Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PSIKOLOGI UMUM
PRINSIP-PRINSIP DALAM BELAJAR DAN PENGONDISIAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

DINI WULANDARI

DIOZA RAZI IHRAM

ULFA RAHMI DWI YANTI

WILLY SINTIA

DARI : SESI A

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas
anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya.Pada
kesempatan ini kami selaku penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada semua
orang yang terlibat dalam penyusunan makalah ini, yang mana tidak dapat disebutkan satu-
persatu.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami
selaku penyusun memohon maaf yang apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan-
kesalahan,semua ini adalah murni karena unsur ketidaksengajaan. Kami berharap makalah
ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan dengan sebaik-baiknya serta bermanfaat
bagi kita semua.
Pembahasan
A. Pengertian Belajar

Pengertian belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977,
belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku,
yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah
melakukan tindakan yang serupa itu.

Moh. Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.

Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belajar


adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga
menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan
sebelum belajar.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

1. Faktor Internal
a. Factor Jasmaniah
 Faktor kesehatan
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan
badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan
tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi, dan ibadah.
 Cacat tubuh
Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya
juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan
khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi
pengaruh kecacatannya itu.

b. Faktor psikologis, terdiri atas :


 Intelektif,

yaitu potensi dan kecakapan yang dimiliki oleh masing-masing individu.


kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan
menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif,
mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui
relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Intelektif besar pengaruhnya terhadap
kemajuan belajar, dalam situasi yang sama. Seseorang yang mempunyai tingkat
inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat
inteligensi yang rendah.

 Perhatian
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka seseorang harus
mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran
tidak menjadi perhatian seseorang, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak
lagi suka belajar. Agar dapat belajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran
selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan
hobi atau bakat.

 Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan
terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian,
karena perhatian sfatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum
tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan
perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan.
 Bakat
Bakat atau aptitude menurut Hillgard adalah kemampuan untuk belajar.
Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar
atau berlatih

 Motif
Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam
menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan
itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu
sendiri sebagai daya penggerak/pendorong.

 Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang,
dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.
Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-
jarinya sudah siap untuk menulis, dengan otaknya sudah siap untuk berpikir abstrak,
dan lain-lain. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara
terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. Dengan kata lain
anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum
belajar. Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan
baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.

 Kesiapan
Kesiapan atau readiness adalah kesediaan untuk memberi response atau
bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seeseorang dan juga berhubungan
dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan
kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa
belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
 Motivasi,

Motivasi yang kuat sangatlah perlu dalam belajar, di dalam membentuk motif
yang kuat dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan dan pengaruh
lingkungannya yang memperkuat.

 Emosi

Belajar akan lebih berhasil jika anak siap dengan emosi yang matang sehingga
anak lebih siap dalam menerima materi pelajaran.

 Sikap

Sikap perlu diperhatikan dalam proses belajar karena siswa belajar dan sudah
sikap yang baik, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

2. Faktor eksternal
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.

a. Lingkungan sosial

 Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas


dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis
antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di
sekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau
administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
 Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal
siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh,
banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas
belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar,
diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan yang belum
dimilikinya.
 Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan
belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak
rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap
aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak,
kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas
belajar dengan baik.

b. Lingkungan nonsosial.
 Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak
dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap,
suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila
kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.

 Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua


macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas
belajar, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti
kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus, dan lain
sebagainya.

 Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya


disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode
mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu,
agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar
siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode
mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
C. Pengondisian Klasik

Pengondisian klasik adalah suatu proses belajar yakni stimulus netral dapat
memunculkan respon baru setelah dipasangkan dengan stimulus yang biasanya mengikuti
respon tersebut.Pengondisian klasik ini pada mulanya ditemukan oleh Ivan Pavlov, fisiolog
dari Rusia ketika sedang melakukan penelitian eksperimen mengenai proses produksi air
liur pada anjing. Ia melihat bahwa anjing tersebut tidak hanya merespon berdasarkan
kebutuhan biologis (rasa lapar), tetapi juga sebagai hasil dari proses belajar yang kemudian
disebut sebagai pengondisian klasik. Dalam ilmu psikologi, pengondisian klasik digunakan
sebagai terapi untuk mengubah perilaku individu.

Komponen-komponen pengendalian klasik, yaitu:

Menurut Pavlov, refleks mengeluarkan air liur pada anjing tersebut terdiri dari sebuah
stimulus tidak terkondisi (unconditioned stimulus) berupa makanan, dan sebuah respon
yang tidak terkondisi (unconditioned response) yakni produksi air liur. Stimulus tidak
terkondisi adalah sebuah kejadian atau suatu hal yang menghasilkan sebuah respon secara
otomatis atau menghasilkan refleks yang alami. Sedangkan respon tidak terkondisi adalah
respon yang dihasilkan secara otomatis. Menurut Pavlov, proses pengondisian klasik terjadi
ketika sebuah stimulus netral (stimulus yang tidak atau belum menghasilkan sebuah
respon tertentu) dipasangkan secara teratur dengan sebuah stimulus tidak terkondisi
selama beberapa kali. Stimulus netral ini kemudian akan berubah menjadi stimulus yang
terkondisi (conditioned stimulus) yang menghasilkan sebuah proses pembelajaran atau
respon terkondisi (conditioned response), serupa dengan respon alamiah. Contoh pada
eksperimen Pavlov adalah bel yang dibunyikan. Sebelumnya bel yang dibunyikan tidak
menghasilkan air liur pada anjing. Bel ini kemudian menjadi sebuah stimulus terkondisi
yang menghasilkan respons produksi air liur.

Berdasarkan eksperimen dengan menggunakan anjing, Pavlov menyimpulkan bahwa


untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan
melakukan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam
pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu. Hal ini dikarenakan
classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Berdasarkan hasil eksperimen
tersebut, Pavlov juga menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya itu juga dapat diterapkan
kepada manusia untuk belajar. Implikasi hasil eksperimen tersebut pada kegiatan belajar
manusia adalah bahwa belajar pada dasarnya membentuk asosiasi antara stimulus dan
respons secara reflektif, proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.
Hal ini menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.

Prosedur training : CS – US = UR

Demonstrasi penkondisian : CS – CR
Prinsip Kondisioning Klasik

a. Generalisasi Stimulus

Generalisasi stimukus adalah keendereungan untuk berespons terhadap stimulus yang


menyerupai stimulus yang terlibat dalam kondiioning awal. Dalam kondisioning klasik,
terjadi ketika stimulus yang menyerupai stimulus terkondisi menghasilkan respons
terkondisi. Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan
air liur begitu mendengar suara-suara  yang mirip dengan bel, contoh suara peluit (karena
anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi, generalisasi
melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus terkondisi asli
untuk menghasilkan respon serupa.

b. Deskriminasi Stimulus
Deskriminasi stimulus adalah kecenderungan untuk berespons dengan cara yang berbeda
pada dua atau lebih stimulus yang serupa. Dalam kondisioning klasik terjadi ketika
stimulus yang serupa dengan stimulus yang terkondisi gagal memicu respons terkondisi.
Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya. Pavlov
memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain
untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda,
peserta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian matematika dan
bahasa Indonesia karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.

c. Pelemahan (extinction)
Proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara menghilangkan stimulus tak
terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak disertai makanan.
Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan air liur.Kondisi
ini terjadi ketika stimulus terkondisi tidak lagi dipasangkan dengan stimulus tidak
terkondisi.
d. Kondisioning tingkat tinggi
Dalam kondisioning klasik, merupakan sebuah prosedur di mana stimulus netral
menjadi stimulus terkondisi melaui asosiasi dengan stimulus terkondisi yang telah lebih
dahulu terbentuk.

Terapi Perilaku Pengondisian Klasik

Terapi perilaku menggunakan prinsip-prinsip belajar untuk mengurangi atau


menghilangkan perilaku maladaptive.

a. Desensitisasi

Sebuah metode perilaku terapi yang didasarkan pada pengondisian klasik dengan
membuat individu mengasosiasikan relaksasi mendalam secara bertahap dengan stiuasi
yang menimbulkan kecemasan. Pada desensitisasi sistematis, terapis bertanya tentang aspek
yang paling menakutkan dan paling tidak menakutkan. Lalu terapis mengatur individu
dalam situasi-situasi berdasarkan daftar urutan mulai dari yang paling menakutkan hingga
tidak menakutkan.

Tahap berikutnya adalah mengajarkan individu untuk rileks. Ketika individu sudah
merasa rileks, terapis meminta individu untuk membayangkan stimulus yang paling kurang
ditakut dalam daftar urutan. Kemudian terapis bergerak ke atas sesuai dengan daftar yang
telah dibuat, dari yang paling kurang ditakuti hingga paling ditakuti. Sementara posisi klien
tetap bertahan dalam kondisi rileks. Maka kemudian, individu dapat membayangkan situasi
yang paling menakutkan tanpa harus merasa takut. Desensitisasi sitematis sering digunakan
sebaga cara mengatasi fobia secara efektif.

b. Pengondisian aversif

Pengondisian aversif adalah terjadinya pemasangan berulang dari sebuah perilaku yang
tidak diharapkan dengan sebuah stimulus aversif untuk menurunkan penguatan yang
didapatkan dari perilaku. Pengondisian aversif digunakan untuk mengajarkan individu
menghindari perilaku tertentu, seperti merokok, makan berlebihan, dan minum alkohol.

D . Pengondisian Operan

Pengkondisian operan adalah metode pembelajaran yang terjadi melalui imbalan dan
hukuman untuk perilaku. Pengkondisian operan diciptakan oleh behavioris BF Skinner.

Konsep utama pengondisian operan terbagi dua macam yaitu :

1. Penguatan (reinforcement)

Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa


suatu perilaku akan terjadi. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:

 Penguatan positif adalah prosedur memperkuat perilaku di mana respons diikuti


oleh penyajian atau peningkatan intensitas stimulus yang memperkuat perilaku;
sebagai hasilnya, respons ini semakin kuat dan semakin mungkin terjadi. Bentuk-
bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah , perilaku (senyum, menganggukkan
kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau
penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
 Penguatan negatif, adalah prosedur memperkuat perilku di mana respons diikuti
oleh penghilangan, penundaan, pengurangan intensitas sebuah stimulus yang tidak
menyenangkan; dan sebagai hasilnya, respons ini semakin kuat dan semakin
mungkin terjadi. Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak
memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku
tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
2. Hukuman (punishment)

Hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya


suatu perilaku atau apa saja yang menyebabkan sesuatu respon atau tingkah laku menjadi
berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan.

E. Model Belajar Kognitif

Beberapa pandangan tentang teori kognitif, diantaranya:

1. Teori perkembangan Piaget


Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu
proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan
makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan
makin meningkat pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai
sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker
atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut
Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan
ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi).
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-
baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
2. Teori belajar menurut Bruner
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan
terhadap tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut Bruner
perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi
pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.
Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan (discovery learning).

3. Teori belajar bermakna Ausubel


Menurut Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang telah
dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif. Teori ini banyak memusatkan perhatiannya
pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari
struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Hakikat belajar menurut teori kognitif merupakan suatu aktivitas belajar yang berkaitan
dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Atau dengan kata
lain, belajar merupakan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati atau diukur. Dengan asumsi bahwa setiap orang telah memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang
dimilkinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi
baru beradaptasi dengan struktur kognitif tang telah dimiliki seseorang.

Adapun aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran :

a.       Keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan

b.      Untuk meningkatkan minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan
pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
c.       Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari
sederhana ke kompleks.

d.      Perbedaan individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar.

Cara dan Strategi yang Tepat Untuk Menerapkan Metode Pembelajaran Kognitif

Dalam menerapkan suatu metode pembelajaran haruslah ada cara-cara yang tepat yang
bisa digunakan agar dalam proses belajar dapat tercapai sesuai dengan keinginan, begitu
juga dalam menerapkan metode pembelajaran kognitif ada cara-cara dalam menerapkannya
kepada peserta didik. Berikut adalah cara dan strategi yang bisa digunakan dalam
menerapkan metode pembelajaran kognitif ini.
1.      Dalam tahap Remembering.
Saat pertama kali baiknya memberikan motivasi-motivasi terlebih dahulu kepada
peserta didik agar bisa menjadi inspirasi yang mendorong peserta didik untuk belajar. Saat
menyampaikan hendaknya pengajar mampu melakukan penekanan-penekanan, pengodean,
serta perhatian kepada materi yang disampaikannya, serta di akhir jam pelajaran lakukan
pengulangan terhadap materi yang telah diberikan. Untuk lebih meningkatkan daya ingat
peserta didik akan materi lakukan juga sebuah diskusi untuk memberikan kesempatan
kepada masing-masing peserta didik untuk mengeksplorasi informasi dari banyak hal.
2.      Tahap Understanding
Seperti halnya tahap Remembering, dalam tahap Understanding juga dalam
memberikan pendahuluan hendaknya yang menarik. Dalam tahap ini peserta didik haruslah
bereksplorasi dari sumber-sumber yang ada seperti observasi, diskusi atau eksperimen
namun sebelum melakukan kegiatan eksplorasi pendidik haruslah memberikan sebuah
pertanyaan kepada peserta didik sebagai bahan dasar eksplorasi. Inti dari tahap
Understanding adalah sebelum pendidik menyampaikan materi, jangan beri tahu peserta
didik terlebih dahulu, biarkan mereka mencari tahu dengan bereksplorasi sendiri seperti
tadi, hendaknya juga materi yang akan disampaikan bersifat baru bagi peserta didik
sehingga membuat peserta didik merasa penasaran. Hal tersebut mengacu pada sekolah-
dasar.blogspot.com (2012).
3.      Tahap Aplication
Dalam tahap ini pendidik menyampaikan kasus-kasus (problem) atau bisa juga dari
kasus yang berasal dari peserta didik saat bereksplorasi yang biasa disebut Study kasus.
Setelah itu pendidik harus memberikan sebuah panduan dalam menyelesaikan kasus-kasus
yang ada dengan panduan yang bersifat global. Setelah memberikan panduan kepada
peserta didik, biarkan mereka memecahkan kasus-kasus yang telah diungkapkan
sebelumnya menggunakan panduan yang telah diberikan pendidik tadi. Akhir tahap ini
pendidik harus memberikan masukan-masukan atau koreksi terhadap pemecahan kasus
yang kurang tepat atau yang lainnya. Jangan lupa berikan sebuah penutup yang baik.
4.      Tahap Analysis
Dalam tahap ini process skill harus digunakan untuk menganalisis masalah. Namun
sebelum melakukan analisis pertama-tama yang harus dilakukan adalah menyampaikan
masalah-masalah yang dihadapi kemudian mengumpulkan data-data dari masalah yang
bersifat deduktif setelah itu barulah menganalisis data dari masalah yang dihadapi, analisis
dalam hal ini harus bersifat deskriptif. Setelah menganalisis semua data-data yang telah
ditemukan maka pembuatan kesimpulan harus dilakukan, semakin detail hasil dari analisis
tadi maka semakin bagus pula kesimpulannya. Jangan lupa memberikan pendahuluan di
awal dan penutup di akhir jam.
5.      Tahap Evaluation
Tahap Evaluation atau evaluasi adalah tahap mengevaluasi dari data atau
kesimpulan yang di dapat dalam tahap Analysis untuk dilihat kebenarannya atau
kebetulannya bila peserta didik memiliki kesalahan-kesalahan yang dilakukan saat
menganalisis atau mungkin kesalahan data saat menganalisis maka yang berhak
membenarkan atau meluruskan kembali adalah pendidik. Tahap-tahap rangkaian dalam
Evaluation ini hampir sama dalam tahap pada Analysis.
6.      Tahap Creation
Dalam tahap ini peserta didik haruslah berperan aktif dan berperan penuh, sementara
pendidik hanya sebagai pemantau saja. Pertama kali yang harus dilakukan peserta didik
dalam tahap ini adalah menyampaikan proyek atau kasus, selanjutnya adalah evaluasi dari
proyek atau kasus yang telah disampaikan tadi. Yang menjadi dasar dalam tahap Creation
ini adalah memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada. Selanjutnya adalah inovasi proyek
atau kasus dalam hal ini peserta didik haruslah membuat sebuah inovasi yang baru dari hal
yang ada. Inovasi dalam hal ini bukan berarti membuat sebuah hal yang baru namun
inovasi adalah membuat suatu kelebihan dari sebuah kekurangan yang dimiliki oleh hal
tersebut. Setelah melakukan inovasi hal yang harus dilakukan peserta didik adalah
melaporkan hasil dari proyek atau kasus yang telah dikerjakan kepada peserta didik lain
atau kepada pendidik. Jangan lupa juga berikan sebuah penutup dan pembuka saat di tahap
ini.

Anda mungkin juga menyukai