Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PROSES MENUA

DISUSUN OLEH :
EGAR SAMUDERA
(NIM : 210103015)

PROGRAM STUDI NERS KONVERSI


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PROSES MENUA

A. DEFINISI
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepajang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah yang berarti telah melalui 3 tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan
tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya pemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan postur tubuh tidak proporsional.
WHO dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia
permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
yang berakhir dengan kematian.
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan
untuk mememperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berkelanjutan) secara
alamiah dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Misalnya dengan terjadinya
kehilangan jaringan pada otot, susunan pada saraf dan jaringan lain, hingga tubuh mati
sedikit demi sedikit.

B. ETIOLOGI BERDASARKAN TEORI-TEORI PROSES MENUA


1. Teori Biologis
a) Teori Genetik
Teori genetik clock merupakan teori intristik yang menjelaskan bahwa di
dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses
penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara
genetik untuk spesies tertentu. Secara teoritis, memperpanjang umur mungkin
terjadi, meskipun hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan
atau tindakan tertentu.
Teori mutasi somatik menjelaskan bahwa penuaan terjadi karena adanya
mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan
proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein atau
enzim. Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan terjadi
penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit.
b) Teori Non Genetik
Teori Penurunan Sistem Imun Tubuh (Auto-immune theory). Ketuaan dianggap
disebabkan oleh adanya penurunan fungsi sistem immun.Perubahan itu lebih
tampak secara nyata pada Limposit–T,disamping perubahan juga terjadi pada
Limposit-B. Perubahan yang terjadi meliputi penurunan sistem imun humoral,
yang dapat menjadi faktor predisposisi pada orang tua untuk:
1.) Menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan
perkembangan kanker.
2.) Menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan
secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap pathogen
3.) Meningkatkan produksi autoantigen, yang berdampak pada semakin
meningkatnya resiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan
autoimmune.
i. Teori Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Proses menua terjadi akibat kurang efektif fungsi kerja tubuh dan hal
itu dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh. Radikal
bebas yang reaktif mampu merusak sel, termasuk mitokondria, yang
akhirnya mampu menyebabkan cepatnya kematian (apoptosis) sel,
menghambat proses reproduksi sel.
ii. Teori Menua Akibat Metabolisme
Setiap makhluk hidup mempunyai ketersediaan kemampuan yang
sudah ditentukan sesuai dengan kapasitas energi yang digunakan untuk
selama menempuh kehidupannya. Energi yang digunakan terlalu banyak
dimasa awal kehidupannya akan habis sebelum usia optimalnya, atau
mempunyai usia yang relative lebih pendek dari pada yang menggunakan
energi secara optimal sepanjang usia kehidupannya. Individu mempunyai
lama usia yang optimal jika energi yang digunakan merata sepanjang
hidupnya, tidak terlalu berlebih digunakan, diimbangi dengan istirahat serta
asupan energi yang cukup.
iii. Teori Rantai Silang (Cross link theory)
Proses menua terjadi sebagai akibat adanya ikatan-ikatan dalam
kimiawi tubuh. Teori ini menyebutkan bahwa secara normal, struktur
molekular dari sel berikatan secara bersama-sama membentuk reaksi kimia,
termasuk didalamnya adalah kolagen yang merupakan rantai molekul yang
relatif panjang yang dihasilkan oleh fibroblast. Terbentuknya jaringan baru,
maka jaringan tersebut akan bersinggungan dengan jaringan yang lama dan
membentuk ikatan silang kimiawi. Hasil akhir dapi proses ikatan silang ini
adalah peningkatan densitas kolagen dan penurunan kapasitas untuk
transport nutrient serta untuk membuang produk-produk sisa metabolisme
dari sel.
iv. Teori Fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik terdiri atas teori
oksidasi stress. Dalam teori ini dijelaskan terjadi kelebihan usaha dengan
stress menyebabkan sel tubuh lelah terpakai regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal
2. Teori Sosiologis
a) Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Mauss
(1954), Homans (1961) dan Blau (1964) mengemukakan bahwa interaksi sosial
didasarkan atas hukum pertukaran barang dan jasa, sedangkan pakar lain
Simmons (1945) mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status
sosialnya untuk melakukan tukar menukar.
b) Teori Aktivitas atau Kegiatan
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al. (1972) yang
mengatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana lansia
merasakan kepuasan dalam melakukan aktifitas dan mempertahankan aktivitas
tersebut selama mungkin.Pokok-pokok teori aktivitas adalah:
 Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan
sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
 Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
c) Teori Kesinambungan (Continuity theory)
Kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia, dengan demikian
pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak
pada saat ini menjadi lansia Gaya hidup perilaku dan harapan seorang ternyata
tak berubah walaupun ia menjadi lansia. Pokok-pokok dari continuity theory
adalah:
 Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses
penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih
peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan.
 Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.
 Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai macam cara adaptasi.
d) Teori Pembebasan atau penarikan diri
Cumming dan Henry ( 1961) mengemukakan bahwa kemiskinan yang
diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seseorang
lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. masyarakat
juga mempersiapkan kondisi agar para lansia menarik diri, keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun baik secara kualitas maupun
secara kuantitas.
e) Teori Perkembangan (Development theory)
Joan Birchenall RN, Med dan Mary E Streight RN (1973) menekankan
perlunya mempelajari psikologi perkembangan guna mengerti perubahan emosi
dan sosial seseorang selama fase kehidupannya.Pokok-pokok dalam
development theory adalah:
1.) Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa kehidupannya.
2.) Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial yang
baru yaitu pensiun dan atau menduda atau menjanda.
3.) Lansia harus menyesuaaikan diri akibat perannya yang berakhir dalam
keluarga, kehilangan identitas dan hubungan sosialnya akibat pensiun,
ditinggal mati oleh pasangan hidup dan teman-temannya.
f) Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)
Wiley (1971), menyusun stratifikasi lansia berdasarkan usia kronologis
yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas peran,
kewajiban, serta hak mereka berdasarkan usia. Dua elemen penting dari model
stratifikasi usia tersebut adalah struktur dan prosesnya. Pokok-pokok dari teori
ini adalah :
1.) Arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat
2.) Terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok
3.) Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran diantara penduduk.
3. Teori Psikologis
a) Teori Kebutuhan Manusia Menurut Hierarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow, 1954).
b) Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) merupakan psikolog swiss yang mengembangkan teori
bahwa perkembangan personal individu dilalui melalui tahapan-tahapan: masa
kanak-kanak, masa remaja dan remaja akhir, usia pertengahan, dan usia tua.
Kepribadian personal ditentukan oleh adanya ego yang dimiliki, ketidaksadaran
personal dan ketidaksadaran kolektif. Teori ini mengungkapkan bahwa sejalan
dengan perkembangan kehidupan, pada masa usia petengahan maka seseorang
mulai mencoba menjawab hakikat kehidupan dengan mengeksplorasi nilai-
nilai, kepercayaan dan meninggalkan khayalan. Pada masa ini dapat terjadi
“krisis usia pertengahan” yang dapat mempengaruhi/menghambat proses
ketuaan itu sendiri secara psikologis.
c) Teori Proses Kehidupan Manusia
Charlotte Buhler (1968) menyusun sebuah teori yang menggambarkan
perkembangan manusia yang didasarkan pada penelitian ektensif dengan
menggunakan biografi dan melalui wawancara. Mengidentifikasi dan mencapai
tujuan hidup manusia yang melewati klima fase proses perkembangan.
Pemenuhan kebutuhan diri sendiri merupakan kunci perkembangan yang sehat
dan itu membahagiakan, dengan kata lain orang yang tidak dapat menyesuaikan
diri berarti dia tidak dapat memenuhi kebutuhannya dengan beberapa cara.
d) Teori Tugas Perkembangan
Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua
antara lain adalah :
1.) Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
2.) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
3.) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
4.) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
5.) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
6.) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
e) Terori Delapan Tingkat Kehidupan
Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya kondisi
dimana kondisi psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan tertentu.
Ericson (1950) yang telah mengidentifikasi tahap perubahan psikologis
(depalan tingkat kehidupan) menyatakan bahwa pada usia tua, tugas
perkembangan yang harus dijalani adalah untuk mencapai keeseimbangan
hidup atau timbulnya perasaan putus asa.

C. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan Gejala menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 yaitu:
1. Perubahan organik
a. Jumlah jaringan ikat dan kolagen meningkat.
b. Unsur seluler pada sistem saraf, otot, dan organ vital lainnya menghilang.
c. Jumlah sel yang berfungsi normal menurun.
d. Jumlah lemak meningkat.
e. Penggunaan oksigen menurun.
f. Selama istirahat, jumlah darah yang dipompakan menurun.
g. Jumlah udara yang diekspirasi paru lebih sedikit.
h. Ekskresi hormon menurun.
i. Aktivitas sensorik dan persepsi menurun
j. Penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat menurun.
k. Lumen arteri menebal
2. Sistem persarafan
a. Penurunan jumlah neuron dan peningkatan ukuran dan jumlah sel neuroglial.
b. Penurunan syaraf dan serabut syaraf.
c. Atrofi otak dan peningkatan ruang mati dalam kranim
d. Penebalan leptomeninges di medulla spinalis.
e. Peningkatan risiko masalah neurologis; cedera serebrovaskuler, parkinsonisme
f. Konduksi serabut saraf melintasi sinaps makin lambat
g. Penurunan ingatan jangka-pendek derajad sedang
h. Gangguan pola gaya berjalan; kaki dilebarkan, langkah pendek, dan menekukke
depan
i. Peningkatan risiko hemoragi sebelum muncul gejala
3. Sistem pendengaran
a. Hilangnya neuron auditorius
b. Kehilangan pendengaran dari frekuensi tinggi ke frekuensi rendah
c. Peningkatan serumen
d. Angiosklerosis telinga
e. Penurunan ketajaman pendengaran dan isolasi social (khususnya, penurunan
kemampuan untuk mendengar konsonan)
f. Sulit mendengar, khususnya bila ada suara latar belakang yang mengganggu, atau
bila percakapan cepat.
g. Impaksi serumen dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
4. Sistem penglihatan
a. Penurunan fungsi sel batang dan sel kerucut
b. Penumpukan pigmen.
c. Penurunan kecepatan gerakan mata.
d. Atrofi otot silier.
e. Peningkatan ukuran lensa dan penguningan lensa
f. Penurunan sekresi air mata.
g. Penurunan ketajaman penglihatan,lapang penglihatan, dan adaptasi terhadap
terang/gelap
h. Peningkatan kepekaan terhadap cahaya yang menyilaukan
i. Peningkatan insiden glaukoma
j. Gangguan persepsi kedalaman dengan peningkatan kejadian jatuh
k. Kurang dapat membedakan warna biru, hijau,dan violet
l. Peningkatan kekeringandan iritasi mata.
5. Sistem kardiovaskuler
a. Atrofi serat otot yang melapisi endokardium
b. Aterosklerosis pembuluh darah
c. Peningkatan tekanan darah sistolik.
d. Penurunan komplian ventrikel kiri.
e. Penurunan jumlah sel pacemaker
f. Penurunan kepekaan terhadap baroreseptor.
g. Peningkatan tekanan darah
h. Peningkatan penekanan pada kontraksi atrium dengan S4 terdengar
i. Peningkatan aritmia
j. Peningkatan resiko hipotensi pada perubahan posisi
k. Menuver valsava dapat menyebabkan penurunan tekanan darah
l. Penurunan toleransi
6. Sistem respirasi
a. Penurunan elastisitas jaringan paru.
b. Kalsifikasi dinding dada.
c. Atrofi silia.
d. Penurunan kekuatan otot pernafasan.
e. Penurunan tekanan parsial oksigen arteri (PaO2).
f. Penurunan efisiensi pertukaran ventilasi
g. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan atelektasis
h. Peningkatan resiko aspirasi
i. Penurunan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia
j. Peningkatan kepekaan terhadap narkotik
7. Sistem gastrointestinal
a. Penurunan ukuran hati.
b. Penurunan tonus otot pada usus.
c. Pengosongan esophagus makin lambat
d. Penurunan sekresi asam lambung.
e. Atrofi lapisan mukosa
f. Perubahan asupan akibat penurunan nafsu makan
g. Ketidaknyamanan setelah makan karena jalannya makanan melambat
h. Penurunan penyerapan kalsium dan besi
i. Peningkatan resiko konstipasi, spasme esophagus, dan penyakit divertikuler
8. Sistem reproduksi
a. Atrofi dan fibrosis dinding serviks dan uterus
b. Penurunan elastisitas vagina dan lubrikasi
c. Penurunan hormone dan oosit.
d. Involusi jaringan kelenjar mamae.
e. Poliferasi jaringan stroma dan glandular
f. Kekeringan vagina dan rasa terbakar dan nyeri saat koitus
g. Penurunan volume cairan semina dan kekuatan ejakulasi
h. Penurunan elevasi testis
i. Hipertrofi prostat
j. Jaringan ikat payudara digantikan dengan jaringan lemak, sehingga pemeriksaan
payudara lebih mudah dilakukan
9. Sistem perkemihan
a. Penurunan masa ginjal
b. Tidak ada glomerulus
c. Penurunan jumlah nefron yang berfungsi
d. Perubahan dinding pembuluh darah kecil
e. Penurunan tonus otot kandung kemih
f. Penurunan GFR
g. Penurunan kemampuan penghematan natrium
h. Peningkatan BUN
i. Penurunan aliran darah ginjal
j. Penurunan kapasitas kandung kemih dan peningkatan urin residual
k. Peningkatan urgensi
10. Sistem endokrin
a. Penurunan testosterone, hormone pertumbuhan, insulin, androgen, aldosteron,
hormone tiroid
b. Penurunan termoregulasi
c. Penurunan respons demam
d. Peningkatan nodularitas dan fibrosis pada tiroid
e. Penurunan laju metabolic basal
f. Penurunan kemampuan untuk menoleransi stressor seperti pembedahan
g. Penurunan berkeringat dan menggigil dan pengaturan suhu
h. Penurunan respons insulin, toleransi glukosa
i. Penurunan kepekaan tubulus ginjal terhadap hormone antidiuretik
j. Penambahan berat badan
k. Peningkatan insiden penyakit tiroid
11. Sistem kulit/integument
a. Hilangnya ketebalan dermis dan epidermis
b. Pendataran papilla
c. Atrofi kelenjar keringat
d. Penurunan vaskularisasi
e. Cross-link kolagen
f. Tidak adanya lemak sub kutan
g. Penurunan melanosit
h. Penurunan poliferasi dan fibroblast
i. Penipisan kulit dan rentan sekali robek
j. Kekeringan dan pruritus
k. Penurunan keringat dan kemampuan mengatur panas tubuh
l. Peningkatan kerutan dan kelemahan kulit
m. Tidak adanya bantalan lemak yang melindungi tulang dan menyebabkan
timbulnya nyeri
n. Penyembuhan luka makin lama
12. Sistem muskuloskeletal
a. Penurunan massa otot
b. Penurunan aktivitas myosin adenosine tripospat
c. Perburukan dan kekeringan pada kartilago sendi
d. Penurunan massa tulang dan aktivitas osteoblast
e. Penurunan kekuatan otot
f. Penurunan densitas tulang
g. Penurunan tinggi badan
h. Nyeri dan kekakuan pada sendi
i. Peningkatan risiko fraktur
j. Perubahan cara berjalan dan postur
D. PATOFISIOLOGI

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Stanley dan Patricia, 2011 Pemeriksaan laboatorium rutin yang perlu diperiksa
pada pasien lansia untuk mendeteki dini gangguan kesehatan yang sering dijumpai pada
pasien lansia yang belum diketahui adanya gangguan / penyakit tertentu (penyakit
degeneratif) yaitu :
1. Pemerikasaan hematologi rutin
2. Urin rutin
3. Glukosa
4. Profil lipid
5. Alkalin pospat
6. Fungsi hati
7. Fungsi ginjal
8. Fungsi tiroid
9. Pemeriksaan feses rutin
F. PENATALAKSANAAN
1. Pendekatan Fisik
Perawat memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang
dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat
dicegah atau ditekan progresivitasnya.
2. Pendekatan psikis
Di sini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan adukatif
pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhaadap
segala sesuatu yang asing, sebagai penamung rahasia yang pribadi dan sebagai
sahabat yang akrab. Perawat hendaknnya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam
memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai
bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang
prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik, dan service. Bila perawat ingin mengubah
tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya
secara perlahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kea rah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka dapat merasa pua dan
bahagia.
3. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesame klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Pendekatan
social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya
adalh mahluk social yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat
dapat menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanjut usia maupun lanjut
usia dan perawat sendiri. Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada para lajut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi,
misalnya jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain. Para lanjut usia perlu
dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton tv, mendengar radio, atau
membaca majalah dan surat kabar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi
dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam
proses penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia. 
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan Tuhan atau agama yang di anutnya, terutama bila klien lanjut usia dalam
keadaan sakit atau mendekati kematian.
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Perawat mengkaji perubahan pada perkembanga fisiologis, kognitif dan perilaku sosial
pada lansia
1. Perubahan psikologis
a. Perubahan fisik penuaan normal yang perlu dikaji :

Sistem Temuan Normal

Integumen Warna kulit Pigmentasi berbintik/bernoda diarea yang


terpajan sinar matahari, pucat meskipun
tidak anemia

Kelembaban Kering, kondisi bersisik

Suhu Ekstremitas lebih dingin, penurunan


perspirasi

Tekstur Penurunan elastisitas, kerutan, kondisi


berlipat, kendur

Distribusi lemak Penurunan jumlah lemak pada


ekstremitas, peningkatan jumlah
diabdomen

Rambut Penipisan rambut

Kuku Penurunan laju pertumbuhan

Kepala dan leher Kepala Tulang nasal, wajah menajam, & angular

Mata Penurunan ketajaman penglihatan,


akomodasi, adaptasi dalam gelap,
sensivitas terhadpa cahaya

telinga Penurunan menbedakan nada,


berkurangnya reflek ringan, pendengaran
kurang

Mulut, faring Penurunan pengecapan, aropi papilla


ujung lateral lidah

leher Kelenjar tiroid nodular

Thoraxs & paru- Peningkatan diameter antero-posterior,


paru peningkatan rigitas dada, peningkatan RR
dengan penurunan ekspansi paru,
peningkatan resistensi jalan nafas

Sist jantung & Peningkatan sistolik, perubahan DJJ saat


vascular istirahat, nadi perifer mudah dipalpasi,
ekstremitas bawah dingin

Payudara Berkurangnnya jaringan payudara,


kondisi menggantung dan mengendur

Sist pencernaan Penurunan sekresi keljar saliva, peristatik,


enzim digestif, konstppasi

Sist reproduksi wanita Penurunan estrogen, ukuran uterus, atropi


vagina

pria Penurunan testosteron, jumlah sperma,


testis

Sist perkemihan Penurunan filtrasi renal, nokturia,


penurunan kapasitas kandung kemih,
inkontenensia

wanita Inkontenensia urgensi & stress,


penurunan tonus otot perineal

pria Sering berkemih & retensi urine.

Sist Penurunan masa & kekuatan otot,


muskoloskeletal demineralisasi tulang, pemendekan fosa
karena penyempitan rongga
intravertebral, penurunan mobilitas sendi,
rentang gerak

Sist neorologi Penurunan laju reflek, penurunan


kemampuan berespon terhadap stimulus
ganda, insomia, periode tidur singkat

b. Pengkajian status fungsional :


Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan seseorang
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri.Indeks Katz
adalah alat yang secara luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan
prognosis pada lansia dan penyakit kronis. Format ini menggambarkan tingkat
fungsional klien dan mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki
fungsi. Indeks ini merentang kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi : mandi,
berpakaian, toileting, berpindah, kontinen dan makan.
c. Tingkat Kemandirian Lansia :
A : kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar mandi,
berpakaian dan mandi
B: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu dari
fungsi tambahan
C: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi dan
satu fungsi tambahan
D: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil
G: Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
2. Perubahan kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul akibat kesalahan
konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi perubahan struktur
dan fisiologi yang terjadi pada otak selama penuaan tidak mempengaruhi kemampuan
adaptif & fungsi secara nyata (ebersole &hess, 1994)
Pengkajian status kognitif
a. SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)Digunakan untuk mendeteksi
adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari 10 hal yang menilai orientasi,
memori dalam hubungan dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh dan
kemam[uan matematis.
b. MMSE (mini mental state exam) Menguji aspek kognitif dari fungsi mental,
orientasi, registrasi,perhatian dank kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai
kemungkinan paliong tinggi adalaha 30, dengan nialu 21 atau kurang biasanya
indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan leboh lanjut.
c. Inventaris Depresi Bec Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejal dan
sikap yang behubungan dengan depresi. Setiap hal direntang dengan menggunakan
skala 4 poin untuk menandakan intensitas gejala
3. Perubahan psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan.
Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi pada
mayoritas lansia.
a. Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan
untuk mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument
disesuaikan untuk digunakan pada klien yang mempunyai hubungan social lebih
intim dengan teman-temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan
disfungsi keluarga sangat tinggi, nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve
b. Keamanan Rumah
Perawat wajib mengobservasi lingkungan rumah lansia untuk menjamin tidak
adanya bahaya yang akan menempatkan lansia pada resiko cidera. Faktor
lingkungan yang harus diperhatikan :
1) Penerangan adekuat di tangga, jalan masuk & pada malam hari
2) Jalan bersih
3) Pengaturan dapur dan kamar mandi tepat
4) Alas kaki stabil dan anti slip
5) Kain anti licin atau keset
6) Pegangan kokoh pada tangga / kamar mandi

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN/ MASALAH KEPERAWATAN YANG TIMBUL


1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrisi yang
tidak adekuat akibat anoreksia
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori dan protein
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skleletal,, nyeri,
intoleransi aktifitas
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, destruksi sendi
5. Resiko cedera (dislokasi sendi) berhubungan dengan otot hilang kekuatannya, rasa
nyeri sendi

I. INTERVENSI/ RENCANA KEPERAWATAN


1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutris kurang
adekuat akibat anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
Kriteria : Meningkatkan masukan  oral, Menunjukkan peningkatan BB
Intervensi :
a) Buat tujuan BB ideal dan kebutuhan nutrisi harian yang adekuat
R/  Nutrisi yang adekuat menghindari adanya malnutrisi
b) Timbang setiap hari , pantau hasil pemeriksaan laborat
R/ Deteksi dini perubahan BB dan masukan nutrisi
c) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ Dengan pemahaman yang benar akan memotivasi klien untuk masukan nutrinya
d) Ajarkan individu menggunakan penyedap rasa (seperti bumbu)
R/ aroma yang enak akan membangkitkan selera makan
e) Beri dorongan individu untuk makan bersama orang lain
R/  Dengan makan bersama sama secara psikologis meningkatakan selera makan
f) Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi) sebelum dan sesudah
mengunyah makanan
R/ dengan situasi mulut yang bersih meningkatkan kenyamanan .
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori dan protein
Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan terhindar dari tanda-tanda infeksi
Kriteria : tanda-tanda peradangan tidak ditemukan : panas, bengkak, nyeri,
merah,gangguan fungsi
Intervensi :
a) Kaji tanda-tanda radang umum secara teratur
R/ Mendeteksi dini untuk mencegah terjadinya radang
b) Ajarkan tentang perlunya  menjaga kebersihan diri dan lingkungan
R/ Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dan kebersihan diri yang
kurang sehat
c) Tingkatkan kemampuan asupan nutris TKTP
R/ meningkatkan kadar protein dalam dalam tubuh sehingga meningkatkan
kemampuan kekbalan dalam tubuh
d) Perhatikan penggunaan obat-obat jangka panjang yang dapat menyebabkan
imunosupresi
R/ Menurunkan resiko terjadinya infeksi.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri
Tujuan : klien dapat mobilisasi dengan adekuat
Kriteria : Mendemontrasikan tehnik/perilaku yang memungkinkan melakukan
aktifitas
Intervensi :
a) Evaluasi pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit
R/ tingkat aktifitas tergantung dari perkembangan /resolusi dari proses inflamasi
b) bantu dengan rentang gerak aktif/pasif
R/ mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot
c) ubah posisi dengan sering dengan personal cukup
R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi
d) Berikan lingkungan yang nyaman misaal alat bantu
R/ menghindari cedera.
4.  Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan   proses inflamasi, destruksi sendi
Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria : terlihat rileks , dapat tidur dan berpartisipasi dala aktifitas
Intervensi :
a) kaji keluhan nyeri, catat lokasi nyeri dan intensitas. Catat faktor yang
mempercepat tanda tanda neri
R/ membantu dalam menentukan managemen nyeri
b) Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman  pada waktu istirahat ataupun tidur
R/ Pada penyakit berat tirah baring sangat diperlukan untuk membatasi nyeri
c) Anjurkan klien mandi air hangat , sediakan waslap untuk kompres sendi
R/ panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
kekakuan sendi.
d) berikan masase lembut
R/ meningkatkan relaksasi/mengurangi ketegangan otot
e) kolaborasi pemberian obat-obatan seperti : aspirin, ibuprofen, naproksin,
piroksikam, fenoprofen
R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan.
5. Resiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri
Tujuan : klien terhindar dari cedera
Kriteria : klien berada pada perilaku yang aman dan lingkungan yang nyaman
Intervensi :
a) kaji tingkat kekuatan otot
b) Kaji tingkat pergerakan pasif
c) Beri alat bantu sesuai kebutuhan
d) Ciptakan lingkungan yang aman (lantai tidak licin)
e) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dilakukan secara mandiri

J. EVALUASI
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil
yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Tujuan dalam evaluasi keperawatan adalah mengakhiri rencana tindakan keperawatan,
memodifikasi rencana tindakan keperawatan, meneruskan rencana tindakan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Patricia Gonce Morton et.al. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic ed.8;
alih bahasa, Nike Esty wahyuningsih. Jakarta: EGC
Potter dan Perry. 2005. Fundamental keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta:
EGC.
Psychologymania. 2012. Pengertian-lansia-lanjut-usia. Diakses pada hari Minggu, 07
Desember 2014. http://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian-lansia-lanjut-
usia.html
Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnose NANDA, intervensi
NIC, Kriteria hasil NOC, ed.9. Alih bahasa, Esty Wahyuningsih; editor edisi bahasa
Indonesia, Dwi Widiarti. Jakarta: EGC
Depkes, R.I.., 1991., Petunjuk Menyusun Menu Bagi Lanjut Usia., Depkes, Jakarta.
Hartono., 2001., Upaya-upaya Hidup Sehat Sampai Tua, Depot Informasi Obat, Jakarta.
Hurlock, 1999., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Erlangga, Jakarta.
Kiat-kiat Hidup Sehat., http://www.geocities.com/aguscht/tipdua.html.
Monks, dkk, 2002., Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta. Gajah Mada University Press.
Nugroho, 2000., Keperawatan Gerontik. EGC, Jakarta.
Nugroho., (1995)., Perawatan Lanjut Usia, EGC, Jakarta.
Usia Lanjut., http://www.infokes.com/today/artikelview.html?item_ID=223&topik
=usialanjut 2×4 Cara Hidup Yang Alami Untuk Sehat., http://www.rasopareso.i-
p.com/sehat8.html
http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita/asp?id=2003111205501906
http://www.idionline.org/arsip/list_makalah.php?offset=90
Watson, 2003., Perawatan pada Lansia. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai