Anda di halaman 1dari 72

PEMBELAJARAN

PORTOFOLIO
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Belajar dan Pembelajaran
Yang dibina oleh Bapak Drs. Pudyo Susanto, M.Pd.

Oleh :
Novita Ratnasari

140351600729

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA
Desember 2015

PORTOFOLIO 10
Hari, tanggal

: Rabu, 28 Oktober 2015

Judul

: Pembelajaran

Kegiatan

Dalam

membahas

tentang

pembelajaran,

dosen

memberikan bahan diskusi untuk mahasiswa dan dibagi dalam


beberapa kelompok. Setiap mahasiswa dari masing-masing
kelompok

harus

mempunyai

catatan

sendiri

tentang

diskusinya lalu dikumpulkan dan dinilai oleh dosen.


memberikan penjelasan kepada mahasiswa

hasil
Dosen

bahwa diskusi

tersebut merupakan motivasi bagi mahasiswa untuk mengawali


materi tentang pembelajaran ini. Bahan diskusi tersebut juga
dibahas bersama-sama dikelas sehingga juga dapat disimpulkan
bersama-sama. Mahasiswa mendengarkan dan mencatat materi
yang disampaikan dosen sambil memahaminya kemudian dosen
memberi

umpan

balik

kepada

mahasiswa.

Dosen

juga

memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya


tentang materi terkait hal tersebut yang belum dipahami atau
yang belum bisa dimengerti.
Dalam kegiatan ini menjadikan mahasiswa lebih mengerti
dan memahami tentang pendahuluan atau latar belakang dari
mata kuliah belajar dan pembelajaran khususnya tentang materi
pembelajaran ini..
Hasil Studi di Luar Kelas
a. Pengalaman Pribadi dan Kegiatan Mandiri di Luar
Kelas
Ketidak efektifan yang terjadi di dalam kelas kebanyakan memiliki faktor
yang sama, yakni tidak cocoknya antara siswa dengan guru, tidak paham dengan
penjelasan guru. Dua faktor ini yang menjadi faktor utama ketidak efektifan
pembelajaran di sekolah. Ketika saya sekolah dulu, saya juga pernah merasakan
hal yang demikian. Ketika guru masuk dengan kesan yang tidak sesuai dengan

saya, saya menjadi merasa tidak cocok dengan guru tersebut. Apalagi ketika
mengajar guru itu cuek, tidak tersenyum, hal itu membuat saya semakin merasa
tidak cocok dengan guru tersebut. Hal ini terus berlarut-larut dan rasa tidak suka
saya semakin besar. Akhirnya hal tersebut berdampak pada apa yang saya pelajari,
saya menjadi tidak paham dengan apa yang dijelaskan oleh guru, dan akhirnya
saya kebingungan. Seharusnya saya tidak bersikap seperti ini. Meskipun tidak
suka terhadap gurunya tapi saya harus berusaha dan belajar untuk tetap fokus pada
mata pelajaran yang disampaikannya agar saya tidak bingung pada mata pelajaran
tersebut. Karena hal ini, saya berniat untuk mengubah mindset saya. Dengan
memperbaiki sifat saya, memperbaiki niat saya, akhirnya saya bisa mengikuti
pembelajaran dari guru saya.
b. Studi Pustaka
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Kamus Besar
Bahasa Indonesia).
Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks
pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi
pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga
dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan
hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan
pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan
kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan

pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada


keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui
perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain
pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan
kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar
(Robbins, 2007).
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan
kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan
pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada
keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui
perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain
pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan
kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar
(McGehee, 1958).

c. Browsing Internet (Artikel)


Memunculkan kata proses membawa kita ke kerangka berpikir input
proses output. Untuk proses pembelajaran, mahasiswa adalah salah satu input
dan alumni adalah salah satu output. Itulah cara pandang saya selama tahun-tahun
pertama menjadi dosen, sampai saya disadarkan bahwa cara pandang seperti itu
menempatkan mahasiswa sebagai obyek yang seringkali menjadi pihak yang salah
kalau output berupa alumni hebat tidak dihasilkan oleh proses. Saya berhutang
maaf pada semua mahasiswa saya pada tahun-tahun pertama saya mengajar.
Pengalaman menjadi mahasiswa yang paling tidak tahu apa-apa di kelas ketika
saya melanjutkan studi telah memicu saya untuk melihat mahasiswa sebagai
subyek pembelajaran.
Pembelajaran

sebagai

sebuah

proses

saya

pahami

melalui

pengidentifikasian siapa (pelaku) melakukan apa (belajar apa) dimana


(lingkungan belajar). Proses pembelajaran berlangsung pada setiap individu sejak

usia dini. Proses pembelajaran harus dijalani sendiri oleh individu yang mau
belajar, tidak dapat diwakilkan kepada orang lain, tapi dapat ditemani atau
didampingi oleh orang lain. Dengan demikian, proses pembelajaran membuat
semua pihak yang terlibat menjadi makin terpelajar. Proses pembelajaran adalah
proses mengasah ketrampilan mental dan fisik, sehingga pengulangan (berlatih)
dan pemantauan (pemberian masukan) perlu terus dilakukan selama proses
pembelajaran. Karenanya proses pembelajaran perlu waktu (tidak bisa instant) dan
motivasi (keinginan untuk tahu atau menjadi bisa). Hasil dari proses pembelajaran
adalah individu dengan kemampuan belajar yang lebih tinggi.
Karena kemampuan belajar adalah hasil dari proses pembelajaran, maka
proses pembelajaran tidak berhenti dengan berakhirnya semester atau selesainya
penempuhan semua matakuliah dalam suatu kurikulum. Kemampuan belajar yang
sudah ada akan membawa manusia kedalam proses pembelajaran sepanjang hayat.
Dalam proses belajar sepanjang hayat ini, yang terjadi adalah penyeimbangan
peran logika, ego dan emosi dalam berkata-kata, bersikap, dan berbuat. Peran
logika yang membuat manusia menjadi tahu/mengerti, harus diimbangkan dengan
peran ego yang meletakkan kepentingan diri dan kepentingan orang lain secara
benar, dan dengan peran emosi yang memunculkan rasa bahagia dan damai.
Dalam lingkungan pendidikan tinggi, mahasiswa dan dosen (pelaku)
mempelajari teori atau metode tertentu (belajar apa) dalam suasana kerja yang
dimunculkan oleh sebuah komunitas akademik yang didukung kelengkapan
sarana fisik/material (lingkungan belajar). Student-centered learning menekankan
peran aktif mahasiswa sebagai pelaku pembelajaran. Kesungguhan mahasiswa
untuk benar-benar mau belajar menjadi syarat yang perlu dan seringkali juga
cukup

(necessary

and

sufficient

condition)

untuk

memunculkan

hasil

pembelajaran berupa kemampuan belajar. Mahasiswa yang sudah menjadi


manusia pembelajar akan terus membangun kemampuan menalar (mampu
menemukan kebenaran), kemampuan merasa (menyukai, mencintai, menghargai
kebenaran dan kebaikan), dan kemampuan berkarya / berbuat (produktif bersama
dan untuk orang banyak).

Implikasi lain dari pembelajaran sebagai proses adalah perlunya kita


memahami kesaling-terkaitan antara tiga dharma perguruan tinggi: pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Ketentuan administrasi telah
membuat setiap dharma terpisah satu dari yang lain, padahal proses pembelajaran
dibangun dari semua unsur dharma perguruan tinggi. Setiap pelaku pembelajaran
melakukan unsur meneliti dalam rangka mencari jawab atas pertanyaan yang
muncul dibenaknya, melakukan unsur mendidik ketika pelaku pembelajaran
menyampaikan hasil pencariannya kepada yang lain, melakukan unsur mengabdi
kepada masyarakat ketika pelaku pembelajaran menggunakan pengetahuan dan
ketrampilannya untuk membangun masyarakat.
Tulisan ini adalah rangkuman hasil belajar selama lebih dari 25 tahun
untuk mengajar dan mendampingi mahasiswa di berbagai jenjang pendidikan
tinggi.
(Dr. Miryam Lilian Wijaya / Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan).

Jurnal Kuliah
a. Pemahaman Sebelum Perkuliahan
Untuk mengatasi ketidak efektifan dalam pembelajaran, maka guru dan
siswa harus saling berkoordinasi. Guru harus bisa menempatkan diri di dalam
kelas, dalam hal ini guru bisa lebih ramah kepada siswa agar siswa tidak tegang
ketika mendengarkan penjelasan dan juga mereka bisa menerima bahan ajar yang
disampaikan. Guru juga harus bisa menerapkan model-model pembelajaran yang
sesuai agar siswa tidak jenuh dan tetap bisa fokus pada pembelajaran.
Urutan dari teori, pendekatan, model, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran memang mengalami banyak kontroversi. Namun, memang yang
sering dipakai adalah urutan ini. Dalam pembelajaran sangat penting untuk
memahami teori yang akan disampaikan. Kemudian pendekatan, disini pelaku
maupun subjek pembelajarn mengetahui sumber masalah yang timbul. Model,
menjelaskan apa yang belum jelas ketika disampaikan dengan teks saja. Strategi
disusun setelah mempunyai rencana apa yang akan disampaikan. Kemudian

setelah strategi menentukan metode pengajaran, metode apa yang cocok


digunakan untuk menyampaikan bahan ajar tersebut dengan strategi yang telah
dibentuk. Dan urutan terakhir yakni teknik pembelajaran, teknik pembelajaran ini
berupa output yakni apa yang akan kita sampaikan kita bungkus seperti apa, agar
nantinya siswa dapat paham dengan bahan ajar yang diajarkan serta siswa tidak
bosan atau jenuh menerima materi.
b. Pemahaman Setelah Perkuliahan
Guru dan siswa seringkali mengalami beberapa hambatan
dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif. Ketidakefektifan
ini biasanya dipengaruhi oleh siswa yang tidak cocok dengan guru, dan
tidak paham dengan penjelasan guru. Dari penyebab ketidak efektifan interaksi
antara siswa dan bahan ajar dapat dicari jalan keluarnya. Beberapa cara yang
dapat mengatasi ketidak efektifan tersebut antara lain guru harus bisa
menghubungkan bahan ajar dengan isu-isu yang ada di masyarakat, agar siswa
terangsang untuk berpikir kritis. Guru juga seharusnya menerapkan model
pembelajaran yang menarik dan kreatif agar siswa tidsk bosan dan dapat fokus
mendengarkan dan memahami apa yang disampaikan oleh guru. Agar siswa
mudah memahami apa yang dijelaskan, maka dalam menyampaikan bahan ajar
dilakukan secara komunikatif serta melakukan penggabungan variasi gaya belajar.
Hal ini dilakukan karena setiap siswa memiliki tipe gaya belajar yang berbedabeda, misalnya guru dapat memvariasi gaya belajar dengan menggunakan media
microsoft power point yang di dalamnya tercantum teks, gambar, suara, serta
video.

Pembelajaran
Belajar
Siswa

Stimulus/perubahan lingkungan
Interaksi

Diskusikan:
1. Apa yang menyebabkan interaksi antara siswa dan bahan
ajar tidak efektif?

2. Bagaimana meningkatkan keefektifan interaksi?


Hasil diskusi kelompok:
1. Berdasarkan hasil diskusi dari kelompok kami, penyebab
interaksi

antara

siswa

dan

bahan

ajar

tidak

efektif

diantaranya:
a. Cara

penyampaian

bahan

ajar

kurang

menarik

dan

terkesan monoton sehingga siswa menjadi bosan dan


malas untuk mempelajarinya.
b. Kesan siswa terhadap guru, maksudnya yaitu apabila
siswa sudah berkesan negatif atau tidak suka terhadap
gurunya maka beberapa siswa akan sulit menangkap
penjelasan yang sudah disampaikan oleh guru tersebut,
begitu juga sebaliknya. Tetapi tidak semua siswa begitu.
Beberapa juga bisa membuang atau mengabaikan kesan
negatifnya terhadap guru tertentu. Tetapi siswa tersebut
lebih menilai cara atau metode pembelajaran serta
penyampaian guru tersebut sehingga siswa tersebut tetap
bisa mengikuti atau menangkap penjelasan dari guru
tersebut.
2. Meningkatkan keefektifan interaksi dapat dicapai:
a. Saat guru bisa menghubungkan bahan ajar dengan isu-isu
yang ada di lingkungan masyarakat agar siswa terangsang
untuk berpikir kritis.
b. Menerapkan

model

pembelajaran

yang

menarik

dan

kreatif.
c. Menyampaikan bahan ajar secara komunikatif.
d. Menggabungkan variasi tipe gaya belajar karena tiap siswa
memiliki

tipe

belajar

yang

berbeda.

Misalnya

menggunakan media microsoft power point yang di


dalamnya tercantum teks, gambar, suara, serta video
sehingga seseorang dengan kecenderungan gaya belajar
yang berbeda dapat lebih memahami materi tersebut.

Hasil diskusi kelas/dari dosen:


Penyebab interaksi tidak efektif yakni:
1. Siswa tidak tahu apa yang harus diperbuat
-

Tidak tahu tujuan belajar

Gangguan fisik (cacat tubuh, sakit, dll)

Gangguan psikologis (hasil tes IQ rendah, sakit hati, dll)

Gangguan fisiologis (mata rabun, lapar, dll)

2. Stimulus tidak jelas


-

Struktur terlalu rumit (jika materi berupa benda asli)

Struktur tidak lengkap/tidak detail (jika materi berupa


gambar)

Struktur acak (Jika materi berupa teks)

Tampilan tidak jelas (jika materi benda asli)

3. Ada penghalang antara siswa dan stimulus (ramai, suara


gaduh/berisik)
Bagaimana meningkatkan keefektifan belajar?
PEMBELAJARAN

Pembelajaran adalah usaha atau proses menjadikan siswa belajar


lebih
proses

efektif

(berdayaguna)

belajar.

Dalam

atau

meningkatkan

pembelajaran

ini

keefektifan

siswa

tidak

membutuhkan guru karena siswa dapat membelajarkan dirinya


sendiri (self distruction).
Masalah dalam pembelajaran:
Komponen siswa :
1. What do we want children to achieve through learning science? Apabila siswa
mengetahui tujuan, maka ia akan memperoleh motivasi dalam belajar.
Komponen stimulus :

2. What science is right for children? Pengetahuan lebih berguna di daerah


mana? Misalnya anak papua tidak meneliti mengenai buaya, karena menurut
mereka hal tersebut tidak penting. Tapi akan menjadi penting bagi mahasiswa
jurusan biologi di bidang tertentu.
Komponen interaksi :
3. How can we best help them achieve it? Bagaimana kita bisa membantu yang
terbaik yang terbaik bagi siswa agar mereka mencapai tujuan belajarnya?
Bantuan kita untuk mencapai yijuan belajarnya yaitu dengan meningkatkan
keefektifan interaksi.
Seringkali guru tidak sadar bahwa materi yang diberikan kepada siswa itu
bermasalah. Seringkali guru hanya menyalahkan mengapa mereka (siswa) sulit
memahami suatu materi tertentu yang sudah dijelaskan.
Guru berperan sebagai: instruktor, model, fasilitator, pengelola kelas, pengatur
strategi, evaluator.
Stimulus/perubahan: bahan ajar, masyarakat, lingkungan, teknologi, sains.
Siswa: respons, perubahan perilaku, perkembangan kecakapan.
Pengajaran (paradigma lama)
Behavioris (menjiplak)

Pembelajaran (paradigma baru)


Kognitvis/humanis/kontruktivis (menjadikan

siswa mampu membangun dirinya)


Objektif based (pengajaran berpusat pada Competenced based (kecakapan siswa yang
apa yg ditentukan guru)
Mengajarkan

pengetahuan

harus di kembangkan dan dicapai sendiri oleh


(hal

siswa)
yang Kemampuan/kecakapan (kompetensi)

sudah diketahui orang lain harus diketahui


juga oleh siswa)
Tekstual (bersumber dari buku teks)
Kontekstual (bersumber dari dunia nyata)
Transfer pengetahuan (pengetahuan yang Penyajian masalah (yang disajikan kejadian
sudah jadi)

nyata

maka

pertanyaan

siswa
sendiri

akan
dari

menemukan
benda

yang

kontekstual)
Instruktif (yang diajarkan hanya dari Fasilitatif (guru memberikan fasilitas)
intruksi guru)
Direct intstruction (pengajaran langsung Indirect

instrudtion

(siswa

menyelidiki

>< pengalaman langsung)


-

Pengajaran

sendiri)
langsung

pemberian

pengetahuan

langsung di sampaikan oleh


guru
-

Pengalaman langsung : siswa


mengalami sendiri kejadian itu
Teacher centered

Student centered

Komponen pembelajaran
-

Guru

Siswa

Kompetensi

Bahan ajar

Proses pembelajaran

Pembelajaran :
-

Siswa melalui proses pembelajaran

Guru mengamati apa yang salah

Guru ikut campur dalam masalah-masalah

Siswa :`
-

Subjek belajar

Berhadapan dengan masalah

Menanggapi masalah

Membangun kompetensi

Bahan ajar :
-

Isu, fenomena, informasi

Mengandung masalah

Menakjubkan atau merangsang siswa untuk ingin tahu/belajar

Berstruktur

Bahan ajar yang sudah terstruktur dengan baik (pengajaran) terdiri dari:
faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif.
Bahan ajar yang strukturnya masih asli (pembelajaran) terdiri dari:
lingkungan, masyarakat, teknologi dan sains.

Proses Pembelajaran
No

Proses Pembelajaran

Peran Guru

.
1.

Instruksi

2.
3.

memberikan ceramah)
Pemodelan (penyajian materi melalui model)
Model
Fasilitasi (menyediakan fasilitas peralatan/bahan Fasilitator

4.

dan bimbingan)
Pengaturan strategi

5.

skenario pembelajaran/RPP)
Pengelola
kelas
(pengelola

6.

sosioemosional kelas)
Evaluasi/asesmen (memonitor kemajuan belajar)

(pemberian

petunjuk

pembelajaran

belajar, Instruktor

(perancang Designer

fisik

kelas, Manajer, moderator


Evaluator, asesor

TEORI, PENDEKATAN, MODEL, STRATEGI, METODE dan TEKNIK


PEMBELAJARAN
TEORI
Merupakan ide, prinsip atau gagasan yang disusun untuk :
-

Menjelaskan fakta atau fenomena

Yang teruji kebenarannya secara berulang-ulang melalui metode ilmiah

Diterima secara luas

Dapat digunakan untuk memprediksi fenomena alam

Contoh: teori belajar konstruktivisme (Piaget)

PENDEKATAN
Merupakan arah/sudut pandang terhadap sesuatu sebagai titik atas pusat
permasalahan.

Yang melihat bagian depan : tuan rumah


Yang melihat bagian samping : maling
Yang termasuk pendekatan :
-

Teacher centered

Learner centered

Kontekstual (siswa dipandang bahwa dirinya berada di lingkungan


masyarakat)

Pendekatan Pembelajaran
Contoh :
-

Pendekatan eksposisi memandang pembelajran guru sebagai kegiatan


untuk menyampaikan informasi kepada siswa

Pendekatan CBSA memandang siswa sebagai subjek atau pusat


kegiatan belajar

Pendidikan keterampilan proses memandang siswa sebagai pusat


belajar atau pusat pemrosesan informasi

MODEL
Model adalah representasi, deskripsi, rencana yang untuk menjelaskan
suatu objek, sistem, atau konsep.
Bentuknya dapat berupa model fisik, model citra, model/rumus matematis (dalil
phytagoras)
Model masih menyebutkan langkah saja.

Model pembelajaran : gambaran umum tentang rancangan pembelajaran.


-

Identik dengan kata strategi

Menggambarkan langkah-langkah pembelajaran (sintaks) secara lenggkap


mulai dari awal samapin akhir.

Mengakomodasikan satu atau beberapa metode, media pembelajaran, dan


pengelolaan kelas.

Contoh : model siklus belajar (di khususkan untuk IPA), model problem based
learning (dikhususkan untuk kedokteran).
STRATEGI
Strategi sudah mendiskripsikan bagaimana langkahnya. Strategi adalah
rencana

tindakan

untuk

mencapai

sasaran

dan

mencapai

keberhasilan

(kemenangan) konsep militer.


Strategi pembelajaran
Strategi merupakan penjelasan dari model
Strategi merupakan penerapan dari model untuk mencapai tujuan tertentu.
Teknik pengajaran : cara khusus untuk mengimplementasikan metode
pembelajaran.

METODE
Metode adalah cara untuk menyampaikan informasi atau pengetahuan.
Atau dapat diartikan juga sebagai cara memperlakukan siswa agar dapat
menerima dan mengolah informasi. Contohnya yaitu ceramah, demonstrasi,
eksperimen (siswa aktif), simulasi (siswa aktif), diskusi. KKL termasuk metode
pengajaran.
TEKNIK
Teknik merupakan cara khusus untuk mengimplementasikan metode
pembelajaran. Contohnya yaitu ceramah dengan bantuan power point,
demonstrasi oleh siswa, eksperimen sederhana, simulasi dengan permainan,

diskusi kelompok kecil. Seminar termasuk dalam teknik diskusi, bisa kelompok
kecil, bisa juga kelompok klasikal.
Kesimpulan :
Ketidakefektifan pembelajaran

yang terjadi di dalam kelas kebanyakan

dipengaruhi oleh 2 faktor yang sama, yaitu ketidak cocokan antara guru dengan
siswa, dan tidak paham dengan penjelasan guru. Untuk mengatasi ketidakefektifan
dalam pembelajaran, maka guru dan siswa harus saling berkoordinasi. Guru harus
bisa menempatkan diri di dalam kelas, dalam hal ini guru bisa lebih ramah kepada
siswa agar siswa tidak tegang ketika mendengarkan penjelasan dan juga mereka
bisa menerima bahan ajar yang disampaikan. Guru juga harus bisa menerapkan
dan mengkombinasikan model-model pembelajaran yang sesuai agar siswa tidak
jenuh dan tetap bisa fokus pada pembelajaran. Biasanya urutan pembelajaran yang
sesuai untuk digunakan adalah urutan dari teori, pendekatan, model, strategi,
metode, dan teknik pembelajaran.
Daftar Rujukan :
http://pip.unpar.ac.id/publikasi/buletin/sancaya-volume-02-nomor-01-edisijanuari-2014/pembelajaran-sebagai-sebuah-proses/
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Buku 1, 2007, Jakarta: Salemba Empat,
hal. 69-79.
McGehee, W. (Inggris)"Are We Using All We Know About Training? Learning
Theory and Training," Personnel Psychology, Spring 1958, hal. 2.
PORTOFOLIO 11
Hari, tanggal
: Rabu, 4 November 2015
Judul

: Karakteristik dan Prinsip Pembelajaran


IPA

Kegiatan

Dalam membahas tentang karakteristik dan prinsip dari


pembelajaran IPA, diawali dengan pemberian pertanyaan dari
dosen, kemudian mahasiswa yang berpendapat diberi poin
keaktifan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa
terpancing serta termotivasi untuk berpikir serta mencari tahu
jawaban dari pertanyaan dosen. Kemudian dosen memberikan

penjelasan dengan power point kepada mahasiswa. Mahasiswa


mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan dosen
sambil memahaminya kemudian dosen memberi umpan balik
kepada mahasiswa. Dosen juga memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya tentang materi terkait hal tersebut
yang belum dipahami atau yang belum bisa dimengerti. Dosen
juga memberikan tugas individu di akhir perkuliahan ini.
Dalam kegiatan ini menjadikan mahasiswa lebih mengerti
dan memahami tentang karakteristik-karakteristik pembelajaran
IPA serta prinsip-prinsip yang diterapkan dalam pembelajaran
IPA.
Hasil Studi di Luar Kelas
a Pengalaman Pribadi dan Kegiatan mandiri di Luar
Kelas
Dalam pembelajaran IPA pada SMP dan SMA, kami banyak
melakukan praktikum. Praktikum ini selalu diadakan setelah
materi atau teorinya sudah dijelaskan oleh gurunya. Siswa
membuktikan teori yang sudah ada dan jika hasil praktikumnya
tidak sesuai dengan teori yang ada maka harus dijelaskan
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada pelaksanaan praktikum
pun terkadang ada beberapa siswa yang tidak bertindak
langsung dalam melakukan tiap langkah-langkah praktikum.
Praktikum ini ada yang dilakukan di dalam maupun di luar
ruangan. Praktikum yang dilakukan di luar ruangan adalah
praktikum

Biologi

yaitu

mengidentifikasi

berbagai

jenis

tumbuhan. Hal ini bisa lebih mengakrabkan kita dengan alam.


Pernah juga waktu SMA kelas saya mengadakan praktikum
tentang reaksi esterifikasi di jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Malang karena di sekolah kami belum memiliki peralatan
yang digunakan untuk praktikum dengan materi tersebut.
Perbedaan yang saya rasakan pada saat praktikum di sekolah

sendiri dan di universitas yaitu pada universitas peralatannya


lebih lengkap dan laboratoriumnya lebih aman digunakan
daripada di sekolah saya.
b Studi Pustaka
Karakteristik Belajar IPA ( Wasih Djojosoediro : 20-23 )
Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pemahaman tentang karakteristik
IPA ini berdampak pada proses belajar IPA di sekolah.
Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di
sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta
yang didasarkan Pengembangan Pembelajaran IPA SD pada kemampuan
menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan
berbagai fenomena yang berbeda.
Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah memiliki karakteristik
tersendiri. Uraian karakteristik belajar IPA dapat diuraikan sebagi berikut.
1.

Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses
berpikir, dan berbagai macam gerakan otot.
Contoh, untuk mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu melakukan
serangkaian kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk mengamati
perubahan ukuran benda (panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan otot
untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sesuai
dengan benda yang diukur dan cara pengukuran yang benar, agar diperoleh
data pengukuran kuantitatif yang akurat. Misalnya data panjang awal benda
sebelum dipanaskan dan data panjang akhir benda setelah dipanaskan dalam
kurunwaktu tertentu.Proses ini melibatkan alat indrauntuk mencatat data
danmengolah data agar dihasilkan kesimpulan yang tepat.

2. Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara (teknik).


Misalnya,observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.
Termasuk teknikmanakah yang Anda gunakan ketika Anda belajar fenomena
gerak jatuh bebas? Mengapa demikian?
3. Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk membantu
pengamatan.
Hal ini dilakukan karena kemampuan alat indera manusia itu sangat
terbatas. Selain itu,ada hal-hal tertentu bila data yang kita peroleh hanya
berdasarkan pengamatan dengan indera, akan memberikan hasil yang kurang
obyektif, sementara itu IPA mengutamakan obyektivitas. Misal,pengamatan untuk
mengukur suhu benda diperlukan alat bantu pengukur suhu yaitu termometer. Alat
bantu ini membantu ketepatan pengukuran dan data pengamatannyadapat
dinyatakan secara kuantitatif. Jika pengukuran dilakukan berulang-ulang dengan
tingkat ketelitian yang sama maka data yang diperoleh akan sama. Jika
pengukuran dilakukan dengan panca inderasaja, maka data yang diperoleh akan
berbeda-beda dan datanya bersifat kualitatif karena didasarkan pada hal-hal yang
dirasakan orang yang melakukan pengukuran. Data kualitatif ini bersifat
subyektif, karena sangat mungkin keadaan panas benda yang sama, dirasakan oleh
dua orang atau lebih yang berbeda, hasilnya berbeda-beda pula sehingga data
yang diperoleh tidak obyektif.
c Browsing Internet (Artikel)
IPA dapat diartikan secara berbeda menurut sudut pandang yang
dipergunakan. IPA sering didefinisikan sebagai kumpulan informasi ilmiah. Ada
ilmuwan yang memandang IPA sebagai suatu metode untuk menguji hipotesis.
Sedangkan

seorang

filsuf

memandangnya sebagai cara

bertanya

tentang

kebenaran dari apa yang kita ketahui. Para ilmuwan IPA dalam mempelajari gejala
alam, menggunakan proses dan sikap ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud
misalnya melalui pengamatan, eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional.
Sikap ilmiah contohnya adalah objektif dan jujur dalam mengumpulkan data
yang diperoleh.

Dengan

menggunakan

proses

dan

sikap

ilmiah

itu scientist memperoleh penemuan penemuan atau produk yang berupa fakta,
konsep, prinsip, dan teori.
IPA sebagai proses/metode penyelidikan (inquiry methods) meliputi cara
berpikir, sikap, dan langkah-langkah kegiatan saintis untuk memperoleh produkproduk IPA atau ilmu pengetahuan ilmiah, misalnya observasi, pengukuran,
merumuskan dan menguji hipotesis, mengumpulkan data, bereksperimen, dan
prediksi. Dalam konteks itu, IPA bukan sekadar cara bekerja, melihat, dan cara
berpikir, melainkan science as a way of knowing. Artinya, IPA sebagai proses
juga dapat meliputi kecenderungan sikap/tindakan, keingintahuan, kebiasaan
berpikir, dan seperangkat prosedur. Sementara nilai-nilai IPA berhubungan dengan
tanggung jawab moral, nilai-nilai sosial, manfaat IPA untuk IPA dan kehidupan
manusia, serta sikap dan tindakan (misalnya, keingintahuan, kejujuran, ketelitian,
ketekunan, hati-hati, toleran, hemat, dan pengambilan keputusan). Berdasarkan
berbagai pandangan di atas, IPA harus dipandang sebagai cara berpikir untuk
memahami alam, melakukan penyelidikan, dan sebagai kumpulan pengetahuan.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Collete dan Chiappetta (1994)
yang

menyatakan

bahwa IPA

pada

hakikatnya merupakan;

kumpulan

pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (method of thinking),


dan cara untuk penyelidikan (method of investigating).
(Agatha Lucia)
Jurnal Kuliah
a Pemahaman Sebelum Perkuliahan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
mejadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami
alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat

sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih


mendalam tentang alam sekitar.

b Pemahaman Setelah Perkuliahan


Karakteristik dan Prinsip Pembelajaran IPA
Alur berpikir deduktif :
-

Menguraikan

Dari abstrak ke konkrit

Berisi fenomena-fenomena

Dari judul ke contoh-contoh

Alur berpikir induktif :


-

Menghubungkan

Dari konkrit ke abstrak

Dari fenomena-fenomena ke kesimpulan

Dari contoh-contoh ke judul

Karakteristik Berpikir IPA


Deduktif

: pembelajaran IPA

Induktif

: proses IPA

Diantara keduanya, yang dilakukan terlebih dahulu adalah alur


berpikir induktif (menemukan konsep), kemudian melakukan
deduktif (menerapkan konsep).
Karakteristik pembelajran IPA Permen Diknas RI no. 22 tahun
2006
1 IPA : cara mencari tahu, proses penemuan dengan inkuiri
2 Pembelajaran IPA menjadi wahana untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar
3 Pembelajaran IPA menerapkan konsep dan prinsip sains
dalam kehidupan sehari-hari

4 Pembelajaran

IPA

menekankan

pengalaman

langsung

(meraba, mengecap, melihat, mendengar sendiri) serta


menjelajah dan memahami alam sekitar
5 Pembelajaran IPA diarahkan pada mencari tahu dan berbuat
6 Pembelajaran IPA menghasilkan pemahaman konsep dan
ketrampilan proses sains
7 Pembelajaran IPA membangun kemampuan berpikir analitik,
induktif dan deduktif
Prinsip Pembelajaran IPA
DARI
Dikenal
Dekat
Sederhana
Konkret (berpikir sesuai

KE
Tak dikenal
Jauh
Rumit
Abstrak (berpikir sesuai apa

pengalaman, menurut Piaget)

yang ada di balik pengalaman,

Pertanyaan
Contoh
Benda nyata
Pengalaman pribadi
Konsep yang ada
Prinsip ilmiah

menurut Piaget)
Jawaban
Umum
Representasi
Prinsip sains
Konsep baru
Penerapan

Prinsip adanya pembelajaran IPA :


Orang mengubah IPA dari memandang produknya ke
proses kerjanya. Kemudian yang diajarkan kepada siswa adalah
proses kerjanya.
Pembelajaran IPA yang Bermasalah
1. Tidak tampak strukturnya (tidak deduktif maupun induktif)
2. Hanya curah pengetahuan
3. Tidak berdasarkan praktik (siswa menerima pengetahuan
tidak berdasarkan praktik, malah terbalik. Praktik dilakukan

setelah siswa menerima atau mengetahui teorinya. Bahkan


terkadang ada teori tetapi tidak ada praktik.
4. Berorientasi pada produk yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip, serta prosedur yang ada pada buku teks)
5. Fokus pada menjawab pertanyaan atau soal dari guru
6. Variasi KBM sedikit (yang banyak hanya ceramah serta
diskusi)
7. Pengetahuan siswa tidak diintegrasikan pada KBM
8. Mengutamakan apa yang ingin diajarkan guru (kebanyakan
guru cenderung mengajar dengan panjang lebar materi
yang dikuasinya, dan sedikit mengajar pada materi yang
kurang dipahaminya)
9. Hasil pelajaran diberikan sebelum eksperimen (seharusnya
guru mengajukan fenomena, kemudian antara guru dan
siswa

menemukan

masalah).

Hasil

pembelajaran

seharusnya dari fenomena lalu menemukan masalah.


10.

Keterampilan proses tidak dilaksanakan

11.

Guru merupakan satu-satunya sumber

Tugas: Mengidentifikasi pembelajaran IPA yang bermasalah pada


SD,

SMP

SMA

dan

PT.

Sebutkan

solusi

serta

dampak

(positif/negatif)!
Kesimpulan :
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) juga memiliki karakkteristik-karakteristik dan prinsip-prinsip yang
harus kita gunakan dalam menerapkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam
kehidupan sehari-hari.

Daftar Rujukan :
Wasih Djojosoediro . Modul Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA. Semarang :
UNNES PGSD.
http://agathaluciamaharani.blogspot.co.id/2014/12/hakikat-ipa-karakteristikipa.html

PORTOFOLIO 12
Hari, tanggal
Judul

: Rabu, 11 November 2015


: Standar Proses Pendidikan Dasar dan

Menengah
PERMEN Diknas RI no. 65 Tahun 2013;
Prinsip,

Karakteristik

dan

Pendekatan

Pembelajaran
Kegiatan

Dalam membahas tentang Standar Proses Pendidikan


Dasar dan Menengah PERMEN Diknas RI no. 65 Tahun 2013;
Prinsip,

Karakteristik

dan

Pendekatan

Pembelajaran,

dosen

memberikan penjelasan dengan power point kepada mahasiswa.


Mahasiswa

mendengarkan

dan

mencatat

materi

yang

disampaikan dosen sambil memahaminya kemudian dosen


memberi

umpan

balik

kepada

mahasiswa.

Dosen

juga

memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya


tentang materi terkait hal tersebut yang belum dipahami atau
yang belum bisa dimengerti. Pada perkuliahan ini, dosen juga
banyak

memberikan

peragaan-peragaan

atau

menunjukkan

pengalaman-pengalaman tentang materi IPA yang sederhana


atau

tingkat

dasar

tetapi

belum

pernah

diketahui

oleh

mahasiswa. Dosen juga mempraktikkan bagaimana caranya


seorang guru memberikan stimulus atau memancing siswa untuk
berpikir kritis terhadap suatu masalah yang diajukan oleh guru,

yang kemudian murid akan termotivasi untuk mencari tahu


tentang suatu masalah yang diajukan oleh guru dan akan
berusaha menemukan jawabannya. Pada pertemuan ini juga
membahas tentang tugas individu (masalah pembelajaran IPA
pada SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi) yang diberikan pada
pertemuan sebelumnya.
Dalam kegiatan ini menjadikan mahasiswa lebih mengerti
dan memahami tentang standar-standar proses pendidikan dasar
dan menengah PERMEN diknas RI no. 65 tahun 2013; Prinsip,
Karakteristik dan Pendekatan Pembelajaran.
Hasil Studi di Luar Kelas
a. Pengalaman Pribadi dan Kegiatan mandiri di Luar
Kelas
Ketika masih duduk di bangku TK sampai SMA. Guru
menjadi panutan siswa. Guru sebagai sumber informasi atau
pengetahuan

yang

bahkan

anak

lebih

percaya

perkataan

gurunya daripada orang tuanya sendiri. Hal ini menunjukkan


bahwa guru sangat mempengaruhi perkembangan anak. Siswa
mengandalkan

guru

untuk

memperoleh

berbagai

macam

pengetahuan. Kebanyakan siswa pun belajar hanya jika disuruh


gurunya atau akan ujian saja. Siswa akan mencari pengetahuan
sendiri hanya jika diberi tugas oleh guru. Saat praktikum pun
siswa sudah mengerti terlebih dahulu teorinya atau hanya
membuktikan teori saja, bukan untuk membangun konsep. Jadi,
siswa hanya menerima informasi, bukan mencari informasi.
b. Studi Pustaka
Dalam

perencanaan

pembelajaran,

prinsip-prinsip

belajar

dapat

mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan


pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan prinsip-prinsip belajar dapat
membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat. Banyak tori dan prinsipprinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain

memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat
beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat digunakan sebagai dasar
dalam upaya pembelajaran. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan
motivasi,

keaktifan,

keterlibatan

langsung/berpengalaman,

pengulangan,

tantangan, balikan atau penguatan, serta perbedaan indivual.


Perhatian
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari
kajian belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak
mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984: 355 dalam Sulistiowati, 2014).
Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan
belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil
(Gage dan Berliner, 1984: 372 Sulistiowati, 2014).
Motivasi
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki
minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan
dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut.
Motivasi dapat bersifat internal maupun eksternal.
Keaktifan
Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan
dan aspirasinnya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga
tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila
anak aktif mengalami sendiri.
Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang
lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam
kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah
belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman
langsung siswa yang tidak hanya mengamati secara langsung tetapi ia harus
menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap
hasilnya.
Pengulangan

Pada teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme mengungkapkan bahwa


belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan
pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang
timbulnya respons benar. Pengulangan dalam belajar akan melatih daya-daya yang
ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat,
mengkhayal, merasakan, hingga berfikir yang akan membuat daya-daya tersebut
berkembang.
Tantangan
Dalam situasi belajar siswa mengahadapi suatu tujuan yang ingin dicapai,
tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah
motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar
tersebut.
Balikan/Penguatan
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam
ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai
yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif.
Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan
merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk
belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif.
Perbedaan Individual
Siswa yang merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang
siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya.
Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
c. Browsing Internet (Artikel)
Proses belajar mengajar memang merupakan bagian terpenting dalam
mengimplementasikan

kurikulum,

termasuk

memahami

prinsip-prinsip

pembelajaran itu sendiri. Adapun untuk bisa mengetahui efektivitas dan juga
efisiensi suatu pembelajaran bisa kita lihat melalui kegiatan pembelajaran ini.
Oleh karena itu, dalam melakukan pembelajaran sudah sepatutnya seorang
pengejar mengetahui bagaimana cara untuk membuat kegiatan belajar bisa
berjalan dengan baik serta bisa mencapai tujuan sesuai dengan yang diinginkan.

Memang, prinsip-prinsip pembelajaran adalah bagian terpenting yang wajib


diketahui para pengajar sehingga mereka bisa memahami lebih dalam prinsip
tersebut dan seorang pengajar bisa membuat acuan yang tepat dalam
pembelajarannya. Dengan begitu pembelajaran yang dilakukan akan jauh lebih
efektif serta bisa mencapai target tujuan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai
apa saja prinsip-prinsip pembelajaran tersebut, sebaiknya simak ulasan berikut :

Prinsip motivasi dan perhatian


Dalam sebuah proses pembelajaran, di sini perhatian sangatlah berperan
penting sebagai awalan dalam memicu kegiatan belajar. Sementara motivasi
memiliki keterkaitan dengan minat siswa, sehingga mereka yang mempunyai
minat tinggi terhadap mata pelajaran tertentu juga bisa menimbulkan motivasi
yang lebih tinggi lagi dalam belajar.

Prinsip keaktifan
Pada hakikatnya belajar itu merupakan proses aktif yang mana seseorang
melakukan kegiatan untuk mengubah perilaku dan
pemikiran menjadi lebih baik.

Prinsip pengalaman atau keterlibatan secara langsung


Jadi prinsip ini erat kaitannya dengan prinsip aktivitas di mana masingmasing individu haruslah terlibat langsung untuk merasakan atau
mengalaminya. Adapun sebenarnya di setiap kegiatan pembelajaran itu
haruslah melibatkan diri kita secara langsung.

Prinsip pengulangan
prinsip pengulangan di sini memang sangatlah penting yang mana teori yang
bisa kita jadikan petunjuk dapat kita cermati dari dalil yang di kemukakan
Edward L Thorndike mengenai law of learning.

Prinsip tantangan
Penerapan bahan belajar yang kita kemas dengan lebih menantang seperti
halnya mengandung permasalahan yang harus dipecahkan, maka para siswa
pun juga akan tertantang untuk terus mempelajarinya.

Prinsip penguat dan balikan


Kita tahu bahwa seorang siswa akan lebih semangat jika mereka mengetahui
serta mendapatkan nilai yang baik. Terlebih lagi jika hasil yang didapat sangat

memuaskan sehingga itu bisa menjadi titik balik yang akan sangat
berpengaruh untuk kelanjutannya.

Prinsip perbedaan individual


Proses belajar masing-masing individu memang tidaklah sama baik secara
fisik maupun psikis. Untuk itulah di dalam proses pembelajaran mengandung
penerapan bahwa masing-masing siswa haruslah dibantu agar lebih
memahami kelemahan serta kekuatan yang ada pada dirinya dan kemudian
bisa mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
masing-masing.
Jadi itulah beberapa prinsip-prinsip pembelajaran yang patut anda ketahui,

sehingga kita juga bisa lebih memahami arti dari proses pembelajaran itu sendiri.
Jurnal Kuliah
a. Pemahaman Sebelum Perkuliahan
Standar proses pendidikan dasar dan menengah dibuat
sebagai rambu-rambu agar guru-guru mengerti apa yang harus
dilakukan untuk mencapai target dalam pembelajaran yang akan
dilaksanakannya. Guru harus berperan sebagai orang tua juga
motivator pada anak untuk lebih memudahkan guru mencapai
targetnya. Guru juga harus bisa memberi kesan kepada siswa
bahwa dirinya berbeda dari guru-guru yang lain dan pengajaran
serta pengalaman yang diberikan kepada siswa-siswanya lebih
bermakna. Untuk mencapai hal tersebut guru bisa memberikan
hal-hal atau pengalaman baru serta unik kepada siswa. Guru juga
harus

bisa

mengakrabi

siswa-siswa

agar

mereka

nyaman

terhadap kita sehingga kita bisa lebih mudah untuk memotivasi


serta

memberi

semangat

kepada

mereka

dan

pembelajaran pun akan mudah dicapai.


b. Pemahaman Setelah Perkuliahan
Hasil Presentasi Masalah Pembelajaran IPA
a

Ngulmi Khamidah

target

Permasalahan : guru mendektekan materi, siswa diharuskan untuk


mempelajarinya karena bahan ujian adalah materi yang didektekan.
Dampak : siswa hanya mendapat teori dari buku
Perbaikan : guru seharusnya menerapkan metode belajar yang tepat (selain
mendekte)
Pembahasan :
Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa :
-

Pembelajaran hanya merupakan curah pengetahuan

Siswa tidak membangun konsep sendiri

Mengutamakan apa yang ingin diajarkan oleh guru

Teacher-centered berpusat pada guru

Alur berpikir bukan deduktif maupun induktif

Struktur pembelajarannya tidak jelas

Pembelajaran IPA kebanyakan tidak berkembang

Rodhiallah Mertiarti
Permasalahan : tidak memerhatikan pengalaman yang diperoleh siswa dalam
pembelajaran
Dampak : pembelajaran tidak bagus, siswa sulit mengaplikasikan ke
kehidupan sehari-hari
Perbaikan : guru memberikan cntoh sesuai pengalaman siswa sehari-hari
Pembahasan :

Penyebab guru tidak memerhatikan pengalaman siswa adalah guru juga


kekurangan pengalaman, karena guru hanya membaca, membaca, dan
membaca, tidak penah dikaitkan dengan pengalaman-pengalamannya

Vicky Vionita L. Yadhiana


Permasalahan : pembelajaran masih menerapkan kuriklum KTSP, sehingga
pembelajaran tidak menarik juga tidak menerapkan metode tematik
Dampak : kurang melakukan interaksi dengan alam, tidak tampak strukturnya
Perbaikan : menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, dikaitkan dengan
contoh-contoh yang ada di kehidupan sehari-hari
Pembahasan :

Sebenarnya kurikulum KTSP merupakan kurikulum yang bagus, karena pada


kurikulum ini sebenarnya menerapkan metode pembelajaran yang mengaitkan
dengan kehidupan. Namun dalam pelaksanaannya saja yang kurang

maksimal/ masih salah. Jika kurikulum KTSP dibandingkan dengan


kurikulum 2013, maka sebenarnya kedua kurikulum itu sama.
-

Penerapan LKS sudah ada sebelum kurikulum KTSP, yakni sekitar tahun
1984

Kurikulum KTSP mempunyai implementasi lebih baik daripada kurikulum


2013

Filosofi kurikulum KTSP lebih baik dan lebih menasar daripada kurikulum
2013

Risa Karina Putri


Permasalahan : siswa diberi tugas merangkum, mengerjakan soal, sedangkan
guru sedikit menjelaskan
Dampak : wawasan siswa kurang tuntas
Perbaikan : guru menerangkan/ menjelaskan materi hingga siswa paham

Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah


Berdasarkan Permen Diknas RI No. 65 Tahun 2013
Standar Proses : merupakan kriteria mengenai pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
Proses pembelajaran :
1. Interaktif : dalam proses pembelajaran harus ada interaksi
antara siswa dengan bahan ajar.
2. Inspiratif : dalam pembelajaran diciptakan ide-ide baru untuk
menjadikan

siswa

belajar.

Misalnya:

seorang

pelukis

terinspirasi ketika melihat benda.


3. Menyenangkan.
4. Menantang menakjubkan
Guru harus bisa menciptakan inspirasi yang menantang.
5. Memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif
6. Memberi ruang yang cukup bagi
-

Prakarsa : gagasan

Kreatifitas

Kemandirian

sesuai

dengan

bakat,

minat,

dan

perkembangan fisik serta psikologi peserta didik


7. Efisien dan efektif untuk pencapaian kompetensi lulusan
Prinsip Pembelajaran
1. Dari siswa diberi tahu meuju siswa mencari tahu
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber menjadi belajar
berbasis aneka sumber belajar
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan
penggunaan pendekatan ilmiah
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran
berbasis kompetensi
5. Dari pembelajran parsial menuju pembelajaran terpadu
6. Dari

pembelajaran

yang

menekankan

jawaban

tunggal

menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya


multidimensi
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju ketrampilan aplikatif
8. Peningkatan

keseimbangan

antara

keterampilan

fisikal

(hardskiils) dan keterampilan mental (softskiils)


9. Pembelajaran

yang

pemberdayaan

mengutamakan

peserta

didik

pembudayaan

menjadi

dan

pembelajaran

sepanjang hayat
10.

Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi

keteladanan membangun kemajuan dan menyeimbangkan


kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
11.

Pembelajaran yang berlangsung di rumah, sekolah dan

masyarakat
12.

Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja

adalah guru, siapa saja adalah siswa dan di mana saja adalah
kelas
13.

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran

14.

Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang

peserta didik pendidikan multimedia.


Karakteristik Pembelajaran
Karakter pembelajaran pada setiap satuan pendidikan
terkait

erat

pada

Standar

Kompetensi

Lulusan.

Sasaran

pembelajarannya yaitu mencakup ranah pengetahuan, sikap, dan


keterampilan. Lintasan perolehan untuk ketiga ranah tersebut
diantaranya:
1. Pengetahuan : mengingat, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta
2. Sikap : Menerima, merespon, menghargai, menghayati dan
mengamalkan
3. Keterampilan : mengamati, menanya, mencoba, menalar dan
mengkaji.
Pendekatan Pembelajaran
Terdapat dua jenis pendekatan pembelajaran, yaitu secara
ilmiah dan secara diskoveri-inkuiri. Penjelasannya :
1. Pendekatan Ilmiah
Dilakukan

secara

terpadu

dengan

interdisipliner

dan

intradisipliner
2. Pendekatan Diskoveri-Inkuiri
Dilakukan secara kontekstual
Kesimpulan :
Standar Proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan. Untuk mencapai standar kompetensi lulusan
tersebut diperlukan prinsip, karakteristik serta pendekatanpendekatan pembelajaran kepada siswa. Guru juga harus bisa
memberikan kesan, pengalaman dan hal baru yang berbeda

dengan yang lain tentang pembelajaran yang disampaikannya


agar siswa senang dengan pembelajaran kita sehingga mudah
untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Daftar Rujukan :
http://www.informasi-pendidikan.com/2014/01/prinsip-prinsip-pembelajaran.html
Khoir, Mazidatul. 2013. Prinsip-prinsip Belajar dan Implikasinya dalam
Pembelajaran. Bandung: Salemba Teknika.
Sulistiowati, Heri. 2014. Prinsip-prinsip Teori Belajar Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.

PORTOFOLIO 13
Hari, tanggal
Judul

: Rabu, 18 November 2015


: Pendekatan Multibudaya dan Pendidikan

IPA untuk
Semua
Kegiatan

Dalam membahas tentang pendekatan multibudaya dan


pendidikan IPA untuk semua ini, dosen memberikan penjelasan
dengan

power

point

kepada

mahasiswa.

Mahasiswa

mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan dosen


sambil memahaminya kemudian dosen memberi umpan balik
kepada mahasiswa. Dosen juga memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya tentang materi terkait hal tersebut
yang belum dipahami atau yang belum bisa dimengerti. Pada
perkuliahan ini, dosen juga banyak memberikan peragaanperagaan atau menunjukkan pengalaman-pengalaman tentang
materi IPA yang sederhana atau tingkat dasar tetapi belum
pernah diketahui oleh mahasiswa. Dosen juga mempraktikkan
bagaimana caranya seorang guru memberikan stimulus atau
memancing siswa untuk berpikir kritis terhadap suatu masalah

yang diajukan oleh guru, yang kemudian murid akan termotivasi


untuk mencari tahu tentang suatu masalah yang diajukan oleh
guru

dan

akan

berusaha

menemukan

jawabannya.

Pada

pertemuan ini dosen memberikan tugas kelompok berupa


observasi ke beberapa sekolah untuk menganalisis tentang
pendekatan multibudaya.
Kegiatan ini menjadikan mahasiswa lebih mengerti dan
memahami tentang pendekatan multibudaya dan pendidikan IPA
untuk semua.
Hasil Studi di Luar Kelas
a. Pengalaman Pribadi dan Kegiatan mandiri di Luar
Kelas
Pendidikan multibudaya baru saya rasakan ketika saya bersekolah di
jenjang pendidikan tingkat Perguruan Tinggi. Hal ini dikarenakan saya berkuliah
bukan di daerah saya, melainkan saya kuliah di kota lain. Pendidikan multibudaya
ini terasa karena di kampus tersebut banyak anak yang berasal dari luar kota
sekolah itu berada. Mulai dari bahasa yang digunakan sehari-hari, kebiasaan/
budaya di daerahnya masing-masing, cara belajar yang dierapkan oleh masingmasing siswa memiliki cara/ kebudayaan sendiri. Sehingga ketika berkuliah tidak
hanya mendapat materi sesuai katalog yang ada di prodi, namun secara langsung
saya juga mendapat pengetahuan atau pengalaman tentang budaya dari temanteman saya. Ketika dibentuk beberapa kelompok kecil, disitu akan lebih terasa
kebudayaan dari tiap siswa. Namun perbedaan kebudayaan ini tidak lantas
dijadikan kesombongan pada tiap siswa. Hal ini malah menjadikan kami akur dan
saling berbagi pengetahuan serta pengalaman kami. Dalam belajar kelompok pun
kami saling memberi masukan-masukan sesuai pengalaman yang kami peroleh,
sehingga dapat menambah wawasan kami.
Tetapi sangat disayangkan jika orang yang berasal dari daerah lain
terkontaminasi

dengan

kebudayaan

tuan

rumah

sehingga

menyebabkan

kebudayaannya sendiri luntur. Seharusnya kebudayaan yang dimiliki dari


daerahnya sendiri haruslah tetap dipegang teguh, akan tetapi tidak boleh

mengisolasi diri untuk tidak bersosialisasi dan mempelajari kebudayaan


temannya. Kebudayaan yang berbeda dapat kita pelajari namun tidak untuk
mengganti kebudayaan yang kita miliki.

b. Studi Pustaka
Pendidikan multikultural hingga saat ini belum dapat didefinisikan secara
baku. Namun, ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendidikan
multikultural. Diantaranya adalah Andersen dan Cusher (1994:320) mengartikan
pendidikan multikultural sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan.
Kemudian, James Banks (1993: 3) mendefinisikan pendidikan multikultural
sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin
mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan). Dimana
dengan adanya kondisi tersebut kita mampu untuk menerima perbedaan dengan
penuh rasa toleransi.
Seperti definisi di atas, Muhaemin el Mahaddi berpendapat bahwa
pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan keragaman
kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan
masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.
Adapun Paulo Freire seorang pakar pendidikan

pembebasan

mendefinisikan bahwa pendidikan bukan merupakan menara gading yang


berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Melainkan pendidikan itu harus
mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan
sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan suatu kelas sosial sebagai akibat
dari kekayaan dan kemakmuran yang diperolehnya.
Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan
keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap
kelompok. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan multikultural adalah
pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompokkelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama.
James Bank menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki
beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu:

1. Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan


kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi, dan teori
dalam mata pelajaran / disiplin ilmu.
2. The knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk
memahami implikasi budaya kedalam sebuah mata pelajaran.
3. An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara
belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang
beragam baik dari segi ras, budaya, ataupun sosial.
4. Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan
menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian, melatih kelompok
untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi dengan seluruh
staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan
budaya akademik yang toleran dan inklusif.
Dalam aktivitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran
(objek) dan sekaligus sebagai subjek pendidikan, oleh karena itu, dalam
memahami hakikat pendidikan perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri
umum peserta didik. Setidaknya, secara umum peserta didik memiliki lima ciri,
yaitu:
1. Peserta didik sedang dalam keadaan berdaya untuk menggunakan
kemampuan, kemauan, dan sebagainya.
2. Mempunyai keinginan untuk berkembang kearah dewasa.
3. Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
4. Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan
potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individual.
Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan baik pada tingkat
deskriptif, maupun normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah
pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga
mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan
strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks
deskriptif ini, kurikulum pendidikan multikultural mestilah mencakup subjeksubjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama,

bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokrasi dan


pluralitas, multikulturalisme, kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain yang
relevan.

c. Browsing Internet (Artikel)


Pembelajaran Multibudaya adalah kebijakan dalam praktik pendidikan
dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia
yang dikaitkan dengan gender, ras, kelas. Pendidikan Multibudaya adalah suatu
sikap dalam memandang keunikan manusia dengan tanpa membedakan ras,
budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status ekonomi seseorang.
Pendidikan Multibudaya (Multicultural education) merupakan strategi pendidikan
yang memanfaatkan keberagaman latar belakang kebudayaan dari para peserta
didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi
ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga
pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan,
perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas.
Pendidikan Multibudaya didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang
didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa
hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran
Multibudaya pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar
komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan
demokrasi yang ideal bagi bangsanya.
Dalam konteks yang luas, pendidikan Multibudaya mencoba membantu
menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif
pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda.
Dengan demikian sekolah dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilainilai demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok budaya yang berbeda
dalam masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para pelajar lebih baik berbicara
tentang rasa hormat di antara mereka dan menunjung tinggi nilai-nilai kerjasama,
dari pada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah pelajar
yang berbeda dalam hal ras, etnik, budaya dan kelompok status sosialnya.

Pembelajaran berbasis Multibudaya didasarkan pada gagasan filosofis


tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak
manusia. Hakekat pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk
bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga
sekolah. Pendidikan Multibudaya bukanlah kebijakan yang mengarah pada
pelembagaan pendidikan dan pengajaran inklusif dan pengajaran oleh propaganda
pluralisme lewat kurikulum yang berperan bagi kompetisi budaya individual.
Pembelajaran berbasis Multibudaya berusaha memberdayakan siswa untuk
mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi
kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang
berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan Multibudaya juga
membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya
yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap
warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi
penyebab konflik antar kelompok masyarakat. Pendidikan Multibudaya
diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam
memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan
budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras,
dan etnis.
Tujuan pendidikan dengan berbasis Multibudaya dapat diidentifikasi: (1)
Untuk mefungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang
beraneka ragam; (2) Untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang
positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3)
Memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil
keputusan dan keterampilan sosialnya; (4) Untuk membantu peserta didik dalam
membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada
mereka mengenai perbedaan.
Di samping itu, pembelajaran berbasis Multibudaya dibangun atas dasar
konsep pendidikan untuk kebebasan, yang bertujuan untuk: (1) Membantu siswa
atau mahasiswa mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk
berpartisipasi di dalam demokrasi dan kebebasan masyarakat; (2) Memajukan

kebebasan, kecakapan, keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya


untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.
Jurnal Kuliah
a. Pemahaman Sebelum Perkuliahan
Pendidikan multibudaya muncul karena adanya siswa-siswa
dengan daerah asal yang berbeda. Perbedaan yang mudah
terlihat yaitu bahasa yang digunakan sehari-hari, kebiasaan/budaya di
daerahnya masing-masing, cara belajar yang diterapkan oleh masing-masing
siswa. Perbedaan tersebut dapat menambah wawasan kita dalam memahami dan
saling menghargai keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia ini. Pendidikan
multibudaya

juga

merupakan

strategi

pendidikan

yang

memanfaatkan

keberagaman latar belakang kebudayaan dari siswa sebagai salah satu kekuatan
untuk membentuk sikap multikultural (sikap saling menghargai).
b. Pemahaman Setelah Perkuliahan
Pendekatan Multibudaya
-

Amerika terkenal sebagai multicultural education


Multicultural
menyangkut

mempunyai
bahasa,

pengertian

IPTEK,

dan

cara

berbagai

etnis

mempelajarinya,

perbedaan sosial, ekonomi, serta perbedaan gender.


-

Apabila semua perbedaan berada dalam aspek pengetahuan


menimbulkan masalah.

Latar belakang :
a. Sekolah pertama kali berkembang di Eropa Barat
b. Sekolah dikenal pada abad 20 tercipta ketika hampir
semua siswa adalah keturunan Eropa Barat, berbahasa
Inggris, dan jumlah siswa hanya sedikit.
Sementara :
a. Anak imigran dan petani harus membantu keluarga
b. Anak

cacat/mengalami

masalah

rumah/belajar di sekolah khusus

belajar

tinggal

di

c. Sampai setelah Perang Dunia II anak perempuan tidak


diharapkan sekolah di Perguruan Tinggi
Pada abad 20 terjadi diskriminasi pendidikan baik dari lakilaki dan perempuan.
Pada abad 19 sekolah monokultural diciptakan dengan
asumsi bahwa :
c. Potensi belajar ditentukan oleh genetik dan budaya
Contoh : anak seorang kepala sekolah sewaktu Ujian
Nasional nilainya paling tinggi berarti potensi belajar
ditentukan oleh genetik.
d. Guru-guru tidak punya daya atas kondisi ini
Guru tidak mempunyai kemampuan untuk mengajar anakanak yang berbudaya rendah. Pada zaman dahulu guru
hanya seorang yang bisa baca dan tulis. Sehingga orangorangtersebut

tidak

punya

prinsip

untuk

mengubah

pendidikan yang profesional


e. Masyarakat menyadari bahwa anak tertentu mencapai
hasil belajar yang rendah
f. Pada abad ini banyak anak-anak yang buta huruf.
Isu isu Pendidikan Multibudaya
Terdapat perbedaan penghargaan pada perbedaan :
1. Etnis
2. Tingkat sosial : posisi dalam masyarakat, pekerjaan, ekonomi
(masyarakat yang memiliki kelas sosial tinggi lebih dihargai)
berpengaruh terhadap hasil belajar
3. Bahasa (jika berbicara dengan orang yang lebih tua biasanya
bahasa yang digunakan lebih sopan)
4. Gender (laki-laki lebih dihargai daripada perempuan
5. Cacat tidak cacat
6. Tingkatan IQ

Isu Lain Pembelajaran IPA


1. Pembelajaran sains konvensional = eurosentrik (berkiblat
pada Eropa), dalam kata lain konsep-konsep pembelajaran
sains berasal dari Eropa. Semua mata pelajaran yang ada di
Indonesia kecuali mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa
Jawa terutama sains dan teknologi yang diajarkan juga
terpusat

pada

Eropa.

Sehingga

menyebabkan

orang

Indonesia sendiri tidak mengenal dan mempelajari teknologi


yang ada di Indonesia.
2. Penggunaan metode ilmiah model Eropa, dengan langkahlangkah:
a. Penemuan masalah
b. Pengumpulan informasi
c. Hipotesis
d. Pengujian hipotesis
e. Pengambilan kesimpulan
3. Materi ajar adalah hasil temuan Eropa
4. Buku teks berisi fakta, konsep dan prinsip temuan Eropa
Tahun 2006 (KTSP) seharusnya tidak menghendaki buku teks
berisi fakta, konsep dan prinsip temuan Eropa
5. Di

Eropa

yang

digunakan

adalah

bahasa

Inggris.

Kenyataannya, jika orang Indonesia menterjemahkan buku


dari Erop, artinya malah sering kurang tepat.
SEKARANG
1. Semua anak diharapkan sekolah
2. Semua anak membawa budaya, talenta dan kebutuhannya
sendiri
3. Banyak anak berasal dari kalangan bawah
4. Sebagian anak kurang cakap, yang lain anak pandai
5. Sekolah milik semua anak
6. Potensi belajar harus direalisasikan
7. Keanekaragaman budaya bukan menjadi masalah

Intinya, sekarang sekolah untuk semua for all. Pendidikan


sekarang

yang

sudah

disebutkan

diatas

menerapkan

pendidikan multibudaya.
Hakikat Pendidikan Multibudaya
1. Kelas berisi siswa yang beragam : etnis, bahasa, sosial,
gender dan kepribadian
2. Kesadaran bahwa di benua lain (selain Eropa) ada metode
ilmiah dan temuan sains
3. Pendidikan sains masa kini adalah science teaching for all
children
4. Pendiidkan multibudaya diusahakan pada sekolah-sekolah
yang siswanya multietnik
Model Pembelajaran pada Pendidikan Multibudaya
1. Materinya mengangkat isu sains kontekstual/STS (Science
Technology

Society).

Yang

dimaksud

kontekstual

yaitu

materinya diangkat dari dunia nyata yang ada di sekitar


siswa.
2. Hands-on activity (siswa mengalami langsung)
3. Inquarry-based learning experience
Inkuiri :
a. Penemuan masalah masalah kontekstual
b. Rumusan masalah
c. Hipotesis
d. Pengujian hipotesis
e. Analisis data
f. Kesimpulan
Pada kurikulum 2013 menggunakan scientific approach. Pada
metode pembelajaran inkuiri, materi ditemukan oleh siswa.

4. Cooperative Learning dalam kelompok-kelompok kecil


sehingga saling tergantung tapi juga saling membantu dan
saling memberhasilkan.
Masalah Multibudaya dalam Pembelajaran Sains di Manca
Negara
1. Di USA banyak sekolah-sekolah yang berisi campuran anakanak keturunan Eropa, kulit putih, hispanik dan asing
2. Anak-anak keturunan etnis Eropa memperoleh nilai hasil studi
lebih baik daripada keturunan etnis lain (eurosentris)
3. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa jika anak-anak didik
dengan pendekatan budaya masing-masing, maka hasil
belajarnya lebih baik (science for all).
Contoh : Ketika anak Papua disuruh bercerita tentang buaya
dan anak Jakarta disuruh bercerita tentang kereta api,
keduanya saling memahami dan pengetahuan keduanya
bertambah.
Masalah Multibudaya dalam Pendidikan Sains di
Indonesia
1. Pendidikan

Indonesia

bersifat

multietnis:

Jawa,

Sunda,

Madura, Bali, Sasak, Batak, Dayak, Maluku dll


2. Di luar Jawa, anak-anak etnis daerah berpendidikan lebih
rendah dari keturunan etnis mendatang
3. Kurikulum pendiidkan di Indonesia bersifat sentralisasi (Ujian
Nasional)
4. Standarisasi pendidikan terbatas pada Ujian Nasional, belum
punya fasilitas fisik sekolah, guru, dan proses pembelajaran
TUGAS
Bagaimana dengan sekolah-sekolah yang :
-

Membuat kelas unggulan atau kelas akselerasi?

Kurikulumnya berkiblat pada kurikulum Erop, misalnya


Cambridge (SNBI)?

Sekolah Inklusif?

Amati proses belajar mengajar dari sekolah-sekolah tersebut


meliputi bahan ajar (khusus untuk IPA), cara belajar, cara
mengajar serta penilaian hasil belajar (termasuk Ujian Nasional)!
Analisis juga apakah siswa-siswa pada sekolah tersebut bisa
diperlakukan sama atau tidak serta apakah pelayanan (materi,
cara mengajar, cara belajar serta hasil belajar) yang diberikan
masing-masing sekolah tersebut cocok untuk masing-masing
siswa?
Pendidikan IPA untuk Semua
Strategi efektif untuk pembelajaran sains bagi semua :
1. Visual
2. Pengalaman belajar Hands-on
3. Belajar kooperatif
4. Tutor sebaya (peer tutoring)
5. Alternative Assesment
Pembelajaran Visual
1. Mengurangi ketergantungan pada bahasa Inggris
2. Meningkatkan keterlibatan anak tuli (anak tuli itu sedikit
dibawah anak normal)
3. Memperbanyak presentasi visual : gambar, lukisan, tabel,
digram dan benda asli
4. Anak bisa merepresentasi pengamatannya dengan bahasa
sendiri
Pengalaman Belajar Hands-On
1. Menampilkan benda kejadian nyata
2. Siswa mengamati dan mengalami langsung

3. Pendekatan inkuiri ilmiah


4. Konstruktivis
5. Pembelajaran ini dapat diikuti semua anak tanpa diskriminasi
CATATAN: pengalaman adalah bukan hal yang terjadi pada
diri sendiri, tetapi apa yang dilakukan terhadap hal yang
terjadi pada dirinya.
Pembelajaran Kooperatif
1. Pembelajaran kelompok kecil heterogen
2. Mengurangi kesenjangan antar: ras, gender, tingkat sosial
dan tingkat ekonomi
3. Meningkatkan aktivitas dan usaha anak
4. Saling ketergantungan positif
5. Meningkatkan kekayaan keragaman budaya: sains, teknologi
dan seni
Pembelajaran Tutor Sebaya
1. Menjadikan teman sebagai tutor
2. Bahasa mudah diterima
3. Kesenjangan kemampuan tidak terlalu jauh
4. Menjadikan semua anak menguasai pelajaran
Penilaian Authentic Assesment (kepandaian, kecakapan
yang ada pada diri siswa)
1. Penilaian sesuai dengan kondisi otentik siswa
2. Menjangkau banyak aspek kemampuan (tes tidak tertulis, jika
soal berupa uraian atau lisan)
3. Ada Self Assesment (menilai diri sendiri)
4. Ada penilaian dari teman sebaya
5. Refleksi dan perbaikan segera (pengajaran remidi)
Kesimpulan :

Kita bersekolah tidak hanya mendapat materi sesuai kurikulum yang ada di
sekolah. Secara langsung juga mendapat pengetahuan atau pengalaman tentang
budaya dari teman-teman. Namun perbedaan kebudayaan ini tidak lantas
dijadikan kesombongan pada tiap siswa. Hal ini malah menjadikan terjalinnya
kerukunan dan saling berbagi pengetahuan serta pengalaman. Dalam belajar
kelompok pun saling memberi masukan-masukan sesuai pengalaman yang
diperoleh, sehingga dapat menambah wawasan siswa. Akan tetapi sangat
disayangkan jika orang yang berasal dari daerah lain terkontaminasi dengan
kebudayaan tuan rumah atau teman dari daerah lain sehingga menyebabkan
kebudayaan dari daerahnya sendiri luntur. Seharusnya kebudayaan yang dimiliki
dari daerahnya sendiri haruslah tetap dipegang teguh, akan tetapi tidak boleh
mengisolasi diri untuk tidak bersosialisasi dan mempelajari kebudayaan daerah
lain. Kebudayaan yang berbeda dapat kita pelajari namun tidak untuk mengganti
kebudayaan yang kita miliki.
Daftar Rujukan :
Fay, Brian. 1996. Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural
Approach. Oxrofd:Backwell.
Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3S.
Hernandez, Hilda. 2002. Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking
Context, Process, and Content. New Jersey & Ohio: Prentice Hall.
http://nandaperdanaputra.blogspot.co.id/2012/04/pendidikan-multi-budaya.html

PORTOFOLIO 14
Hari, tanggal
Judul

: Rabu, 25 November 2015


:

Model-model

Pembelajaran

sebagai

Suatu Kontinum
Kegiatan

Dalam membahas tentang

model-model pembelajaran

sebagai suatu kontinum, dosen memberikan penjelasan dengan


power point kepada mahasiswa. Mahasiswa mendengarkan dan

mencatat materi yang disampaikan dosen sambil memahaminya


kemudian dosen memberi umpan balik kepada mahasiswa.
Dosen juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
bertanya tentang materi terkait hal tersebut yang belum
dipahami atau yang belum bisa dimengerti. Pada perkuliahan ini,
dosen

juga

banyak

memberikan

peragaan-peragaan

atau

menunjukkan pengalaman-pengalaman tentang materi IPA yang


sederhana atau tingkat dasar tetapi belum pernah diketahui oleh
mahasiswa.
Kegiatan ini menjadikan mahasiswa lebih mengerti dan
memahami tentang model-model pembelajaran sebagai suatu
kontinum.
Hasil Studi di Luar Kelas
a. Pengalaman Pribadi dan Kegiatan mandiri di Luar
Kelas
Berbagai macam pembelajaran yang banyak saya ketahui
yaitu saat saya berada di perguruan tinggi. Beberapa dosen dari
prodi Pendidikan IPA adalah dosen muda sehingga beliau
cenderung memakai beberapa model-model pembelajaran yang
berbeda-beda. Hal tersebut membuat mahasiswa tidak bosan,
tetapi jika terus-terusan seperti itu mahasiswa terkadang juga
merasa bosan hingga malas mengikuti mata kuliah dengan
model-model pembelajaran yang berbeda-beda.
Ketika SMA, SMP dan SD pun kebanyakan guru yang
memeberikan berbagai macam model pembelajaran adalah dari
guru muda. Mungkin hal ini terjadi karena guru-guru muda ingin
memberikan hal baru kepada siswa dan agar siswa lebih tertarik
kepada dirinya. Tetapi guru tua atau guru yang sudah lama
menekuni

profesi

gurunya

(guru

senior)

berpendapat

lain

terhadap guru yang memberikan berbagai model pembelajaran.


Guru senior beranggapan bahwa dengan menerapkan berbagai

model pembelajaran kepada siswa, ditakutkan malah siswa tidak


bisa menangkap materi-materi yang disampaikan sehingga guru
senior cenderung mempertahankan model pembelajaran yang
lama yaitu dengan berceramah.
b. Studi Pustaka
Model Pembelajaran
a. Model Pembelajaran Interaktif
Model pembelajaran ini sering dikenal dengan nama pendekatan
pertanyaan anak. Model ini dirancang agar siswa bertanya dan kemudian
menemukan jawaban dan pertanyaan mereka sendiri.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Interaktif
-

Persiapan: guru dan kelas memilih topik dan menemukan informasi yang
melatarbelakanginya.

Kegiatan penjelajahan: lebih melibatkan siswa pada topik yang sedang dibahas.

Pertanyaan anak: saat kelas mengundang siswa untuk mengajukan pertanyaan


tentang topik yang dibahas.

Penyelidikan: guru dan siswa memilih pertanyaan untuk dieksplorasi, selama


2-3 hari, dalam selang 3-4 hari.

Refleksi: melakukan evaluasi untuk memantapkan hal-hal yang terbukti dan


memisahkan hal-hal yang masih perlu diperbaiki.

Kebaikan dan Keterbatasannya


Salah satu kebaikan dari model ini adalah bahwa siswa belajar mengajukan
pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban
terhadap

pertanyaannya

sendiri

dengan

melakukan

kegiatan

(observasi,

penyelidikan).
b. Model Pembelajaran Terpadu (Integrated)
Model ini merupakan salah satu model yang sedang trend dilakukan
dewasa ini. Berdasarkan sifat keterpaduannya pembelajaran ini dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu model dalam satu disiplin ilmu, model antar bidang, dan model
dalam lintas siswa.
Langkah-langkah Penyusunan Model Pembelajaran Terpadu

Mengkaji GBPP IPA untuk menganalisis konsep-konsep penting yang akan


diajarkan.

Membuat bagan konsep yang menghubungkan konsep satu dengan konsep


lainnya.

Memilih tema sentral yang dapat menjadi paying untuk memadukan konsepkonsep tersebut.

Membuat TPK dan deskripsi kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan


tingkay perkembangan untuk setiap konsep.

Membuat bahan bacaan berupa cerita yang mengacu pada tema, disertai
gambar dan permainan.

Menyusun jadwal kegiatan dan alokasi waktu yang diperlukan secara


proporsional.

Menyusun kisi-kisi perangkat tes dan soal tes.

Kebaikan dan Keterbatasannya


Melalui pembelajaran ini siswa diajak untuk melakukan pengelompokkan
berdasarkan hal yang teramati oleh mereka. Keterbatasannya jika konsepnya
sudah kompleks, sulit dipadukan atau guru mengalami kesulitan untuk
memadukannya.
c. Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle)
Dalam pelaksaannya model siklus belajar terdiri atas tiga fase, yaitu
eksplorasi, pengenalan konsep, dan penerapan konsep. Siklus disini diartikan
bahwa tahap-tahap tersebut dapat berulang.
Urutan pembelajaran
-

Ekplorasi

Tahap ini siswa diberi kesempatan untuk melakukan penjelajahan atau eksplorasi
secara bebas. Kegiatan ini memberi siswa pengalaman fisik dan interaksi sosial
dengan teman dan gurunya.
-

Pengenalan konsep

Pada fase ini guru dengan metode yang sesuai menjelaskan konsep dan teori-teori
yang dapat membantu siswa untuk menjawab permasalahan yang muncul dan
menyusun gagasan mereka.
-

Penerapan konsep

Pada fase ini siswa mencoba menggunakan konsep yang telah dikuasai untuk
memecahkan masalah dalam situasi yang berbeda.
d. Model Pembelajaran IPA atau CLIS (Children Learning Science)
Model CLIS dikembangkan oleh kelompok Children Learning in Science
di Inggris yang dipimpin oleh Driver (1988, Tytler. 1996)
Urutan Pembelajaran
Model CLIS terdiri atas lima tahap utama, yakni:
-

Orientasi

Pemunculan gagasan

Penyusunan ulang gagasan

Penerapan gagasan

Pemantapan gagasan

Tahap penyusunan ulang gagasan masih dibedakan menjadi tiga bagian:


-

Pengungkapan dan pertukaran gagasan

Pembukaan pada situasi konflik

Konstruksi gagasan baru dan evaluasi


c. Browsing Internet (Artikel)
Pembelajaran adalah sebuah upaya untuk menciptakan iklim dan

pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta


didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa, serta
antara siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran ada model pembelajaran. Istilah
model pembelajaran sangat dekat dengan pengertian stategi pembelajaran.
Meskipun demikian, pengertian model pembelajaran ini dibedakan dari pengertian
strategi, pendekatan dan metode pembelajaran. Istilah model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas dari pada suatu strategi, metode, dan teknik.
Secara sederhana, pendekatan pembelajaran lebih melihat pembelajaran sebagai
proses belajar siswa yang sedang berkembang untuk mencapai perkembangannya.
Metode lebih berfokus pada prose belajar mengajar untuk bahan ajar dan tujuan
pembelajaran

tertentu.

Sedangkan

model

pembelajaran

lebih

melihat

pembelajaran sebagai suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan

penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga


terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa.
Model pembelajaran dapat dedefinisikan sebagai sebuah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belejar tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dengan demikian
aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata
secara sistematis. Pemilihan model pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik
mata pelajaran dan karakteristik setiap kompetensi dasar yang disajikan. Tidak
semua model pembelajarn cocok untuk setiap kompetensi dasar. Guru perlu
memilih dan menentukan mosdel pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan,
potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi
interaksi optimal antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa.
Dalam artikel ini saya akan menyajikan salah satu model pembelajaran yaitu :
Model Pembelajaran Discovery Learning.
Discovery learning adalah salah satu model pembelajaran yang
dikembangkan dan diterapkan dalam pelaksaan pembelajaran kurikulum 2013.
Guru sebagai pelasana utama pembelajaran tentu berkewajiban untuk memahami
dan menerapkan model pembelajaran ini. Model pembelajaran discovbery
learning

menggamit

beberapa

langkah

pembelajaran

yaitu:

persiapan,

pelaksanaan, dan penilaian. Sedangkan pada kegiatan inti yaitu pelaksanaan


pembelajaran model pembelajaran discovery learning menggamit pemberian
stimulasi/

rangsangan,

masalah, pengumpulan data, pengolahan data,verifikasi

pernyataan/identifikasi
/pembuktian dan

menarik kesimpulan /generalisasi.


Tahap pertama pembelajaran model discovery learning adalah persiapan.
Kegiatan persiapan ini menggamit kegiatan-kegiatan sebagai berikut: pertama,
menentukan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan terlebih
dulu sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Kedua, melakukan identifikasi
karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
Setiap anak mempunyai keunikan tersendiri. Dalam hal ini guru harus

memperlakukan siswa secara klasikal dan secara individu. Ketiga adalah memilih
materi pelajaran. Materi pelajaran harus disesuaikan dengan kompetensi dasar dan
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Keempat adalah
menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contohcontoh generalisasi). Kelima adalah mengembangkan bahan-bahan belajar yang
berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa baik
secara individu maupun secara kelompok. Keenam adalah mengatur topik-topik
pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang kongkret ke abstrak, atau
dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa dan tingkat kesulitan materi. dan ketujuh adalah melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa seusia dengan tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan
Tahap kedua pelaksanaan pembelajaran pada model discovery learning
adalah. stimulasi/pemberian rangsangan. Pada tahap ini siswa dihadapkan pada
sesuatu yang menimbulkan keingintahuan sehingga merangsang siswa untuk ingin
tahu lebih lanjut tentang apa yang akan dipelajari. Guru tidak memberi siswa
generalisai agar siswa mempunyai keinginan untuk mau menyelidiki sendiri baik
individu maupoun kelompok. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
Tahap ketiga pelaksanaan pembelajaran pada model discovery learning
adalah pernyataan/ identifikasi masalah. Pada kegiatan ini siswa mempunyai tugas
untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mucul untuk dipecahkan.
Selanjutnya siswa memilih satu atau lebih permasalahan yang telah diidentifikasi
untuk dibuat rumusan hipotesis jawaban sementara atas pertanyaan masalah. Pada
identifikasi ini para siswa telah dilatih membuat hipotesis baik hipotesis nol
maupun hipotesis satu. Pendekatan ilmiah sangat diterapkan pada kegiatan ini
sehingga siswa akan belajar mandiri sesuai dengan hipotesis yang telah
dirumuskan

Tahap ketiga pelaksanaan pembelajaran pada model discovery learning


adalah pengumpulan data. Pada kegiatan ini siswa melakukan eksplorasi dan
mengumpulkan data-data yang dapat dijumpai. Setelah informasi dapat
dikumpulkan, siswa dapat membuktikan kebenaran pada hipotesis yang telah
dibuat. Guru memberi kesepatan kepada siswa untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan
narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Tahap keempat pelaksanaan pembelajaran pada model discovery learning
adalahpengolahan data. Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi,
dan lainnya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu. Guru melatih dan membimbing siswa untuk berlatih menata data
sehingga data yang diperoleh merupakan data yang valid dan reliable.
Tahap kelima pelaksanaan pembelajaran pada model discovery learning
adalahverifikasi (pembuktian). Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan
secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan
tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.
Verifikasi bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya. Contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari merupakan obyek
yang dipelajarai dan merupakan dokumen yang penting bagi siswa dalam
menghubungkan kehidupan nyata dengan teori yang dipelajarai dikelas.
Tahap keenam pelaksanaan pembelajaran pada model discovery learning
adalahmenarik

kesimpulan/generalisasi.

Kegiatan

generalisasi/menarik

kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan


prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setiap siswa/kelompok siswa akan
menghasilkan kesimpulan yang mungkin sama atau sebaliknya. Guru perlu

melakukan konfirmasi sehingga perbedaan pendapat dari kelas bisa disatukan dan
pemahaman siswa bisa dipadukan.
Sistem penilaian pada model pembelajaran discovery learning dapat
dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian yang digunakan
dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa.
Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model
pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk
penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja
siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan
Model pembelajaran adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan
oleh pelaksana pembelajaran. Guru merupakan ujung tombak pelaksana
pembelajaran di kelas. Berhasil tidaknya pembelajaran sepenuhnya ada di tangan
guru. Tentu banyak unsur pelaksanaan pembelajaran, namun model pembelajaran
merupakan satu unsur pembelajaran yang sangat penting untuk mendapatkan
perhatian lebih. Kurikulum 2013 telah menerapkan model pembelajaran yang
dipandang sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan.
Pada kurikulum 2013 dikembangkan tiga model pembelajaran yaitu model
pembelajaran discovery learning, model pembelajaran berbasis masalah, dan
model pembelajaran proyek. Masing-masing model pembelajaran tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan. Namun guru tidak perlu memperuncing
kekurangn-kekurangan pada masing-masing model pembelajarn yang dimaksud.
Hal yang penting bagi guru adalah memahami, menerapkan dan mengembangkan
masing-masing model pembelajaran ini sehingga proses pembelajaran menjadi
efektif dan efesien serta berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Guru perlu melakukan inovasi-inovasi dari tiga model pembelajaran
sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah dan kelas serta saranan prasarana yang
ada. Dukungan dari pihak kepala sekolah serta rekan sejawat sangat diperlukan.
Jurnal Kuliah
a. Pemahaman Sebelum Perkuliahan
Model-model

pembelajaran

merupakan

suatu

bentuk

pembelajaran untuk menyampaikan materi dengan lebih mudah

kepada siswa. Model pembelajaran ini dibuat dengan tujuan agar


siswa tidak bosan dengan model pembelajaran yang lama yaitu
model

ceramah.

Dalam

penerapannya,

model-model

pembelajaran ini bisa dikombinasikan dengan model-model


pembelajaran yang lain tergantung kekreatifan si penerap. Tetapi
tidak selalu dikombinasikan dengan model pembelajaran yang
lain, bisa juga dikombinasikan dengan hal baru yang sekiranya
dapat lebih menarik minat belajar siswa.
Model-model pembelajaran ini semakin lama semakin
berkembang lagi menjadi semakin bervariasi. Model-model
pembelajaran ini kebanyakan digunakan oleh guru yang masih
baru. Penerapan berbagai model pembelajaran ini dimaksudkan
agar siswa tidak bosan dalam menerima materi, memberikan hal
atau

pengalaman

baru

kepada

siswa

serta

untuk

sarana

mendekatkan diri kepada siswa agar siswa lebih akrab kepada


kita.
b. Pemahaman Setelah Perkuliahan
Model Model Pembelajaran sebagai Suatu Kontinum
Kontinum berarti ayunan dan mempunyai batas minimum serta maksimum
atau dalam kata lain ekstrem kiri dan ekstrem kanan. Kontinum dalam
pembelajaran menggambarkan rentangan suatu model pembelajaran yang satu
dengan model pembelajaran yang lain yang mempunyai titik kontras
(bertentangan) tertentu.
Model

pembelajaran

merupakan

langkah-langkah

atau

prosedur

pembelajaran untuk mengefektifkan terbentuknya hasil belajar yang diharapkan.


Sintaks yang umum dari suatu model pembelajaran meliputi awal pembelajaran,
inti pembelajaran serta akhir pembelajaran. Yang membedakannya yaitu isi dari
awal dengan satu model yang lain serta akhir dari satu model dengan model yang
lain.
.
Top down models,
Teacher-developed,
Direct instruction

Teacher
Social models,
student-teacher
negotiated, shared

.
Bottom-up models,
student-centered
radical

Student

.
Pada

dasarnya

pembelajaran

merupakan

suatu

proses

untuk

menyampaikan suatu informasi kepada siswa.


-

Radical : merupakan model-model pembaruan dari model-model yang


terdahulu.

Direct instruction : teacher centered

Bottom up : guru melayani satu persatu siswa sesuai kebutuhan siswa dengan
gaya belajar yang sesuai.

Sosial models : Model-model di atas merupakan modelmodel dari


cooperative learning, proses pembelajarannya merupakan negosiasi antara
guru dan siswa atau berbagi informasi apa saja yang diinginkan siswa.
Terdapat banyak model yang semakin ke kanan nuansanya berpusat pada
siswa (bottom up) dan semakin ke kiri nuansanya berpusat pada guru (top
down).
Top down models, teacher-developed, direct instruction biasanya dipakai

di perguruan tinggi yaitu kurang melibatkan keaktifan mahasiswa serta kurang


menantang berpikir tingkat tinggi. Seseorang mampu berpikir tingkat tinggi jika
seseorang tersebut pernah mengalami sendiri topik atau suatu kejadian yang
dialami. Pada perguruan tinggi materi yang disampaikan merupakan pendalaman
dari konsep-konsep yang sudah diterima pada SD, SMP, SMA sehingga
mahasiswa tidak dapat untuk berpikir tingkat tinggi karena mahasiswa belum
mengalami langsung konsep-konsep tersebut. Siswa belajar karena keinginan
dosen. Pada top down terdapat beberapa model :
1

The audio tutorial approach


Merupakan model tutorial dengan peralatan audio (alat-alat yang

menghasilkan suara sehingga bisa didenganr siswa). Siswa harus menguasai


minimal 75% dari hasil, kelas besar salmya belajar bersama dlam satu aula, guru
bebas mengembangkan bahan ajar. Guru mengajar sesuai dengan yang ia bisa.

Model ini dapt digunakan di banyak bidang ilmu pengetahuan seperti bidang
bahasa, seni dan keilmuan.Dulu terdapat kursus lewat radio.
2

The personalized system instruction


Pada model ini materi yang diajarkan harus dikupas tuntas serta siswa

ditekan untuk belajar mandiri dan dilakukan secara perseorangan. Kemudian


diadakan tes dan tes tersebut terawasi. Siswa yang membuat jadwal ujian sendiri
dan tiap individu berbeda-beda. Sehingga siswa terlatih mandiri untuk
menghadapi suatu masalah atau hal baru yang belum diketahui serta lebih terpacu
untuk berpikir kritis.
3

Goal based scenarios


Merupakan model pembelajaran yang berbasis pada tujuan. Jadi tujuan

pembelajarannya sudah ditentukan gurunya ataua dalam kata lain siswa belajar
sesuai dengan keinginan atau kehendak gurunya. Pengajar mengembangkan
tujuan pengajaran yang memerlukan aplikasi ketrampilan dan kecakapan tertentu
serta tujuan ini dapat dipakai pada bebrbagai bidang. Dulu berpusat pada
objective oriented

tetapi sekarang mengacu pada competence based.

Pembaharuan pendidikan di Indonesia sekarang banyak pembaharuan istilah tetapi


isinya sama. Misalnya, secara konseptual tertulis competence based tetapi isinya
adalah objective oriented.
Dalam pembaharuan pendidikan di Indonesia, ketiga model pembelajaran
di atas seharusnya sudah tidak diterapkan lagi di sekolah-sekolah sejak tahun
1975. Tapi ekstremnya sejak tahun 2006 (KTSP) model-model tersebut masih
digunakan. Pada kurikulum 2013 saat ini pun model-model ini masih digunakan
atau guru-guru masih terkungkum pada model ini sehingga menyebabkan
pembelajaran pada pendidikan di Indonesia sekarang belum tampak atau tidak
jelas strukturnya.
Bottom up models, student-centered, radical menuntut minat dan usaha
yang tinggi pada siswa seperti perlu waktu panjang untuk pembahasan yang
luasdan mendalam, serta menantang berpikir tingkat tinggi. Suatu materi
diajarkan berdasarkan keingintahuan siswa sehingga siswa berusaha keras untuk
mencari jawaban atau hasil dari pertanyaan atau suatu masalah yang sedang
dihadapkannya serta memerlukan waktu yang panjang untuk membahas masalah

tersebut. Saat ini pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik dengan metode


pembelajaran inkuiri dan problem based learning, dan learning environment. Pada
problem based learning ini siswa diajak atau dihadapkan untuk memecahkan
masalah. Tetapi bukan memeberi pertanyaan dan harus dijawab. Tetapi siswa
dihadapkan pada kejadian nyata yang sifatnya fenomenal. Kelompok bertanggung
jawab untuk menganalisis masalah, penyelidikan dan menemukan pemecahan
masalah serta guru membantu jika diperlukan. Teori ini ditemukan oleh dosen
fakultas kedokteran saat mengajar mahasiswanya yang kemudian diadopsi untuk
bidang yang lain. Sedangkan pada leraning environment memfasilitasi siswa
untuk tugas pemecahan masalah otentik melalui sumber belajar dan peralatan
serta bantuan yang luas. leraning environment ini relevan untuk bidang dengan
permasalahan yang kompleks dan mengharapkan siswa berpikir kritis. Tetapi yang
terjadi di Indonesia, guru terus membantu siswa dengan metode ceramah. Namun
jika menggunakan LKS, guru harus membantu siswa tetapi faktanyabeberapa guru
tidak dapat membantu maslah siswa saat mengerjakan LKS.
Social models, student-teacher, negotiated, shared mempunyai sifat antara
dua model yang lain. Pada model ini terdapat anchored instruction. Siswa belajar
melalui masalah nyata dan membiarkan siswa untuk mengalami dilema
profesional yang dihadapi oleh pakar pada bidang-bidang tertentu khususnya
matematika. Juga terdapat cognitive apprenticeship, yaitu guru merancang model
proses belajar seperti yang dialami pakar bagi siswa. Siswa menerapkan proses
tersebut, dan menggunakan bantuan guru serta siswa berdiskusi dengan siswa lain.
Negoisasi terletak pada konsep atau teori yang dipelajari kemudian siswa ingin
mengalami sendiri secara langsung fenomena-fenomena yang terdapat dalam
konsep atau teori tersebut. Yang terakhir yaitu terdapat cooperative learning yang
melibatkan siswa dalam kerja kolaboratif (misalnya: pemecahan masalah
kelompok, menulis paper projek dan lain-lain). Siswa bekerja untuk diri-sendiri
dan timnya. Hal ini bermanfaat untuk siswa dalam melatih proses berpikir tingkat
tinggi mereka.
Gabungan antara Direct dan Social
1

Case based teaching

Merupakan pengajaran berbasis kasus yang digunakan untuk mengajak


siswa berpikir kritis dan mengambil keputusan tentang masalah nyata pada suatu
disiplin ilmu. Kasus disini diceritakan. Pengajaran ini digunakan secara luas pada
hukum, usaha, pendidikan dan lain-lain. Contoh: pelajar mencuri sepeda motor di
sekolah. Apakah siswa masih boleh sekolah lagi setelah dihukum?
2

Guided design models


Mula-mula siswa bekerja bebas dalam materi belajar tuntas (di luar kelas)

dari modul, kemudian siswa diperintah untuk mengaplikasikan konsep pada


maslah otentik di luar kelas.
Gabungan antara Social Model dan Radical
Terdapat constructionist; Project Based Models.
Constructionist : siswa sudah diberitahu konsepnya, kemudian siswa menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari dan menemukan konsep dalam kehidupan.
Menemukan sesuatu berdasarkan konsep yang dipelajari problem based
learning
Constructivist : siswa membangun konsep tanpa mengetahui dasar project
based learning
Menyarankan siswa untuk mempelajari topik-topik yang menuntun siswa
untuk mengembangkan bahan atau mengerjakan tugas (misalnya: halaman web,
video, model).
Pendekatan learning by creating ni cocok untuk engineering arsitektur, sejarah,
ilmu sosial dan ilmu lain, yaitu ilmu yang menuntut siswa untuk menginterpretasi
dan menyajikan kembali informasi dalam format yang berbeda-beda, artinya: dua
atau tiga interpretasi untuk eventyang sama, dua atau tiga solusi untuk masalah
yang sama).
Top down models

Social models

Bottom up models

Direct instruction/DI

Cooperative learning

Problem-based learning

(pengajaran langsung)

Project-based learning

discovery inquiry

Learning cycle

Indonesia sedang menuju bottom-up models, tetapi guru-gurunya masih


terkungkung pada top down models sehingga sulit untuk mencapai bottom up
models. Guru-guru senior berpikiran bahwa top down models merupakan model
belajar yang tepat untuk siswa, tetapi fatktanya semakin banyak informasi, siswa
semakin bingung untuk menghubungkan konsep satu dengan konsep yang
lainnya. Dalam kata lain pola pikir guru baru terjebak oleh pemikiran guru yang
sudah menguasai banyak informasi, berpengalaman serta berinovasi tinggi.
Teacher is innovation agent.
Kesimpulan :
Model (strategi) pembelajaran adalah langkah-lagkah atau prosedur
pembelajaran untuk mengefektifkan terbentuknya hasil belajar yang diharapkan.
Model pembelajaran tersebut diantaranya top-down models, bottom-up models,
gabungan antara social and direct, social models, model pembelajaran interaktif,
model pembelajaran terpadu (integrated), model pembelajaran siklus belajar
(learning cycle), model pembelajaran IPA atau CLIS (Children Learning Science).
Daftar Rujukan :
http://www.kompasiana.com/herriati/artikel-model
pembelajaran_54f68adea333117d028b5082
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengambangkan Profesional Guru.
Jakarta: Raja Grasindo Persada.

PORTOFOLIO 15
Hari, tanggal

: Senin, 7 Desember 2015

Judul

: Observasi Sekolah Inklusi

Kegiatan

Dalam pertemuan ini mahasiswa mempresentasikan hasil


observasi dari sekolah inklusi. Hasil presentasi ini adalah tugas
dari dosen sejak 2 minggu yang lalu untuk mempelajari langsung
berdasarkan pengalaman mengenai pendidikan multibudaya.
Presentasi dilakukan secara bergantian oleh semua kelompok
yang ada di kelas lalu dilanjutkan dengan tanya jawab antara
pemateri

dengan

audiens

dan

dosen

juga

memberikan

pertanyaan kepada pemateri jika penjelasan dari pemateri


kurang jelas. Di akhir presentasi dosen juga memberikan
kesimpulan tentang materi yang telah di presentasikan.
Dalam

perkuliahan

ini

menjadikan

mahasiswa

lebih

mengerti dan memahami tentang pendidikan multibudaya. Juga


menambah pengalaman kami, kami mencari tahu langsung apa
itu pendidikan multibudaya dan itu lebih berkesan dari pada
hanya penjelasan secara tertulis.
Hasil Studi di Luar Kelas
a. Pengalaman Pribadi dan Kegiatan mandiri di Luar
Kelas
Liburan semester dua kemarin saya sempat mengajar di
Madrasah Aliyah swasta yang berada di desa saya (Madrasah
Aliyah Pesantren Sabilil Muttaqien desa Mirigambar kecamatan
Sumbergempol kabupaten Tulungagung). Disana terdapat anak
dari

beragam

latar

belakang.

Beberapa

anak

mengalami

tunagrahita (cacat pikiran; lemah daya tangkap), beberapa


mengalami cacat fisik. Siswa tunagrahita di sekolah ini masih
bisa dikendalikan oleh guru-guru. Siswa-siswa tunagrahita ini
mendapat perlakuan yang berbeda dengan siswa normal. Mereka
mendapat perhatian yang lebih dari para guru. Tetapi perbedaan
perlakuan tersebut hanya sebatas perhatian saja, tidak untuk
fasilitas-fasilitas

atau

shadow

yang

dibutuhkan

mereka

(tunagrahita). Sekolah tersebut masih berdiri selama 3 tahun

sehingga faktor ekonomi masih menjadi penghambat dalam


memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau fasilitas-fasilitas untuk
siswa-siswanya.
Target untuk siswa tunagrahita pun berbeda dengan siswa
normal. Siswa tunagrahita hanya di targetkan hadir di kelas dan
bisa membaca dan menulis. Kalau pun tidak bisa juga tidak apaapa. Tetapi penilaian raportnya juga sama seperti siswa normal.
Mata pelajaran maupun soal-soal ujian yang diberikan juga sama.
Ujian Nasional nya pun juga sama seperti siswa normal.
b. Studi Pustaka
Istilah inklusif memiliki ukuran universal. Istilah inklusif dapat dikaitkan
dengan persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian sumber-sumber
seperti politik, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Menurut Reid, masing-masing
dari aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan satu
sama lain. Reid ingin menyatakan bahwa istilah inklusif berkaitan dengan banyak
aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak
individu.
Dalam ranah pendidikan, istilah inklusif dikaitkan dengan model pendidikan yang
tidak membeda-bedakan individu berdasarkan kemampuan dan atau kelainan yang
dimiliki individu. Dengan mengacu pada istilah inklusif yang disampaikan Reid di
atas, pendidikan inklusif didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak
individu.
Istilah pendidikan inklusif digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan
anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah.
Konsep inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anakanak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi
sosial yang ada di sekolah.

MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin menyatakan bahwa hakikat inklusif


adalah mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan
intelektual. Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi mereka.
Untuk mencapai potensi tersebut, sistem pendidikan harus dirancang dengan
memperhitungkan perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa. Bagi mereka
yang memiliki ketidakmampuan khusus dan/atau memiliki kebutuhan belajar yang
luar biasa harus mempunyai akses terhadap pendidikan yang bermutu tinggi dan
tepat.
Daniel P. Hallahan mengemukakan pengertian pendidikan inklusif sebagai
pendidikan yang menempatkan semua peserta didik berkebutuhan khusus dalam
sekolah reguler sepanjang hari. Dalam pendidikan seperti ini, guru memiliki
tanggung jawab penuh terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tersebut.
Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa pendidikan inklusif menyamakan
anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Untuk itulah, guru
memiliki tanggung jawab penuh terhadap proses pelaksanaan pembelajaran di
kelas. Dengan demikian guru harus memiliki kemampuan dalam menghadapi
banyaknya perbedaan peserta didik.
Senada dengan pengertian yang disampaikan Daniel P. Hallahan, dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Pengertian pendidikan dalam Permendiknas di atas memberikan
penjelasan secara lebih rinci mengenai siapa saja yang dapat dimasukkan dalam
pendidikan inklusif. Perincian yang diberikan pemerintah ini dapat dipahami
sebagai bentuk kebijakan yang sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia,
sehingga pemerintah memandang perlu memberikan kesempatan yang sama
kepada semua peserta didik dari yang normal, memilik kelainan, dan memiliki

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan. Dengan


demikian pemerintah mulai mengubah model pendidikan yang selama ini
memisah-misahkan peserta didik normal ke dalam sekolah reguler, peserta didik
dengan kecerdasan luar biasa dan bakat istimewa ke dalam sekolah (baca: kelas)
akselerasi, dan peserta didik dengan kelainan ke dalam Sekolah Luar Biasa (SLB).
Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara
yang satu dengan yang lain. Bandi Delphie menyatakan bahwa di Indonesia, anak
berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah
diberikan layanan antara lain: Anak yang mengalami hendaya (impairment)
penglihatan (tunanetra), tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
autism (autistic children), hiperaktif (attention deficit disorder with hyperactive),
anak dengan kesulitan belajar (learning disability atau spesific learning
disability),

dan

anak

dengan

hendaya

kelainan

perkembangan

ganda

(multihandicapped and developmentally disabled children).


Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
70 Tahun 2009, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat
terlarang dan zat adiktif lainnya juga dikategorikan sebagai anak berkebutuhan
khusus. Selain anak-anak berkebutuhan khusus yang telah disebutkan di atas,
anak-anak yang memiliki bakat dan/atau kecerdasan luar biasa juga dikategorikan
sebagai anak-anak berkebutuhan khusus.
Dengan demikian, pendidikan inklusif, sesuai dengan beberapa pengertian
diatas, selain menampung anak-anak yang memiliki kelainan juga menampung
anak-anak yang memiliki bakat dan/atau kecerdasan luar biasa agar dapat belajar
bersama-sama dalam satu kelas.

c. Browsing Internet (Artikel)


Sekolah Inklusif (di Indonesia) adalah sekolah biasa (SB) yang
mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak
berkebutuhan khusus (cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas,

berbakat istimewa daerah terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana


alam/ bencana sosial/ miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit,
gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok
politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar,
tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja,
anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak
narkoba HIV/ AIDS (ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya.

Pendidikan Inklusif adalah suatu strategi untuk memperbaiki sistem pendidikan


melalui perubahan kebijakan dan pelaksanaan yang eksklusif.

Pendidikan Inklusif berfokus pada peminimalan dan penghilangan berbagai


hambatan terhadap akses, partisipasi dan belajar bagisemua anak, terutama
bagi
mereka yang secara sosial terdiskriminasikan sebagai akibat kecacatan dan
kelainannya.

Pendidikan inklusif melihat perbedaan individu bukan suatu masalah, namun


lebih pada kesempatan untuk memperkaya pembelajaran bagi semua anak.

Pendidikan Inklusif melaksanakan hak setiap anak untuk tidak


terdiskriminasikan secara hukum sebagaimana tercantum dalam konvensi PBB
(UNCRC) tentang hak anak.
Pendidikan Inklusif menghendaki sistem pendidikan dan sekolah lebih
menjadikan anak sebagai pusat dari pembelajaran fleksibel dan dapat menerima
perbedaan karakteristik dan latar belakang setiap anak untuk hidup bersama. Hal
ini merupakan langkah awal untuk mempromosikan hidup yang lebih toleran,
damai dan demokrasi
Landasan Yuridis
Deklarasi Dakar
Pendidikan Untuk Semua (2000)
1. Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak
dini usia, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung
2. Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak
perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk

minoritas etnik, mempunyai akses dan menyelesaikan pendidikan dasar yang


bebas dan wajib dengan kualitas baik.
3. Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan orang dewasa
terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan
kecakapan hidup (life skills) yang sesuai.
4. Mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang
tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada
pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
5. Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah
menjelang tahun 2005 dan mencapai persamaan gender dalam pendidikan
menjelang tahun 2015 dengan suatu fokus jaminan bagi perempuan atas akses
penuh dan sama pada prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas yang
baik.
Memperbaiki

semua

aspek

kualitas

pendidikan

dan

menjamin

keunggulannya, sehingga hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh
semua, terutama dalam keaksaraan, angka dan kecakapan hidup (life skills) yang
penting.
Seruan International Education For All ( EFA) yang dikumandangkan
UNESCO sebagai kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar,
Senegal tahun 2000, penuntasan EFA diharapkan tercapai pada tahun 2015.
Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak
setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur
mengenai Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pernyataan Salamanca Tahun 1994 merupakan perluasan tujuan Education
For All melandasi pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus
dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan pemerintah yang mendasar
untuk menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif.
Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah reguler dapat
melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan
khusus.

Dalam menerapkan pendidikan inklusif sekolah reguler memerlukan


dukungan sekolah luar biasa dan Sentra PK/PLK sebagai Pusat Sumber. Surat
Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari
2003 perihal pendidikan inklusif : Menyelenggarakan dan mengembangkan di
setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari :
SD, SMP, SMA, SMK.
Landasan Filosofis
Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini wujud pengakuan kebhinekaan
manusia, baik vertikal maupun horizontal yang mengemban misi tunggal sebagai
umat Tuhan di muka bumi. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan,
kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri dsb.
Kebhinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa,
budaya, agama, tempat tinggal, daerah afiliasi politik, dsb.
Bertolak dari filosofis tersebut maka, kecacatan dan keberbakatan hanyalah satu
bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya dan
agama. Artinya dari individu kecacatan pasti ditemukan keunggulan tertentu,
sebaliknya di dalam diri individu berbakat, pasti terdapat kecacatan tertentu,
karena tidak ada makhluk di dunia ini yang sempurna. Sistem Pendidikan harus
memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta didik yang
beragam sehingga mendorong sikap demokratis dan penghargaan asas HAM.
Beberapa Kebaikan Pendidikan Inklusif

Membangun kesadaran dan konsensus

pentingnya Pendidikan Inklusif

sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.

Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi


pendidikan lokal, mengumpulkan informasi.

Semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka
tidak sekolah.

Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan


masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.

Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu


pendidikan bagi semua anak.

Alasan Pendidikan Inklusif Diterapkan

Semua anak mempunyai hak yang sama untuk tidak di-diskriminasi-kan dan
memperoleh pendidikan yang bermutu.

Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat


kelainan dan kecacatannya.

Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi


semua anak.

Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari


kebutuhan pembelajaran yang berbeda.

Bentuk Sekolah Inklusif

Sekolah

Biasa/Sekolah

Umum,

yang

mengakomodasi

semua

Anak

Berkebutuhan Khusus

SLB/Sekolah Luar Biasa/Sekolah Khusus yang mengakomodasi anak normal.


(Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang terpilih melalui seleksi dan

memiliki kesiapan baik Kepala Sekolah, Guru, Orang Tua, Peserta Didik, Tenaga
Administrasi dan Lingkungan Sekolah/Masyarakat).

Jurnal Kuliah
a. Pemahaman Sebelum Perkuliahan
Hasil Observasi Sekolah Inklusi (SD Negeri Sumbersari 01 Malang)
1. Jumlah bahan ajar IPA yang digunakan siswa normal dan
siswa berkebutuhan khusus berbeda. Bahan ajar untuk siswa
normal berasal dari DIKNAS namun dengan penyederhanaan
yang telah disesuaikan dengan kemampuan anak yang dan
yang bertanggungjawab akan hal tersebut adalah guru BK di
sekolah.
2. Cara mengajar untuk keduaya juga berbeda. Untuk siswa
berkebutuhan khusus memiliki target yang lebih rendah
daripada siswa normal. Siswa berkebutuhan khusus cukup

dapat

membaca,

menulis,

bersosialisasi

dan

memiliki

ketrampilan untuk bekal hidupnya. Sedangkan cara belajar


siswa berkebutuhan khusus sebagian dibantu oleh guru
pendamping (shadow). Guru pendamping tersebut disediakan
oleh orang tua siswa, yang hal ini juga dipengaruhi oleh
faktor ekonomi.Sekolah tidak mewajibkan anak berkebutuhan
khusus memiliki pendamping selama anak tersebut tidak
membahayakan orang lain.
3. Hasil belajar anak berkebutuhan khusus diambil oleh guru BK.
Jika dibandingkan dengan rata-rata siswa normal lainnya,
anak berkebutuhan khusus memiliki nilai yang lebih rendah
walaupun ada yang melebihi rata-rata normal. Maka dari itu,
anak berkebutuhan khusus memiliki target pembelajaran
yang lebih rendah daripada siswa normal. Untuk Ujian
Nasional siswa berkebutuhan khusus berbeda, terdapat Ujian
Nasional untuk siswa berkebutuhan khusus sendiri yang
dibuat oleh DIKNA Pendidikan Kota Malang.
4. Dalam segi perlakuan, mereka diperlakukan berbeda dengan
siswa lainnya. Bahkan guru memperlakukan siswa normal
berbeda dengan siswa lainnya. Hal ini bergantung pada
tingkat kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang
disampaikan.
5. Dari segi materi, perbedaan perlakuan cocok diterapkan
untuk

anak

berkebutuhan

khusus

karena

setiap

anak

berkebutuhan khusus memiliki kemampuan yang berbedabeda.


6. Siswa berkebutuhan khusus tidak dapat sejalan dengan siswa
normal. Maka dari itu, setiap 2 minggu sekali anak diberi
tambahan pelajaran di ruang sumber untuk dapat mengejar
ketertinggalan.
7. Hambatan guru dalam hal mengajar adalah kurang maksimal
karena siswa yang beragam sehingga guru kurang dapat

memberikan

perhatian

fokus

lebih

kepada

siswa

yang

berkebutuhan khusus.
Beberapa anak yang berkebutuhan khusus di sekolah yang
kami observasi tidak merasa bahwa dirinya berbeda dengan
teman-temannya. Mereka tidak canggung saat bermain dengan
teman-teman

yang

normal

lainnya.

Tetapi

beberapa

anak

berkebutuhan khusus lainnya merasa dirinya berbeda dengan


teman-temannya

sehingga

dia

tidak

mau

bermain

atau

bergabung dengan teman-temannya. Bahkan ada siswa yang


saat dia di rumah beraktivitas seperti anak normal, suka nyanyi
dan suaranya keras tetapi saat di sekolah dia suaranya selalu
lemah dan saat melihat teman-temannya maju ke depan kelas
untuk melakukan praktik nyanyi, anak yang berkebutuhan
khusus tadi sampai ngompol karena grogi. Ada juga anak yang
perilakunya semaunya sendiri terhadap teman maupun gurunya
tetapi dia sangat pintar. Saat pelajaran berlangsung pun anak
yang berkebutuhan khusus mendapat soal yang berbeda dengan
siswa yang normal. Siswa yang memiliki shadow akan diajari
mengerjakan soal-soal tersebut. Tetapi siswa berkebutuhan
khusus yang tidak memiliki shadow hanya diam melihat temantemannya

mengerjakan

soal

karena

mereka

belum

bisa

mengerjakan soal tersebut jika tanpa bimbingan.


Teman-teman normal dari anak berkebutuhan khusus pun
merasa tidak masalah jika mereka bersekolah dan berteman
dengan

anak

yang

berkebutuhan

khusus.

Hal

ini

malah

memunculkan rasa toleransi dan tolong-menolong antar sesama.


b. Pemahaman Setelah Perkuliahan
Berdasarkan

hasil

presentasi dari

teman-teman yang

mengobservasi beberapa sekolah inklusi di Malang, semua yang


dipresentasikan memang benar. Siswa berkebutuhan khusus
umumnya mendapat perhatian yang lebih dari guru-guru di

sekolahnya.

Mereka

memperoleh

kurikulum

yang

berbeda

dengan kurikulum siswa normal. Kurikulum tersebut dibuat oleh


Dinas Pendidikan kota Malang. Soal Ujian Nasionalnya pun juga
dari Dinas Pendidikan kota Malang dan disesuaikan dengan
masing-masing siswa berkebutuhan khusus. Cara belajar mereka
juga

disesuaikan

dengan

kebutuhan

masing-masing

siswa.

Mereka cenderung cepat jenuh. Dan orang-orang normal yang


berada di sekitar anak berkebutuhan khusus harus peka jika dia
sedang marah. Mereka juga mendapat perlakuan khusus dari
tiap-tiap sekolah masing-masing. Dan sekarang berdasarkan
peraturan

pemerintah

bahwa

semua

anak

bagaimanapun

keadaannya harus diterima di sekolah manapun anak tersebut


mendaftarkan diri untuk belajar. Beberapa orang tua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus tidak mau anaknya di
sekolahkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) karena orang tua
tersebut menginginkan anaknya bisa bersosialisasi tanpa adanya
rasa canggung kepada anak-anak yang normal secara fisik
maupun psikis.
Kesimpulan :
Semua anak bagaimanapun keadaannya harus diterima di
sekolah manapun anak tersebut mendaftarkan diri untuk belajar
(Berdasarkan

peraturan

pemerintah).

Siswa

berkebutuhan

khusus berhak mendapatkan perlakuan yang lebih dari masingmasing sekolahnya. Orang-orang normal disekitarnya harus peka
dengan apa yang terjadi pada dirinya jika dia marah atau nangis
dengan tiba-tiba maupun melakukan hal lain yang bersifat
spontan. Kita tidak boleh menganggap remeh mereka dan harus
tetap menghargai dan menghormati apapun yang mereka
lakukan.
Daftar Pustaka :

Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita; Suatu Pengantar dalam


Pendidikan Inklusi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 1.
Daniel P. Hallahan dkk., Exceptional Learners: An Introduction to Special
Education, (Boston: Pearson Education Inc., 2009), cet. ke-10, h. 53.
David Smith, Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua, (Bandung: Penerbit Nuansa,
2006), h. 45.
Gavin Reid, Dyslexia and Inclusion; Classroom Approaches for Assesment,
Teaching and Learning, (London: David Fulton Publisher, 2005), h. 88.
https://pokjainklusifkalteng.wordpress.com/category/artikel-inklusif/
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin, Memahami dan Membantu Anak ADHD,
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 75-76.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Anda mungkin juga menyukai