Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)


SISTEM PENCERNAAN PADA Tn. “A”
DENGAN KASUS DIARE

OLEH : Jaldni Loboy,S.Kep


NIM : 032020118

CI LAHAN CI INSTITUSI

......................................... ......................................

PROGRAM STUDI NERS STIKES


KURNIA JAYA PERSADA
KOTA PALOPO
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair atau buang air besar
yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya
(Vivian, 2010). Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya , ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta
frekuensinya lebih dari 3 kali sehari (Hidayat, 2006)
Diare menyebabkan kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui feses.
Kelainan yang mengganggu penyerapan diusus besar lebih jarang menyebabkan diare.
Sedangkan kelainan penyerapan diusus besar lebih jarang menyebabkan diare. Pada
dasarnya diare merupakan gangguan transportasi larutan diusus (Sodikin, 2012)
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang
air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa
disertai lendir dan darah.

2. ETIOLOGI
a. Diare akut
Infeksi Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.
Infeksi Parasit : protozoa (Girdia lambdia, Entamoeba hystolitica, trikomonas
hominis, Isospora sp), Cacing (A lumbricoides, A. Duodenale, N.
Americanus, T. Trichiura, O. Vermicularis, S. Strecolaris, T.
Saginata, T. Sollium).
Infeksi Bakteri : yang memproduksi enterotoksin (S aureus, C perfringens, E coli,
V cholera, C difficile) dan yang menimbulkan inflamasi mukosa
usus (Shinggela, Salmonella spp, Yersinia)
b. Diare kronik
Umumnya diare kronik dapat dikelompokkan dalam 6 kategori pathogenesis
terjadinya
- Diare osmotic
- Diare sekretorik
- Diare karena gangguan motilitas
- Diare inflamatorik
- Malabsorbsi
- Infeksi kronik

3. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi fisiologi pencernaan manusia diawali dari mulut sampai anus, menurut
Pearce (2009), anatomi fisiologi sistem pencernaan manusia yaitu:
a. Mulut
Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan yang terdiri atas dua
bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruangan diantara gusi dengan bibir dan
pipi. Bagian dalam yang terdiri atas rongga mulut. Didalam mulut terdapat lidah
yang merupakan organ otot yang dilapisi mukosa, merupakan alat bantu pada
proses mengunyah (mastikasih), menelan (deglution), bicara (spech) dan
pengecap, kemudian terdapat kelenjar air utama yaitu : glandula parotis, glandula
sublingualis, glandula submaksilaris. Selain lidah terdapat pula gigi yang
merupakan salah satu alat bantu sistem pencernaan karena berperan sebagai alat
pengunyah dan bicara.

b. Pharing
Pharing atau tekak merupakan suatu saluran muskulo fibrosa, panjang kira-kira
12 cm, terbentang tegak lurus antara basis cranii yaitu setinggi vertebra cervikalis
VI hingga kebawah setinggi tulang rawan cricoidea. Jadi pharing penting untuk
lalunya bolus (makanan yang sedang dicerna mulut) dan lalunya udara.

c. Esophagus (kerongkongan)
Esophagus merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri dari jaringan otot
yang terbentang mulai setinggi kartilago cricoidea dan bermuara pada lambung
yang merupakan lanjutan lambung.
d. Lambung
Lambung yang merupakan bagian terlebar dari Tractus Gastrointestinal dan
merupakan lanjutan dari esofagus, bentuknya seperti huruf “ J ” terletak dibagian
atas agak kekiri sedikit pada rongga abdomen dibawah diafragma. Fungsi
lambung sebagai pencernaan makanan secara mekanis dan kimiawi, sebagai
bacteri sidoleh asam lambung HCL dan membantu proses penyembuhan eritrosid.

e. Usus Halus
Usus halus merupakan lanjutan lambung terbentang mulai pylorus sampai
muara ileocaecalis dan menempati bagian terbesar rongga abdomen terletak
sebelah bawah lambung dan hati, panjang kurang lebih 7 meter. Usus halus dibagi
menjadi :
1) Duodenum
Disebut juga usus dua belas jari. Panjang kira-kira 20 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung kekiri. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Bagian kanan
terdapat selaput lendir yaitu papila vateri. Dinding duodenum mempunyai
lapisan yang banyak mengandung kelenjar yang berfungsi untuk memproduksi
getah intestinum yang disebut kelenjar brunner.

2) Yeyenum dan Ileum


Panjangnya sekitar 6 cm. Lekukan Yeyenum dan Ileum merekat pada
dinding abdomen posterior lipatan peritonium yang dikenal sebagai
mesentrum. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantara
lubang orifisium ileosinkalis. Didalam tunica propria (bagian dalam tunica
mukosa) terdapat jaringan-jaringan limfoid, noduli lymphatici yang ada sendiri-
sendiri atau berkelompok. Sementara di ileum plicae cirkulares dan villiakan
berkurang, sedangkan kelompok noduli lymphatici akan menjadi banyak, tiap
kelompok berkisar antara 20 noduli lymphatici. Kumpulan kelompok ini
disebut Plaqua Payeri, yang menjadi tanda khas ileum. Fungsi dari usus halus
antara lain menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna, menyerap
karbohidrat dalam bentuk emulasi lemak.
f. Usus besar
Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang tersusun seolah-olah
seperti huruf “ U “ terbalik dengan mengelilingi usus halus, panjangnya kurang
lebih 140 cm terbentang dari valvula ileocaecalis sampai anus. Usus besar terdiri
dari colon asendens, colon transversum, colon desenden dan sigmoideum. Fungsi
usus besar adalah untuk absorbsi air untuk kemudian sisa masa membentuk masa
yang semisolid (lembek) disebut feses.

g. Anus
Anus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar, terletak didasar pelvis dindingnya diperkuat oleh tiga spinter
yaitu :
1) Spinter ani intermus, bekerja tidak menurut kehendak
2) Spinter levator ani, bekerja tidak menurut kehendak
3) Spinter ani ekstermus, bekerja tidak menurut kehendak

4. MANIFESTASI KLINIS
Beberapa tanda dan gejala tentang diare menurut Suriadi (2001) antara lain :
a. Sering BAB dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Terdapat luka tanda gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun)
ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
c. Kram abdomial
d. Demam
e. Mual dan Muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Perubahan TTV, nadi dan pernafasan cepat
j. Menurun atau tidak ada pengeluaran urin.
5. KLASIFIKASI
Klasifikasi diare menurut Wong (2009) adalah sebagai berikut :
a. Diare Akut
Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba
frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius saluran nafas atas
atau saluran kemih, terapi antibiotik atau pemberian obat pencahar (laktasif). Diare
akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda
tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.

b. Diare Kronik
Diare kronik didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi
dan kandungan air dalam feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali
diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit
inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi laktosa atau diare
nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari pelaksanaan diare akut yang
memadai.

6. PATOFISIOLOGI
Menurut Hidayat (2006), proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
macam kemungkinan faktor diantarannya :
a. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus, selanjutnya terjadi
perubahan kapasitas usus yang akhirnya menyebabkan gangguan fungsi usus
dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri
akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
b. Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbs yang menyebabkan tekanan
osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kerongga usus
yang dapat isi meningkatkan rongga usus sehingga terjadilah diare.

c. Faktor makanan
Ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik.
Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.

d. Faktor psikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang
akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang menyebabkan diare.
7. PATHWAY

Infeksi Makanan Psikologis

Toksik tak dapat diserap Ansietas


Berkembang diusus

Hiperperistaltik Malabsorbsi KH, Lemak,


Hipersekresi air & elektrolit
protein

Penyerapan makanan
Isi usus Meningkatkan tekanan
diusus menurun
osmotik

Pergesaran air dan


elektrolit ke usus

Diare

Frekuensi BAB meningkat Distensi abdomen

Mual muntah
Hilangnya cairan & Kerusakan integritas kulit
elektrolit berlebihan perianal
Nafsu makan menurun

Gangguan keseimbangan Asidosis metabolik Ketidakseimbangan


cairan & elektrolit nutrisi kurang dari
Sesak kebutuhan tubuh
Dehidrasi
Gangguan pertukaran gas

Kekurangan volume cairan Resiko syok (hipovolemi)


8. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan tinja
- Makroskopis dan mikroskopis
- Ph dan kadar gula dalam tinja
- Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam
basa (pernapasan Kusmaul)
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat

9. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari diare menurut Suriadi (2001) adalah :
a. Hipokalemia ( dengan gejala matiorisme hipotoni otot lemah baradikardi
perubahan elektrokardiogram)
b. Hipokalsemia
c. Cardiac dysrhythimias akibat hipokalemia dan hipokalsemia.
d. Hiponatremi
e. Syok hipovolemik
f. Asidosis
g. Dehidrasi

10. TINDAKAN MEDIS


Penatalaksanaan masalah pada diare adalah : (Smeltzer dan bare, 2001 dan Tucker,
1998)
a. Rehidrasi secepatnya
Tindakan utama pada diare adalah mengembalikan cairan tubuh secepatnya.
Pemberian cairan dapat secara oral dan parental aabila mengalami kesulitan dapat
dilakukan dengan pemasangan NGT, pemberian oralit dilakukan sesuai dengan
keadaan diare dan usia penderita. Dapat dengan pembuatan sendiri atau dengan
sediaan yang telah dikemas. Pemberian secara parenteral dengan RL dan bila tidak
tersedia dapat menggunakan NaCL 0,9.
b. Bedrest (Tirah baring)
Menganjurkan penderita untuk beristirahat ditempat tidur dan meminimalisasi
pergerakan. Tujuan yang diharapkan untuk menghindari perdarahan usus akibat
peningkatan peristaltik. Istrahat juga diperlukan guna menghemat energi sehingga
dapat digunakan tubuh untuk proses penyembuhan.

c. Pengaturan diet
Asupan nutrisi sangat diperlukan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi
dan makanan tambahan guna mencegah efek buruk pada status gizi. Makanan
berserat di hindarkan dan pola pengaturan diet yang benar. Di awali dari makanan
lunak dan berkuah sampai padat berdasar pada perkembangan kondisi diarenya.
Buah-buahan segar diberikan terutama yang banyak mengandung mineral dan
memperhatikan kandungan seratnya.

d. Peningkatan kenyamanan
Kehilangan cairan tubuh dapat meningkatkan suhu tubuh yang berakibat penderita
merasa tidak nyaman dan perasaan haus. Rehidrasi baik secara oral maupun
parenteral akan membantu mencukupi kebutuhan cairan dan menurunkan suhu
tubuh. Tindakan lain dengan kompres dingin disekitar leher, lipat paha, ketiak
akan membantu mempercepat penurunan dan sensasi dingin akan menimbulkan
rasa kenyamanan. Feses yang keluar bersama cairan empedu dan cairan
pencernaan di lambung yang keluar terus menerus akan menimbulkan iritasi
dikulit daerah anus. Sensasi gatal dan perih dirasakan. Tindakan mencegah agar
daerah anus tetap kering dan kain pengalas tempat tidur yang bersih dan kering
akan memberikan rasa nyaman. Rasa nyeri diperut mengganggu kenyamanan
penderita kolaborasi pemberian obat anti biotik dan analgetik yang berfungsi
memperlambat peristaltik dilakukan dengan medis. Tugas pemberian obat yang
diberikan dilakukan dengan benar dan penjelasan fungsi dan efek serta manfaat
obat juga dilakukan pada penderita.
e. Perawatan ekskreta
Penularan diare terjadi secara fekal oral feses yang mengandung mikroorganisme
penyebab diare dilakukan pembersihan dan pengelolaan yang baik dan dibuang
pada tempat yang benar. Kebersihan alat dan bahan yang terkontaminasi perlu
mendapatkan perhatian yang khusus guna mencegah penularan. Personal higiene
penderita dilakukan dengan mandiri perawat atau melibatkan penderita dan
keluarga termasuk mandi, berpakaian, keramas, perawatan kuku, dan kebersihan
tempat tidur, serta ruang perawatan.

f. Monitor tanda-tanda dehidrasi dan perkembangan kondisi penderita


Dehidrasi merupakan perhatian khusus pada penderita. Pemantauan tanda-tanda
vital dan pengamatan yang terus-menerus akan dapat menjauhkan resiko bahaya
yang akan muncul pada penderita. Balance cairan diukur dengan memperhatikan
jumlah input dan output cairan, tanda-tanda vital serta kondisi kulit.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu proses penting komponen asuhan
keperawatan bagi klien. Pengkajian keperawatan merupakan proses yang dilakukan oleh
seorang perawat guna menggali masalah keperawatan yang diderita klien. Pada bahasan
klien dengan gangguan sistem penglihatan, maka perawat menggali informasi yang
berhubungan dengan sistem penglihatan guna menentukan diagnosa pada langkah
selanjutnya. Kegiatan menggali informasi tersebut harus sistematis, akurat dan menyeluruh
serta saling berhubungan. Pengumpulan data secara umum mutlak dilakukan oleh seorang
perawat dalam pengkajian keperawatan (Nursalam, 2002). Adapun macam data yang perlu
dikumpulkan oleh perawat adalah:
a. Data Subyektif
Data yang didapatkan berdasarkan hasil wawancara oleh perawat kepada klien
ataupun keluarga klien yang sifatnya tidak dapat diukur dengan jelas karena
merupakan suatu penilaian subyektif.
b. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diukur hasilnya. Data obyektif diperoleh
melalui hasil pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang lainnya seperti hasil
pemeriksaan laboratorium. Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan
gangguan sistem pencernaan antara lain; (1) Riwayat Kesehatan, (2) Kajian per
Sistem, (3) Pengkajian Psikososial.

2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang perlu dikaji adalah riwayat kesehatan sekarang dan masa lalu.
Serta perlu dikaji pula riwayat kesehatan keluarga klien, apakah ada penyakit yang
diturunkan secara genetis atau tidak.
a. Keluhan utama
Dalam membuat riwayat kesehatan yang berhubungan dengan sistem Pencernaan,
maka sangat penting untuk mengenal tanda serta gejala umum gangguan sistem
pencernaan seperti perubahan frekuensi dan konsistensi BAB.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi riwayat penyakit yang penuh diderita serta kebiasaan sehingga menimbulkan
gangguan pada sistem pencernaan. Sebagai contoh: melakukan anamnesa kepada
pasien mengenai apakah pernah mengalami gejala serupa sebelumnya, kemudian
apakah meiliki faktor alergi seperti alergi obat-obatan dan makanan. Tanyakan
kepada pasien apakah selalu makan makanan yang dapat memicu penyakitnya.
Apabila pasien mengeluhkan penyakitnya kambuh, tanyakan obat apa saja yang
pernah dikonsumsi sehingga sakitnya reda serta kapan terakhir kali rasa sakit itu
muncul.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga perlu ditanyakan kepada klien guna mengetahui apakah
ada potensi penyakit yang dapat diturunkan atau ditularkan secara genetis atau tidak.
Hal ini akan membantu perawat mengetahui sumber penularannya jika memang ada
penyakit serupa yang pernah terjadi dalam lingkup keluarganya.
d. Riwayat sosial
1) Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok
2) Tanyakan apakah didalam anggota keluarganya ada yang menderita penyakit
yang berhubungan dengan sistem pernapasan.
e. Riwayat psikologis
1) Adakah perasaan cemas pada diri klien saat menghadapi suatu penyakit?
2) Kaji tingkat stres klien.

3. Pemeriksaan Fisik Sistem Pencernaan


Pemeriksaan fisik merupakan serangkaian tindakan pemeriksaan secara holistik yang
bertujuan melihat kondisi klien serta mendapatkan data obyektif secara valid dan didukung
dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik pada sistem pencernaan meliputi:
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk melengkapi pengkajian sistem pencernaan terdiri
atas pemeriksaan tinja, analisis gas darah, pemeriksaan ureum dan kreatinin, dan
pemeriksaan elektrolit terutama kadar (Na, K, kalsium dan posfat). Secara umum, peran
perawat pada pasien yang menjalani pemeriksaan diagnostik meliputi:
a. Berperan dalam memenuhi informasi umum tentang prosedur diagnostik yang akan
dilaksanakan.
b. Memberikan informasi waktu atau jadwal yang tepat kapan prosedur diagnostik akan
dilaksanakan.
c. Memberikan informasi mengenai aktifitas yang harus dilakukan oleh pasien,
memberikan instruksi mengenai perawatan pasca prosedur, serta pembatasan diri dan
aktifitas.
d. Memberikan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat kecemasan.
e. Mengajarkan tehknik distraksi dan relaksasi untuk menurunkan ketidaknyamanan.
f. Mendorong anggota keluarga atau orang terdekat untuk memberikan dukungan emosi
pada pasien selama tes.

5. Pemeriksaan Tinja
Pemeriksaan feses adalah prosedur untuk memeriksa sampel feses atau tinja.
Pemeriksaan feses bertujuan untuk mendeteksi penyakit atau gangguan pada sistem
pencernaan. Pemeriksaan feses diawali dengan pengambilan sampel tinja pasien
selanjutnya, sampel tinja akan dibawah ke laboratorium untuk diteliti.

6. Pemeriksaan Analisis Gas Darah


Analisis gas darah (AGD) adalah prosedur pemeriksaan medis yang bertujuan untuk
mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah. AGD juga dapat digunakan
untuk menentukan tingkat keasaman atau Ph darah.

7. Pemeriksaan Kadar Ureum dan Kreatinin


Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin adalah kadar yang dinilai dalam darah untuk
menilai fungsi dari ginjal, dimana jika kadarnya meningkat dapat menandakan fungsi
ginjal yang menurun ataupun mengalami kegagalan terutama jika kadarnya meningkat
sangat tinggi.

8. Pemeriksaan Elektrolit terutama Kadar Na, K, Kalsium dan Posfat

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler.
2. Diare berhubungan dengan proses infeksi inflamasi diusus.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/BAB sering.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake makanan.
6. Resiko syok (hipovolemi) berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit.
7. Ansietas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan.

C. Intervensi & Implementasi Keperawatan


Dx NOC NIC
Gangguan pertukaran gas  Respiratory status : Gas Airway Management
berhubungan dengan exchange  Buka jalan nafas,
perubahan membran  Respiratory status : gunakan tehknik chin lift
alveolar-kapiler Ventilation atau jaw thrust bila perlu
Batasan Karakteristik :  Vital Sign Status  Posisikan pasien untuk
 Warna kulit abnormal Kriteria hasil : memaksimalkan
(mis., pucat,  Mendemonstrasikan ventilasi
kehitaman) peningkatan ventilasi dan  Keluarkan sekret dengan
 Sianosis (pada oksigenasi yang adekuat batuk atau suction
neonatus saja)  Memelihara kebersihan paru-  Atur intake untuk cairan
 Hipoksia paru dan bebas dari tanda- untuk mengoptimalkan
 Hipoksemia tanda distress pernafasan keseimbangan
 Gelisah  Mendemonstrasikan batuk  Monitor respirasi dan
 Samnolen efektif dan suara nafas yang status O2
 Takikardi bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
 Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
Diare berhubungan dengan  Bowel elimination Diarhea Management
proses infeksi inflamasi  Fluid Balance  Ajarkan pasien untuk
diusus.  Hydration menggunakan obat anti
Batasan Karakteristik :  Electrolyte and Acid base diare
 Nyeri abdomen Balance  Instruksikan
sedikitnya tiga kali Kriteria Hasil : pasien/keluarga pasien
defekasi per hari  Feses berbentuk, BAB sehari untuk mencatat warna,
 Kram sekali tiga hari jumlah, frekuensi, dan
 Bising usus hiperaktif  Menjaga daerah sekitar rectal konsistensi dari feses
 Ada dorongan dari iritasi  Evaluasi intake makanan

 Tidak mengalami diare yang ,masuk

 Menjelaskan penyebab diare  Identifikasi factor

dan rasional tendakan penyebab dari diare

 Mempertahankan turgor kulit  Monitor tanda dan gejala


dari diare
 Observasi turgor kulit
secara rutin
 Instruksikan pasien
untuk makan rendah
serat, tinggi protein dan
tinggi kalori jika
memungkinkan
 Ajarkan tehknik
menurunkan stress
 Monitor persiapan
makanan yang aman

Kekurangan volume cairan  Fluid Balance Fluid management


berhubungan dengan  Hydration  Pertahankan catatan
kehilangan cairan aktif.  Nutrional status : Food and intake dan output yang
Batasan Karakteristik : Fluid Intake akurat
 Perubahan status Kriteria hasil :  Monitor status hidrasi
mental  Mempertahankan urine (Kelembaban membrane
 Penurunan tekanan output sesuai dengan usia mukosa, nadi adekuat,
darah BB, BJ urine normal, HT Tekanan darah
 Penurunan tekanan normal otostatik), jika
nadi  Tekanan darah, nadi, suhu diperlukan
 Penurunan turgor kulit tubuh dalam batas normal  Monitor masukan
 Membrane mukosa  Tidak ada tanda-tanda makanan /cairan dan
kering dehidrasi, Elastisitas turgor hitung intake kalori
 Kulit kering kulit baik, membran mukosa harian

 Peningkatan suhu lembab, tidak ada rasa haus  Monitor vital sign
tubuh yang berlebihan  Kolaborasi pemberian
 Peningkatan frekwensi cairan IV
nadi  Dorong masukan oral
 Haus  Dorong keluarga untuk
 Kelemahan membantu pasien makan
 Kolaborasi dengan
dokter
Hypovolemia
Management
 Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberin cairan IV
monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan
Kerusakan integritas kulit  Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
berhubungan dengan Mucous Membranase  Anjurkan pasien untuk
ekskresi/BAB sering.  Hemodyalis akses menggunakan pakaian
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : yang longgar
 Kerusakan lapisan kulit  Integritas kulit yang baik bisa  Hindari kerutan pada
(dermis) dipertahankan (sensasi, tempat tidur
 Gangguan permukaan elastisitas, temperatur,  Jaga kebersihan kulit
kulit (epidermis) hidrasi, pigmentasi) agar tetap bersih dan
 Invasi struktur tubuh  Tidak ada luka/lesi pada kulit kering
 Perfusi jaringan baik  Mobilisasi pasien (ubah
 Menunjukkan pemahaman posisi pasien) setiap dua
dalam proses perbaikan kulit jam sekali
dan mencegah terjadinya  Monitor status nutrisi
sedera berulang pasien
 Mampu melindungi kulit dan  Memandikan pasien
mempertahankan dengan sabun dan air
kelembaban kulit dan hangat.
perawatan alami
Ketidakseimbangan nutrisi  Nutritional status : Food and Nutrition Management
kurang dari kebutuhan fluid intake  Kaji adanya alergi
tubuh berhubungan dengan  Nutrional status : Nutrient makanan
penurunan intake intake  Kolaborasi dengan ahli
makanan.  Weight control gizi untuk menentukan
Batasan karakteristik: jumlah kalori dan nutrisi
 Kram abdomen yang dibutuhkan pasien
 Nyeri abdomen  Anjurkan pasien untuk
 Bising usus hiperaktif meningkatkan intake Fe
 Kurang makanan  Anjurkan pasien untuk
 Kurang informasi meningkatkan protein

 Penurunan berat badan dan vitamin C

dengan asupan  Yakinkan diet yang


makanan adekuat dimakan mengandung

 Membran mukosa tinggi serat untuk

pucat mencegah konstipasi

 Ketidakmampuan  Berikan makanan yang

memakan makanan sudah terpilih (sudah


dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
 Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya
penurunan berat badan
 Monitor lingkungan
selama makan
 Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kalori dan
intake nutrisi
Resiko syok (hipovolemi)  Syok prevention  Monitor suhu dan
berhubungan dengan  Syok management pernafasan
kehilangan cairan dan Kriteria hasil :  Monitor infut dan output
elektrolit.  Nadi dalam batas yang  Monitor tanda dan gejala
Faktor resiko diharapkan asites
 Hipotensi  Irama jantung dalam batas  Monitor tanda awal syok
 Hipovolemi yang diharapkan  Berikan cairan IV dan
 Hipoksemia  Frekuensi nafas dalam batas atau oral yang tepat
 Hipoksia yang diharapkan  Ajarkan keluarga dan
 Infeksi  Irama pernafasan dalam pasien tentang langkah
 Sepsis batas yang diharapkan untuk mengatasi gejala
 Sindrom respons Hidrasi syok
inflamasi sistematik  Indicator: Syok management
 Mata cekung tidak  Monitor tekanan nadi
ditemukan  Monitor status cairan,
 Demam tidak ditemukan input output
 TD dbn
Ansietas berhubungan  Anxiety self –control Anxiety Reduction
dengan Perubahan status  Anxiety level (penurunan kecemasan)
kesehatan.  Coping  Gunakan pendekatan
Batasan karakteristik: Kriteria hasil : yang menenangkan
 Perilaku  Klien mampu  Nyatakan dengan jelas
 Affektif mengidentifikasi dan harapan terhadap pelaku
 Fisiologis mengungkapkan gejala pasien
 Simpatik cemas  Jelaskan semua prosedur
 Parasimpatik  Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan
 Kognitif mengungkapkan dan selama prosedur
menunjukkan tehknik untuk  Pahami prespektif pasien
mengontrol cemas terhadap situasi stres
 Vital sign dalam batas  Temani pasien untuk
normal memberikan keamanan
 Postur tubuh, ekspresi dan mengurangi takut
wajah, bahasa tubuh dan  Dengarkan dengan
tingkat aktivitas penuh perhatian
menunjukkan berkurangnya  Identifikasi tingkat
kecemasan kecemasan
 Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan tehknik
relaksasi
Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

D. Evaluasi
1. Gangguan pertukaran gas dapat diatasi
2. Diare dapat teratasi
3. Kekurangan volume cairan dapat diatasi
4. Kerusakan integritas kulit dapat diatasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat terpenuhi
6. Resiko syok dapat diatasi
7. Ansietas dapat diatasi.

E. Discharge Planning
1. Ajarkan pada orang tua mengenai perawatan anak, pemberian makanan dan minuman
(oralit)
2. Ajarkan mengenai tanda-tanda dehidrasi (ubun-ubun, dan mata cekung, turgor kulit
tidak elastis, membrane mukosa kering) dan segera dibawa kedokter.
3. Jelaskan obat-obatan yang diberi, efek samping dan kegunaannya,
4. Asupan nutrisi harus diteruskan untuk mencegah atau meminimalkan gangguan gizi
yang terjadi.
5. Banyak minum air.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat (2006). Pengantar ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan

Profesional. Jakarta : Salemba Medika.

Pearce, evelin C. (2009). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka utama.

Smeeltzer, S.C., Bare, B.G., (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih

bahasa : Hy. Kuncoro, Andri Hartono dkk, Vol. 2, EGC, Jakarta.

Sodikin (2012). Keperawatan Anak : Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC.

Suriadi, Yulianti, R., (2001), Praktek Klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I,

Sagung Seto, Jakarta.

Tucker, SM., Canobbio, M.M., dkk, (1998), Standart Perawatan Pasien Proses

Keperawatan Diagnostik Dan Evaluasi, Alih bahasa : Yas Asih, Christantie, V61.4,

EGC, Jakarta.

Vivian, N. (2010), Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba Medika.

Wong. (2009), Buku ajar keperawatan pediatrik. Alih bahasa Andry Harmono. Volume 2.

Edisi 6. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai