Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1997 yaitu 334 per 100.000

kelahiran hidup telah melatarbelakangi pemerintah untuk mencanangkan

Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Safer

(MPS) pada tanggal 12 Oktober 2003 sebagai strategi pembangunan

kesehatan masyarakat menuju Indonesia Sehat. (SDKI, 1997)

Menurut ICD-X dalam WHO tahun 2007, AKI adalah kematian wanita

yang terjadi selama masa hamil, bersalin, dan masa nifas oleh karena hal

yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganan kehamilan, tetapi

bukan karena suatu kecelakaan. Pelaksanaan program MPS dan Safe

Motherhood merupakan salah satu upaya terpenting dalam penurunan AKI

yang bertujuan untuk melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia. AKI

dihitung berdasarkan jumlah seluruh kematian maternal selama periode satu

tahun per 100.000 kelahiran hidup di suatu wilayah, misalnya provinsi,

kabupaten, atau kota. AKI nasional, dalam hal ini Indonesia, dihitung

berdasarkan rata-rata AKI seluruh provinsi di Indonesia. (WHO,2007)

AKI merupakan indikator utama dalam menilai derajat kesehatan suatu

bangsa, kematian ibu dikaitkan dengan komplikasi kehamilan dan proses

melahirkan. Bila AKI di suatu wilayah/negara semakin tinggi, maka dapat

diasumsikan semakin buruknya kondisi kesehatan, pelayanan kesehatan,


dan sumber daya di wilayah tersebut. Selain itu, AKI juga dijadikan indikator

utama oleh dunia internasional dalam menentukan Indeks Pembangunan

Manusia atau Human Development Index (HDI) suatu negara. Tinggi

rendahnya HDI suatu negara digunakan untuk mengklasifikasikan apakah

suatu negara tersebut termasuk ke dalam kelompok maju, berkembang, atau

terbelakang.

Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2005, AKI di

dunia sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut “CIA World

Factbook” di dunia pada tahun 2010, Indonesia menduduki urutan ke-51 dari

183 negara di dunia dengan laju AKI sebesar 220 per 100.000 kelahiran

hidup. Di Asia pada tahun 2010, Indonesia masuk dalam 11 besar negara

Asia yang masih mempunyai AKI tinggi di atas 102 per 100.000 kelahiran

hidup. (WHO,2005)

Di Indonesia laju AKI cenderung menurun, tetapi masih tinggi.

Berdasarkan SDKI tahun 2007 AKI di Indonesia sebesar 228 per 100.000

kelahiran hidup. Kemudian pada tahun 2010 menjadi 220 per 100.000

kelahiran hidup. Angka tersebut masih belum sesuai dengan kesepakatan

Millenium Development Goal (MDG) pada tahun 2015, yaitu 115 per 100.000

kelahiran hidup

Penyebab kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (30%), Infeksi

(12%), eklampsi (25%), abortus (5%), partus lama (5%), emboli obstetrik

(3%), komplikasi masa nifas (8%), dan penyebab lainnya (12%). Komplikasi

terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan. Perdarahan dapat


terjadi pada setiap usia kehamilan. Perdarahan yang terjadi pada umur

kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trisemester III disebut

perdarahan antepartum. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan

kejadian abortus, miscarriage, early pregnancy loss.

Abortus merupakan masalah kesehatan yang terjadi pada ibu hamil

juga pada janin yang dikandungnya, dimana usia kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram. Abortus bisa terjadi

karena kondisi ibu yang lemah, kehamilan yang tidak diinginkan, dan

kehamilan di luar nikah. Selain itu, abortus juga berarti terhentinya proses

kahamilan sebelum fetus mampu hidup di luar kandungan ibunya dengan alat

bantu atau tanpa alat bantu. Menurut SDKI tahun 1997 menunjukkan bahwa

wanita berstatus menikah melakukan abortus masih tinggi, yaitu berkisar

9,2% dengan alasan tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Kematian akibat abortus yang tidak aman (unsafe abortion)

merupakan masalah serius di dunia karena risiko maternal 100-500 kali lebih

tinggi akibat unsafe abortion daripada safe abortion. Abortus ilegal termasuk

unsafe abortion yang dilakukan bukan atas dasar pertimbangan medis yang

sah sehingga dilarang oleh hukum.

Menurut Undang-Undang Kesehatan tahun 2009, abortus buatan atau

tindakan yang disengaja untuk menghentikan proses kehamilan dilarang

karena dianggap suatu kejahatan, kecuali dilakukan sebagai tindakan

menyelamatkan jiwa dan kesehatan ibu. Pada tahun 2000, WHO

memperkirakan 2/3 kehamilan di dunia merupakan kehamilan yang tidak


diinginkan, yaitu sekitar 50 juta per tahun. Sebanyak 60% mendapatkan

pertolongan yang aman dan 40% mendapat pertolongan yang tidak aman.

Hal ini menyumbang. AKI sebanyak 15-20%, artinya diperkirakan sekitar

70.000 wanita meninggal dunia per tahun akibat abortus tidak aman.

Menurut The Lancet tahun 2007, jumlah aborsi di dunia tahun 1995

sebesar 45,6 juta kasus, kemudian di tahun 2003 sebesar 41.6 juta kasus,

dan di tahun 2008 sebesar 43,8 juta kasus. Di negara maju pada tahun 2008

tercatat jumlah kasus aborsi sebesar 6 juta kasus, sedangkan di negara

berkembang 37,8 juta kasus. Di Asia, tercatat kasus aborsi sebesar 27,3 juta

kasus.

Menurut KomNas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2011,

dalam kurun tiga tahun selama tahun 2008 – 2010 terus terjadi peningkatan

kasus aborsi. Pada tahun 2008 tercatat kasus aborsi sebesar 2 juta kasus,

kemudian pada tahun 2009 terjadi peningkatan menjadi 2,3 juta kasus, dan

pada tahun 2010 menjadi 2,5 juta kasus aborsi.

Menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

tahun 2006 kasus aborsi di Indonesia mencapai 2 juta kasus setiap tahunnya,

kemudian pada tahun 2008 kasus aborsi di Indonesia meningkat menjadi 2,3

juta kasus setiap tahunnya dan dari jumlah itu terjadi aborsi tidak aman

(unsafe abortion) mencapai 55%. Dari jumlah tersebut, angka kematian ibu

yang disebabkan karena aborsi tidak aman sebesar 5%. Berdasarkan profil

kesehatan Indonesia tahun 2006 diperoleh bahwa terdapat 42.354 kasus

abortus dari 117.228 total persalinan.


Abortus yang paling sering terjadi adalah abortus spontan termasuk

abortus inkompletus, dimana janin yang dikandungnya sudah keluar

sebagian dan sebagian lagi tinggal di dalam rahim. Bila keguguran ini terjadi,

maka harus segera ditangani untuk mengatasi perdarahan karena

perdarahan yang banyak dapat menyebabkan kematian ibu.

1.2. Tujuan

A. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana karakteristik penderita abortus inkompletus.

B. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi penderita abortus inkompletus

berdasarkan sosiodemografi (umur, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan, suku, agama, tempat tinggal).

b. Mengetahui distribusi proporsi penderita abortus inkompletus

berdasarkan faktor mediko obstetrik (usia kehamilan, paritas, riwayat

kehamilan, riwayat kejadian abortus, riwayat penyakit, komplikasi).

c. Mengetahui distribusi proporsi penderita abortus inkompletus

berdasarkan status rawatan (penatalaksanaan medis, lama rawatan,

keadaan sewaktu pulang).

d. Mengetahui perbedaan distribusi proporsi lama rawatan penderita

abortus inkompletus berdasarkan penatalaksanaan medis.

e. Mengetahui perbedaan distribusi proporsi keadaan sewaktu pulang

penderita abortus inkompletus berdasarkan penatalaksanaan medis.


f. Mengetahui perbedaan distribusi proporsi lama rawatan penderita

abortus inkompletus berdasarkan riwayat penyakit.

g. Mengetahui perbedaan distribusi proporsi komplikasi penderita abortus

inkompletus berdasarkan usia kehamilan.

h. Mengetahui perbedaan distribusi proporsi komplikasi penderita abortus

inkompletus berdasarkan penatalaksanaan medis.

1.3. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan untuk pihak institusi terkait agar tetap menjaga

dan terus meningkatkan pelayanan kesehatan, khususnya di bidang

pertolongan persalinan dan perawatan ibu bersalin.

b. Membuka dan memperluas wawasan pengetahuan peneliti mengenai

masalah kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan abortus

inkompletus.

Anda mungkin juga menyukai