
Tabel. Kemampuan Siswa Dalam Proses Belajar Experiential Learning

Kemampuan
Concrete

Uraian
Siswa

Experience(CE)

diri sepenuhnya

Reflection

pengalaman baru
Siswa mengobservasi dan Watcing (mengamati)

Observation(RO)

merefleksikan
memikirkan

Abstract

Pengutamaan
melibatkan Feeling (perasaan)
dalam

atau
pengalaman

dari berbagai segi


Siswa menciptakan konsep- Thinking (berpikir)

Conceptualization (AC) konsep

yang

mengintegrasikan
observasinya menjadi teori
Active

yang sehat
Siswa menggunakan teori Doing (berbuat)

Experimentation (AE)

untuk

memecahkan

masalah-masalah

dan

mengambil keputusan
b Browsing Internet
Teori Vygotsky
Lev Vygotsky adalah seorang filosof Rusia yang idenya mempunyai peran
penting dalam memahami budaya, interaksi sosial dan peranan bahasa dalam
perkembangan kognitif. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar
ketika memasuki akhir abad ke-20. Ia dipengaruhi oleh Pavlov dan beranggapan
bahwa perkembangan secara langsung dipengaruhi oleh perkembangan sosial.
Istilah yang sering digunakan adalah : dampak sosial, scaffolding, and zone of
proximal development (ZPD).
Lev

Vygotsky

berbeda

dengan

konstruktivisme

kognitif

Piaget,

konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky adalah bahwa belajar


bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
lingkungan fisik. Inti konstruktivisme Vygotsky adalah interaksi antara aspek
internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang mempunyai suatu pedoman
dalam filosofi dan antropologi sebaik psikologi. Pedoman filosofi pada teori ni
ditemukan pada abad ke-5 sebelum masehi. Ketika Socrates memajukan
pemikiran dari level sophist oleh metode perkembangan sistematis yang
ditemukan melalui gabungan antara pertanyaan dan alasan logika. Metode baru ini
yang mengkontribusi secara besar-besaran untuk memajukan aspek pemecahan
masalah aliran konstruktivisme.
Ada empat prinsip dasar dalam penerapan teori Vygotsky yaitu:
a
b

Belajar dan berkembang adalah aktivitas social dan kolaboratif


ZPD dapat menjadi pemandu dalam menyusun kurikulum dan

pelajaran
Pembelajaran disekolah harus dalam konteks yang bermakna,
tidak

boleh

dipisahkan

dari

pengetahua

anak-anak

yang

dibangun dalam dunia nyata mereka


Pengalaman anak diluar sekolah harus dhubungkan dengan
pengalaman mereka disekolah

Para ahli psikologi kognitif menyebut informasi dan pengalaman yang


disimpan dalam memori jangka panjang dalam pengetahuan awal. Pengetahuan
awal (prior knowlege) merupakan kumpulan dari pengetahuan dan pengalaman
individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidup mereka, dan apa yang ia
bawah kepada suatu pengalaman baru. . Kita perlu mengenalkan bahasa sejak dini
untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik. Para pakar perilaku
memandang bahasa sama dengan perilaku lainnya, misalnya duduk, berjalan atau
berlari. Mereka berpendapat bahwa bahasa hanya urutan respon atau sebuah
imitasi. Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru, kita tidak
mendengar atau membicarakan sebelumnya. Kita tidak membicarakan bahasa
didalam suatu ruang hampa sosial, kita memerlukan pengenalan bahasa yang lebih
dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik. Bahasa berfungsi sebagai
komunikasi. Dan suatu komunikasih itu digunakan sebagai alat untuk
menyelesaikan masalah. Interaksi sosial yang dipelajari anak berasal dari orang
yang berkemampuan intelektual diatas anak tersebut. Umumnya anak mempelajari
orang lain diatas umurnya atau orang dewasa. Disini guru berperan sebagai
pengarah dan pemandu kegiatan siswa dan mendoronh siswa yang mampu untuk
bekerja mandiri. Tidak hanya itu, guru juga bertindak sebagai seorang pembantu
dan mediator pembelajaran siswa. Menurut Vygotsky keterampilan-keterampilan
dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi social langsung.
Melalui pengoranisasian pengalaman-pengalaman interaksi social yang berada
dalam suatu latar belakang kebudayaan ini. Perkembangan anak menjadi matang.
Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti
ingatan, perhatian, dan penalaran yang melibatkan pembelajaran yang
menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, system matematika dan
alat-alat ingatan.
Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relative
dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian.
Namun,anak-anak tidak banyak meiliki fungsi mental yang lebih tinggi.
Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan
membentuk

gambaran

batin

anak

tentang

dunia.

Pengalaman anak diluar sekolah, harus dihubungkan dengan pengalaman mereka

disekolah. Teori Vygotsky menentang gagasan-gagasan Piaget tentang bahasa dan


pemikiran. Vygotsky menyatakan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang
paling awal, adalah berbasis sosial, sementara Piaget menekankan pada
percakapan anak-anak yang bersifar egosentris dan berorientasi nonsosial. Anakanak berbicara kepada diri mereka untuk mengatur perilakunya dan untuk
mengarahkan diri mereka (Duncan, 1991). Sebaliknya, Piaget menekankan bahwa
percakapan anak kecil yang egosentris mencerminkan ketidakmatangan sosial dan
kognitif

mereka.

Menurut Vygotsky keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental


berkembang melalui interaksi social langsung. Melalui pengoranisasian
pengalaman-pengalaman interaksi social yang berada dalam suatu latar belakang
kebudayaan ini. Perkembangan anak menjadi matang.
Pembelajaran berdasarkan scaffolding yaitu memberikan ketrampilan yang
penting untuk pemecahan masalah secara mandiri, seperti diskusi dan praktek
langsung. Zone of Proximal Development adalah wilayah dimana anak mampu
untuk belajar dengan bantuan orang yang kompeten. Batas ZPD yang lebih rendah
ialah level pemecahan masalah yang di capai oleh seorang anak yang bekerja
secara mandiri. Dan batas yang lebih tinggi ialah level tanggung jawab tambahan
yang dapat di terima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur yang mampu.
Penilaian belajar dilakukan dengan menggunakan cheklist, review, atau
pertanyaan. Sedangkan penerapan teknologi untuk belajar adalah dengan
pemakaian visualisasi, contoh grafis, pengalaman dunia nyata yang terkait dengan
kebutuhan siswa.
Aplikasi

teori

kognitif

terhadap

pembelajaran

siswa

Belajar merupakan proses aktif untuk membangun pengetahuan. Proses aktif yang
dimaksud tidak hanya secara mental namun juga secara fisik, artinya secara fisik
pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan. Ciri pembelajaran
dalam pandangan kognitif:
a

Menyediakan

pengalaman

belajar

berkaitan

dengan

pengetahuan yang dimiliki siswa sehingga belajar melalui proses


pembentukan pengetahuan.

Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, misalnya

suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.


Mengintegrasikan pembelajaran dengan sesuatu yang realistik
yang

melibatkan

pengalaman

konkrit,

misalnya

untuk

memahami konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.


Mengintegrasikan pembelajaran sehingga terjadi kerjasama
seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungan. Misalnya

e
f

kerjasama antara siswa-guru, siswa-siswa.


Memanfaatkan berbagai media untuk komunikasi.
Melibatkan emosional siswa sehingga menjadi menarik dan
siswa mau belajar.

Tujuan pendidikan menurut teori belajar kognitif adalah:


a

Menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berfikir untuk

menyelesaikan setiap persoalan.


Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi
untuk memungkinkan pengetahuan dan ketrampilan dapat

dikonstruksi oleh peserta didik.


Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara
belajar yang sesuai bagi dirinya.

Ada empat prinsip dasar dalam penerapan teori Vygotsky dikelas:


a
b

Belajar dan berkembang adalah aktivitas sosial dan kolaboratif.


ZPD dapat menjadi pemandu dalam penyusunan kurikulum dan

pelajaran.
Pembelajaran disekolah harus dalam konteks yang bermakna,
tidak boleh dipisahkan dari pengetahuan anak-anak yang
dibangun dalam dunia nyata mereka.

Experiental Learning
Belajar merupakan istilah kunci yang paling vital dalam usaha pendidikan,
sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu
proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin
ilmu yang berkaitan dengan pendidikan. Disitulah letak pentingnya manusia
sebagai makhluk yang berpikir untuk terus belajar, baik itu belajar secara
kelembagaan formal maupun belajar dari pengalaman yang pernah dan akan
dialami.

Tujuan dari belajar bukan semata-mata berorientasi pada penguasaan


materi dengan menghapal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informai atau
materi pelajaran. Lebih jauh daripada itu, orientasi sesungguhnya dari proses
belajar adalah memberikan pengalaman untuk jangka panjang. Dengan konsep ini,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung secara alamiah dalam bentuk kagiatan siswa bekerja dan mengalami,
bukan tansfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Proses pembelajaran seperti apa yang dapat menciptakan suatu proses
belajar yang dapat mengeksplorasi wawasan pengetahuan siswa dan dapat
mengembangkan makna sehingga akan memberikan kesan yang mendalam
terhadap apa yang telah dipelajarinya?. Alternatif model pembelajaran yang dapat
digunakan untuk menjawab permasalahan diatas salah satunya adalah dengan
menggunakan model experiential learning.
Model pembelajaran experiential learning merupakan model pembelajaran
yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana
siswa mengalami apa yang mereka pelajari. Melalui model ini, siswa belajar tidak
hanya belajar tentang konsep materi belaka, hal ini dikarenakan siswa dilibatkan
secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu
pengalaman. Hasil dari proses pembelajaran experiential learning tidak hanya
menekankan pada aspek kognitif saja, juga tidak seperti teori behavior yang
menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar. Pengetahuan
yang tercipta dari model ini merupakan perpaduan antara memahami dan
mentransformasi pengalaman.
Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Maka
hal yang sama telah dikemukakan oleh Confusius beberapa abad lalu what i
hear, i forget, what I hear and see, I remember a little, what I hear, see and ask
questions about or discus wuth some one else, I begin to understand, what I hear,
see, discus, and I do, I acquire knowledge and skill, what I teach to another, I
master. Jika pernyataan Confusius tersebut dikembangkan secara sederhana,
maka akan didapat suatu cara belajar berupa cara belajar dengan cara mendengar
akan lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara
mendengar, melihat dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan

cara mendengar, melihat, diskusi dan melakukan akan memperoleh pengetahuan


dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbaik adalah dengan
mengerjakan. Dengan mengalami materi belajar secara langsung, diharapkan
siswa dapat lebih membangun makna serta kesan dalam memori atau ingatannya.
Seperti halnya proses pembelajaran kontekstual yang menghubungkan dan
melibatkan siswa dengan dunia nyata, model ini pun lebih mengedepankan model
connented knowing (menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata),
dengan demikian pembelajaran dianggap sebagai bagian integral dari sebuah
kehidupan.
Jurnal kuliah
e

Pemahaman sebelum perkuliahan :

Secara umum, dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, terdapat dua


aspek dalam proses belajar mengajar yaitu aspek teori dan aspek praktikum atau
penerapan. Aspek teori mengacu pada model pemrosesan informasi. Sedangkan
aspek praktikum mengacu pada experiental learning. Hal-hal yang dipelajari
siswa dalam teori nantinya dibuktikan atau dipraktikkan pada kegiatan praktikum
tentang kebenaran teori-teori yang sudah dipelajari tersebut.
Menurut

saya

sebelum

perkuliahan,

model

pemrosesan

informasi hanya sebatas model atau variasi cara seseorang dalam


memproses informasi yang diterimanya menjadi sebuah pengetahuan
praktis. Model pemrosesan informasi tersebut juga melibatkan stimulus
respon. Selain itu juga informasi yang diterimanya akan disimpan
dalam long term memory atau short term memory.
Berpikir tingkat tinggi menurut saya sebelum perkuliahan
merupakan proses berpikir sampai kita bisa menemukan sesuatu atau
membuat experimen atau suatu penemuan tertentu. Mulai dari
melihat, membaca, mendengar, menulis, menghafal, berpendapat,
melogika sampai pada menemukan.

Pemahaman setelah perkuliahan :

Teori Vygotsky tentang Peralatan Psikologis

Manusia mengembangkan alat untuk menguasai lingkungan,


manusia

juga

menciptakan

peralatan

psikologis

untuk

menguasai tingkah lakunya.

Contoh: pelaut membuat peta untuk mengingat dan melacak arah/jejak


perjalanannya.
b
c

Behavioristik, materi tidak abstrak.


Materi yang bersifat abstrak, tidak nampak, adanya suatu

fenomena ada kalau dipikirkan.


Pengajaran verbal tidak dapat mengembangkan psikologi tools.

Experiental Learning
a
b

belajar dari pengalaman


proses penciptaan pengetahuan melalui transformasi pengalaman; dengan
cara mengkombinasikan pemahaman dan pentransformasian pengalaman.

pengalamanlah yang berperan dalam proses belajar

Semua siswa/perorangan harus mengalami suatu kejadian sendiri secara


langsung, tidak diwakilkan.
Pengalaman konkret pengamatan dan refleksi konseptualisasi
Abstrak (berpikir) eksperimentasi aktif (bertindak) lalu kembali ke
pengalaman konkret.
Yang dimaksud pengalaman konkret yaitu mengalami suatu
kejadian, titik-titik menimpa dirinya. Pengalaman itu dirasakan, diindera
dan belum diamati secara sengaja. Pengamatan dan refleksi merupakan
fenomena . Konseptualisasi abstrak (berpikir) dengan bertanya-tanya
mengapa suatu hal tertentu bisa terjadi. Eksperimentasi aktif (bertindak)
dengan mengalami sendiri, bertindak sendiri tanpa ada bantuan dari guru.

Experiental Learning

Concrete Experience Mengalami (merasakan) adanya benda,


gejala, dan perubahan alam sekitar

Reflektive Observation

Abstract
Conceptualization

Active

Mengamati lebih jeli,


mempersepsi/merefleksi hal yang
dialami
Berpikir logis untuk memahami dan
memba-ngun konsep abstrak ttg yang
dialami dan diamati
Menerapkan konsep yang dibangun, dan
menemukan masalah baru

Eksperimen kontekstual konstruktivis. Mengubah pengalaman menjadi


konsep dari pengalaman sendiri.

Experiencing

Acting

ActingReflecting

Thinking

Thinking

Kesimpulan :
Experiental Learning merupakan belajar dari pengalaman dan pengalaman
tersebut yang membuat kita mengalami proses belajar.
Terdapat berbagai macam model pemrosesan informasi, diantaranya
menurut Gagne yang bercirikan stimulus respon, menurut Piaget yang bercirikan
membentuk konsep baru dalam pembelajaran, menurut bandura yang bercirikan
mengingat

model

atau

asosiasi

serta

teori

sosialoleh

Vygotsky

yang

mengedepankan perilaku sosial dalam pembelajaran.


Pemikiran tingkat tinggi (berpikir abstrak) memerlukan pengajaran dalam
menulis, mematikan dan konsep konsep abstrak yang lain. Berpikir abstrak
merupakan suatu produk yang berupa berpikir lanjut yang merupakan

perkembangan dari sosial historic. Belajar experimental learning merupakan


pola belajar yang bagus karena langsung praktik kealam sekitar.
Daftar Rujukan :
Anneahira. 2012. Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky, (online),
(http://www.anneahira.com/teori-perkembangan-kognitif-vygotsky.htm),
diakses 15 September 2014.
Budiningsih, Asrih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Asdi Mahasatya: Jakarta.
Deceng.
2008.
Teori
Belajar
Konstruktivis,
(online),
(http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-konstruktivis),
diakses 16 September 2014.
Funia.

2013.
Model
Pembelajaran
Experiential,
(online),
(http://mediafunia.blogspot.com/2013/02/model-pembelajaranexperiential.html), diakses 4 Oktober 2014.

Iskandar, Dedi. 2012. Teori Pembelajaran Orang Dewasa, (online),


(http://dediskandar85.blogspot.com/2012/09/teori-pembelajaran-orangdewasa.html), diakses 15 September 2014.
Mahudin.
2011.
Model
Pembelajaran
Experiential,
(online),
(http://albyjmahfudz.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaranexperiential.html), diakses 4 Oktober 2014.
Petra. 2011. Journals, (online), (http://puslit.petra.ac.id/journals/interior), diakses
16 September 2014.

PORTOFOLIO 8
Hari, tanggal

: Rabu, 7 Oktober 2015

Judul

: Gaya Belajar, Hasil Belajar dan Berpikir Tingkat


Tinggi (Higher Order Thinking)

Kegiatan

Dalam mempelajari atau membahas tentang Gaya Belajar dan Hasil


Belajar,

dosen

mendengarkan

memberikan
dan

mencatat

penjelasan
materi

kepada

yang

mahasiswa,

disampaikan

mahasiswa

dosen

sambil

memahaminya kemudian dosen memberi umpan balik kepada mahasiswa. Dosen


juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya tentang materi
terkait hal tersebut yang belum dipahami atau yang belum bisa dimengerti. Dosen
juga memberikan tugas berupa analisis tahap-tahap moral berdasarkan suatu
peristiwa di akhir pertemuan kepada mahasiswa.
Dalam kegiatan ini menjadikan mahasiswa bertambah wawasan, lebih
mengerti dan memahami tentang gaya belajar dan hasil belajar, serta mengetahui
kelebihan dan kelemahan dari masing-masing gaya belajar tersebut dan
mengetahui hasil apa saja yang akan kita peroleh dalam belajar.
Hasil studi di luar sekolah :
a. Studi Pustaka
Gaya Belajar
Macam macam Gaya Belajar serta Kekurangan dan Kelebihannya - Gaya
belajar adalah cara termudah yang dimiliki oleh individu dalam menyerap,
mengatur dan mengolah informasi yang diterima. Gaya belajar yang sesuai adalah
kunci keberhasilan seseorang dalam belajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan
belajar, mahasiswa sangat perlu dibantu dan diarahkan untuk mengenali gaya
belajar yang sesuai dengan dirinya sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif (Degeng, 1997)
Menurut Gafur (2004), terdapat 3 modalitas (tipe) dalam gaya belajar yaitu
Visual, Auditori dan Kinestetik. Pelajar Visual belajar melalui apa yang mereka
lihat, Auditori belajar dengan cara mendengar dan Kinestetik belajar dengan
gerak, bekerja dan menyentuh. Tetapi dalam kenyataannya, setiap orang memiliki

ketiga gaya dalam belajar tersebut, hanya saja satu gaya biasanya lebih
mendominasi. Sedangkan hasil belajar menurut Oemar adalah suatu penilaian
akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang, serta akan
tersimpan dalam waktu yang lama karna hasil belajar turut serta dalam
membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi
sehingga akan merubah cara berfikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih
baik.

Gaya belajar yang dibatasi hanya dalam satu bentuk, terutama yang
bersifat verbal atau dengan jalur auditorial, tentunya dapat menyebabkan adanya
ketimpangan dalam menyerap informasi. Tulisan atau kata-kata yang terlalu
banyak akan membuat seseorang menjadi bosan dan lelah serta sangat mungkin
menghasilkan proses belajar yang kurang optimal. Dalam hal ini menurut
Solehudin (2006) Pembelajaran praktikum adalah proses model pembelajaran
yang efektif untuk mencapai tiga tujuan secara bersamaan, yaitu dengan
meningkatkan keterampilan kognitif, keterampilan afektif, dan keterampilan
psikomotorik.
Penjelasan dari macam macam gaya belajar
1. Visual (Visual Learners)
Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada ketajaman
penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar
mereka paham gaya seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu
buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang
khas bagai orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah

kebutuhan

melihat

sesuatu

(informasi/pelajaran)

secara

visual

untuk

mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap


warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik,
keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu
reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh
seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Kelebihan gaya belajar visual (Visual Learners) antara lain:
1
2

Dapat mengingat detail dan warna dengan sangat baik,


Mampu membaca, mengeja, dan menghafal pelajaran dengan

baik,
Sangat baik dalam mengingat wajah seseorang, tetapi seringkali

lupa dengan nama orang tersebut.


Saat menghafal dan memahami suatu informasi, biasanya
mereka

5
6

memvisualisasikan

gambar

atau

image

dalam

pikirannya,
Umumnya berpenampilan rapi dan baik,
Ketika memecahkan masalah cara yang dilakukan oleh anak
visual adalah dengan membaca informasi, serta membuat daftar

mengenai masalah atau hambatan apa saja yang ia hadapi.


Kelemahan:
1 Susah belajar dalam suasana yang ramai , ribut dan banyak
2

gangguan,
Susah memahami penjelasan

gambar atau grafik,


Terganggu konsentrasinya

guru tanpa disertai dengan

saat

melihat

tampilan

(baik

penampilan seseorang atau tampilan suatu informasi) yang


menurutnya tidak menarik atau justru jelek.

2. Auditori (Auditory Learners )


Gaya

belajar Auditori

(Auditory

Learners)

mengandalkan

pada

pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model


belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama
menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru
kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama
orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap
melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam
bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun
membaca.

Kelebihan dari gaya belajar Auditori (Auditory Learners):


Jika melakukan presentasi suatu hasil kerja dapat melakukannya

dengan baik.
Dapat dengan mudah menirukan perkataan orang lain dalam

3
4
5
6

waktu yang singkat.


Memiliki tata bahasa yang baik
Dengan mudah menghafalkan nama orang lain.
Senang berbicara
Jika melakukan pembicaraan di depan banyak orang , dapat

melakukan dengan mudah.


Jika berbicara iramanya memiliki pola.
Kelemahan:
Tidak membaca dengan baik (umumnya membaca dengan

pelan).
Susah

3
4
5

menggunakan suara.
Susah untuk membuat karangan.
Susah diam dalam waktunya cukup lama.
Mudah terganggu dengan keributan.

menginggat

sesuatu

jika

membacanya

tanpa

3. Kinestetik (Kinesthetic Learners)


Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu
yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar
ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti
ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah
menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus
mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya
ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.

1
2
3
4

Kelebihan dari gaya belajar kinestetik (Kinesthetic Learners):


Umumnya memiliki penampilan yang rapi.
Lebih pintar dalam bidang olahraga.
Suka dengan pekerjaan yang di lakukan dalam laboratorium.
Kerja sama antara mata dan tangan sangat bagus .
Kelemahan:
Mudah gelisah dan frustasi dalam mendengarkan sesuatu sambil
duduk dalam waktu yang lama, sehingga membutuhkan sedikit

2
3
4

istirahat .
Kurang baik dalam melakukan pengejaan kata.
Jika membaca menggunakan jari telunjuk
Kurang menguasai dalam bidang geografi.

Hasil Belajar

Hasil

belajar

merupakan

tujuan

akhir

dilaksanakannya

kegiatan

pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar


yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang
kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah
perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam
himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan
Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam
Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai
dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri
orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk.
(2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil dalam
belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahanperubahan

tersebut

di

antaranya

dari

segi

kemampuan

berpikirnya,

keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.


Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam
taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain
kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain
psikomotor atau keterampilan. Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana,
2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima macam antara
lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem
lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir
seseorang dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan
masalah; (3) sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional
dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku
terhadap orang dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan dalam arti
informasi dan fakta; dan (5) keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi
untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.

Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan


melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai
pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut
Wahidmurni, dkk. (2010: 28), instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni
tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006: 155), memberikan
gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang
diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur
melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan
terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman,
2012:124) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
1

Faktor internal
Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti
kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak
dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat
mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.
Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik
pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda,
tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa
faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat,

motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.


Faktor eksternal
Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi
hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban
dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang
akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat
berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih
segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor
yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan
hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat
berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar

yang

direncanakan.

Faktor-faktor

instrumental

ini

berupa

kurikulum, sarana dan guru.

b. Browsing Internet
Artikel Gaya Belajar

Kemampuan setiap anak dalam memahami dan menyerap pelajaran sudah


pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat
lambat. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa
memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.
Sebagian siswa lebih suka jika belajar dengan cara membaca dari hasil
tulisan guru di papan tulis. Tapi, sebagian siswa lain lebih suka menerima materi
pelajaran dengan cara guru menyampaikannya secara lisan dan mereka
mendengarkan untuk bisa memahaminya. Sementara itu, tidak sedikit siswa yang
mempunyai model belajar dengan menempatkan guru tak ubahnya seorang
penceramah. Guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori
dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa mendengarkan sambil
menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya mereka pahami
sendiri.
Apa pun cara yang dipilih, gaya belajar menunjukkan mekanisme setiap
individu menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Karenanya, jika kita bisa
memahami perbedaan gaya belajar setiap anak dan memberikan materi pelajaran
yang sesuai dengan gaya belajarnya akan memberikan hasil yang optimal bagi
dirinya.
Dalam buku Quantum teaching, ada beberapa tipe gaya belajar. Pertama, Gaya
Belajar Visual. Gaya belajar seperti ini bercirikan harus melihat dulu buktinya
baru bisa mempercayainya.
Karakteristik yang khas gaya belajar visual: pertama adalah kebutuhan
melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual, kedua teratur, memperhatikan
segala sesuatu dan menjaga penampilan, ketiga mudah mengingat jika dengan
gambar, dan lebih suka membaca daripada dibacakan.
Pendekatan yang bisa digunakan agar anak bisa menerima informasi /
materi pelajaran secara optimal: pertama adalah menggunakan beragam bentuk
grafis untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran. Perangkat grafis itu

bisa berupa film, slide, gambar ilustrasi, coretan-coretan, kartu bergambar, catatan
dan kartu-kartu gambar berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan suatu
informasi secara berurutan.
Gaya belajar kedua disebut gaya belajar auditorial atau gaya belajar yang
mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya.
Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran
sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, anak harus
mendengar, baru kemudian bisa mengingat dan memahami informasi yang
diterimanya. Karakter yang lain bagi anak bertipe ini: perhatiannya mudah
terpecah, dan jika belajar dengan cara menggerakkan bibir/bersuara saat
membaca.
Pendekatan yang bisa dilakukan bila anak memiliki kesulitan belajar
seperti di atas: pertama, menggunakan tape perekam sebagai alat bantu. Alat ini
digunakan merekam bacaan atau catatan yang dibacakan atau ceramah pengajar di
depan kelas untuk kemudian didengarkan kembali. Dan yang kedua adalah dengan
wawancara atau terlibat dalam kelompok diskusi. Sedang pendekatan ketiga yaitu
dengan mencoba membaca informasi, kemudian diringkas dalam bentuk lisan dan
direkam untuk kemudian didengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah
dengan melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
Gaya belajar lain yang juga unik adalah yang disebut gaya belajar
kinestetik yakni harus menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu
agar bisa mengingatnya. Tentu saja, ada beberapa karekteristik gaya belajar seperti
ini yang tak semua anak bisa melakukannya. Pertama adalah menerima
informasi/pelajaran dengan cara menyentuh, berdiri berdekatan dan banyak
bergerak. Sedang kedua, saat membaca sambil menunjuk tulisan. Karakter ketiga
adalah anak tidak bisa/tahan duduk terlalu lama untuk mendengarkan pelajaran.
Keempat, anak merasa bisa belajar lebih baik bila berjalan.
Untuk anak yang memiliki karakteristik seperti di atas, pendekatan
belajar yang mungkin bisa dilakukan adalah belajar berdasarkan atau melalui
pengalaman dengan menggunakan berbagai model atau peraga, bekerja di
laboratorium atau bermain sambil belajar. Cara lain yang juga bisa digunakan
adalah secara tetap membuat jeda di tengah waktu belajar. Tak jarang, orang yang

cenderung memiliki karakter Kinestetik juga akan lebih mudah menyerap dan
memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk belajar
mengucapkannya atau memahami fakta.
Penggunaan komputer bagi anak yang memiliki karakter kinestetik akan
sangat membantu. Karena, dengan komputer ia bisa terlibat aktif dalam
melakukan touch, sekaligus menyerap informasi dalam bentuk gambar dan
tulisan. Selain itu, agar belajar menjadi efektif dan berarti, anak dengan karakter
di atas disarankan untuk menguji memori ingatan dengan cara melihat langsung
fakta di lapangan.
Artikel Hasil Belajar

Pengertian Hasil belajar dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah


hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya.
Seorang guru akan kecewa bila hasil belajar yang dicapai oleh peserta didiknya
tidak sesuai dengan target kurikulum. Dalam kaitannya dengan belajar, hasil
berarti penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh guru
melalui mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukan dengan nilai test atau angka
nilai yang diberikan oleh guru.
Jadi hasil bermakna pada keberhasilan seseorang dalam belajar atau dalam
bekerja atau aktivitas lainnya. Munandar mengatakan bahwa, hasil itu merupakan
perwujudan dari bakat dan Profesionalisme. Hasil yang menonjol pada salah satu
bidang mencerminkan bakat yang unggul dalam bidang tersebut .
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil sebagai bentuk gambaran keberhasilan individu setelah meyalurkan
bakat, minat dan motivasinya dalam kegiatan belajar, jadi pretasi belajar tidak
terlepas dari faktor internal maupun eksternal. Secara spesifik faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut :
a. Faktor Psikologis
Belajar yang merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku
peserta didik, ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya. Di antara faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa adalah faktor-faktor psikologis.
Menurut Sardiman (1990: 30) bahwa, Faktor-faktor psikologis yang dikatakan
memiliki peranan penting dalam aktivitas belajar, karena dipandang sebagai cara-

cara berfungsinya pikiran siswa dalam hubungan dengan pemahaman bahan


pelajaran, sehingga penguasaan terhadap bahan pelajaran yang disajikan lebih
mudah efektif .
Dengan demikian suatu aktivitas belajar akan berjalan baik jika didukung
oleh faktor-faktor psikologis anak didik (siswa). Secara spesifik faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas belajar adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal
a) Motivasi
Seseorang itu akan berhasil dalam belajar atau melakukan aktivitas belajar dengan
baik kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Menurut Sardiman
bahwa motivasi yang berkaitan dengan aktivitas belajar yaitu: (1) mengetahui apa
yang akan dipelajari, dan (2) memahami mengapa hal tersebut harus dipelajari.
b) Konsentrasi
Konsentrasi dimaksudkan memutuskan segenap kekuatan perhatian pada suatu
situasi belajar. Unsur motivasi dalam hal ini sangat membantu tumbuhnya proses
pemutusan perhatian. Di dalam konsentrasi ini keterlibatan mental secara detail
sangat diperlukan. Di dalam aktivitas belajar, jika dibarengi dengan konsentrasi
maka aktivitas yang dilakukan akan memenuhi sasaran untuk mencapai tujuan
belajar itu sendiri.
c) Reaksi
Di dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun mental,
sebagai wujud reaksi. Dengan adanya diri siswa, maka proses belajar mengajar
akan menjadi hidup, karena siswa tidak hanya sebagai obyek tetapi subyek dalam
belajar.
2. Faktor Eksternal
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, juga terdapat faktor eksternal
yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa, yaitu:
a. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga yang kondusif terhadap aktiviatas belajar siswa, maka
memungkinkan siswa untuk aktif belajar. Misalnya, orang tua mendisiplinkan diri
pada setiap habis maghrib untuk membaca buku bersama nak-anak. Kebiasaan ini

tentu saja akan berpengaruh terhadap pengalaman belajar anak selanjutnya, baik
di sekolah maupun di perpustakaan.
b. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anakanak usia sekolah, dalam lingkungan masyarakat yang disiplin dalam menjaga
anak-anak untuk belajar secara intensif, maka akan berpengaruh pada aktivitas
belajar siswa.
c. Lingkungan Sekolah
Kondisi sekolah yang mampu menumbuhkan persaingan positif bagi siswa
akan dapat memberikan nilai yang memungkinkan siswa untuk belajar secara
aktif, misalkan sekolah memberikan hadiah bagi yang aktif belajar di sekolah,
dengan aktivitasnya itu mampu berhasil.
Artikel Berpikit Tingkat Tinggi
Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang diterjemahkan dari Higher Order
Thinking Skills (HOTS) adalah kegiatan berpikir yang melibatkan level kognitif
hirarki tinggi dari taksonomi berpikir Bloom. Secara hirarkikal taksonomi Bloom
terdiri dari enam level, yaitu knowledge (Recall or locate information),
comprehension (Understand learned facts), application (Apply what has been
learned to new situations), analysis (Take apart information to examine different
parts ), synthesis (Create or invent something; bring together more than one idea)
dan evaluation (Consider evidence to support conclusions). Anderson, L., and
Krathwohl, D. (eds.) (2001) dalam bukunya yang berjudul Assessing: A Revision
of Blooms Taxonomy yang dipublikasi oleh Publishing Co, New York, US
merevisi level taxonomi ini menjadi remembering, understanding, applying,
analysing, evaluating, creating. Hasil revisi dari Anderson and Krathwohl ini
sangat mudah diterima oleh banyak saintisi dan praktisi sehingga keberadaannnya
selalu menjadi rujukan dari perkembangan teori pembelajaran.
Dalam

perkembangannya

remembering,

understanding,

applying

dikategorikan dalam recalling dan processing, sedangkan analysing dan evaluating


dikategorikan dalam critical thinking dan yang terakhir creating dikategorikan
dalam creative thinking. Kemudian bagaimana mewujudkan HOTS ini dalam
pembelajaran? Jawabannya adalah mengintegrasikan level berpikir ini dalam

proses belajar dan evaluasi. Dalam proses pembelajaran paling sedikit harus
melibatkan pendekatan saintifik 5M, sedangkan dalam evaluasi soal-soal yang
dikembangkan harus tidak hanya terbatas pada level applying namun sampai pada
creating.

Jurnal kuliah
a. Pemahaman sebelum perkuliahan :
Gaya belajar menurut saya ialah gaya atau model

seseorang dalam

memroses informasi menjadi sebuah pengetahuan. Setiap orang memiliki gaya


belajar yang berbeda-beda, dan gaya belajar tersebut diterapkan di sekolah
sehingga seorang guru harus mengetahui metode pengajaran yang dapat mengatasi
murid dengan gaya belajar yang berbeda-beda tersebut. Gaya belajar tersebut akan
membentuk pola pikir yang menghasilkan hasil belajar. Hasil belajar yang
berkualitas adalah hasil belajar berpikir tingkat tinggi yang mana sistem LTM dan
STM nya berfungsi secara efektif.

Hasil belajar pada setiap anak berbeda-beda, tergantung tingkat kecerdasan


masing-masing. Setiap anak pasti memiliki kecerdasan dan keterampilan yang
berbeda-beda. Jika beberapa anak yang memiliki tingkat kecerdasan dan
keterampilan yang berbeda-beda tersebut berkumpul lalu berdiskusi, ada
kemungkinan mereka menjadi bisa berbagai macam keterampilan tersebut
sehingga menutupi kecerdasan maupun keterampilan yang lemah pada dirinya.
b. Pemahaman setelah perkuliahan :
Gaya Belajar
Belajar
Proses belajar Informasi
Konkret

Rekaman (Otak) menerima, menyerap, mengolah,


menyimpan,

menanggapi

Simbol
Gaya belajar adalah cara belajar yang cenderung dipilih untuk menerima,
menyerap, mengolah, menyimpan, dan menanggapi informasi. Menerima dalam
hal ini berhubungan dengan penglihatan, pendengaran, peraba, pembau, dan
pengecap.
Tipe-tipe gaya belajar:
1

Gaya Belajar Visual


- Menitik beratkan pada ketajaman penglihatan
- Perlu penglihatan bukti konkret untuk mengerti
- lebih suka peragaan daripada penjelasan
- Sangat peka terhadap warna
- Memiliki pemahaman cukup terhadap masalah artistik
- Mengalami kesulitan dalam berdialog langsung
- Terlalu reaktif (tidak terlalu peka) terhadap suara
- Sulit mengikuti anjuran lisan
- Sering salah menginterpretasi kata atau ucapan
2 Gaya Belajar Auditori
- Mengandalkan pendengaran untuk mengingat dan mengerti :
Mudah mengingat penjelasan lisan dari guru
- Menggunakan pendengaran sebagai alat utama untuk menerima
informasi/pengetahuan

Cenderung banyak omong


Senang berdiskusi
Mudah menguasai materi iklan, lagu di tv/radio

Terdapat korelasi antara indra pendengaran dan suara


-

Sulit menerima informasi tulis secra langsung


Sulit mengerjakan tugas menulis/mengarang
- Sulit menulis dan membaca
Kurang tertarik pada papan pengumuman
3 Gaya Belajar Kinestetik
- Menggunakan tangan sebagai alat penerima informasi utama
untuk mudah mengingat dan memahami
Perlu menyentuh, memegang, dan mengotak-atik bahan
-

informasi
Mudah mengerti hanya dengan menyentuh, memegang bahan

informasi, tanpa membaca petunjuk atau mendengar penjelasan


Menyukai aktivitas fisik untuk praktik/percobaan da bermain
Sulit menguasai hal yang abstrak dan simbolik
Cenderung untuk bergerak, sulit duduk manis

Gaya belajar yang tampak setelah dewasa


-

Intuitor : tidak suka berpikir logis


Diverger : menerima saja segala informasi
Assimilator : menghafal

Inventor : suka menemukan


Implementor : mengambil keputusan secara logis

Converger
-

Lebih menonjol pada proses belajar dengan konseptualisasi

abstrak dan eksperimentasi aktif


Sangat kuat dalam pengaplikasian praktis konsep
Memfokuskan pada satu masalah atau situasi spesifik
Memecahkan masalah dengan hanya satu jawaban benar

Penerapan Gaya Belajar di Sekolah


Pengajaran dengan
satu metode
ceramah
SISWA
Tidak menangkap
informasi

Menangkap
informasi tidak
lengkap

Lupa
sulit menghafal

Pembelajaran Efektif
Dalam pembelajaran ini yang digunakan adalah multimedia dan
multimetoda, yaitu ceramah dan dikombinasi dengan percobaan).
Belajar Efektif
Belajar dalam hal ini dilakukan dengan bermain. Permainan yang
digunakan bervariasi dari permainan tradisional juga permainan modern. Dalam
belajar efektif ini dilakukan dengan menanggap gerakan serta terdapat simulasi
dalam bermain peran.

Belajar dan Mengajar dengan Banyak Gaya Belajar

Memfasilitasi terbentuknya

Banyak kecakapan hidup (Multiple Intelligence)


dan
Berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking)
Hasil Belajar
Sebelum tahun 2000 hasil belajar adalah pengetahuan. Hasil belajar
menurut UNESCO:
1. Learning to know (pengetahuan)
Siswa menghafal definisi, rumus dan dalil.
2. Learning to do (teknologi)
Siswa belajar untuk melakukan sesuatu tidak hanya menangkap
pengetahuan.
Contoh: sains teknologi.
3. Learning to be (kepribadian)
Menjadikan dirinya bermakna/siswa belajar untul mencari jati diri.
4. Learning to live together (sosial)
Belajar untuk hidup bersama.
Sedangkan hasil belajar menurut UU RI No. 20 th. 2003 tentang
SISDIKNAS:
1 Personal skill
- Siswa cakap mengembangkan jati diri
- Siswa cakap memecahkan masalah pada dirinya

- Mengarah ke moral
2 Sosial skill
- Kecakapan untuk bersosialisasi dengan sesama baik dengan
manusia / alam sekitar
Thinking skill
- Kecakapan berpikir rasional
- Lebih banyak berhubungan dengan knowledge
4 Academic skill
- Kecakapan dalam melakukan kerja alamiah
5 Vocational skill
- Berhubungan dengan pekerjaan khusus yang lebih cenderung
3

kepada ketrampilan

Seharusnya pada tahun 2003 KTSP tetapi lebih menonjolkan thinking skill
(menghafal pengetahuan) tingkat rendah bukan berpikir tingkat tinggi.
Menurut psikologi pendidikan
Hasil belajar pilar belajar (terdapat dalam PERMENDIKNAS no. 22 th. 2006)
Life skill
Pengetahuan
Kognitif (Higher Order Thinking)
Afektif (Multiple Intelligence)
Psikomotorik
Moral
Ketrampilan proses sains
Hasil belajar (Domain Pengetahuan dan Kognitif)
Tipe-tipe dimensi pengetahuan:

Pengetahuan
faktual
Pengetahuan

Istilah
Fakta

Klasifikasi dan kategori


Prinsip
dan
generalisasi

konseptual
Kalau dulu siswa membaca dan
menjiplak, tetapi sekarang siswa dituntut
(rumus)
Teori, model
untuk mengklasifikasikan dan mengkategorikan
sendiri.

Pengetahuan
prosedural

Keterampilan
spesifik
dan algoritmis
Teknik dan metode
Prosedur

(Merupakan pengetahuan dari langkah-langkah kerja suatu proses)


Algoritmis yaitu berpikiran satu jalur.
Nonalgoritmis yaitu tidak berpikiran satu jalur.
Sebelum tahun 2000 terdapat 3 pengetahuan.
Setelah tahun 2000 terdapat 4 pengetahuan (ditambah metakognitif).
Pengetahuan
metakognitif

Pengetahuan strategis
Pengetahuan
kontekstual
dan
kondisional
Konsep diri

(Memikirkan apa yang dipikirkannya sendiri)


Faktual, konseptual dan prosedural kontekstual dan kondisional.
Dimensi Proses Kognitif
1
2

Mengingat
Mengorek pengetahuan dari LTM Mengenali, mengingat.
Memahami
Membangun pengertian dari pesan pelajaran Menginterpretasi,
mencari contoh, mengklasifikasikan, meringkas, menginfering,

membandingkan, menjelaskan.
Menerapkan
Melaksanakan prosedur dalam

situasi

yang

diberikan

melaksanakan, mengimplementasikan.
Menganalisis
Menguaraikan bahan menjadi bagian-bagiannya dan menentukan
hubungan antar bagian membedakan, mengorganisasikan,

menentukan atribut.
Mengevaluasi
Mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan standar menguji,
mengkritik atau memutuskan.
Menciptakan

Menggabungkan

unsur-unsur

untuk

membangun

sesuatu

berhipotesis, membuat desain, mengkontruksikan.

Definisi kognitif
Lama
Ingatan (siswa pasif)
Pemahaman
Penerapan
Analisis
Sintesis
Evaluasi
Bloom

Baru
Mengingat (siswa pasif)
Memahami
Menerapan
Menganalisis
Mengevaluasi
Mencipta
Anderson & Kratmahl

Menganalisis, mengevaluasi dan mencipta merupakan proses

berpikir tingkat tinggi dan abstrak.


Mengingat, memahami dan menerapkan

merupakan

berpikir

tingkat rendah dan berpikir konkret.

Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking)


-

Tidak bersifat nonalgaritmik, artinya jalur tindakan tidak selamanya

spesifik
Cenderung kompleks, artinya kesuluruhan jalur berpikir tidak hanya

dari satu titik pandang


Sering menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan biaya

dan keuntungan dibandingkan dengan hanya satu solusi saja.


Melibatkan beberapa nuansa keputusan dan interpretasi.
Melibatkan penerapan dari berbagai macamkriteria yang kadangkadang saling bertentangan antara satu dengan yang lain.

Sering melibatkan ketidakpastian. Contoh: Seorang miskin mencari kayu di


hutan, tapi kegiatan ini dapat merusak lingkungan namun di sisi lain orang

tersebut tidak bisa memasak.


Melibatkan kemandirian dalam proses berpikir.
Melibatkan pengertian yang mengagumkan.
Penuh dengan usaha.

Perbedaan pengetahuan dan kognitif yaitu pada pengetahuan termasuk dalam


mengambil produk, sedangkan kognitif yaitu memproses produk untuk
menghasilkan pengetahuan.
Hasil Belajar (Ketrampilan Proses Sains)
-

Observasi : mengamati dan mengidentifikasi ciri-ciri benda atau kejadian

dalam dunia fisik


Klasifikasi : mengatur pengelompokan benda/kejadian/informasi dengan

sisitem tertentu
Pengukuran : membandingkan objek dari dimensi yang tidak diketahui

dengan dimensi yang diketahui


Komunikasi : menyampaikan ide / gagasan
Menyimpulkan : menarik kesimpulan

menjelaskan satu hasil observasi


Prediksi : membuat ramalan masa datang berdasarkan bukti nyata
Penggunaan hubungan tempat/waktu : menggunakan bentuk geometri untuk

pengamatan
Penggunaan angka : mengimplementasikan hukum / rumus matematika untuk

menghitung angka
Identifikasi variabel : mengenal karakteristik objek/kejadian yang bersifat

berdasarkan

reasoning

untuk

konstan/berubah
Kesimpulan :
Setiap anak memiliki kecerdasan masing-masing yang pastinya memiliki
kecerdasan utama yang berbeda-beda. Dari perbedaan yang ada ini menunjukkan
hasil belajar dan keterampilan yang berbeda-beda dan diharapkan nantinya siswa
bisa saling bekerja sama untuk bisa saling memahami materi yang diajarkan.
Dengan demikian kecerdasan lain pada tiap-tiap siswa dapat diasah dan nantinya
siswa dapat memiliki kecerdasan lebih dari satu.
Berpikir tingkat tinggi merupakan nonalgoritmik dan melibatkan kemandirian
dalam proses berpikir. Keterampilan proses belajar yakni dalam hal observasi,
klasifikasi, pengukuran, prediksi, komunikasi, menyimpulkan, penggunaan
tempat/waktu, pengguanaan angka dan identifikasi variabel.

Daftar Pustaka :
Degeng, I.S. (1997). Strategi Pembelajaran: Mengorganisasi isi dengan Model
Elaborasi. Malang: IKIP dan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan
Indonesia
Depdiknas. 2006. Bunga Rampai Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran (SMA,
SMK, dan SLB). Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Gafur A. 2004. Pedoman Penyusunan Materi Pembelajaran (Instructional
Material. Jakarta:Depdiknas
Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara
http://hipni.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-hasil-belajar.html
Mulyasa E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Panen, P & Purwanto, 1997. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikti
Depdikbud.
Reigeluth, C.M. Merril MD. 1979. Classes of Instructional Variables Educational
Technology.
Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan
Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: ALFABETA

PORTOFOLIO 9
Hari, tanggal

: Rabu, 24 Oktober 2015

Judul

: Hasil Belajar dari Berbagai Domain

Kegiatan

Dalam mempelajari atau membahas tentang Hasil Belajar, dosen


memberikan penjelasan kepada mahasiswa, mahasiswa mendengarkan dan
mencatat materi yang disampaikan dosen sambil memahaminya kemudian dosen
memberi umpan balik kepada mahasiswa. Dosen juga memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk bertanya tentang materi terkait hal tersebut yang belum
dipahami atau yang belum bisa dimengerti.
Dalam kegiatan ini menjadikan mahasiswa bertambah wawasan, lebih
mengerti dan memahami tentang

hasil belajar dari berbagai domain, serta

mengetahui hasil apa saja yang akan kita peroleh dalam belajar.
Hasil studi di luar sekolah :
c. Studi Pustaka
Hasil

belajar

merupakan

tujuan

akhir

dilaksanakannya

kegiatan

pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar


yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang
kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah
perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam
himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan
Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam
Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai
dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri
orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk.
(2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil dalam
belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-

perubahan

tersebut

di

antaranya

dari

segi

kemampuan

berpikirnya,

keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.


Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam
taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain
kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain
psikomotor atau keterampilan. Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana,
2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima macam antara
lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem
lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir
seseorang dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan
masalah; (3) sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional
dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku
terhadap orang dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan dalam arti
informasi dan fakta; dan (5) keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi
untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan
melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai
pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut
Wahidmurni, dkk. (2010: 28), instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni
tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006: 155), memberikan
gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang
diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur
melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan
terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman,
2012:124) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
3

Faktor internal
Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan
yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat
jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik
dalam menerima materi pelajaran.

Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada
dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini
turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi
intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya
4

nalar peserta didik.


Faktor eksternal
Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil
belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar
pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat
berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang
kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang
keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang
diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
tercapainya

tujuan-tujuan

belajar

yang

direncanakan.

Faktor-faktor

instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru.


b Browsing Internet
Artikel Hasil Belajar
Pengertian Hasil belajar dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah
hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya.
Seorang guru akan kecewa bila hasil belajar yang dicapai oleh peserta didiknya
tidak sesuai dengan target kurikulum. Dalam kaitannya dengan belajar, hasil
berarti penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh guru
melalui mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukan dengan nilai test atau angka
nilai yang diberikan oleh guru.
Jadi hasil bermakna pada keberhasilan seseorang dalam belajar atau dalam bekerja
atau aktivitas lainnya. Munandar mengatakan bahwa, hasil itu merupakan
perwujudan dari bakat dan Profesionalisme. Hasil yang menonjol pada salah satu
bidang mencerminkan bakat yang unggul dalam bidang tersebut .
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil sebagai bentuk gambaran keberhasilan individu setelah meyalurkan bakat,
minat dan motivasinya dalam kegiatan belajar, jadi pretasi belajar tidak terlepas

dari faktor internal maupun eksternal. Secara spesifik faktor-faktor yang


mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut :
a. Faktor Psikologis
Belajar yang merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku peserta
didik, ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya. Di antara faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa adalah faktor-faktor psikologis.
Menurut Sardiman (1990: 30) bahwa, Faktor-faktor psikologis yang dikatakan
memiliki peranan penting dalam aktivitas belajar, karena dipandang sebagai caracara berfungsinya pikiran siswa dalam hubungan dengan pemahaman bahan
pelajaran, sehingga penguasaan terhadap bahan pelajaran yang disajikan lebih
mudah efektif. Dengan demikian suatu aktivitas belajar akan berjalan baik jika
didukung oleh faktor-faktor psikologis anak didik (siswa). Secara spesifik faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas belajar adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal
a) Motivasi
Seseorang itu akan berhasil dalam belajar atau melakukan aktivitas belajar dengan
baik kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Menurut Sardiman
bahwa motivasi yang berkaitan dengan aktivitas belajar yaitu: (1) mengetahui apa
yang akan dipelajari, dan (2) memahami mengapa hal tersebut harus dipelajari.
b) Konsentrasi
Konsentrasi dimaksudkan memutuskan segenap kekuatan perhatian pada suatu
situasi belajar. Unsur motivasi dalam hal ini sangat membantu tumbuhnya proses
pemutusan perhatian. Di dalam konsentrasi ini keterlibatan mental secara detail
sangat diperlukan. Di dalam aktivitas belajar, jika dibarengi dengan konsentrasi
maka aktivitas yang dilakukan akan memenuhi sasaran untuk mencapai tujuan
belajar itu sendiri.
c) Reaksi
Di dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun mental,
sebagai wujud reaksi. Dengan adanya diri siswa, maka proses belajar mengajar
akan menjadi hidup, karena siswa tidak hanya sebagai obyek tetapi subyek dalam
belajar.
2. Faktor Eksternal

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, juga terdapat faktor eksternal
yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa, yaitu:
a. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga yang kondusif terhadap aktiviatas belajar siswa, maka
memungkinkan siswa untuk aktif belajar. Misalnya, orang tua mendisiplinkan diri
pada setiap habis maghrib untuk membaca buku bersama nak-anak. Kebiasaan ini
tentu saja akan berpengaruh terhadap pengalaman belajar anak selanjutnya, baik
di sekolah maupun di perpustakaan.
b. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak
usia sekolah, dalam lingkungan masyarakat yang disiplin dalam menjaga anakanak untuk belajar secara intensif, maka akan berpengaruh pada aktivitas belajar
siswa.
c. Lingkungan Sekolah
Kondisi sekolah yang mampu menumbuhkan persaingan positif bagi siswa akan
dapat memberikan nilai yang memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif,
misalkan sekolah memberikan hadiah bagi yang aktif belajar di sekolah, dengan
aktivitasnya itu mampu berhasil.
Jurnal Kuliah
a

Pemahaman Sebelum Perkuliahan


Pada setiap murid memang memiliki kecerdasan masing-masing yang

pastinya memiliki kecerdasan utama yang berbeda-beda. Hal ini dapat terlihat
ketika dalam suatu kelas ada yang pintar di bidang hitung-menghitung, ada yang
pandai bernyanyi, ada yang pandai menghafal, ada yang bisa mengarahkan temanteman (ketua kelas), dll. Dari perbedaan tersebut menunjukkan hasil belajar yang
berbeda-beda serta diharapkan nantinya siswa bisa saling bekerja sama untuk bisa
saling memahami materi yang diajarkan.
Misalnya dalam suatu kelas dibagi dalam beberapa kelompok untuk
mengerjakan suatu tugas. Dari tugas ini diharapkan setiap siswa yang memiliki
kecerdasan yang berbeda-beda dapat saling membantu menerangkan materi agar
semua anggota dalam kelompok itu paham. Dengan demikian kecerdasan lain

pada tiap-tiap siswa dapat diasah dan nantinya siswa dapat memiliki kecerdasan
lebih dari satu.
b Pemahaman Setelah Perkuliahan
Hasil Belajar Domain Afektif (Sikap)
-

Afektif menyangkut sikap terhadap benda, terhadap lingkungan yang ada di


sekitar kita (benda mati, benda hidup, kejadian alam alami, kejadian alam

akibat manusia)
Menurut Bloom, sikap (afektif) menyangkut kepedulian terhadap bendabenda yang ada di sekitarnya. Sikap ini mengandung nilai yang penting/tidak
penting dan bermanfaat/tidak bermanfaat. Nilai-nilai yang menyangkut

baik/buruk merupakan nilai moral.


Dimensi domain afektif
a Receiving (menerima)
Kesadaran, kesudian untuk mendengar dan menaruh perhatian.
Contoh : Mendengar informasi dengan respek, mendengar dan mengingat
b

informasi yang baru dikenal.


Menanggapi fenomena
Berpartisipasi dalam kegiatan (belajar), memperhatikan dan mereaksi
suatu fenomena dalam hasil belajar ditekankan pada suai menanggapi,
dengan senang hati merespon (motivasi).
Contoh : Berpartisipasi dalam diskusi,

menyajikan

presentasi,

menanyakan konsep.
Menghargai
Memberi penghargaan pada objek, kejadian, tingkah laku, menyatakan
komitmen. Penghargaan diberikan berdasarkan nilai khusus.
Contoh : Membenarkan pentingnya kerja ilmiah dalam belajar,

mengusulkan ada kegiatan laboratorium dalam pembelajaran.


Pengorganisasian
Mengorganisasikan nilai-nilai ke dalam prioritas dengan mengkontraskan
nilai-nilai

yang

berbeda,

memecahkan

pertentangan

antar

nilai,

menciptakan sistem nilai yang unik. Penekanannya adalah pada


membandingkan, menghubungkan dan mensintesis nilai-nilai.
Contoh : Menerima tanggung jawab atas perbuatannya. Menerima standar
etika profesional. Menciptakan rencana hidup yang harmonis dengan
kemampuan, minat dan keyakinan. Memprioritaskan waktu secara efektif.

Internalisasi nilai-nilai (karakteristik) : mempunyai sistem nilai yang


mengontrol tingkah laku diri. Tingkah lakunya pervasif, konsisten, dapat
diprediksi, menunujukkan karakter pelajar.
Contoh : Menunjukkan kepercayaan diri ketika sedang bekerja secara
mandiri, kooperatif dalam kegiatan kelompok, menggunakan pendekatan
objektif

dalam

memecahkan

masalah.

Menunjukkan

komitmen

profesional dalam praktik etika sehari-hari.


Hubungan kognitif dan afektif : kognitif dapat mempengaruhi sikap afektif.
Kognitif merupakan proses dan akan menghasilkan suatu emosi berupa afektif
(afektif positif dan afektif negatif).
Hasil Belajar Perkembangan Moral
Hubungan antara nilai, norma dan moral.
Nilai merupakan harga, penghargaan atau taksiran. Jenis nilai terdiri dari
nilai material, nilai vital dan nilai rohani.
Norma merupakan kaidah atau aturan-aturan, yang berisi petunjuk tentang
tingkah laku yang wajib dilakukan oleh manusia dan bersifat mengikat (Muchson,
2002). Jenis-jenis norma diantaranya norma agama, kesusilaan, kesopanan/adat,
dan norma hukum.
Moral, secara etimologis merupakan suatu kata saduran dari bahasa latin,
mos dan bentuk jamaknya mores.
Tahap-tahap perkembangan moral (menurut Kohlberg)
a

Tingkat pra-konvensional : orientasi hukuman dan kepatuhan, orientasi

relativis-instrumental.
Tingkat konvensional : orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi

anak manis, orientasi hukuman dan ketertiban.


Tingkat pasca-konvensional (otonom/berdasarkan prinsip) : orientasi kontrak
sosial legalitas, orientasi prinsip etika universal.

Penjelasan :
a

Tingkat pra-konvensional (belum mengerti adanya konsensi moral dalam

masyarakat)
Tahap 1 : orientasi hukuman dan kepatuhan

Ada otoritas kuat di luar dirinya (hukum)


Hukum harus dipatuhi
Berbuat salah harus dihukum

Tahap 2 : orientasi relativis-instrumental/ individualisme dan saling membalas


-

Masing-masing individu punya pendapat sendiri dan bebas untuk mengikuti

pendapatnya sendiri
- Membalas kalau dirinya disediki
b Tingkat Konvensioanl
Tahap 3 : orientasi kesepakatan antara pribadi/ orientasi (anak manis)/ hubungan
-

antarpersonal yang baik


Orang harus bertingkah laku baik dalam keluarga/ masyarakat (antar teman

akrab)
Perbuatan baik harus dengan motivasi baik (perasaan, cinta, empati,

mempercayai, dan saling memperhatikan, saling menolong


Tahap 4 : orientasi hukuman dan ketertiban (menjaga aturan sosial)
Hukuman dibuat oleh orang yang otoritas
- Harus ada aturan norma (hukum) padamasyarakat luas
- Aturan norma harus dipatuhi
- Berperilaku baik agar aturan norma terjaga
c Tingkat Pasca-Konvensional (adanya konvensi moral memang diperlukan
tapi bukan yang ideal. Ada unsur manipulasi, contohnya para pejabat)
Tahap 5 : orientasi kontrak sosial legalitas (kontak sosial dan Hak Asasi Individu)
- Aturan sosial perlu dijaga, tetapi belum tentu merupakan hal yang terbaik
- Orang mulai berpikir secara teoritis aturan sosial diperlukan, tetapi hak asasi
dan nilai individual yang menegakkan aturan sosial juga perlu dipikirkan
- Dalam menegakkan aturan sosial, hak individu harus dilindungi
- Membereskan perselisihan melalui proses demokrasi
Tahap 6 : orientasi prinsip etika universal (prinsip universal)
- Proses demokratis saja tidak cukup, harus ada prinsip yang menjamin
-

tercapainya keadilan
Menerapkan proses demokrasi yang mengatasi semua kelompok dari sifat

berat sebelah, dengan memperhatikan martabat semua orang sebagai individu


Prinsip keadilan harus universal, berlaku untuk semua
Hukum tidak boleh membantu seseorang tetapi menyengsarakan orang lain.
Multiple Intelligences

Intelligences : skill : ability


Afektif muncul akibat proses dari kognitif
Pekerjaan apapun memerlukan intelegensi

8 tipe intelegensi (menurut Gardner) :

Logical matematika berpikir logis matematis


Linguistik intelegensi dalam berbahasa (kepekaan suara, ritme, arti dari

kata-kata)
Musical mengenal titinada (pitch), warna nada (timbre), ritme
Spacial kemampuan untuk memperkirakan ruang
Body-kinestetic menyangkut kecepatan, kekuatan, ketepatan gerak
Interpersonal kepribadian, untukmengendalikan dirinya sendiri, dalam

kecakapan hidup dikenal dengan personal skill


Naturalist kecakapan untuk bergaul dengan lingkungan alam yang asli.
Misalnya, di rumah terdapat tanaman bunga yang asli yang menjadikan
rumah bernuansa seperti di hutan.

Semua orang mempunyai kecakapan hidup, dan semua orang berhak memiliki
ke-8 tipe intelegensi.
Tugas
Tahun 1985, saya diminta untuk menjadi kepala sekolah di desa kelahiran
saya, karena saya yang menjadi penggagas untuk mendirikan sma itu. Di desa
kelahiran saya itu, hampir semua saudara saya, kemudian hampir semua perangkat
desa bersaudara dengan saya. Saya mengurusi sekolah itu 1 minggu sekali hari
sabtu, karena saya menjadi dosen di UM. Pada suatu hari, ketika saya mengantor
hari sabtu disekolah. Kepala urusan kepala desa menunggu saya, setelah
berhadap2an saya bertanya ada keperluan apa? dia bercerita, bahwa siswi di
SMA tersebut pergi dengan super truk keluar kota menginap tanpa pamit orang
tua, siswa itu tidak sendiri tetapi dengan sepupunya (perempuan). Suatu hari
kemudian, siswa itu pulang. Pada suatu hari kemudian, Orang tua siswa itu
menemui oranng tua supir dan meminta supaya si supir mengawini anaknya.
Pihak orang tua supir tidak bisa menerima dan perselisihan di bawa ke rana
hukum di desa. Kaur pemerintahan bertanya kapada kepsek
Kaur : apakah bapak kepala sekolah, mau menghukum siswi yang pergi dengan
supir tadi?.
Kepsek balik bertanya
Kepsek : mengapa bertanya begitu?.

Pak kaur menjawab, kalau anaknya itu dihukum sekolah, maka desa tidak
menghukum siswi tersebut, sebaliknya jika sekolah tidak menghukum siswi itu,
maka desa menghukumnya. Lalu kepsek memberikan jawaban,
Kepsek :

kejadianya kan tidak berangkat dari sekolah, namun dari rumah.

Berarti siswi tidak bersalah terhadap sekolah, maka sekolah tidak akan
menghukum. Silahkan desa menghukum, karena perbuatan siswa tersebut berada
pada lingkup desa. Tetapi setelah siswa menjalani hukumanya biarkan anak
tersebut kembali bersekolah.
Kaur pemerintahan tidak berani memberi keputusan dan akan membahas dirapat
desa. Rapat desa dilaksanakan dengan menyertakan semua guru SMA beserta
kepala sekolah. Kepala sekolah bersama guru tetap dengan kebikjakan semula
sementara pihak desa tidak bisa mengambil keputusan. Analisis moral kepsek dan
kaur pemerintahan termasuk tahap moral yang mana dan mengapa, jelaskan!
Jawab:
Menurut saya, moral Kaur Pemerintahan termasuk pada tahap moral yang
ke 4 (tahap konvensional). Karena berdasarkan cerita tersebut, Kaur Pemerintahan
menyadari adanya norma (hukum) di dalam sekolah dan di dalam masyarakat
juga. Hal ini dibuktikan dengan sikap kaur yang akan menghukum siswi tersebut
(meskipun masih belum diputuskan) karena telah pergi dengan supir selama
semalam dan tidak ijin orang tuanya walaupun siswi tersebut perginya dengan
sepupu perempuannya. Pemberian hukuman tersebut dimaksudkan agar siswi
tersebut jera, dan tidak mengulanginya lagi, karena perbuatannya melanggar
norma.
Sedangkan moral Kepala Sekolah termasuk pada tahap ke 2 (tahap
prakonvensional), masing masing individu mempunyai pendapat sendiri dan
bebas untuk mengikuti pendapatnya sendiri. Hal ini dikarenakan pada cerita di
atas, Kepala Sekolah memberi alasan yang cukup logis kepada pak Kaur yang
betanya apakah siswi tersebut di hukm oleh sekolah atau tidak. Jika sekolah
menghukum, maka desa tidak akan menghukum. Jika sekolah tidak menghukum,
maka desa yang akan menghukum.

Pak Kepala Sekolah hanya menjawab,

Kejadianya kan tidak berangkat dari sekolah, namun dari rumah. Berarti siswi
tidak bersalah terhadap sekolah, maka sekolah tidak akan menghukum. Silahkan

desa menghukum, karena perbuatan siswa tersebut berada pada lingkup desa.
Tetapi setelah siswa menjalani hukumanya biarkan anak tersebut kembali
bersekolah. Dari sini, dapat dibuktikan bahwa Pak Kepala Sekolah
menyampaikan pendapatnya sendiri, seperti tidak mengetahui norma norma
yang ada di sekitar masyarakat di desa tersebut.
Kesimpulan :
Pada setiap murid memang memiliki kecerdasan masing-masing yang
pastinya memiliki kecerdasan utama yang berbeda-beda. Dari perbedaan yang ada
ini menunjukkan hasil belajar dan keterampilan yang berbeda-beda dan
diharapkan nantinya siswa bisa saling bekerja sama untuk bisa saling memahami
materi yang diajarkan. Dengan demikian kecerdasan lain pada tiap-tiap siswa
dapat diasah dan nantinya siswa dapat memiliki kecerdasan lebih dari satu.
Daftar Rujukan :
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Gafur A. 2004. Pedoman Penyusunan Materi Pembelajaran (Instructional
Material. Jakarta:Depdiknas
Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara
http://hipni.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-hasil-belajar.html
Mulyasa E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai