UNIT: KEPERAWATAN
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi Diare
GE (gastroenteritis) atau di masyarakat umum lebih dikenal dengan
diare adalah pengeluaran feces yang tidak normal dan berbentuk cair /
encer dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya dalam sehari > 3x (Dewi,
2010). Hal ini serupa yang dikemukakan oleh Kemenkes RI tahun 2013,
diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari
3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan
atau lender.
GE akut sering dengan tanda dan gejala klinis lainnya seperti gelisah,
suhu tubuh meningkat, dehidrasi, nafsu makan menurun, BB menurun,
mata dan ubun – ubun cekung (terutama pada balita) keadaan ini
merupakan gejala GE infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri dan
parasit perut (Corwin, 2009). GE juga dapat terjadi bersamaan dengan
penyakit infeksi lainnya seperti malaria dan campak, begitu juga dengan
keracunan kimia. Perubahan gut flora (bacteri usus) yang dipicu antibiotic,
dapat menyebabkan GE akut karena pertumbuhan kelebihan dan toksin
dari clostridium difficile (bakteri gram positif anaerob dalam usus besar).
Penyebab utama gastroenteritis adalah adanya bakteri, virus, parasit
(jamur, cacing, protozoa). Gastroenteritis akan di tandai dengan muntahdan
diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit terutama natrium dan
kalium yang akhirnya menimbulkan asidosis metabolic dapat juga terjadi
cairan atau dehidrasi (Setiati, 2009).
terjadi pada anak usia < 2 tahun, berupa diare cair, muntah, disertai
batuk pilek.
d. Diare dysentriform berupa biare berdarah, yang biasanya disebabkan
oleh bakteri shigella, Salmonella, dan EIEC. Bacteri ini akan sampai di
kolon karena peristaltik usus dan melakukan invasi membentuk
mikroulkus yang disertai dengan serbuan sel-sel radang PMN dan
menimbulkan BAB yang berlendir dan berdarah.
e. Diare osmotik
Diare yang disebabkan oleh tekann osmotik yang tinggi di dalam lumen
usus sehingga menarik cairan intraseluler ke dalam lumen usus yang
menimbulakn watery diarrhea. Diare osmotik paling sering disebabkan
oleh malabsorpsi karbohidrat.
2. Anatomi Fisiologi
Makanan mengalami tiga proses dalam tubuh, yaitu pencernaan,
absorpsi, dan metabolism. Pencernaan dan arbsorpsi terjadi dalam saluran
pencernaan. Setelah nutrisi diserap makan mereka tersedia bagi semu sel
dalam tubuh kita dan digunakan oleh sel untuk metabolisme.
½
pada umur 2 tahun jumlahnya adalah 20 buah tersebut juga gigi
susu, terdiri dari: 8 buah gigi seri (dens insivusi), 4 buah gigi taring
(dens karinus) dan 8 buah gigi geraham (molare).
b) Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-12 tahun, jumlahnya
32 buah terdiri dari: 8 buah gigi seri (densinsisivus) 4 buah gigi taring
(dens karinus) 18 buah gigi geraham (molare, dan 12 buah gigi
geraham peremolare).
Fungsi gigi terdiri dari: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring
gunanya untuk memutuskan makanan yang keras dan liat, dan gigi
geraham gunanya untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong-
potong.
4) Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja
otot ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas tiga
bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah),
dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang tedapat
terdapat epiglotis, yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu
kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas.
5
8) Usus Halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada pada
sekum panjangnya 6 meter, merupakan saluran paling panjang
tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri
dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M. Sirkuler), lapisan otot memanjang (M. Longitudinal),
lapisan serosa (sebelah luar) dan usus halus terbagi menjadi 3 bagian
yaitu:
a) Duodenum
Duodenum disebut juga usus 1 jari, panjangnya ±25 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat
selaput lendir, yang berbukit disebut papila vateri. Pada bagian
papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan
saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus).
7
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui
duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan
bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi
mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang
berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan
polipeptida. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang
banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar- kelenjar
brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
b) Jejenum dan ileum
Jejenum dan ilium mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perlima
bagian atas adalah (jejenum) dengan panjang ±23 meter dan ilium
panjang 4-5 m. Lekukan jejenum dan ilium melekat pada
dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium
yang berbentuk kipas kenal sebagai mesenterium.
Akar mesentrium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-
cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan
saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk
mesentrium. Sambungan antara jejenum dan ileum tidak
mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan
dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium
ileosekalis.
Fungsi usus adalah menerima zat-zat makanan yang sudah
dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-
saluran limfe, menyerap protein dalam bentuk asam amino,
karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
9) Intestinum mayor (usus besar)
1
Usus besar adalah intestinum mayor panjangnya ±1 /2 m, lebarnya
adalah 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: selaput
lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat.
Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri koli, tempat feses.
Usus besar terbagi dari beberapa bagian yaitu:
a) Sekum
Di bawah sekum mendapa apendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6
cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun
tidak mempunyai mesentrium dan dapat diraba melalui dinding
abdomen pada orang yang masih hidup
8
b) Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan,
membujur ke atas dari ileum di bawah hati. Di bawah hati
melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika,
dilanjutkan sebagai kolon tranversum.
c) Kolon transversum
Panjangnya ±38 cm, membujur dari ujung kolon asendens sampai ke
kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan
terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
d) Kolon desendens
Panjangnya ±25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dan fleksura lenalis sampai ke depan
ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
e) Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai
hurup S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
10) Rektum
Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sakrum dan os koksigis.
11) Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter.
a) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut keh
9
3. Etiologi
Menurut Hasan dan Alatas (2010), etiologi dari GE disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain :
a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama GE
1) Infeksi bakteria : vibrio, E. coli, salmonella, campylobacter, shigella.
2) Infeksi Virus : Rotavirus, Calcivilus, Enterovirus, Adenovirus,
Astrovirus
3) Infeksi Parasit : Cacing (Ascariasis, Trichuris, Oxyuris), Protozoa
(Entamoeba Histolyca, Tricomonas hominis, Giardia Lambia), Jamur
(Candida Albicans).
b. Infeksi Parental : infeksi diluar alat pencernaan seperti : tonsillitis,
encephalitis, dan broncopneumonia.
c. Faktor malabsropsi
1) Karbohidrat. Terutama pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis
dalam susu formula dapat menyebabkan GE. Gejalanya berupa GE
berat, tinja berbau asam, sakit daerah perut. Jika sering terkena GE
seperti ini, maka bisa menyebabkan pertumbuhan anak terganggu.
2) Malabsorbsi Lemak. Lemak terdapat dalam makanan yaitu yang
disebut dengan triglyserida. Dengan bantuan kelenjar lipase,
triglyserida mengubah lemak menjadi micelles yang bisa di serap
usus.Tetapi karena kegagalan penyerapan sehingga lemak tidak
dapat diproses akibat tidak ada lipase karena kerusakan dinding usus
sehingga terjadi GE. GE pada kasus ini fecesnya berlemak.
3) Malabsorbsi Protein. GE yang terjadi akibat mukosa usus tidak dapat
menyerap protein
4. Manifestasi Klinik
GE akut sering disertai tanda dan gejala klinis lainnya seperti gelisah, suhu
tubuh meningkat, nafsu makan menurun, dehidrasi, tinja cair berlendir
kadang bercampur darah, turgor kulit jelek, BB menurun, mata cekung,
ubun-ubun kedalam (pada balita). keadaan ini merupakan gejala infeksi
yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit (Crown, 2009). Sedangkan
10
menurut Suriadi (2011) tanda dan gejala klinis GE antara lain :
a. Sering Bab dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi (turgor kulit jelek, elastisitas kulit
menurun ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa mulut dan
bibir kering).
c. Kram abdominal.
d. Demam, mual, muntah dan anoreksia
e. Badan lemah, pucat dan perubahan TTV (nadi dan napas capat)
f. Urine menurun atau tidak ada pengeluaran (anuria)
Dehidrasi merupakan gejala paling umum yang menyertai GE. Pada
anak-anak GE dapat ditandai dengan jarang buang air kecil, mulut kering,
menangis tanpa mengeluarkan air mata. Pada keadaan dehidrasi berat, anak
dapat terlihat cenderung mengantuk, tidak responsive, mata cekung,
serta turgor kulit jelek. Sedangkan dehidrasi pada orang dewasa, antara
lain kelelahan, badan lemas dan tidak bertenaga, kehilangan nafsu makan,
mulut kering, pusing dan nyeri kepala
5. Patofisiologi
Menurut Suriadi (2011), patofisiologi dari Gastro enteritis adalah
meningkatnya motalitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal
merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit
yang berlebihan, cairan sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari
rongga ekstra seluler kedala tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi
kekurangan elektrolit dan dapat terjadi asidosis metabolik.
GE yang terjadi merupakan proses dari transpor aktif akibat rangsangan
toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus, sel dalam mukosa
intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit.
Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga
mengurangi fungsi permukaan intestinal. Perubahan kapasitas intestinal
dan terjadi gangguan absorbs cairan dan elektrolit. Peradangan akan
menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan
elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi.
Peningkatan motalitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi
intestinal sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan
elektrolit.
Menurut Muttaqin (2011), mekanisme dasar yang menyebabkan
timbulnya GE meliputi hal – hal berikut yaitu:
a. Gangguan Osmotik.
11
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh
mukosa usus akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotic dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul GE.
b. Gangguan sekresi akibat respon inflamasi mukosa (misalnya toksin)
Pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit
kedalam rongga usus sebagai reaksi dari enterotoxic dari infeksi
dalam usus dan selanjutnya timbul GE karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
c. Gangguan motalitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul GE. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya bisa timbul GE juga.
Dari ketiga mekanisme diatas GE dapat menyebabkan :
1) Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik hipokalemia)
2) Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran berlebihan)
3) Hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah
12
6. Patoflowdiagram
13
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Wijayaningsih, 2013) adalah
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis.
2) PH dan kadar gula dalam tinja.
3) Bila perlu diadakan uji bakteri.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah,
dengan menentukan pH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan posfat.
e. Menurut (Sudoyo, 2009) Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau
toksisitas berat atau diare berlangsung lebih dari beberapa hari,
diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut
adalah pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit,
leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum, dan
kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan Enzym-linkid
immunnosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis dan test
serologic amerbiasis, dan foto x-tray abdomen.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan cairan pada GE
Menurut Supartini (2004), penatalaksanaan medis pada pasien
diare meliputi: pemberian cairan, dan pemberian obat-obatan.
Pemberian cairan Pemberian cairan pada pasien diare dan
memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
1) Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL dan
glukosa untuk diare akut.
2) Cairan Parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai
dengan kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung
tersedianya cairan setampat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat
(RL) di berikan tergantung berat/ringan dehidrasi, yang di
perhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan
berat badannya.
14
15
3) Obat- obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang
melalui tinja dengan/tanpa muntah dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa, karbohidrat lain (gula, air
tajin, tepung beras, dsb).
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali
setelah pasien defekasi. Cairan mengandung elektrolit, seperti
oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan garam dan 1
gelas air matang yang agak dingin dilarutkan dalam satu sendok
teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur.
Jika anak terus muntah tidak mau minum sama sekali
perlu diberikan melalui sonde. Bila cairan per oral tidak dapat
dilakukan, dipasang infuse dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau
cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan
adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam
pertama karena diperlukan untuk mengatasi dehidrasi.
2) Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. untuk
mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan,
jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:
a) Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set
infuse yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol
infuse waktu memantaunya.
b) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.
c) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih
sering, encer atau sudah berubah konsistensinya.
d) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk
mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.
e) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien
diberikan makan lunak atau secara realimentasi.
16
9. Komplikasi
a. Dehidrasi berat, ketidakseimbangan elektrolit
b. Shock hipovolemik yang terdekompensasi (hipotensi, asidosis metabolic,
perfusi sistemik buruk)
c. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik)
d. Kejang demam terjadi pada dehidrasi hipertonik (dehidrasi yang
berlebih)
e. Hipoglikemia
f. Hipokalemia (meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, disritmia
jantung)
g. Bakteremia
(Cecyly, Betz.2002. Mansjoer, Arief. 1999)
17
B. Konsep Keperawatan
Proses keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang
sistematik untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan melalui
lima fase yaitu pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Semua
data-data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif
terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial maupun spiritual klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam
pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta
diagnostik untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien.
Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik
Data yang dikumpulkan meliputi:
a. Identitas
- Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
- Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
b. Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama yang
dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang
klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas dan
mual muntah
- Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengembangan diri dari
keluhan utama melalui metode PQRST. Paliatif atau provokatif (P)
yaitu fokus utama keluhan klien. Quality (Q) yaitu bagaimana nyeri
yang dirasakan oleh klien. Regional (R) yaitu area nyeri atau apakah
sudah menjalar. Severity (S) posisi yang bagaimana dapat
18
mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman. Time (T) yaitu sejak
kapan klien merasakan nyeri tersebut
- Riwayat kesehatan yang lalu. Perlu dikaji apakah klien pernah
menderita penyakit yang sama.
- Riwayat kesehatan keluarga. Mengkaji ada atau tidaknya keluarga
klien pernah menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis
tidak menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok manusia
yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi
orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum. Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–tanda
vital yaitu tekanan darah, nadi, RR, dan suhu. Pemeriksaan Fisik
Head To Toe
1) Kulit. Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis, rash
lesi, bintik–bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa, warna,
bentuknya ada cairan atau tidak, kelembaban dan turgor kulit
baik atau tidak
2) Kepala. Simetris Pada anak dengan glomelurus nefritis akut
biasanya ubun-ubun cekung, rambut kering.
3) Wajah.
4) Mata. Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya
nampak edema pada kelopak mata, konjungtiva anemis, pupil
anisokor, dan skelera anemis.
5) Telinga. Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna,
ada serumen atau tidak, ada tanda – tanda infeksi atau tidak,
palpasi adanya nyeri tekan atau tidak.
6) Hidung. Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi,
sumbatan, perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah pernapasan
cuping hidung atau tidak dan nyeri tekan.
7) Mulut. Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan
stomatitis. Langit–langit keras (palatum durum) dan lunak,
tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret,
kesimetrisan bibir dan tanda–tanda sianosis.
8) Dada. Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada, adakah
bunyi napas tambahan (seperti ronchi, wheezing, crackels),
adakah bunyi jantung tambahan seperti (mur mur), takipnea,
19
dispnea, peningkatan frekuwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul).
9) Abdomen. Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal
adanya nyeri tekan, palpasi hepar, adakah distensi, massa,
dengarkan bunyi bising usus, palpasi seluruh kuadran
abdomen. Biasanya pada Kolelitiasis terdapat nyeri pada perut
bagian kanan atas.
10) Genitalia dan rectum
a) Lubang anus ada atau tidak
b) Pada laki–laki inspeksi uretra dan testis apakah terjadi
hipospadia atau epispadia, adanya edema skrotum atau
terjadinya hernia serta kebersihan preputium.
c) Pada wanita inspeksi labia dan klitoris adanya edema atau
massa, labia mayora menutupi labia minora, lubang vagina,
adakah secret atau bercak darah.
11) Ekstremitas. Inspeksi pergerakan tangan dan kaki, kaji
kekuatan otot, palpasi ada nyeri tekan, benjolan atau massa
2. Diagnose keperawatan
a. Diare berhubungan dengan proses infeksi, Inflamasi, iritasi, malabsorpsi,
parasit, bahan atau zat yang dapat mengontaminasi, penyalahgunaan
obat pencahar, stres tingkat tinggi
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(muntah, diare)
c. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare,
dehidrasi, muntah
d. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah.
e. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap
dehidrasi
f. Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi
BAB yang berlebihan.
g. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen.
h. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan asam laktat,
penurunan PH, pernapasan meningkat
20
3. Perencanaan
N Diagnose Tujuan & kriteria hasil Intervensi
o keperawatan
1 Diare Kriteria waktu 1. Tanyakan kepada pasien
. berhubungan Setelah dilakukan atau keluarga warna,
dengan tindakan keperawatan volume, frekuensi, dan
proses selama 1 x 24 jam konsistessi BAB
infeksi, diharapkan diare berhenti 2. Evaluasi makanan yang
inflamasi, dengan dikonsumsi terakhir oleh
iritasi, Kriteria hasil : pasien
malabsorpsi, 1. Pola eliminasi per 24 3. Anjurkan makan dengan
parasit, jam tidak lebih dari 3 porsi kecil (lalu tingkatkan
bahan atau kali porsi)
zat yang 2. Warna BAB dalam 4. Anjurkan pasien untuk
dapat batas normal (kuning) menghindari makanan yang
mengontamin 3. Feses lembek bergas dan pedas
asi, 4. Bau feses dalam batas 5. monitor tanda dan gejala
penyalahgun normal (tidak dari diare
aan obat menyengat) 6. Identifikasi faktor (seperti
pencahar, 5. Tidak terdapat lemak pengobatan, bed rest, dan
stres tingkat dan mukus dalam makanan) makanan
tinggi feses mungkin yang menyebabkan
6. Penurunan frekuensi diare
BAB 7. Kolaborasi dengan pasien
7. Bising usus tidak atau keluarga untuk
hyperaktif (10-12 memberitahukan perawat
x/menit) pada tiap episode diare
8. Kram abdomen 8. Observasi turgor kulit
berkurang atau hilang 9. Monitor kulit area perianal
9. Sphincter dan tonus dari iritasi dan ulserasi
otot untuk 10.Monitor diare atau
mengosongkan feses pengeluaran
kuat 11.Timbang BB dengan teratur
10. Pencernaan cairan 12.Beritahu dokter bila ada
dan serat yang peningkatan frekuensi dan
adekuat suara dan usus
13.Konsultasikan dengan dokter
21
bila gejala diare menetap
14.Kolaborasi dengan dokter
untuk menggunakan obat
anti diare
15.Anjurkan memakan
makanan tinggi sera, tinggi
protein, tinggi kalori,
16.Anjurkan untuk
menghindari laksatif
17.Ajarkan pasien untuk
menggunakan teknik
penurunan stres
18.Monitor keamanan makanan
19.Lakukan tindakan untuk
mengistirahatkan usus
(seperti NPO atau diet
cairan) jika diperlukan
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassesment) secara umum evaluasi ditunjukan untuk :
a) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
b) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
c) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan,
mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan, dan biasanya berupa
catatan perkembangan. Evaluasi sumatif : menggunakan rekapan terakhir
secara paripurna, menggunakan catatan naratif, dan pada saat pasien pulang
atau pindah
C. Discharge Planning
Discharge planning adalah suatu proses yang dipakai sebagai pengambilan
keputusan dalam hal memenuhi kebutuhan pasien dari suatu tempat perawatan
ke tempat lainnya. Dalam perencanaan kepulangan, pasien dapat dipindahkan
kerumahnya sendiri atau keluarga, fasilitas rehabilitasi, nursing home atau
tempat tempat lain diluar rumah sakit. (Mugianti, 2016).
Perencanaan pulang (Discharge Planning) merupakan suatu proses yang
dinamis dan sistematis dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang
dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan
pelayanan sosial sebelum dan sesudah pulang. Perencanaan pulang merupakan
proses yang dinamis agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup
30
untuk menyiapkan pasien melakukan perawatan mandiri di rumah. Perencanaan
pulang didapatkan dari proses interaksi ketika perawat profesional, pasien dan
keluarga berkolaborasi untuk memberikan dan mengatur kontinuitas
keperawatan. Perencanaan pulang diperlukan oleh pasien dan harus berpusat
pada masalah pasien, yaitu pencegahan, terapeutik, rehabilitatif, serta perawatan
rutin yang sebenarnya. (Nursalam, 2014).
Discharge planning adalah suatu kegiatan perawat dalam asuhan
keperawatan untuk memberikan pendidikan dari pasien masuk rumah sakit
sampai dengan kepulangan pasien. Perawat mempunyai tanggung jawab utama
untuk memberi instruksi kepada pasien tentang sifat masalah kesehatan, hal-hal
yang harus dihindari, penggunaan obat-obatan di rumah, jenis komplikasi, dan
sumber bantuan yang tersedia. (Pertiwiwati & Rizany, 2016).
Tujuan Discharge Planning yaitu:
a. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis dan social untuk
pulang dan beradaptasi dengan lingkungan.
b. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk meningkatkan
derajat kesehatan pasien.
c. Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien.
d. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain.
e. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan
serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan
pasien.
f. Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat.
g. Memberikan informasi pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhan mereka
baik secara tertulis maupun secara verbal.
Perencanaan pulang mempunyai manfaat sebagai berikut:
a. Dapat memberi kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada klien
yang dimulai dari rumah sakit.
b. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk
menjamin kuantitas perawatan klien.
c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan
klien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru.
d. Membantu kemandirian dan kesiapan klien dalam melakukan perawatan di
rumah. (Effendi, 2008)
31
Komponen-komponen Discharge Planning
a. Perawatan di rumah meliputi pemberian pengajaran atau pendidikan
kesehatan (health education) mengenai diet, mobilisasi, waktu kontrol dan
tempat kontrol, pemberian pelajaran disesuaikan dengan tingkat
pemahaman dan keluarga mengenai perawatan selama pasien di rumah
nanti.
b. Obat-obatan yang masih diminum dan jumlahnya, meliputi dosis, cara
pemberian dan waktu yang tepat minum obat.
c. Obat-obat yang dihentikan, karena meskipun ada obat-obat tersebut sudah
tidak diminum lagi oleh pasien, obat-obat tersebut tetap dibawa pulang
pasien.
d. Hasil pemeriksaan, termasuk hasil pemeriksaan luar sebelum MRS dan
hasil pemeriksaan selama MRS, semua diberikan ke pasien saat pulang.
e. Surat-surat seperti surat keterangan sakit, surat kontrol. (Nursalam, 2014)
1. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 07/11/2021
Tanggal masuk RS : 07/11/2021
Ruang/Kelas : Vatica/suite
No. MR : 10301903
Diagnosa Medis : Infection diarrhea, susp fatty liver
a. Identitas Klien
1) Inisial pasien : Tn. R
2) Umur : 44 th
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Suku bangsa : Tionghoa/Indonesia
5) Agama : Buddha
6) Pendidikan : SMA
7) Pekerjaan : Wirausaha
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan Utama : Pasien baru masuk dari IGD dengan keluhan mual
muntah mulai malam ini, frekuensi sekitar 5 kali. Perut terasa
mules, nyeri perut bagian bawah, bab cair sudah 5 kali malam ini.
Demam disangkal, batuk pilek tidak ada, bak tidak ada keluhan.
Riwayat kontak dengan orang bergejala covid-19 disangkal. Pasien
sudah vaksin covid-19 2x bulan Mei 2021
Riwayat kesehatan sekarang : pasien mengeluh nyeri perut bagian
bawah, perut terasa mules, nyeri dirasakan setelah bab cair 5 kali
malam ini, nyeri terasa seperti diremas, melilit, nyeri tidak myerbar
kearea lain, skala nyeri 2 (numeric), nyeri terasa hilang timbul,
timbul saat akan terasa bab, hilang saat istirahat.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat alergi : pasien tidak ada alergi makanan maupun obat-
obatan.
Riwayat dirawat di RS : tidak ada
Riwayat pemakaian obat : tidak ada
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya : pasien tidak pernah
menderita penyakit yang sama sebelumnya.
33
Riwayat kesehatan keluarga : keluarga tidak ada menderita penyakit
keturunan seperti Diabetes mellitus, Hipertensi, dll.
c. Hasil pengkajian yang mendukung : bab cair, nyeri perut bawah, perut
terasa mules, badan lemas, mual dan muntah. Hasil pemeriksaan darah
rutin adanya leukositosis, pemeriksaan feses konsitensi bab cair.
d. Pemeriksaan fisik
34
35
36
37
38
Tambahan pengkajian :
1. Nursing Chief Complaint :
Pasien mengatakan badannya agak hangat, terasa seperti akan demam.
- Vital signs : Suhu : 37,7°C, RR : 20 x/menit, HR : 98 x/menit, TD :
123/60 mmHg
- Skin integrity : skin turgor: decreased, skin temperature: warm
2. Nursing Diagnosis : hypertermia
3. Nursing Intervension : vital sign, temperature
4. Nursing Action : monitoring of vital sign, monitoring of temperature,
taking of temperature, notification of fever, application of cooling blanket,
giving of tepid bath, administration of antipyretic medication
5. Nursing Goals : physical regulation goals : fever controlled
39
e. Pemeriksaan diagnostik
1) Laboratorium
a) Pemeriksaan tanggal 07/11/21
40
f. Therapi
1) Diit : MB rendah serat
2) IVFD : Asering 500 ml/6 jam
3) Obat Per oral
- Newdiatab 3x2 tab PO
- Irbosyd 3x1 tab PO k/p mules
4) Obat injeksi
- Nexigas 1x40 mg IV
- Setrovel 2x5 mg IV
5) Cek lab : cek feses lengkap
DS : pasien
mengatakan mual,
muntah ada 6 kali
sejak tadi malam,
muntah berisi
makanan yang
dimakan.
3 DO : Pasien tampak Nyeri akut Psikologis (cemas, takut)
meringis dan ↓
memegang perut Stimulasi saraf simpatis
- vital sign : TD : ↓
123/60 mmHg, HR : Merangsang peristaltik usus
98 x/menit, RR : 20 ↓
x/menit, T : 37,7 C Kemampuan absorpsi
Hasil lab : menurun
Hematologi Rutin ↓
- Hb : 16 g/dL Bakteri dalam usus meningkat
- Leukosit : 16,7 ↓
10^3/µL (H) Menghasilkan gas H2 dan CO2
- Eritrosit : 6,07 ↓
10^6/µL (H) Kram abdomen
- Hematokrit : ↓
48,5% Nyeri akut
- Trombosit : 248
44
10^3/µL
Hitung jenis
- Basofil : 0 %
- Eosinofil : 0 %
(L)
- Neutrofil : 88 %
(H)
- Limfosit : 4 %
(L)
- Monosit : 8 %
Hasil feses lengkap :
konsistensi cair
DS : pasien
mengeluh nyeri pada
perut bagian bawah,
nyeri terasa melilit,
nyeri hilang timbul,
nyeri dirasakan
tidak menyebar,
skala nyeri 2
(numerik)
4 DO : Pasien tampak Resiko jatuh Psikologis (cemas, takut)
terpasang infus, ↓
pasien tampak ada Stimulasi saraf simpatis
muntah, pasien ↓
tampak meringis Merangsang peristaltik usus
menahan nyeri ↓
perut Kemampuan absorpsi
- vital sign : TD : menurun
123/60 mmHg, HR : ↓
98 x/menit, RR : 20 Bakteri dalam usus meningkat
x/menit, T : 37,7 C ↓
- Skala morse : 35 Menghasilkan gas H2 dan CO2
↓
DS : Kram abdomen, mual dan
- pasien muntah
mengeluh nyeri ↓
45
pada perut Dehidrasi
bagian bawah, ↓
nyeri terasa Resiko jatuh
melilit, nyeri
hilang timbul,
nyeri dirasakan
tidak menyebar,
skala nyeri 2
(numerik),
pasien
- mengatakan
ada muntah
- pasien
mengatakan
tidak ada
kejadian jatuh
selama dirawat
5 DO : pasien tampak Hipertermi Infeksi (virus, bakteri, parasit)
lemas. ↓
- vital sign : TD : Masuk ke pembuluh darah
123/60 mmHg, HR : ↓
98 x/menit, RR : 20 Kompensasi imun
x/menit, T : 37,7 C ↓
Hasil lab : Hipertermi
Hematologi Rutin
- Hb : 16 g/dL
- Leukosit : 16,7
10^3/µL (H)
- Eritrosit : 6,07
10^6/µL (H)
- Hematokrit :
48,5%
- Trombosit : 248
10^3/µL
Hitung jenis
- Basofil : 0 %
- Eosinofil : 0 %
(L)
46
- Neutrofil : 88 %
(H)
- Limfosit : 4 %
(L)
- Monosit : 8 %
DS : pasien
mengeluh merasa
badannya agak
hangat, lemas.
Pasien merasa
seperti akan demam
47
a. Implementasi Keperawatan
Nama pasien : Tn. R/44 tahun Ruang rawat/Kamar : Vatica/8011
No. RM : 10301903 Diagnosa medis : Gastroenteritis
5 Resiko jatuh Kriteria Waktu a. Pasang gelang 07/11/20 a. Memasang Rita S : Pasien
berhubungan dengan Setelah kuning 21 gelang kuning mengatakan tidak
proses penyakit; dilakukan b. Pasang stiker fall 08.00 b. Memasang ada jatuh selama
dehidrasi, mual dan tindakan risk di tempat tidur stiker fall risk di dirawat
muntah keperawatan dan di pintu masuk tempat tidur O:
DO : Pasien tampak selama 1 x 24 c. Kunci roda dan di pintu a.Vital sign :
terpasang infus, pasien jam diharapkan tempat tidur masuk TD : 107/58 mmHg
tampak ada muntah, tidak ada d. Pasang bed side 08.00 c. Mengunci HR : 83 x/menit
pasien tampak meringis kejadian jatuh rail di kedua sisi roda tempat RR : 20 x/menit
menahan nyeri perut pada pasien tempat tidur. tidur T : 37 C
- vital sign : TD : 123/60 yang ditandai e. Hindari lantai 08.05 d. Memasang c. Pasien tampak
mmHg, HR : 98 x/menit, dengan licin bed side rail di tidak ada jatuh
RR : 20 x/menit, T : 37,7 Kriteria hasil : f. Berikan kedua sisi selama dirawat
C 1. Pasien tidak penerangan yang tempat tidur. A : masalah resiko
- Skala morse : 35 ada melaporkan cukup 08.05 e. Menghindari jatuh teratasi
kejadian jatuh g. Dekatkan bel lantai licin sebagian
DS : 2. Pasien bisa untuk memudahkan 08.05 f. Memberikan P : lanjutkan
- pasien mengeluh beraktivitas pasien meminta penerangan intervensi
57
nyeri pada perut dengan tenang batuan perawat yang cukup keperawatan.
bagian bawah, nyeri dan nyaman h. Beritahu keluarga 08.10 g. Mendekatkan
terasa melilit, nyeri 3. Keluarga untuk mendampingi bel untuk
hilang timbul, nyeri dapat pasien selama memudahkan
dirasakan tidak berpartisipasi dirawat pasien meminta
menyebar, skala aktif dalam batuan perawat
nyeri 2 (numerik), mendampingi 08.10 h. Memberitahu
pasien pasien selama keluarga untuk
- mengatakan ada dirawat mendampingi
muntah pasien selama
- pasien mengatakan dirawat
tidak ada kejadian
jatuh selama dirawat
58
A. NURSING DAILY NOTE
1. Perawatan hari pertama
a. Shift malam
59
60
61
62
b. Shift pagi
63
64
65
66
c. Shift siang
67
68
69
70
71
d. Shift malam
72
73
74
75
2. Perawatan hari kedua
a. Shift pagi
76
77
78
79
80
b. Shift siang
81
82
83
84
c. Shift malam
85
86
87
88
A. Kesimpulan
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang lambung
dan usus ditandai dengan buang air besar konsitensi cair 5 kali atau lebih dalam
24 jam, buang air besar bisa disertai lender atau darah. Penyebab utama
gastroenteritis adalah adanya bakteri, virus, parasit. Gastroenteritis akan
ditandai dengan muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan
elektrolit terutama natrium dan kalium yang akhirnya menimbulkan asidosis
metabolik dan syok hipovolemik dan dehidrasi.
Komplikasi gastroenteritis biasanya dapat menimbulkan dehidrasi berat,
ketidakseimbangan elektrolit, Shock hipovolemik yang terdekompensasi
(hipotensi, asidosis metabolic, perfusi sistemik buruk), malnutrisi energi
protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik), kejang demam
terjadi pada dehidrasi hipertonik (dehidrasi yang berlebih), hipoglikemia,
hipokalemia (meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, disritmia jantung),
bakteremia.
Pada kasus yang diagnosa resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
tidak bisa diangkat dikasus karena kurangnya data yang mendukung diagnosa
tersebut. Saat pasien dirawat pasien tidak tampak ada kekurangan cairan dan
elektrolit dan tidak dilakukannya pemeriksaan kimia darah berupa pemeriksaan
elektrolit untuk mendukukung data pengkajian.
B. Saran
1. Individu yang mengalami gejala gastroenteritis perlu memahami pengobatan
sedini mungkin sehingga keluhan berat dan komplikasi dapat dicegah.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat mengenali dan
memahami tanda dan gejala gastroenteritis, agar dapat melakukan
penatalaksaan keperawatan sesuai sebagaimana mestinya.
3. Bagi tenaga kesehatan maupun tenaga pengajar perlu memberikan
sumbangsih penelitian maupun referensi mengenai penyakit gastroenteritis
untuk memperbanyak literatur mengenai gastroenteritis.
93
DAFTAR PUSTAKA