Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN

MASALAH ISPA

OLEH

NAMA : YUMI M.TOTOS

MATA KULIAH : KKMPK


KELAS/SEMESTER : C/V

PROGRAM STUDI S1-ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri dan virus yang menyerang pada organ pernapasan saluran atas dan bawah (Markamah,
2012). World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa di negara-.negara
berkembang penyakit ISPA pada balita sebesar 15-20% per tahun, meningkat di tahun 2016
sebesar 16% dan di tahun 2017 hanya sebesar 13,4% (WHO, 2017). Penderita ISPA pada
balita di Jawa Tengah sebesar 54,3% di Kabupaten Magelang, sedangkan di Kabupaten Kudus
ditemukandengan 29,1% dari 16 Kabupaten atau kota. Sedangkan data (Riskesdas, 2018)
balita yang terkena penyakit ISPA di Indonesia tertinggi di Papua yaitu 10,5%, (Bengkulu)
9,5%, dan paling rendah (Bangka Belitung) 1,5%. Dari data Kabupaten Pekalongan sendiri
sejumlah kunjungan klien ISPA 938 orang (DinKes, Kabupaten Pekalongan 2018).

Pengobatan ISPA dengan farmakologi seperti diberikan amoxicillin, paracetamol,


phenaobarbital, dan glycerine gualacolat (GG), dan pengobatan ISPA dengan non-
farmakologi diberikan terapi madu yang berpengaruh pada frekuensi batuk, frekuensi napas
yang signifikan dan juga dapat mengurangi anak rawat inap. Pemberian madu sebagai obat
alternative untuk mengobati batuk pada anak karena madu bersifat alami yang tidak
mengandung bahan kimia, sehingga madu aman untuk anak (Askhin& Mounsay, 2013).
Madu dapat meredakan batuk karena madu memiliki efek yang menenangkan, dan rasa
manis pada madu bisa menyebabkan refleks pengeluaran air liur dan meningkatkan sekresi
lendir pada jalan napas dengan cara melumasi jalan napas dan menyingkirkan pemicu yang
menyebabkan keringnya jalan napas pada batuk Bogdanov (2014) dalam Agustin (2017).
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan asuhan keperawatan ini mahasiswa mampu memahami
konsep hipertensi dan mampu melakukan tindakan asuhan keperawatan keluarga pada
kasus ISPA
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mendefinisikan ISPA
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi ISPA
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis ISPA
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi ISPA
5. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi ISPA
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang ISPA
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan ISPA
8. Mahasiswa mampu mendefinisikan keluarga
9. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi keluarga
10. Mahasiswa mampu mengetahui tipe keluarga
11. Mahasiswa mampu mengetahui struktur keluarga
12. Mahasiswa mampu mengetahui tahap dan tugas perkembangan keluarga
13. Mahasiswa mampu mengetahui struktur peran keluarga
14. Mahasiswa mampu mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan ISPA
15. Mahasiswa mampu mendefinisikan tindakan keperawatan berbasis bukti
(evidence based nursing).
16. Mahasiswa mampu mendefinisikan terapi madu
17. Mahasiswa mampu memahami manfaat terapi madu
18. Mahasiswa mampu memahami/mengetahui indikasi dan kontra indikasi
19. Mahasiswa mampu mengetahui peralatan terapi madu
20. Mahasiswa dapat mengetahui cara kerja terapi madu
21. Mahasiswa dapat mengetahui fase terminasi terapi madu
22. Mahasiswa mampu memahami tanda-tanda klien rileks
23. Mahasiswa mampu melakukan tindakan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian hingga evaluasi pada keluarga dengan masalah ISPA

1.2 Manfaat
1.2.1 Manfaat Teoritis
Untuk memperluas wawasan tentang pengaruh terapi madu terhadap penurunan
tekanan darah serta sebagai dasar dalam melakukan asuhan keperawatan.
1.2.2 Manfaat Praktis
1. Bagi responden
Sebagai terapi alternatif bagi penderita hipertensi dan sebagai terapi non
farmakologis yang memiliki efek samping sedikit bahkan tidak sama sekali.
2. Bagi perawat
Sebagai pengetahuan dalam memberikan intervensi non farmakologi dalam
menangani penderita ISPA
3. Bagi masyarakat.
Penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu dan wawasan masyarakat
terkhususnya yang mengalami hipertensi dalam mengatasi ISPA
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 KONSEP DASAR ISPA
2.1.1. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang mengenai organ saluran
pernapasan atas yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur (Markamah, 2012). ISPA
merupakan radang saluran pernapasan atas dan bawah yang disebabkan oleh bakteri atau virus
tanpa disertai radang paru-paru (Alsagaff, 2010). Dari beberapa definisi tersebut
menyimpulkan bahwa infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yaitu radang yang menyerang
pada saluran pernapasan atas ataupun bawah yang disebabkan dari bakteri, virus, dan jamur.
2.1.2 Etiologi
Menurut Markamah (2011) dalam Marni (2014), ISPA dapat disebabkan oleh :
1) Bakteri: stetococus pneumonia, clamidia pneumonia, mycoplasma pneumona dan
beberapa bakteri lain.
2) 2) Virus : virus influenza, virus parainfluenza, dan beberapa virus lain.
2.1.3. Patofisiologi
Proses terjadinya ISPA atau (infeksi saluran pernapasan akut) adalah diawali dengan
masuknya vrus seperti: virus influenza, virus parainfluenza, maupun masuknya bakteri seperti:
steptococus pneumonia, mycoplasma pneumonia dan beberapa bakteri, virus yang lain
kedalam tubuh manusia. Melalui partikel-partikel kecil yang ada di udara bebas, kemudian
kuman tersebut akan masuk dan menempel di sel epitel hidung, dengan mengikuti proses
pernapasan kuman ini juga bisa masuk ke bagian bronkus, dan bisa masuk ke saluran
pernapasan, yang akan mengakibatkan terjadinya gejala seperti: demam, pilek, batuk, sakit
tenggorokan dan lain sebagainya (Marni, 2014).
2.1.4. Tanda dan Gejala
Umumnya dari penyakit infeksi saluran pernapasan akut biasanya ditandai dengan
keluhan dan gejala yang ringan, namun berjalannya waktu, keluhan dan gejala yang ringan
tersebut bisa menjadi berat kalau tidak segera ditanggani. Maka dari itu jika anak / bayi
menunjukkan gejala sakit ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), harus segera diobati agar
tidak menjadi parah yang bisa mengakibatkan gagal napas atau bahkan kematian. Gejala yang
ringan diawali dengan demam, hidung tersumbat, bsakit tenggorokan, dan batuk (Marni,
2014).
2.1.5. Pemeriksaan Penunjang ISPA
Menurut Rahajoe (2008) dalam Erawati (2016), Pemeriksaan penunjang pada
penyakit ISPA antara lain: 1) CT-scan, untuk dapat melihat adanya penebalan dinding nasal,
penebalan mukosa sinus, dan penebalan konka. 2) Pemeriksaan scret, untuk mengetahui
penyebab penyakit 3) Foto polos, untuk mengetahui perbedaan pada sinus

2.1.6. Penatalaksanaan
Penanganan farmakologi yang bisa dapat dilakukan meliputi terapi suportif dan terapi
etiologik. Terapi suportif yaitu dengan memberikan oksigen sesuai kebutuhan anak,
meningkatkan asupan makanan pada anak, menilai ketidakseimbangan asam basa dan
elektrolit sesuai kebutuhan anak. Penyebab penyakit ISPA belum diketahui secara pasti dapat
diberikan antibiotik secara empiris, tetapi kalau sudah diketahui secara pasti, misalnya
disebabkan oleh virus maka tidak perlu diberi antibiotik. Antibiotik yang bisa digunakan
untuk mengatasi penyakit ISPA ini adalah kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin, gentamisilin,
sefotaksim, dan eritromisin.
Pengobatan bisa dilakukan dengan dilihat dari usia anak, kondisi klinis anak dan
kondisi epidemiologi. Untuk penderita ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) sendiri yang
masih ringan cukup dirawat dirumah dengan diberikan obat penurun panas yang bisa didapat
di apotek, jika panas disertai dengan batuk bisa diberikan pengobatan nonfarmakologi yaitu ½
sendok teh jeruk nipis, ½ sendok teh madu/kecap, diberikan 3-4x sehari, dan bisa
menggunakan bahan alami seperti madu, bisa diberikan selama 3 hari sebanyak 2,5 cc 30
menit sebelum anak tidur malam. Madu juga memiliki khasiat antara lain yaitu antimikroba,
antiinflamasi, dan antibody. Jika belum ada perubahan segera bawa kedokter atau pusat
pelayanan kesehatan sekitar.
2.1.7. Komplikasi
Jika penyakit ISPA tidak segera diobati dan disertai dengan tubuh yang kurang dari
kebutuhan gizi, penyakit ISPA akan cepat menjadi berat dan bisa menyebabkan terjadinya
antara lain: 1) gagal napas; 2) bronkritis (peradangan pada tenggorokan); 3) pneumonia
(peradangan pada paruparu); 4) sinusitis (peradangan pada membrane mukosa); 5) syok dan
sebagainya.
2.2. Terapi Madu
2.2.1. Pengertian
Terapi madu yaitu tindakan nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk membantu
meredakan batuk pada anak di malam hari, sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur pada
anak (Agustin, Nurhaeni dan Rokhaidah,(2015)
2.2.2 Proses Madu
Menurut Bogdanov (2011) dalam Rokhaidah, Nurhaeni dan Agustini (2015), terapi madu
merupakan salah satu pengobatan nonfarmakologi. Madu mempunyai antimikroba langsung
dan tidak langsung, efek dari madu sebagai antimikroba langsung dengan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, madu juga mempunyai kandungan efek bakteriostatik dan
bakrerisida. Oksidase glukosa dalam madu menghasilkan agen antibakteri hydrogen peroksida
antara lain kandungan gula yang tinggi pada madu menyebabkan efek osmotic gula, Ph asam,
fenolat dan flavonoid serta kandungan protein dan karbohidrat dalam madu yang semuanya
beranggung jawab atas semua aktivitas antibakteri sehingga madu bisa dapat membantu
melawan agen penyebab batuk pada anak.
2.2.3. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi: Madu meningkatkan nafsu makan pada anak-anak (karena terdapat unsur
vitamin B yang lengkap pada madu) dan mempercepat anak pertumbuhan fisik sehingga anak
menjadi sehat, tahan penyakit, lincah dan riang (Agustini, dkk. 2015). Menurut Mun’im dalam
buku Faisal M. (2015) madu sebagai bahan herbal yang bisa digumakan sebagai obat batuk
karena madu dapat mengurangi frekuensi batuk serta menambahkan stamina dan menjaga
kebugaran tubuh.
Kontraindikasi: Ibu hamil, ibu menyusui dan balita dapat terjadi sesak napas, nyeri dibagian
tenggorokanatau dada dan diare. Maka dianjurkan untuk mengurangi dosis atau yang
dianjurkan oleh dokter (Sakri, Fakri M. 2015).
2.2.4. Prosedur Pemberian Madu
1) Tuangkan madu sebanyak 2,5 cc
2) Dicampur dengan air hangatsebanyak 100 cc
3) Berikan madu 1x dalam sehari 30 menit sebelum tidur malam
2.3 Konsep Keluarga
2.1.2 Pengertian Keluarga
Duvall dan Logan (1986) menunjukkan dalam Setyowati dan Murwani (2018)
bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki hubungan perkawinan,
kelahiran, dan adopsi, bertujuan untuk menciptakan, memelihara budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, emosional dan sosialnya dalam setiap
anggota keluarga.
Menurut Friedman (2003), dalam Nadirawati (2018) keluarga adalah dua orang
atau lebih yang dipersatukan melalui kesatuan emosional dan keintiman serta
memandang dirinya sebagai bagian dari keluarga.
Whall (1986) mengemukakan dalam Nadirawati (2018) bahwa keluarga yaitu
sekelompok dua orang atau lebih yang disatukan oleh persatuan dan ikatan emosional
tidak hanya berdasarkan keturunan atau hukum, tetapi mungkin atau mungkin tidak
Dengan cara ini, mereka menganggap diri mereka sebagai keluarga dan
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
2.1.1 Fungsi Keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu:
A. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan
psikologis anggota keluarga.
B. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai
anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada anggota keluarga.
1. Fungsi Reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk
keberlangsungan hidup masyarakat.
2. Fungsi Ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
3. Fungsi Perawatan Kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan,pakaian, tempat
tinggalperawatan kesehatan. (Marilyn M. Friedman, hal 86; 2010)

2. Tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu sebagai berikut :
1. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah
di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu/ keduanya
dapat bekerja di laur rumah.
2. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek,
keponakan, saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya.
3. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri,
tinggal dalam pembentuan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari
perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat
bekerja di luar rumah.
4. Middle Age/ Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya bekerja di rumah, anak-
anak sudah meningglakan rumah karena sekolah/ perkawinan/meniti karier.
5. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur da tidak mempunyai anak, keduanya/slah satu
bekerja di rumah.
6. Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.
7. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
8. Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu,
keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
9. Single Adult

Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk
menikah.
10. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
11. Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru panti-panti.
12. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-
anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
13. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap indivisu adalah menikah dengan yang lain dan
semua adalah orang tua dari anak-anak.
14. Unmarried paret and child
Ibu dan anak dmana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di adopsi.
15. Cohibing Cauple
Dua orang/ satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.
(Harmoko, hal 23; 2012)
3. Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman di gambarkan sebagai berikut :
1. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur,
terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga
bagi pengirim yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta
dan menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan
balik, dan valid.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup, adanya isu
atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang isu dan
pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi
perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima
pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), terjadi
miskomunikasi, dan kurang atau tidak valid.
1) Karakteristik pemberi pesan :
a. Yakin dalam mengemukakan suatu pendapat.
b. Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas.
c. Selalu menerima dan meminta timbal balik.
2) Karakteristik pendengar
a. Siap mendengarkan
b. Memberikan umpan balik
c. Melakukan validasi
2. Struktur peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial
yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misal status sebagai istri/suami.
3. Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,
memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legimate power), ditiru
(referent power), keahlian (exper power), hadiah (reward power), paksa (coercive
power), dan efektif power.
4. Struktur nilai dan norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga
dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada
lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar
keluarga.
a. Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak dapat
mempersatukan anggota keluarga.
b. Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai
dalam keluarga.
c. Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan
dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah. (Friedman, dalam Harmoko hal 19;
2012)
4. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
1. Tahap pertama pasangan baru atau keluarga baru (beginning
family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan istri
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga melalui
perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing, secara psikologi
keluarga tersebut membentuk keluarga baru. Suami istri yang membentuk keluarga
baru tersebut perlu mempersiapkan kehidupan yang baru karena keduanya
membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi sehari-hari. Masing-masing pasangan
menghadapi perpisahan dengan keluarga orang tuanya dan mulai membina hubungan
baru dengan keluarga dan kelompok sosial pasangan masing- masing. Masing-masing
belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya.
Misalnya kebiasaan makan, tidur, bangun pagi, bekerja dan sebagainya. Hal ini yang
perlu diputuskan adalah kapan waktu yang tepat untuk mempunyai anak dan berapa
jumlah anak yang diharapkan.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :
a. Membina hubungan intim dan kepuasan bersama;
b. Menetapkan tujuan bersama;
c. Membina hubungan dengan keluarga lain; teman, dan kelompok sosial;
d. Merencanakan anak (KB);
e. Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi
orang tua;
2. Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child
bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran
anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun).
Kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh pasangan suami istri melalui
beberapa tugas perkembangan yang penting. Kelahiran bayi pertama memberi
perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi dengan
perannya untuk memenuhi kebutuhan bayi. Masalah yang sering terjadi dengan
kelahiran bayi adalah pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua
pasangan tertuju pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya.
Tugas perkembangan pada masa ini antara lain :
a. Persiapan menjadi orang tua
b. Membagi peran dan tanggung jawab
c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangan
d. Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
e. Memfasilitasi role learning anggota keluarga
f. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
g. Mangadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
3. Keluarga pasangan baru dengan anak prasekolah (families
with preschool).
Tahap ini dimulai dengan kelahiran anak pertama pada usia 2,5 tahun dan berakhir
pada usia 5 tahun, pada tahap ini fungsi keluarga dan jumlah serta kompleksitas
masalah telah berkembang dengan baik.
Tugas perkembangan keluarga dengan Anak Prasekolah :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan perumahan, privasi dan
keamanan
b. Bantu anak-anak bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan bayi yang baru lahir sekaligus harus memenuhi kebutuhan
anak lainnya
d. Menjaga hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarga
lain dan lingkungan)
e. Alokasikan waktu untuk individu, pasangan dan anak-anak
f. Bagikan tanggung jawab anggota keluarga
g. Kegiatan dan waktu untuk merangsang tumbuh kembang anak.
Friedman (2010) mengemukakan bahwa meningkatkan jumlah anggota keluarga
dapat menyebabkan perubahan peran, ketegangan peran, dan konflik peran antara
suami dan istri, yang disebabkan oleh ketidaktahuan akan peran, tanggung jawab, atau
prestasi kerja, yang mengancam stabilitas perkawinan. kehidupan keluarga pada tahap
ini sangat sibuk, dan anak sangat bergantung pada orang tuanya, kedua orang tua harus
mengatur waktu sendiri untuk memenuhi kebutuhan anak, suami istri dan pekerjaan
yaitu full time / paruh waktu. Orang tua menjadi arsitek keluarga yang merancang dan
membimbing perkembangan keluarga sehingga menjaga keutuhan dan
keberlangsungan hidup perkawinan dengan memperkuat hubungan kerjasama antara
suami dan istri, orang tua dapat berperan dalam menstimulasi perkembangan individu
anak, terutama kemandirian anak, sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas
perkembangan anak pada tahap ini.
4. Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families
with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun
dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai jumlah anggota
keluarga maksimal, sehngga keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas di sekolah, masing-
masing anak memiliki aktifitas dan minat sendiri demikian pula orang tua yang
mempunyai aktifitas berbeda dengan anak. Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama
untuk mencapai tugas perkembangan. Pada tahap ini keluarga (orang tua) perlu belajar
berpisah dengan anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik
aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah sebagai berikut :
a. Memberikan perhatian tentang kegiatan social anak, pendidikan dan semangat
belajar
b. Tetap mempertahanan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
c. Mendorong anak unuk mencapai pengembangan daya intelektual
d. Menyediakan aktifitas untuk anak
e. Manyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan mengikutsertakan anak.
5. Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with
teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir
sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya.
Tujuannya keluarga melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta
kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja
yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c. Mempertahakan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,
kecurigaan dan permusuhan.
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
6. Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan
(lounching center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap
ini bergantung pada banyaknya anak dalam keluarga atau jika anak yang belum
berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan utama pada tahap ini adalah
mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam melepas anaknya untuk
hidup sendiri. Keluarga empersiapkan anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga
sendiri dan tetap membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak
meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan membina hubungan suami istri
seperti pada fase awal. Orang tua akan merasa kehilangan peran dalam merawat anak
dan merasa kosong karena anak- anaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna
mengatasi keadaan ini orang tua perlu melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran
sebagai pasangan, dan tetap memelihara hubungan dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua
d. Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak
e. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
f. Berperan sebagai suami istri, kakek, dan nenek
g. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.
7. Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan (middle age
families)
Tahapan ini dimulai saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada tahap ini semua anak
meninggalkan rumah, maka pasangan berfokus untuk mempertahankan kesehatan
dengan berbagai aktifitas.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini atara lain adalah :
a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat sosial
dan waktu santai
c. Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua
d. Keakraban dengan pasangan
e. Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga
f. Persiapan masa tua atau pension dengan meningkatkan keakraban pasangan.
8. Tahap kedelapan keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu pasangan pensiun,
berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses usia lanjut dan pensiun merupakan
realitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai proses stresor dan kehilangan yang
harus dialami keluarga. Stresor tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan
berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya
produktifitas dan fungsi kesehatan. Mempertahankan penataan kehidupan yang
memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut umumnya
lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknnya.
Tugas perkembangan tahap ini adalah :
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik, dan
pendapatan
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
d. Mempertahakan hubungan anak dan sosial masyarakat
e. Melakukan life review
f. Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian (harmoko,
2012).
5. Struktur Peran Keluarga
Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang secara ralatif
homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seseorang yang menempati
posisi sosial yang diberikan. Peran berdasarkan pada pengharapan atau penetapan
peran yang membatasi apa saja yang harus dilakukan oleh individu di dalam situasi
tertentu agar memenuhi harapan diri atau orang lain terhadap mereka. Posisi atau
status didefinisikan sebagi letak seseorang dalam suatu sistem sosial.
Menurut Friedman (2010) peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a. Peran Formal Keluarga
Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur peran
keluarga (ayah-suami,dll). Yang terkait dengan masing – masing posisi keluarga
formal adalah peran terkait atau sekelompok perilaku yang kurang lebih homogen.
Keluarga membagi peran kepada anggota keluarganya dengan cara yang serupa
dengan cara masyarakat membagi perannya: berdasarkan pada seberapa pentingnya
performa peran terhadap berfungsinya sistem tersebut. Beberapa peran
membutuhkan ketrampilan atau kemempuan khusus: peran yang lain kurang
kompleks dan dapat diberikan kepada mereka yang kuarang terampil atau jumlah
kekuasaanya paling sedikit.
b. Peran Informal Keluarga
Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak pada permukaannya,
dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarga dan/atau
memelihara keseimbangan keluarga. Keberadaan peran informal diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan integrasi dan adaptasi dari kelompok keluarga.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Nama Mahasiswa : YUMI M.TOTOS .........................................
NIM : .151902719..........................................
Tempat Praktek : ...........................................
Tanggal Pengkajian : ..24 JULI 2022.........................................

A. Pengkajian
I. Data Umum
1. Nama Kepala keluarga :
……………………………………………………
2. Pendidikan : SMA
3. Umur : 30
4. Pekerjaan : Petani
5. Alamat : nasipanaf
6. Susunan anggota keluarga :
……………………………………………………
Sex/ Pend
Hub Imunisasi
Umur i
No Nama denga
Dika
P L n KK BCG DPT Polio Hep Campak
n
1.
2.
3.
4
5
6

Genogram keluarga

Keterangan: (Penggunaan simbol model Friedman)


Tinggal serumah
Wanita
Laki-laki
Garis penikahan
Garis keturunan
Meninggal

Pasien
7. Tipe keluarga
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
8. Suku bangsa :
9. Agama : Kristen protestan
10. Status sosial ekonomi keluarga
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
11. Aktivitas rekreasi keluarga
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
II. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
11. Tahap Perkembangan keluarga saat ini
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………

12. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi


…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
13. Riwayat kesehatan keluarga inti
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
14. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………

III. Data Lingkungan Keluarga


1. Karakteristik rumah
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Sumber air : …………………………………………………………………….
Penerangan : …………………………………………………………………….
Kondisi WC : …………………………………………………………………….
Denah rumah

2. Karakteristik tetanggga dan komunitas rumah tangga


…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
3. Mobilitas geografis keluarga
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
.
4. Perkumpulan dan interaksi keluarga dengan masyarakat
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………

5. Sistem pendukung keluarga


…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………

IV. Struktur Keluarga


1. Struktur peran keluarga
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
2. Nilai atau norma keluarga
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
3. Pola komunikasi keluarga
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
4. Struktur kekuatan keluarga
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
V. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
2. Fungsi sosialisasi
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
3. Fungsi perawatan kesehatan
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………...................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………...................................................................................
...........................................................................................................................................
................
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………
VI. Stress Dan Koping Keluarga
1. Stressor jangka pendek
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
2. Stressor jangka panjang
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………

3. Kemampuan keluarga untuk berespon terhadap stressor


…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
4. Strategi koping yang digunakan
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
VII. Harapan Keluarga terhadap asuhan keperawatan
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………..
VIII. Pemeriksaan Fisik Semua anggota keluarga
Keadaan umum klien
1. Tinggi badan /BB :..................cm

Tanda-tanda vital
1. Suhu : ……………0C
2. Nadi :……………..x/menit
1. Pernafasan :……………..x/menit
2. Tekanan darah :……………...mmHg
HEAD TO TOE
1. Kepala
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………
2. Wajah
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………
3. Leher
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………................
...........................................
4. Dada
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………
5. Abdomen
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………
6. Genitalia dan Pelvis
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………................
..........................................
7. Tulang Belakang
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………
8. Ekstremitas
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………................
........................................

Kupang, ………………………....
Yang Mengkaji
(............................................................)
NIM.
i. Analisis Data, Diagnosis Keperawatan, Scoring, Prioritas Diagnosis Keperawatan
1) Analisis data
No Data Penunjang Masalah/Diagnosis

1 Data subyektif:

Data Obyektif:

2 Data subyektif:

Data Obyektif:

3 Data subyektif:

Data Obyektif:

2) Diagnosis keperawatan
a) (D.0093) Ketidakmampuan koping keluarga b.d pola koping yang berbeda diantara klien dan orang terdekat d.d merasa diabaikan, tidak
memenuhi kebutuhan anggota keluarga, tidak toleran, mengabaikan anggota keluarga.
b) (D.0111) Defisit pengetahuan keluarga tentang hipertensi b.d kurang terpapar informasi d.d menanyakan masalah yang dihadapi,
menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
c) (D.0115) Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif b.d kompleksitas program perawatan/pengobatan d.d aktivitas keluarga untuk
mengatasi masalah kesehatan tidak tepat, mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang diderita, mengungkapkan kesulitan
menjalankan perawatan yang ditetapkan.
3) Penentuan (Skoring)
No Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
1 Sifat Masalah :   1
Tidak atau kurang sehat 3
Ancaman Kesehatan 2
Krisis atau Keadaan sejahtera 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah   2
Dengan mudah 2
Hanya sebagian 1
Tidak dapat 0
3 Potensial masalah untuk dicegah:   1
Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4 Menonjolnya masalah:   1
Masalah berat, harus segera ditangani 2
Ada masalah, tetapi tidak perlu segera 1
ditangani
Masalah tidak dirasakan 0
Total
4) Prioritas Diagnosis Keperawatan

Prioritas Diagnosis Keperawatan Skor

1
2
ii. Intervensi Keperawatan

Diagnosis SLKI SIKI


(D.0093) Status Koping Keluarga Dukungan Koping Keluarga (I.09260)
Ketidakmampuan koping (L.09088)
keluarga b.d pola koping Observasi
yang berbeda diantara Setelah dilakukan tindakan - Mengidentifikasi respon emosional terhadap kondisi saat ini
klien dan orang terdekat keperawatan selama 1 x 24 jam - Mengidentifikasi beban prognosif secara psikologis
d.d merasa diabaikan, diharapkan status koping - Mengidentifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan setelah pulang
tidak memenuhi keluarga membaik dengan - Identifikasi kesesuaian antara harapan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
kebutuhan anggota kriteria hasil : Terapeutik
keluarga, tidak toleran, 1) Perasaan diabaikan menurun - Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan keluarga
mengabaikan anggota (5) - Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak menghakimi
keluarga. 2) Kemampuan memenuhi - Diskusikan rencana medis dan keperawatan
kebutuhan anggota keluarga - Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan keluarga atau antar anggota
meningkat (1) keluarga
3) Toleransi membaik (5) - Fasilitasi pengambilan keputusan dalam merencanakan perawatan jangka panjang,
4) Perilaku mengabaikan jika perlu
anggota keluarga menurun - Fasilitasi anggota keluarga dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik nilai
(5) - Fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar anggota keluarha (mis.tempat tinggal,
makanan, pakaian)
- Fasilitasi anggota keluarga melalui proses kematian dan berduka, jika perlu.
- Fasilitasi memperoleh pengetahuan, kertampilan, dan peralatan yang diperlukan
untuk mempertahankan keputusan perawatan pasien.
- Bersikap sebagai pengganti keluarga untuk menenangkan pasien dan/atau jika
keluarga tidak dapat memberikan perawatan
- Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan
- Berikan kesempatan berkunjung bagi anggota keluarga
Edukasi
- Informasi kemajuan pasien secara berkala
- Informasi fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia
Kolaborasi
Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu
(D.0111) Defisit Tingkat Pengetahuan (L.12111) Edukasi Kesehatan (I.12383)
pengetahuan keluarga
tentang hipertensi b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
kurang terpapar keperawatan selama 1x24 jam - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
informasi d.d diharapkan tingkat pengetahuan - Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
menanyakan masalah keluarga meningkat dengan perilaku hidup bersih dan sehat
yang dihadapi, kriteria hasil : Terapeutik
menunjukan perilaku 1) Pertanyaan tentang masalah - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
tidak sesuai anjuran, yang dihadapi menurun (5) - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
menunjukkan persepsi 2) Perilaku sesuai anjuran - Berikan kesempatan untuk bertanya
yang keliru terhadap meningkat (5) Edukasi
masalah 3) Persepsi yang keliru terhadap - Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
masalah menurun (5) - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat.
(D.0115) Manajemen Manajemen Kesehatan Dukungan Koping Keluarga (I.09260)
kesehatan keluarga tidak (L.12104)
efektif b.d kompleksitas Observasi
program Setelah dilakukan tindakan - Mengidentifikasi respon emosional terhadap kondisi saat ini
perawatan/pengobatan keperawatan selama 1x24 jam - Mengidentifikasi beban prognosif secara psikologis
d.d aktivitas keluarga diharapkan manajemen - Mengidentifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan setelah pulang
untuk mengatasi masalah kesehatan meningkat dengan - Identifikasi kesesuaian antara harapan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
kesehatan tidak tepat, kriteria hasil : Terapeutik
mengungkapkan tidak 1. Aktivitas hidup sehari-hari - Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan keluarga
memahami masalah efektif memenuhi tujuan - Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak menghakimi
kesehatan yang diderita, kesehatan meningkat (5) - Diskusikan rencana medis dan keperawatan
mengungkapkan 2. Verbalisasi kesulitan dalam - Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan keluarga atau antar anggota
kesulitan menjalankan menjalani program keluarga
perawatan yang perawatan/pengobatan - Fasilitasi pengambilan keputusan dalam merencanakan perawatan jangka panjang,
ditetapkan. menurun (5) jika perlu
- Fasilitasi anggota keluarga dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik nilai
- Fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar anggota keluarha (mis.tempat tinggal,
makanan, pakaian)
- Fasilitasi anggota keluarga melalui proses kematian dan berduka, jika perlu.
- Fasilitasi memperoleh pengetahuan, kertampilan, dan peralatan yang diperlukan
untuk mempertahankan keputusan perawatan pasien.
- Bersikap sebagai pengganti keluarga untuk menenangkan pasien dan/atau jika
keluarga tidak dapat memberikan perawatan
- Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan
- Berikan kesempatan berkunjung bagi anggota keluarga
Edukasi
- Informasi kemajuan pasien secara berkala
- Informasi fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia
Kolaborasi
Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu

iii. Implementasi
Menurut Nursalam (2011) dan jurnal Ayu, Diah dkk (2017) adalah pelaksanaan yang membantu klien dalam mencakup peningkatan kesehatan.
Selama tahap pelaksanaan tersebut, perawat bisa dapat melakukan pengumpulan data serta memilih tindakan keperawatan yang sesuai dibutuhan
oleh klien. Pelaksanaan yang akan dilakukan meliputi: mengkaji faktor penyebab, memberikan terapi nonfarmakologi yaitu memberikan madu,
mempertahankan hidrasi, melakukan tekhnik fisioterapi dada.

iv. Evaluasi
Menurut Bakri (2017), dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan. Kemudian dilakukan dengan dilihat untuk melihat
keberhasilannya. Jika tindakan yang sudah diberikan belum berhasil, perlu mencari metode yang lainnya. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
mengevaluasikan meliputi: pengetahuan klien dengan terapi madu, masih adanya secret berlebihan.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang mengenai organ saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan jamur (Markamah, 2012). ISPA merupakan radang saluran pernapasan atas dan bawah yang disebabkan
oleh bakteri atau virus tanpa disertai radang paru-paru (Alsagaff, 2010). Dari beberapa definisi tersebut menyimpulkan bahwa
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yaitu radang yang menyerang pada saluran pernapasan atas ataupun bawah yang
disebabkan dari bakteri, virus, dan jamur.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff,H.&Mukty,A.2010.Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru:Surabaya.Airlangga Univercity Press.

Andarmoyo,S.2012.Keperawatan Keluarga, Konsep Teori, Proses dan Praktik Keperawatan.Yogyakarta

Ayu Diah,dkk.2017. Pengaruh Madu Terhadap Frekuensi Batuk Dan Napas Serta Ronkhi Pada Balita Pneumonia.Jakarta.Akademi
Keperawatan Bina Insan

Erawati,M. & Dewi.W.2016.Buku Ajar Keperawatan Anak.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Profl Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.2017.Penemuan dan Penanganan Penderita Pneumonia.Dilihat pada hari Selasa 29 Januari 2019.
Pukul 18.30

Rokhaidah,dkk.2015.Madu Menurunkan Frekuensi Batuk Pada Malam Hari Dan Meningkatkan Kualitas Tidur Balita
Pneumonia.Depok.Program Studi Magister,Fakultas Ilmu Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai