DI SUSUN OLEH :
NIM : 32023012
CI INSTITUSI
A. DEFENISI
Nursalam (2010), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih
encer. Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari
biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar
yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
WHO (2012), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari.Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten
terjadi selama ≥ 14 hari.
Diare adalah peningkatan frekuensi atau penurunan konsistensi feses.
Diare pada anak dapat bersifat akut atau kronik (Carman, 2016)
Definisi diare dari berbagai pengertian diatas, yaitu suatu keadaan
dimana seseorang BAB lebih dari tiga kali sehari, dengan konsistensi lebih
cair dari biasanya.
B. KLASIFIKASI
Diare dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak
balita. Diare akut didefenisikan sebagai keadaan peningkatan dan
perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen
infeksius dalam traktus GI. Diare akut biasanya sembuh sendiri
(berlangsung kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Diare infeksius akut (Gastroenteritis
Infeksiosa) dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit yang patogen.
b. Diare kronis sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan
kandungan air dalam feses dengan (lamanya sakit lebih dari 14 hari).
Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom
malabsorbsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi
makan,intoleransi laktosa, atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai
akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.
c. Diare intraktabel pada bayi merupakan sindrom yang terjadi pada bayi
dalam usia beberapa minggu pertama serta berlangsung lebih lama dari 2
minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebab
dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebab yang
paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara
memadai.
d. Diare kronis nonspesifik, yang juga dikenal dengan istilah kolon iritabel
Pada anak atau diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering
dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Anak-anak ini
memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare melebihi 2 minggu. Anak-anak
yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal
dan pada anak-anak ini tidak terdapat gejala malnutrisi dan tidak ada darah
dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.
C. ANATOMI FISIOLOGI
D. ETIOLOGI
Etiologi pada diare menurut Yuliastati & Arnis (2016) ialah :
a. Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan
dimana merupakan penyebab diare pada anak, kuman meliputi infeksi
bakteri, virus, parasite, protozoa, serta jamur dan bakteri.
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta encephalitis
dan biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun.
c. Faktor malabsorpsi, dimana malabsorpsi ini biasa terjadi terhadap
karbohidrat seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorpsi
protein dan lemak.
d. Faktor Risiko Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan (2011) faktor risiko terjadinya diare adalah:
a) Faktor perilaku yang meliputi :
- Tidak memberikan air susu ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
makanan pendamping/MP, ASI terlalu dini akan mempercepat bayi
kontak terhadap kuman.
- Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena
penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
- Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah buang air besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak.
- Penyimpanan makanan yang tidak higienis.
b) Faktor lingkungan antara lain :Ketersediaan air bersih yang tidak
memadai, kurangnya ketersediaan mandi cuci kakus (MCK).
E. PATOFISIOLOGI
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diare di antaranya karena
faktor infeksi dimana proses ini diawali dengan masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran pencernaan kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Berikutnya terjadi perubahan
dalam kapasitas usus sehingga menyebabkan gangguan fungsi usus dalam
mengabsorpsi (penyerapan) cairan dan elektrolit. Dengan adanya toksis
bakteri maka akan menyebabkangangguan sistem transpor aktif dalam usus
akibatnya sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit meningkat. Faktor malaborpsi merupakan kegagalan dalam
melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat
sehingga terjadi pergeseran cairan dan elektrolit ke dalam usus yang dapat
meningkatkan rongga usus sehingga terjadi diare.Pada factor makanan dapat
terjadi apabila toksin yang ada tidak diserap dengan baik sehingga terjadi
peningkatan dan penurunan peristaltic yang mengakibatkan penurunan
penyerapan makanan yang kemudian terjadi diare.
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis anak diare menurut Wijayaningsih (2013) adalah
sebagai berikut :
a. Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
b. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
dengan empedu.
d. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
e. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membrane mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekanan darah
menurun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran
menurun (apatis,samnolen,spoor,komatus) sebagai akibat hipovokanik.
g. Diueresis berkurang (oliguria sampai anuria).
h. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam.
Sedangkan manifestasi klinis menurut Elin (2009) dalam Nuraarif &
Kusuma (2015) yaitu :
1) Diare Akut
Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset
Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas- gas
dalam perut, rasa tidak enak, nyeri perut
Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada
perut
Demam
2) Diare Kronik
Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang
Penurunan BB dan nafsu makan
Demam indikasi terjadi infeksi
Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut lemah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada
diagnos medis diare adalah :
a. Pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis,
Ph dan kadar gula dalam tinja, dan resistensi feses (colok dubur).
b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na,K,kalsium dan Prosfat.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan cairan dan elektrolit (terjadi dehidrasi) Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolic),
karena:
a) Kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.
b) Walaupun susu diteruskan, sering dengan pencernaan dalam waktu
yang terlalu lama
c) Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan
baik adanya hiperstaltik.
2. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi
gangguan sirkulasi dara berupa renjatan atau syok hipovolemik.Akibat
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran
menurun, dan bila tidak segera ditolong maka penderita meninggal.
3. Hiponatremia Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130
mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anakdengan Shigellosis dan pada
anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi
darin hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasi, koreksi
Na dilakukan berasama dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai
Ringer Laktat.
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan (2011) program lima langkah tuntaskan diare yaitu:
a. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah. Oralit merupakan
campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida
(KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan
untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat
diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum
tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuhsehingga lebih
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam
oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Sejak tahun
2004, WHO/UNICEF merekomendasikan Oralit dengan osmolaritas
rendah. Berdasarkan penelitian dengan Oralit osmolaritas rendah diberikan
kepada penderita diare akan:
- Mengurangi volume tinja hingga 25%
- Mengurangi mual muntah hingga 30%
- Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai
33%.
b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan
dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam
jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang
hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu
penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat. Zinc merupakan
salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan
anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika
anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama
diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare
serta menjaga agar anak tetap sehat.
c. Pemberian Makan
Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke atas)
penderita diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Sering sekali balita yang terkena
diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur dan bergizi
akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan
meningkatkan risiko anak terkena diare kembali. Oleh karena perlu
diperhatikan:
a) Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui
bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa
penyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau lebih).
b) Dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi berusia 0- 6
bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula
berikan konseling kepada ibu agar kembali menyusui eksklusif.
Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan meningkat dan
diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI
memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh
bayi.
c) Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan. Makanan
Pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6–24 bulan dan
sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga
secara bertahap.
d) Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
d. Antibiotik Selektif
Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau
diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Efek samping
dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnya gangguan
fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik.
e. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian
Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa
anaknya ke petugas kesehatan jika anak:
Buang air besar cair lebih sering
Muntah berulang-ulang
Mengalami rasa haus yang nyata
Makan atau minum sedikit
Demam
Tinjanya berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari
A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN
a. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
b. Riwayat Keperawatan
1) Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh anak meningkat, anoreksia
kemudian timbul diare.
2) Keluhan utama : Feses semakin cair, muntah, bila kehilangan
banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan
menurun. Turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir
kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
c. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
1) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
2) Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
3) Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
d. Riwayat sosial
1) Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yang mengasuh anak?
2) Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya?
e. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan
tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap
perawatan dan tindakan medis?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,
pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada
anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan
pertolongan pertama.
2) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang
dikonsumsi oleh anak?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana
selera makan anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya
per hari?
3) Pola Eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah
terdapat darah? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat
anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak?
Bagaimana konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?
4) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman
sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
Aktivitas apa yang disukai?
5) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun
tidur jam berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan
tidur siang?
Pemeriksaan Fisik Keperawatan
1) Keadaan umum:
Anak tampak lemah.
2) Sistem pernafasan
Pernafasan lebih cepat dan dalam (kusmaul) karena asidosis
metabolik. Keadaan ini terjadi pada pasien yang mengalami diare
berat dan mengalami gangguan biokimiawi akibat menurunnya
ion HCO3- dan H+.
3) Sistem kardiovaskuler
Nadi cepat > 160 x/mnt dan lemah, TD menurun < 90 mmHg,
muka pucat, akral dingin dan kadang sianosis (waspada syok).
4) Sistem neurologi
Penurunan kesadaran bila sudah terjadi dehidrasi berat, kejang
karena terjadi penumpukan natrium dalam serum.
5) Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, warna urine kuning keruh, konsistensi
pekat (jika terjadi syok hipovolemik).
6) Sistem pencernaan
Mual muntah, diare >3x sehari encer mungkin bercampur lendir
/darah, bising usus meningkat, distensi abdomen, nyeri perut, perut
teraba keras (kram abdomen).
7) Sistem integument
Turgor kulit menurun, selaput mukosa dan bibir kering, kulit
didaerah perianal merah, lecet.
8) Sistem musculoskeletal
Kelemahan pada ekstremitas.
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinik mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktul maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
(PPNI SDKI, 2018).
a. Diare berhubungan dengan malabsorbsi dibuktikan dengan data
mayor dan minor
b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
dibuktikan dengan data mayor dan minor
c. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan dibuktikan dengan
perubahan status nutrsi
d. Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
e. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan
dengan data mayor dan minor
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan peniliaian klinik
untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. (PPNI SIKI, 2018).
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
E. EVALUASI
PPNI DPD SDLKI Pikja Tim, 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta : DPP PPNI
PPNI DPD SDLKI Pikja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta : DPP PPNI
PPNI DPD SDLKI Pikja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta : DPP PPNI